Anda di halaman 1dari 26

GIZI DAN KESEHATAN MENTAL

KELOMPOK 3:

RAHMAT PRAYUDI (200305501023)

NURUL ILMA. M (200305502013)

NURQALBY MEILANY ANUGRAH (200305502016)

USLILATULLATIFA. A (200305502022)

PRODI GIZI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu, Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, sehingga makalah “Gizi dan Kesehatan Mental” dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Issue Mutakhir
Gizi. Penulis berharap makalah tentang Gizi dan Kesehatan Mental ini dapat
menjadi referensi bagi teman-teman yang bisa bermanfaat nantinya.
Kami menyadari makalah bertema tentang “Gizi dan Kesehatan Mental”
ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Kami
terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan
maupun konten, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 12 Oktober 2022


Penulis

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Definisi Gizi Dan Kesehatan Mental............................................................2
B. Hubungan Gizi Dengan Kesehatan Mental...................................................4
C. Masalah Gizi Yang Timbul Akibat Gangguan Kesehatan Mental...............7
D. Peran Psikologi untuk Ilmu Gizi...................................................................8
E. Mencegah Masalah Kesehatan Mental Melalui Asupan Nutrisi.................11
BAB III. LITERATUR REVIEW..........................................................................15
A. Literatur Review (Jurnal Nasional 1)..........................................................15
B. Literatur Review (Jurnal Nasional 2)..........................................................17
C. Literatur Review (Jurnal Internasional)......................................................18
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................20
A. Kesimpulan.................................................................................................20
B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
LAMPIRAN...........................................................................................................22

ii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan jiwa telah menjadi masalah kesehatan yang belum
terselesaikan di tengah-tengah masyarakat, baik di tingkat global maupun
nasional. Menurut riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari
19 juta penduduk lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan
lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun yang mengalami depresi.
Makanan dan suasana hati memiliki hubungan dua arah dan saling mempengaruhi.
Yang pertama membutuhkan perhatian sebanyak yang terakhir karena emosi
mempengaruhi pilihan makanan yang dapat meningkatkan atau menurunkan
disposisi kesehatan mental. Siklus ini perlu dianalisis untuk melakukan
manajemen kesehatan mental yang terinformasi. Otak adalah organ integral lain
dari tubuh yang mendapatkan nutrisi dari nutrisi yang ada dalam makanan. Sifat
makanan yang dimakan oleh seseorang seperti rasa, bau, tekstur, dan rasa dapat
mempengaruhi fungsi otak, membawa perubahan suasana hati dan emosi (Tewari
dkk, 2022).

Oleh karena itu kami ingin mengkaji lebih dalam lagi mengenai gizi dan
kesehatan mental. Agar pemahaman kita tentang gizi dan kesehatan mental dapat
bertambah serta dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari guna menciptakan
kehidupan yang sehat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Dari Gizi Dan Kesehatan Mental?
2. Bagamanakah Hubungan Dari Gizi Dengan Kesehatan Mental?
3. Apakah Masalah Gizi Yang Dapat Mengakibatkan Gangguan Mental?
4. Bagaimanakah Peran Psikologi Untuk Kesehatan Dan Ilmu Gizi?
5. Bagaimanakah Cara Mencegah Masalah Kesehatan Mental Melalui Asupan
Nutrisi Yang Cukup?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apakah Definisi Dari Gizi Dan Kesehatan Mental!
2. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Hubungan Dari Gizi Dengan Kesehatan
Mental!
3. Untuk Mengetahui Apakah Masalah Gizi Yang Dapat Mengakibatkan
Gangguan Mental!
4. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Peran Psikologi Untuk Kesehatan Dan
Ilmu Gizi!
5. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Cara Mencegah Masalah Kesehatan
Mental Melalui Asupan Nutrisi Yang Cukup!

1
BAB II. PEMBAHASAN

A. Definisi Gizi Dan Kesehatan Mental


Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat
kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan
mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi
optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja
ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum
masa itu (Budiyanto, 2002).Gizi yang baik sangat mempengaruhi daya
konsentrasi dan kecerdasan seseorang dalam menerima dan menyerap
setiap ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ghidza, yg berarti “makanan”.


Sedangkan dari bahasa Inggris kata “gizi” berasal dari kata “nutrition”,
artinya sesuatu yang mempengaruhi proses perubahan semua jenis
makanan yang masuk ke dalam tubuh, yang dapat mempertahankan
kehidupan. Dalam arti luas, Gizi adalah elemen atau unsur yang
terkandung dalam makanan, dimana unsur-unsur itu dapat memberikan
manfaat secara langsung  bagi tubuh yang mengkonsumsinya sehingga
menjadi sehat. Seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral, dan air.Gizi yang seimbang dibutuhkan oleh tubuh, terlebih pada
seseorang yang masih dalam masa pertumbuhan.Di masa tumbuh
kembang seseorang yang berlangsung secara cepat dibutuhkan makanan
dengan kualitas dan kuantitas yang tepat dan seimbang.

Menurut Word Health Organization dalam Winkel (1991) Kesehatan


mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis
dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara
optimal agarindividu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai
dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual,
kelompok maupunmasyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental
maupun secara sosial.Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah
sikap yang sesuai dengannorma dan pola hidup kelompok masyarakat,
sehingga ada relasi interpersonaldan intersosial yang memuaskan.

Kemudian dalam hari kesehatan jiwa sedunia (HKJS), WHO


mengatakan bahwa kesehatan mental atau Mental Health adalah keadaan
sejahtera setiap individu, dalam mewujudkan potensi diri sendiri.Dalam
perkembangannya, adanya kepedulian serta perhatian khusus yang
diberikan oleh masyarakat.

Menurut Mental Health Foundation di Amerika, seseorang yang sehat


secara mental mempunyai kemampuan untuk berkembang secara

2
psikologis, emosional, kreatif, intelektual dan spiritual, mengambil
inisiatif, mengembangkan serta mempertahankan kelangsungan relasi
personal yang memuaskan, memanfaatkan kesendirian (solitude) dan
menikmatinya, menjadi sadar akan responden lain dan berempati, bermain
serta belajar mengembangkan rasa benar dan salah, menghadapi masalah
dan kemalangan serta belajar dari peristiwa-peristiwa ini, dalam cara-cara
yang selaras dengan tingkat usia mereka (Suryanto, dkk., 2017).

Secara umum kesehatan mental adalah salah satu komponen penting


dari definisi kesehatan yang optimal. Kesehatan mental dapat didefinisikan
sebagai status dimana individu dapat mengelola stress dari kehidupan
sehari-hari sehingga dapat membuat pencapaian dengan mengejar minat
dan dapat berkontribusi di dalam komunitasnya. Gangguan mental atau
yang sering disebut gangguan kejiwaan adalah kumpulan sindrom yang
mengganggu kognisi, regulasi emosi, atau perilaku seseorang.Istilah
common mental disorder merupakan istilah yang digunakan untuk
mencakup gangguan depresi dan gangguan kecemasan secara
kolektif.Gangguan ini dikatakan umum atau common karena lazim
ditemukan dalam populasi dan berdampak pada suasana hati atau perasaan
orang yang terkena dampak.

Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin berada dalam
keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk
menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.
Seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau
potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta
menjalin hubungan positif dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang
kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati,
kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa
mengarah pada perilaku buruk. Penyakit mental dapat menyebabkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi
atau hubungan dengan orang lain, namun juga dapat menurunkan prestasi
di sekolah dan produktivitas kerja.oleh sebab itu, sudah saatnya kita
menjalankan pola hidup sehat Terdapat beberapa jenis masalah kesehatan
mental dan berikut ini adalah tiga jenis kondisi yang paling umum terjadi.

Dalam penelitian yang dilakukan Ernesto Pollitt dkk (1993)


menyatakan bahwa pemberian makanan yang sehat dan protein, akan
mempengaruhi perkembangan kognitif selanjutnya. Selain itu, apa yang
dimakan juga ikut mempengaruhi irama pertumbuhan, kesehatan mental,
ukuran badan dan ketahanan terhadap penyakit (Brom dkk, 2005 dalam
Santrock,2007). Sedangkan menurut Santrock (2007: 157) pada umumnya
masalah kesehatan yang sering dialami seseorang adalah kurang gizi, pola

3
makan, kurang olahraga dan pelecehan.Seperti yang dinyatakan dalam
penelitian Pollitt dkk, bahwa gizi sangat mempengaruhi perkembangan
kognitif dan kesehatan mental.

Menurut Word Health Organization dalam Winkel (1991) disebutkan


kesehatan mental adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental
dan sosial secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya
penyakit atau keadaan lemah tertentu.Definisi ini memberikan gambaran
yang luas dalam keadaan sehat mental mencakup berbagai aspek sehingga
diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup, dapat memanfaatkan
segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa
kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam
hidup.

Menurut pengertian ahli :

1.  Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa:


“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa
beradadalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk
menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui
penyesuaian dirisecara resignasi (penyerahan dirisepenuhnya kepada
Tuhan)”.
2. Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang
optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalanselaras dengan keadaan
individu tersebut.

B. Hubungan Gizi Dengan Kesehatan Mental


Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kemunculan, durasi atau keparahan suatu gangguan mental. Banyak
literatur menyatakan bahwa terdapat hubungan antara orang dengan IMT
tinggi dengan gangguan mental. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan, dimana responden dengan status gizi obesitas paling
banyak mengalami common mental disorders. Status gizi dapat
mempengaruhi kesehatan mental melalui berbagai aspek, salah satunya
adalah aktivitas fisik. Individu dengan status gizi lebih atau obesitas akan
menjadi lebih jarang melakukan aktivitas fisik atau menjadi terbatas
karena penyakit kronis yang diakibatkan oleh obesitas itu sendiri.
Sementara menurut Naufal (2019), depresi dapat dicegah dengan aktivitas
fisik yang rutin.

Menurut beberapa penelitian, status gizi dapat mempengaruhi jalur


biologis terkait kesehatan mental. Seperti pada penelitian Matos (2017)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan

4
disregulasi yang terjadi pada jalur biologis individu obesitas, seperti proses
inflamasi imun, stres oksidatif, keseimbangan neurotransmiter dan
neuroprogresi. Status gizi dapat memberikan efek pada beberapa hormon
seperti testosteron serta neurotransmiter seperti leptin dan serotonin, yang
merupakan neurotransmiter yang disebutkan paling terlibat dalam
patofisiologi gangguan mood.

Citra tubuh juga dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.


Individu dengan citra tubuh negatif atau merasakan ketidakpuasan
terhadap bentuk tubuhnya yang tidak ideal akan lebih rentan mengalami
perasaan cemas, menarik diri, depresi hingga berujung kematian. Individu
dengan badan tidak ideal, khususnya kelebihan berat badan berpotensi
mengalami stigma sosial terkait kesempatan kerja, penghasilan yang
rendah dan kecenderungan pernikahan yang kurang makmur.Mereka
cenderung menjadi tertekan dan terisolasi secara sosial.Bahkan banyak
berpendapat bahwa kritikan terhadap bentuk tubuh seseorang dapat
memotivasi orang agar memperbaiki berat badannya.Hal ini justru
membuat mereka rentan mengalami gangguan psikologis dan fisik.

Lubis (2009) menyatakan bahwa gangguan mental dan gangguan pola


makan memiliki hubungan dua arah.Faktor kognitif, lingkungan, biologi
dan psikosoial merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi alasan
dalam pemilihan dan konsumsi makanan.Faktor kognitif berkaitan dengan
kebiasaan, keyakinan, kebutuhan emosi. Faktor lingkungan berkaitan
dengan keadaan ekonomi, gayahidup, kebudayaan dan agama. Faktor
biologis berkaitan dengan rasa lapar dan rasa kenyang yang memunculkan
dorongan untuk mulai mengonsumsi atau berhenti mengonsumsi
makanan.Sedangkan faktor psikososial berkaitan dengan kondisi
psikologis dan sosial.

Status gizi individu dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penting
yang mempengaruhi kesehatan mental dan perkembangan gangguan
kejiwaan.Hal ini ditunjukkan dengan prevalensi yang tinggi pada penderita
depresi dengan IMT tinggi di mayoritas literatur.individu dengan depresi
cenderung meningkat nafsu makannya yang menyebabkan kenaikan berat
badan. Perubahan kadar serotonin (5-HT) dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan keinginan untuk mengonsumsi karbohidrat, sementara kadar
serotonin yang tinggi dapat memengaruhi dalam asupan energi dan
pemilihan makanan. Begitu pula terdapat individu yang cenderung
mengurangi asupan makannya ketika mengalami kecemasan.Pada kasus
ini, peran salah satu badan keton, yaitu BHB (Beta-
Hidroxybutyrate),diduga memicu euforia ringan sebagai penahan sakit
selama terjadi puasa atau diet rendah karbohidrat.

5
Status gizi dapat dihubungkan dengan kesehatan mental melalui pola
makan. Lubis (2009) menyatakan bahwa depresi dan gangguan pola
makan memiliki hubungan 2 arah, depresi dapat memengaruhi pola makan
dan pola makan dapat mengakibatkan depresi.Depresi memengaruhi pola
makan terlihat dari kecenderungan yang terjadi pada orang dengan depresi
dimana hal tersebut turut memengaruhi status gizinya. Orang dengan
depresi cenderung tidak nafsu makan sehingga menjadi lebih kurus
ataupun bertambah nafsu makannya terutama pada jenis makanan yang
manis sehingga menjadi lebih gemuk.Pola makan memengaruhi depresi
ditunjukkan oleh gejala depresi yang dapat diperparah oleh
ketidakseimbangan zat gizi seperti biotin, asam folat, vitamin B dan C,
kalsium, magnesium, tembaga serta asam amino. Ketidakseimbangan ini
juga dapat diakibatkan oleh kebiasaan konsumsi kafein secara berkala,
konsumsi sukrosa secara berlebihan atau karena mengalami alergi
makanan.

Kesehatan mental adalah salah satu komponen penting dari definisi


kesehatan yang optimal. Kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai
status dimana individu dapat mengelola stress dari kehidupan sehari-hari
sehingga dapat membuat pencapaian dengan mengejar minat dan dapat
berkontribusi di dalam komunitasnya. Gangguan mental atau yang sering
disebut gangguan kejiwaan adalah kumpulan sindrom yang mengganggu
kognisi, regulasi emosi, atau perilaku seseorang.Istilah common mental
disorder merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup gangguan
depresi dan gangguan kecemasan secara kolektif.Gangguan ini dikatakan
umum atau common karena lazim ditemukan dalam populasi dan
berdampak pada suasana hati atau perasaan orang yang terkena dampak.

Pada dasarnya status gizi terkait kesehatan mental cukup terbatas dan
terdapat beragam hasil dari studi epidemiologi yang dilakukan
tersebut.Status gizi adalah suatu ukuran yang mencerminkan kondisi tubuh
yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat
gizi di dalam tubuh.Adapun status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor tidak
langsung.Mahasiswa sebagai individu dengan kesibukan tinggi karena
berbagai tugas dan kegiatan cenderung mengonsumsi makanan beragam
dan tidak sesuai dengan pedoman gizi seimbang.Salah satu kebiasaan
mahasiswa, yaitu mengerjakan tugas-tugas kuliah hingga larut malam dan
tidak menurut akanmemengaruhi kebiasaan makannya. Didukung dengan
kehidupan sosial dan kesibukannya.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa


cenderung banyak mahasiswa atau remaja bahkan orang dewasa yang
mengalami common mental disorders, yaitu sebanyak 127 responden

6
(77,0%). Common mental disorders merupakan istilah yang digunakan
untuk merujuk pada keadaan tertekan yang bermanifestasi dengan
kecemasan, depresi dan gejala somatik yang biasanya ditemukan dalam
komunitas. Jadi dari beberapa penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa
hubungan antara gizi dengan kesehatan mental saling berhubungan. Dari
aspek status gizi seseorang yang menderita penyakit kesehatan mental
akan mempengaruhi pola makan, aktivitas fisik, dan pola tidur, sehingga
dari keadaan seseorang yang mengalami gangguan mental akan
berdampak pada status gizinya sendiri baik itu status gizi kurang atau gizi
lebih. Berangkat dari itu semua, dikatakan pula kurangnya asupan gizi
yang masuk kedalam tubuh akan mengakibatkan gangguan mental karena
kurang nutrisi dapat mengakibatkan penyakit biologis dan rasa percaya
diri yang kurang, dari rasa percaya diri dan penyakit yang disebabkan oleh
kurang atau lebihnya nutrisi yang masuk kedalam tubuh akan berdampak
pada citra kehidupan individu yang dapat menganggu keadaan psikologi
dan kesehatan mental seseorang.

C. Masalah Gizi Yang Timbul Akibat Gangguan Kesehatan Mental


Terdapat beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan akibat gangguan
kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan salah satu faktor yang
dapat mengakibatkan timbulnya suatu penyakit atau mampu memperparah
keadaan penyakit seseorang. Kesehatan mental tidak hanya berupa
kecemasan, melainkan terdapat banyak jenis gangguan mental. Beberapa
yang paling sering terjadi adalah depresi, skizofrenia, gangguan tidur, dan
gangguan makan.

Berdasarkan dari beberapa jenis kesehatan mental, maka salah satu


atau bahkan lebih dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit.
Penyakit yang dapat timbul akibat gangguan kesehatan mental adalah
obesitas dan stunting. Selain itu, obesitas dan stunting merupakan masalah
gizi di Indonesia yang prevalensinya terus meningkat setiap tahunnya.

1. Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak dalam tubuh yang menyebabkan berat
badan di luar batas ideal dan dikaitkan dengan beberapa resiko morbiditas dan
mortalitas. Masalah yang berdampak tidak langsung terhadap gangguan mental
emosional adalah obesitas yang telah mencapai proporsi epidemi secara global,
lebih dari 1 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan, setidaknya
300 juta diantaranya mengalami obesitas secara klinis dan merupakan
penyumbang utama terhadap beban global penyakit kronis. Obesitas adalah
masalah yang kompleks, dimana banyak faktor kontribusi dan memberikan
berbagai faktor resiko kesehatan. Obesitas merupakan masalah kesehatan yang
dapat mengakibatkan masalah emosional dan sosial.

7
Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang erat kaitannya dengan
depresi. Depresi sebagai penyakit yang ditandai dengan perubahan pola makan,
tampak bawa depresi dapat dikaitkan dengan makan berlebihan. Obesitas dan
depresi merupakan kondisi umum yang memiliki efek individu yang signifikan.
Peningkatan keparahan depresi telah terbukti terkait penurunan aktivitas fisik
dan peningkatan asupan kalori. Ketika terjadi depresi, kelenjar adrenal
melepaskan kortisol lebih banyak sebagai respon alamiah tubuh terhadap stress.
Tingginya kadar hormone kortisol akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan
hormone insulin, liptin, dan sistem neuropeptide Y (NPY) yang akan membuat
otak membangkitkan rasa lapar sehingga timbul keinginan makan, pemilihan
jenis makanan yang tinggi gula dan lemak, serta menimbulkan motivasi untuk
mencari makanan berkalori tinggi yang menenangkan dan menyimpan kalori
ekstra sebagai lemak di bagian perut.
Oleh karena itu, apabila hal tersebut tidak lagi mampu untuk dibendung
maka akan menyebabkan obesitas. Kebiasaan makan makanan yang tinggi
kalori, berlemak, serta mengandung glukosa tinggi mampu menyumbang untuk
kenaikan berat badan seseorang. Selain itu, depresi mempengaruhi aktivitas
fisik, akibatnya tidak ada keseimbangan antara makanan yang masuk dengan
energi yang dikeluarkan.
2. Stunting
Menurut UNICEF ( United Nations Children’s Fund, 2017) menjelaskan
bahwa stunting membahayakan kelangsungan hidup dan perkembangan anak
dengan kontribusi terhadap angka kematian anak, morbiditas, dan kecacatan.,
termasuk gangguan pertumbuah fisik dan kurang optimalnya perkembangan
kognitif anak. Menurut Teddy ( dalam Fahas, 2018 ) menjelaskan bahwa ibu
yang mengalami depresi atau gangguan jiwa lain dapat mengalami kesulitan
dalam pengasuhan yang menyebabkan asupan gizi anak kurang sehingga
menjadi faktor resiko terjadinya stunting. Gangguan jiwa dengan kemiskinan
ibarat lingkaran setan. Kemiskinan ( kondisi ekonomi yang rendah ) adalah
stresor berat yang bila terus-menerus tidak jarang berakhir dengan depresi.
Depresi diyakini salah satu penyebab kurangnya minat ibu untuk peduli serta
memelihara anak. Depresi setelah melahirkan dapat menyebabka masalah dalam
pembangunan fisik anak. Dalam sebuah penelitian terhadap wanita dengan
kehadiran depresi setelah meahirkan pada 2 bulan menemukan keterkaitan
dengan berat badan bayi yang rendah dan panjang bayi yang lebih pendek.
Depresi Ibu merugikan mempengaruhi perkembangan psikologis dan intelektual
anak ( Wemakor, 2016 ). Seorang Ibu yang mengalami depresi akan cenderung
kurang memperhatikan asupan gizi anak sehingga akan berdampak pada
munculnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa depresi atau gangguan kesehatan mental pada

8
seorang ibu mampu mempengaruhi pertumbuhan anak yang dapat menyebabkan
anak mengalami gagal tumbuh atau dapat disebut stunting.

D. Peran Psikologi untuk Ilmu Gizi


Pendekatan Biopsikososial dalam Psikologi Nutrisi. Banyaknya faktor
yang memengaruhi proses pemilihan nutrisi dan perilaku makan
membutuhkan pendekatan dari berbagai aspek karena baik aspek biologis,
psikologis, sosial, dan budaya saling berkontribusi dan berinteraksi timbal
balik dalam proses individu memilih makanan.
1. Psikologi dari Makanan dan Minuman
a. Sistem Klasifikasi Makanan
Terdapat beberapa struktur dasar dan umum pada berbagai budaya tentang
makanan, antara lain sebagai berikut.
1) Makanan dan bukan makanan, umumnya merujuk pada budaya dan
kebiasaan di suatu tempat yang memengaruhi cara individu
mempersepsikan makanan. Contoh: diIndonesia, nasi disebutkan sebagai
makanan pokok sehingga nasi adalah makanan. Roti hanya dianggap
sebagai kudapan. Masyarakat Bali, ayam merupakan makanan yang wajar,
sedangkan tupai tidak wajar, tetapi di Sulawesi menjadi hal yang wajar
apabila mengonsumsi tupai.
2) Makanan sakral dan makanan profane, Makanan juga dapat dikategorikan
sebagai makanan yang dapat dikonsumsi yang terkait dengan kepercayaan
religius, sedangkan makanan profane adalah makanan yang tidak dapat
dikonsumsi berkaitan dengan kepercayaan religius. Contoh: bagi umat
Muslim, makan daging babi adalah haram, sedangkan bagi umat Hindu,
Budha, maupun Kristen hal tersebut adalah wajar.
b. Klasifikasi makanan paralel
Makanan terkadang juga dikategorikan sebagai makanan “panas” atau
“dingin”. Kata panas dan dingin tidak hanya merujuk pada suhu dari makanan
yang bersangkutan, tetapi juga berkaitan dengan dampak makanan terhadap
tubuh dan juga penyakit. Contoh: di Indonesia, pepaya dikatakan makanan
dingin karena dapat membuat proses pencernaan lancar, sedangkan salak atau
rambutan dikatakan makanan panas karena dapat menyebabkan batuk dan
konstipasi apabila dikonsumsi berlebihan.
c. Makanan sebagai obat
Makanan sebagai obat berhubungan dengan fungsi makanan dalam
meningkatkan fungsi tubuh, menghindari penyakit atau mengobati penyakit.
Contoh: buah mengkudu dikatakan dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan
Daun katuk dapat melancarkan ASI.
d. Makanan sosial
Makanan secara sosial dapat berfungsi untuk mengembangkan hubungan,

9
simbolisasi status dengan menyediakan makanan yang langka, mahal, atau
lezat, membuat identitas suatu kelompok seperti terdapat pola makanan tertentu
untuk sarapan, makan siang, dan makan malam serta makanan yang disebut
sebagai “makanan nasional” atau “makanan keluarga”.
e. Makanan sebagai Pernyataan Diri
Makanan dapat memberikan informasi mengenai diri individu dan
bertindak sebagai media komunikasi terkait kebutuhan internal, konflik diri,
dan rasa tentang diri sendiri. Makna makanan secara individual erat kaitannya
dengan isu-isu identitas gender dan gagasan mengenai “menjadi perempuan”.
Contoh: memasak adalah kewajiban ibu rumah tangga, ibu yang menyiapkan
makanan bagi anggota keluarga.
f. Makanan dan Seksualitas
Beberapa makanan sering dikaitkan dengan seks dan seksualitas yang
dimaknai oleh banyak budaya. Makanan dan seks menekankan kesamaan
biologis, yaitu sebagai dorongan dasar untuk bertahan hidup maupun
mengabadikan pada kehidupan. Termasuk juga sesuatu yang menyenangkan
dan rentan untuk melanggar batas-batas normal tubuh. Contoh: daging
dianggap dapat mendorong hasrat seksual.
g. Makan dan Penolakan
Makanan dapat menimbulkan konflik intrapersonal terutama pada
perempuan. Murcott (1983) menyatakan bahwa perempuan memiliki peran
besar dalam merencanakan dan menyediakan makanan sekaligus juga perlu
untuk memperhatikan bentuk tubuh diri sendiri agar tetap tampak “diinginkan”.
h. Kesenangan dan Rasa Bersalah
Makanan dapat memberikan kesenangan sekaligus rasa bersalah, seperti
contoh individu merasa senang mengonsumsi coklat tetapi menyesal karena
program diet telah dilanggar. Makanan juga dianggap sebagai pemenuhan
kebutuhan tetapi dalam suatu kondisi hal tersebut dapat membuat individu
menyesal karena telah memakan makanan tersebut.
i. Makanan dan Kontrol Diri
Perilaku makan tertentu merujuk pada individu yang berusaha melakukan
kontrol diri secara sadar, misalnya puasa dan penolakan makan. Ogden (1997,
2002) menyatakan bahwa diet merupakan sarana sempurna untuk pengendalian
diri.
j. Makanan sebagai Interaksi Sosial
1) Makanan sebagai Cinta, Penyajian makanan yang dilakukan oleh
perempuan untuk keluarga dan kegiatan makan bersama di dalam keluarga
adalah perwujudan dari rasa cinta dan kasih sayang. Kegiatan tersebut
dapat meminimalisasi risiko perilaku makan patologis sebanyak 1,4 kali.
2) Kesehatan dan Kesenangan, Berdasarkan hasil eksplorasi tentang makanan
bagi perempuan di Belanda, diketahui bahwa seorang ibu cenderung ingin

10
memberikan makanan sehat bagi keluarga. Di sisi lain, ibu juga dilema
karena ingin memberikan makanan yang disenangi oleh anggota keluarga
yang notabene merupakan makanan yang kurang sehat. Lawrence (1984)
menyatakan bahwa ibu akan menjadi cenderung menyesal dan khawatir
dengan kesehatan anak apabila memberikan anak makanan yang disukai.
2. Relasi Kekuasaan
Relasi kekuasaan berhubungan dengan sistem kekeluargaan. Sebagai
contoh, pada keluarga patriarki hampir semua pihak laki-laki, sebagai figur
dominan, akan makan terlebih dahulu dengan kuantitas dan kualitas yang baik.
perempuan akan bertugas untuk melayani. Alokasi makanan yang khusus,
mencerminkan hubungan kekuasaan dan divisi seksual dalam keluarga.
Misalnya, porsi daging lebih banyak ditujukan bagi laki-laki.
a. Makanan sebagai Identitas Budaya
b. Makanan sebagai Identitas Religi, Makanan dan kegiatan makan bersama
keluarga memegang peranan penting dalam menentukan identitas agama
atau religi. Sebagai contoh, perempuan Yahudi berpendapat bahwa kegiatan
menyiapkan makanan adalah menciptakan kesucian dalam kegiatan sehari-
hari yang juga mewakili identitasYahudi.
c. Makanan sebagai Kekuatan Sosial, Makanan adalah simbol dari status dan
kehormatan dalam ranah sosial. Aksi menghindari makanan (contoh: mogok
makan), juga memiliki fungsi untuk mendapatkan kembali kekuatan sosial
atau kontrol terhadap situasi sosial.
d. Budaya dan Nature, Daging seringkali dianggap sebagai penggambaran
hubungan manusia dengan alam lkan sebagai makanan pengganti daging
juga sering diartikan sebagai makanan utama atau makanan yang
sebenarnya. Daging juga dinilai sebagai bentuk dari peradaban manusia
seperti perburuan, kanibalisme, dan memakan hewan peliharaan.
3. Pengukuran Belief tentang Makanan
Pengukuran belief dapat dilakukan dengan metode kualitatif maupun
kuantitatif. Ogden dkk. (2002) mencoba untuk mengembangkan alat ukur
kuantitatif tentang nilai keyakinan individu tentang arti makanan serta
mengeksplorasi peran dan perbedaan gender. Alat ukur yang telah disusun oleh
Ogden dkk. (2002) digunakan dalam praktik-praktik klinis agar dapat diketahui
belief individu terhadap arti makanan, dampak makanan terhadap perilaku serta
berat badan. Pengaruh psikologi serta ilmu pengetahuan pada makanan dan
kesehatan merujuk pada pengetahuan dan persepsi individu terkait fungsi dan
makna makanan dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup sebagai identitas
diri, interaksi sosial, dan identitas budaya yang saling berinteraksi dan
memengaruhi satu dengan lainnya.

11
E. Mencegah Masalah Kesehatan Mental Melalui Asupan Nutrisi
Pada konsep mengenai kesehatan mental. Ibaratnya tubuh, perlu
menerapkan gayahidup sehat untuk menjaga kesehatan fisik, mulai dari
mempertahankan asupan gizi, olahraga secara teratur, dan istirahat yang
cukup. Begitu pula dengan mental, perlu juga rangkaian upaya untuk
mempertahankan kualitas kesehatannya sehingga individu tetap dapat
berfungsi dalam keseharaiannya. Dalam mencegah masalah kesehatan
mental dapat dilakukan dengan biasakan gaya hidup sehat, mulai dari
asupan gizi, olahraga, dan tidur yang cukup. Rangkaian perilaku sehat
merupakan bentuk upaya menyayangi dan peduli dengan kesehatan tubuh
dan juga sebagai upaya menjaga diri secara baik sehingga memungkinkan
untuk beraktivitas secara nyaman setiap harinya.

Menjalankan hobi atau aktivitas yang disukai. Dalam stress, otak


akan mengalami kendala dalam memproses informasi dan berpengaruh
pula dalam pengambilan keputusan. Untuk mengatasinya, rangsang otak
untuk menghadapi kondisi stress yang menyenangkan, salah satunya
dengan menjalankan hobi. Jika otak melihat hal-hal yang menyenangkan,
maka sirkulasi didalamnya akan lebih terkoneksi satu dengan yang lainnya
dan memungkinkan seseorang lebih siap mengatasi suatu masalah. Dari
beberapa aspek pencegahan gangguan mental secara umum, gangguan
mental juga dapat dicegah dengan melalui pemenuhan asupan nutrisi yang
cukup dengan cara :

1. Merapkan 4 pilar gizi seimbang (mengkonsumsi makanan beraneka ragam,


aktifitas fisik, kebersilahan diri dan lingkungan, serta pematauan berat
badan).
2. Mengkonsumsi makanan dengan porsi dalam kapasitas sesuai dengan
kebutuhan setiap individu.
3. Memperbanyak mengkonsumsi sayur dan buah untuk merangsang atau
memberikan rasa sejuk dan riles dalam kondisi stress atau gangguan
mental.
4. Mengurangi mengkonsumsi makanan yang instan (junfood)

Pada dasarnya makan sehat yang bervariasi seperti sayur, buah, biji-
bijian dan berbagai sumber protein dapat memberikan nutrisi yang tepat
untuk otak. Hal ini akan berdampak baik pada kondisi mental. Buah dan
sayuran mengandung serat, vitamin, mneral, dan antioksidan yang baik
untuk otak. Nutrisi penting lainnya antara lain protein, zink, zat besi, kolin,
asam folat, serta vitamin A, D, B6, dan B12.

Makanan-makanan yang mengandung kaya akan zat gizi sangat


bermanfaat untuk meningkatkan aliran darah keotak dan menurunkan

12
peradangan. Keduanya memainkan peran positif dalam hal suasana hati
dan kognitif.Selain itu, serat dari buah-buahan dan sayuran dapat
memberikan makanan bakteri baik.Peran bakteri baik terbukti penting
untuk kesehatan mental dan pencegahan kondisi neurologis. Jadi peran
orang tua juga memiliki peran penting dalam mencegah masalah kesehatan
mental melalui asupan nutrisi yang cukup. Namun, untuk mencegah
terjadinya gangguan mental pemerintah juga melakukan upaya dengan
cara :

1. Menyediakan layanan spesialis.


2. menyediakan dukungan non-spesialis terfokus (orang ke orang).
3. memperkuat dukungan masyarakat dan keluarga.
4. melakukan pertimbangan sosial dalam layanan dan keamanan dasar.
Seorang individu dapat mengontrol perilakunya sendiri untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya. Sumber mekanisme pengontrolan
diri ini secara umum melibatkan mekanisme adaptasi yang berpusat pada
ego diri sendiri, yang dilakukan secara sadar. Dari sudut pandang perilaku,
respon yang dapat diamati berdasarkan suatu alasan yang membuat
seseorang terlibat dalam pengambilan suatu keputusan melalui
pertimbangan yang logis, yang menjadi prioritas dalam hidupnya dapat
membuat seseorang mengontrol diri sendiri. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Langkah pertama dalam pengontrolan diri (self-control) adalah melakukan
analisis dengan tepat terhadap respon suatu hal sebelum dan setelah
kondisi tertentu. Analisis terjadinya penyebab makan berlebihan
(overeating) harus dilakukan secara tepat. Langkah berikutnya adalah
mengidentifikasi perilaku yang memudahkan terjadinya makan berlebihan.
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber kekuatan setiap
keinginan makan berlebihan itu muncul.
2. Langkah kedua adalah mengalihkan setiap munculnya keinginan kuat
untuk makan berlebihan itu menjadi bentuk perilaku lain yang lebih
positif. Terapi ini dilakukan 3 kali seminggu dengan lama pertemuan
sekitar 30 menit yang dilakukan selama 4-5 minggu. Tergantung dari
tujuan yang telah dicapai, biasanya sesi berikutnya dapat diulangi dengan
interval 2 minggu setelah tiap sesi selesai selama 12 minggu.
Prinsip terapi perilaku yang pernah diteliti adalah mengidentifikasikan hal-
hal yang dapat meredam keinginan untuk makan.Kontrol keinginan untuk
makan (stimulus control) dapat timbul kapan saja. Biasanya keinginan
untuk makan timbul saat kita bepergian, misalnya saat belanja ke mall. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara berbelanja makanan setelah sebelumnya
makan di rumah, sehingga saat belanja perut sudah terasa kenyang, atau
belanja hanya dilakukan berdasarkan daftar kebutuhan yang telah dibuat

13
sebelum pergi ke supermarket atau mall, atau mendisiplinkan diri siap
untuk tidak makan selama berbelanja.
3. Langkah ketiga adalah jangan membawa uang tunai secara berlebihan
melebihi kebutuhan berdasarkan anggaran yang telah dibuat sebelumnya.
Perlu dibuat perencanaan untuk membatasi asupan makanan bersama
terapis dan ahli gizi melalui sesi konseling diet, berolah raga saat
munculnya keinginan untuk ngemil dan berusaha kuat secara sadar untuk
hanya makan dan mengkonsumsi camilan sesuai jadual agn telah
ditentukan, dan jangan menerima makanan apapun yang ditawarkan orang
lain kepada kita di luar jadual makan yang telah kita buat.
4. Langkah keempat yang juga perlu dilakukan di rumah adalah jangan
meletakkan tempat penyimpanan bahan makanan di tempat yagn mudah
terlihat oleh kita, letakkan semua jenis bahan makanan dalam satu lokasi
yang sama di rumah kita, singkirkan makanan dari tempat-tempat seperti
meja kerja, ruang keluarga, ruang santai, semua meja di dalam rumah,
masukkan bahan makanan ke wadah-wadah kecil dan dikeluarkan sesuai
keperluan, tidak perlu semua bahan makanan dikeluarkan dari wadahnya
saat makan tiba, jangan berlama-lama berada di dekat tempat penyimpanan
dalam rumah dan tingalkan segera meja makan setelah saat waktu makan
selesai serta habiskan makanan setiap aktivitas makan, jangan bersisa.
5. Langkah kelima sekaligus langkah terakhir adalah evaluasi setiap
kemajuan diet yang kita capai apakah sudah memenuhi target yang telah
ditetapkan dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kita dengan
terapis.
Suatu artikel menyarankan perilaku yang ganjil menurut kita,
sebenarnya hanya semata-mata hal ini dilakukan untuk mendisiplinkan diri
sendiri secara sadar di bawah kontrol diri sendiri. Perilaku yang dapat
dilakukan saat keinginan makan berlebihan itu muncul adalah meletakkan
sebuah sendok garpu di antara bibir, kemudian kunyah makanan secara
perlahan sebelum menelannya, jadi ada sendok garpu yang menghalangi
kita untuk menikmati makanan tersebut. Perilaku makan lain yang dapat
dilatih adalah mempersiapkan makanan hanya untuk satu porsi ntuk satu
kali makan, hanya meletakkan makanan dalam porsi kecil pada piring kita,
beri jeda waktu antara dua waktu makan dan jangan lakukan kegiatan
seperti membaca dan nonton televise saat makan.
Kita tidak hanya perlu melatih diri sendiri secara disiplin untuk
mengontrol perilaku makan kita, tetapi kita perlu juga memberi
penghargaan atau hadiah (reward) jika kita berhasil mencapai tujuan yang
kita inginkan, misalnya berhasil menurnkan berat badan sesuai target, 2-4
kg dalam sebulan. Kita dapat menghibur diri dengan bersenang-senang
bersama keluarga dan teman, juga menghadiahi diri sendiri dengan barang

14
kesayangan yag sudah lama diinginkan dan gunakan kartu monitoring
untuk memantau keberhasilan program diet.
Keberhasilan program melibatkan diri sendiri untuk mengetahui secara
sadar kandungan gizi setiap makanan yang masuk ke mulut kita dan
kemampuan kita untuk memilih makanan rendah lemak dan karbohidrat
yang mudah dicerna. Jangan dilupakan untk rutin mencatat olah raga yang
dilakukan setiap hari di rumah. Kita juga harus memperkaya pengetahuan
kita tentang diet, jangan hanya bersikap pasif menunggu instruksi dari ahli
gizi mengenai makanan yang kita santap. Ingatlah bahwa terapi perilaku
melibatkan pasien dan terapis secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu
dalam jangka waktu tertentu. Peningkatan pengetahuan kita akan bahan
makanan, termasuk kandungan kalori dan zat gizinya, serta bahaya dari
makanan yang dilarang untuk kita makan akan meningkatkan semangat
dalam melakukan diet dan melakukan kontrol diri sendiri (self-control).
Setiap timbul keinginan negatif untuk melakukan hal-hal di luar hal-hal
yang telah disepakati antara kita dan terapis, usahakan redam keinginan itu
dalam bentuk kegiatan positif lain, misalnya kita ingin sekali mengemil
coklat saat menonton televisi, maka kita dapat bersepeda santai dengan
sepeda statis di depan televisi. Hal itu tentu lebih baik dibandingkan
mengemil coklat saat menonton televisi.

15
BAB III. LITERATUR REVIEW

A. Literatur Review (Jurnal Nasional 1)


Nama Jurnal : Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 3 No 1, 1 Januari 2015, (1-11)
Judul Jurnal: Hubungan Antara IMT Dan Kemandirian Fisik Dengan Gangguan
Mental Emosional Pada Lansia
Nama Penulis : Nabila Qonitah Dan Muhammad Atoillah Isfandiari
Karakteristik Responden:
Karakteristik responden yang digunakan yaitu seluruh penghuni Pelayanan
sosial lanjut usia Jombang di Kediri sebanyak 85 orang. Besar sampel sejumlah
47 orang yang masuk ke dalam kriteria inklusi. Variabel penelitian ini adalah
IMT, kemandirian fisik, dan karakteristik lansia dengan gangguan mental
emosional pada lansia di Unit Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri.
Penghuni Pelayanan sosial lanjut usia jombang di Kediri merupakan lansia
dengan usia lebih dari 60 tahun, dengan rata-rata usia responden adalah 72,32
tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, didapatkan bahwa
gangguan mental emosional lebih banyak didapatkan pada lansia dengan usia
antara 60 hingga 70 tahun yakni sebesar 54,5%. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyoko (2012), yang menyebutkan bahwa
gangguan mental emosional secara umum banyak terjadi pada lansia di atas usia
70 tahun.
Kasus :
Berdasarkan data global burden of disease study, gangguan kesehatan mental
khususnya depresi memberikan kontribusi yang besar bagi beban penyakit.
Depresi menjadi beban penyakit nomor tiga di seluruh dunia, menempati urutan
kedelapan di negara-negara berkembang, dan menempati urutan pertama pada
negara dengan penghasilan menengah keatas (World Health Organization, 2008).
Meningkatnya umur harapan hidup menyebabkan meningkatnya jumlah lanjut
usia. Pada proses penuaan terjadi berbagai hal yang mengakibatkan berbagai
fungsi tubuh menurun yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan
merupakan faktor risiko terjadinya gangguan mental emosional.
Berdasarkan pertimbangan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara IMT, penyakit kronis, karakteristik lansia, serta
kemandirian fisik terhadap gangguan mental emosional pada lansia di UPT
Pelayanan Sosial Jombang di Kediri. Orang dewasa yang berusia lebih dari 60
tahun, banyak menderita gangguan mental atau neurologis. Sebesar 6,6% dari
total cacat yang dialami oleh lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak dikaitkan
dengan gangguan mental maupun gangguan neurologis. Gangguan neuropsikiatri
yang paling umum dari kelompok lansia adalah demensia dan depresi.
Faktor risiko :

16
1. Ketidakmandirian fisik yang sering terjadi pada lansia yang disebabkan oleh
adanya berbagai penyakit di dalam tubuh, maupun dikarenakan akibat dari
terjadinya proses menua merupakan faktor yang menyebabkan gangguan
mental emosional pada lansia.
2. Banyak lansia mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh masalah
kesehatan, misalnya adanya penyakit seperti stroke, gangguan sendi, penyakit
jantung, gangguan pendengaran, dan lain sebagainya.
3. Adanya keterbatasan fisik menyebabkan meningkatnya kesepian dan
berkurangnya partisipasi dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Di
samping itu juga dapat menimbulkan perasaan sedih dan khawatir tidak dapat
melakukan aktivitas sesuai dengan keinginannya.
4. Konsumsi makanan serta asupan energi dan mikronutrien akan menurun
seiring dengan meningkatnya usia. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya
malnutrisi serta kekurangan zat tertentu secara spesifi k. Pada lansia seringkali
tidak dapat mengatur pola konsumsi yang seimbang, selain itu kemungkinan
kekurangan asupan mikronutrien meningkat dengan perubahan yang besar
pada kepadatan nutrisi dalam makanan.
Permasalahan :
Salah satu penyebab terjadinya gangguan mental emosional pada lansia
adalah status gizi lansia yang dapat diukur dengan indeks masa tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara indeks masa tubuh dengan gangguan mental emosional pada
lansia.Terdapat interaksi yang kuat antara gizi kurang dengan depresi pada lanjut
usia. Kekurangan gizi dan obesitas diidentifikasikan sebagai masalah gizi yang
signifikan pada lanjut usia. Selain itu, depresi diketahui juga dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Selain itu, nafsu makan yang buruk dapat mengurangi
masuknya asupan makanan yang bergizi, hal ini dapat menyebabkan output energi
yang rendah. Bila terjadi berulang kali maka hal ini dapat menyebabkan atau
memperburuk keadaan depresi yang telah ada (Satariano, 2005).
Kebutuhan nutrisi dipengaruhi oleh usia, berat badan, iklim, jenis kelamin,
aktivitas fisik, penyakit, serta faktor lainnya. Konsumsi makanan serta asupan
energi dan mikronutrien akan menurun seiring dengan meningkatnya usia. Hal ini
akan menyebabkan meningkatnya malnutrisi serta kekurangan zat tertentu secara
spesifi k. Pada lansia seringkali tidak dapat mengatur pola konsumsi yang
seimbang, selain itu kemungkinan kekurangan asupan mikronutrien meningkat
dengan perubahan yang besar pada kepadatan nutrisi dalam makanan (Stahelin,
1999).
Pencegahan :
Salah satu pencegahan yang gencar dilakukan adalah memberikan perhatian lebih
kepada lansia yang mengalami gangguan kesehatan mental serta memberikan
makanan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi pada lansia dan mengajak lansia
untuk melakukan aktivitas fisik yang disukainya agar tidak merasa jenuh dan

17
terasingkan dalam lingkup lingkungannya. Pada dasarnya hal ini dapat menjadi
langkah awal dalam pencegahan gangguan mental pada lansia.
Pengobatan :
Mengadakan pemeriksaan kesehatan mental emosional secara berkala agar
masalah mengenai kesehatan mental emosional dapat terdeteksi dan ditangani
lebih dini. Hal ini bisa dilakukan melalui kerja sama dengan puskesmas. Selain itu
diharapkan untuk merujuk responden yang terdeteksi gangguan mental emosional
kepada pihak ahli, mengingat pengukuran yang telah dilaksanakan merupakan
pemeriksaan two stage di mana pada saat penelitian hanya dilakukan satu
pengukuran saja menggunakan SRQ untuk skrining gangguan mental emosional,
agar dapat dilakukan treatment secara baik dan benar.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan
bahwa lansia yang berada pada UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di
Kediri sebagian besar tidak menderita gangguan mental emosional. Indeks masa
tubuh lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri sebagian
besar dalam kategori normal. Rata-rata responden memiliki keadaan fisik yang
sangat mandiri, atau sepenuhnya tidak bergantung pada orang lain. Tidak ada
hubungan antara indeks masa tubuh dengan gangguan mental emosional pada
lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Sedangkan antara
kemandirian fisik dan gangguan mental emosional menunjukkan hubungan yang
signifikan.

B. Literatur Review (Jurnal Nasional 2)


Nama Jurnal :Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol 10No1 - Juni2021 (88-
93)
Judul Jurnal :Obesitas dan Depresi pada Orang Dewasa
Nama Penulis :Nyoman Mupu Murtane
Kasus :
Obesitas sentral telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di
negara berkembang seperti Indonesia. Terdapat banyak faktor yang memicu
timbulnya obesitas pada remaja. Salah satunya gangguan kesehatan mental.
Berdasarkan pertimbangan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk
melihat apakah terdapat hubungan bermakna antara obesitas dan depresi. Metode;
studi literaturereview, di mana peneliti mencari, menggabungkan inti sari serta
menganalisis fakta dari beberapa sumber ilmiah yang akurat dan valid, yang
mendukung dan menjadi bukti.
Faktor risiko :
1. Kedua penyakit ini berhubungan dengan faktor gaya hidup yang tidak baik
seperti pola tidur yang terganggu, disregulasi dalam nafsu makan dan asupan
makanan yang kurang atau berlebihan (Pateletal., 2014).
2. Kelenjar adrenal melepaskan kortisol lebih banyak sebagairespon alami tubuh
terhadap stres. Tingginya kadar hormon kortisol akan merangsang tubuh untuk

18
mengeluarkan hormon insulin, leptin, dan sistem neuropeptide Y (NPY) yang
akan membuat otak membangkitkan rasa laparsehingga timbul keinginan
makan, pemilihan jenis makanan tinggi gula dan lemak, serta menimbulkan
motivasi untuk mencari makanan berkalori tinggi yang menenangkan dan
menyimpan kalori ekstra sebagai lemak di bagian perut (Association, 2013).
3. Peningkatan keparahan depresi telah terbukti terkaitdengan penurunan
aktivitas fisik dan peningkatan asupan kalori, yang mengakibatkan
peningkatan risiko obesitas
Pengobatan :
Terapi efektif yang dapat dilakukan pada obesitas adalah penurunan berat badan
dengan melakukan aktivitas fisik rutin yang secara tidak langsung dapat
mencegah kondisi patologis terkait (Agus, 2019).
Kesimpulan
Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan gejala utama
berupa afek depresif, kehilangan minat maupun anhedonia, dan kehilangan energi
yang ditandai dengan cepat Lelah Obesitas merupakan suatu keadaan dimana
terjadi penumpukan lemak berlebih di dalam tubuh. Obesitas memiliki faktor
risiko di antaranya yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan
per kapita, makanan berlemak, dan gangguan mental, gangguan psikologi baik itu
depresi, ansietas maupun stres diduga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
obesitas baik pada usia kanak-kanak maupun maupun muncul setelah usia dewasa.

C. Literatur Review (Jurnal Internasional)

Nama Jurnal :International Journal of Science and Research (Jurnal Sains dan
Penelitian Internasional) Vol 11, Edisi 5 – Mei 2022 (1750-1755)
Judul Jurnal : Mental Health and Nutrition: A Systematic Review of their
Relationship (Kesehatan Mental dan Nutrisi: Tinjauan Sistematis hubungan
mereka)
Nama Penulis : Gunjan Tewari, Lata Pande, dan Kamal Kishor Pande
Kasus :
Seseorang mungkin makan lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya ketika
sedih atau bahagia. Juga telah dicatat bahwa orang cenderung makan lebih manis
daripada asin ketika emosi mereka memandu pilihan makanan mereka. Orang
yang optimis dengan emosi positif cenderung lebih memilih makanan sehat
daripada junk food dan makanan instan. Di sisi lain, ketika seseorang terikat oleh
emosi negatif, ia cenderung memilih makanan yang memanjakan yang
memberikan perasaan senang sesaat.
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menilai dan menganalisis studi dan bukti
penelitian yang membangun hubungan bilateral antara kesehatan mental dan
nutrisi. Tinjauan ini akan mengkompilasi pengetahuan saat ini dan mengungkap

19
kontradiksi dan kesenjangan yang akan membentuk dasar untuk penelitian
terobosan.
Faktor risiko :
1. kualitas diet menentukan status kesehatan mental dan dapt memediasi
hubungan dengan depresi dan kecemasan.
2. Makanan yang semakin banyak dimakan untuk kesenangan seperti pizza
melepaskan endorfin dalam jumlah tinggi di otak.
3. Tingkat serotonin yang lebih rendah dapat menyebabkan sulit tidur, depresi,
dan kecemasan.
Pengobatan :
1. Karbohidrat dalam makanan meningkatkan kadar insulin serum, yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan penyerapan triptofan (prekursor
serotonin) di otak. Oleh karena itu, makanan kaya karbohidrat diharapkan
dapat menurunkan kemungkinan terjadinya depresi.
2. Protein yang tersusun dari Asam amino ini mempengaruhi fungsi otak karena
merupakan prekursor neurotransmiter yang mempengaruhi emosi dan
perilaku.
3. Asam lemak N-3 sangat penting untuk perkembangan dan fungsi otak karena
bertanggung jawab untuk berbagai fungsi otak seperti neurotransmisi,
neurogenesis, dan peradangan saraf.
4. Beberapa neurotransmiter disintesis dengan Vitamin B6 dan B12 sebagai
prekursor. Suplementasi vitamin B12 melindungi selubung mielin serabut
saraf dan meningkatkan kognisi mental dan kapasitas otak.
Kesimpulan
Terjadinya penyakit mental meningkat secara eksponensial dengan modernisasi
masyarakat yang tak terhindarkan karena orang semakin terbebani dengan stres.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa diet dan nutrisi memiliki keterkaitan
yang erat dengan pencegahan, kejadian, dan pengobatan gangguan jiwa. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi intervensi gizi yang komprehensif dapat diadopsi
untuk mencegah masalah kesehatan mental. Ini mungkin berguna untuk pasien
yang tidak beradaptasi dengan baik dengan obat-obatan allopathic atau
psikoterapi. Diet seimbang kemungkinan akan membantu semua individu yang
normal, berisiko mengalami gangguan jiwa, sedang menjalani pengobatan, atau
dalam tahap rehabilitasi. Karena bidang psikiatri nutrisi baru saja muncul, ada
kelangkaan bukti kuat tentang hubungan dua arah antara kesehatan mental dan
nutrisi tertentu. Studi terobosan perlu dilakukan untuk memverifikasi kepercayaan
umum dan memandu kebijakan kesehatan masyarakat tentang diet dan kesehatan
mental. Prospek lebih lanjut dalam penelitian termasuk meneliti efek dari pola
makan yang berbeda, perilaku makan, dan respon makanan pada masalah
kesehatan mental. Sangat penting untuk membangkitkan kesadaran tentang
pentingnya diet sehat untuk menjaga kesejahteraan mental dan memasangkannya
dengan gaya hidup yang menguntungkan dan aktivitas fisik yang memadai.

20
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Gizi adalah elemen atau unsur yang terkandung dalam makanan, dimana
unsur-unsur itu dapat memberikan manfaat secara langsung  bagi tubuh yang
mengkonsumsinya sehingga menjadi sehat. Kesehatan mental dapat didefinisikan
sebagai status dimana individu dapat mengelola stress dari kehidupan sehari-hari
sehingga dapat membuat pencapaian dengan mengejar minat dan dapat
berkontribusi di dalam komunitasnya.
Terdapat hubungan antara kecemasan dengan disregulasi yang terjadi pada
jalur biologis individu obesitas, seperti proses inflamasi imun, stres oksidatif,
keseimbangan neurotransmiter dan neuroprogresi. Status gizi dapat memberikan
efek pada beberapa hormon seperti testosteron serta neurotransmiter seperti leptin
dan serotonin, yang merupakan neurotransmiter yang disebutkan paling terlibat
dalam patofisiologi gangguan mood.
Masalah Gizi yang Dapat Mengakibatkan Gangguan Mental adalah obesitas
dan stnting karena adanya pengucilan.
Banyaknya faktor yang memengaruhi proses pemilihan nutrisi dan perilaku
makan membutuhkan pendekatan dari berbagai aspek karena baik aspek biologis,
psikologis, sosial, dan budaya saling berkontribusi dan berinteraksi timbal balik
dalam proses individu memilih makanan.
Gangguan mental juga dapat dicegah dengan melalui pemenuhan asupan
nutrisi yang cukup dengan cara Merapkan 4 pilar gizi seimbang (mengkonsumsi
makanan beraneka ragam, aktifitas fisik, kebersilahan diri dan lingkungan, serta
pematauan berat badan), Mengkonsumsi makanan dengan porsi dalam kapasitas
sesuai dengan kebutuhan setiap individu, Memperbanyak mengkonsumsi sayur
dan buah untuk merangsang atau memberikan rasa sejuk dan riles dalam kondisi
stress atau gangguan mental, dan Mengurangi mengkonsumsi makanan yang
instan (junfood).

B. Saran
Seharusnya kita harus lebih peduli lagi dengan kesehatan mental dan status
gizi kita agar kita dapat memiliki definisi sehat yang sebenarnya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Angraini, DI. 2014. Hubungan Depresi dengan Status Gizi. Jurnal Medula; 2(2) :
39-46.
Ismiriyam, F.V. 2021. Psikologi Untuk Mahasiswa Gizi. Edisi 1. LPPM UNNES.
Semarang.
Kemenkes 2020.Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pada
Pandemi COVID-19.
Mahshulah, Z. A. (2019, May). Depresi Pada Ibu Dapat Mengakibatkan Anak
Stunting. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP (Vol. 2, No. 1,
pp. 324-331).
Murtane, N. M. (2021). Obesitas dan Depresi pada Orang Dewasa. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 88-93.
Nadiyah, dkk.2021. Pendidikan Gizi Untuk Kesehatan Mental Selama Pandemi
Pada Forum Ilmiah Abdimas Esa Unggul. Jurnal Abdimas; 7(2): 121-
125.
Pibriyanti K & Ummah S, K. 2020. Pengetahuan Gizi, Pola Makanan dan
Keadaan Mental Emosional dengan Status Gizi Mahasiswa Guru. Jurnal
Media Gizi Pangan; 27(2) ; 81-86.
Shivanela, S. W. dkk. 2021. Gambaran Status Gizi dan Kejadian Common Mental
Disorders Pada Mahasiswa Gizi di Universitas Hasanuddin. The Journal
Of Indonesian Community Nutrition; 10(2) : 125-139.
Syampurma H. 2018. Studi Tentang Tingkat Pengetahuan Ilmu Gizi Siswa-Siswi
Smp Negeri 32 Padang. Jurnal Menssana; 3(1): 89-99.
Tewari. G, Pande. L, & Pande, KK. 2022. Mental Health and Nutrition: A
Systematic Review of their Relationship. International Journal of
Science and Research. 11(5): 1750-1755.
United Nations Children’s Fund, 2017, Reducing Stunting in Children Under Five
Years of Age: A Comprehensive Evaluation of UNICEF’s Strategies and
Programme Performance – India Country Case Study. viewed 22 April
2019, <https://www.unicef.org/evaldatabas
Vera Adi, dkk. 2020. Hubungan Peilaku Makan dan Status Gizi dengan Status
Kesehatan Mental Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan; 11(1): 93-
100.
Wemakor. A., & Kofi, A. M., 2016, Association between maternal depression and
child stunting in Northern Ghana: a cross-sectional study, BMC Public
Health, vol. 16, no. 869, pp. 1-7.

22
LAMPIRAN
(Dokumentasi Penyusunan Bersama Tim Kelompok)

23

Anda mungkin juga menyukai