Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Ega Ahmad Ramadhan (P04170020010)
2. Ervina Lia Nasution (P05170020012)
3. Hesti Mahayu Jayanti (P05170020013)
Penulis sadar bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
terutama karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca untuk
membantu meningkatkan kualitas makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
A. Kesehatan Mental.......................................................................................................3
B. Metode edukasi dalam menghadapi kesehatan mental...........................................4
BAB III PENUTUP................................................................................................................6
A. Kesimpulan.................................................................................................................6
B. Saran...........................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu kesehatan selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat untuk
diperbincangkan, salah satunya adalah isu kesehatan mental. Kesehatan
mental tidak hanya sebatas kasus gangguan jiwa berat, kesehatan mental
haruslah diartikan secara lebih luas. Apabila dilihat dari UU Nomor 18 Tahun
2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa/mental adalah kondisi ketika
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
menyadari kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Yang artinya, kesehatan mental dapat dikatakan menentukan produktivitas
suatu bangsa (Wijaya, Y.D., 2019).
Kesehatan mental kini menjadi topik yang harus mendapat perhatian serius
jika melihat dari data yang dilansir oleh Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI.
Kesehatan mental merupakan komponen mendasar untuk membentuk
hubungan sosial, menjaga produktivitas, keseimbangan hidup sehari-hari, dan
hubungan seimbang dengan lingkungan. Jika individu sehat secara mental,
individu akan dapat terus berkembang dan berkontribusi sebagai masyarakat.
Sayangnya, isu kesehatan mental di Indonesia masih menjadi stigma yang
dapat berdampak buruk pada penderita. Misalnya seperti diskriminasi dan
dikucilkan dari masyarakat. Stigma ini dapat menghambat kesembuhan dan
pemulihan penderita kesehatan mental dan dapat membuat orang yang
menderita gangguan mental memilih bungkam atau tidak berkonsultasi
kepada ahli. Maka dari itu, masyarakat kita butuh edukasi pengetahuan akan
pentingnya kesehatan mental (Putri, V.M., 2021).
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kesehatan Mental?
2. Bagaimana metode edukasi dalam menghadapi Kesehatan Mental?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu kesehatan mental
2. Untuk mengetahui bagaimana pemberian edukasi tentang kesehatan
mental
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesehatan Mental
1. Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan dan
dijaga, baik kesehatan fisik, mental maupun sosial untuk mencapai kondisi
yang harmonis. Menurut WHO (The World Health Organization), sehat
adalah suatu kondisi yang lengkap secara fisik, metal dan kesejahteraan
sosial, disamping itu tidak ada penyakit atau kelemahan yang dimiliki.
Definisi sehat tidak hanya berkaitan dengan fisik semata, namun juga
berkaitan dengan sehat secara psikis dan mencapai ‘kesejahteraan’ sosial.
Selanjutnya, WHO mendefinisikan tentang kesehatan mental sebagai
kondisi kesejahteraan individu yang menyadari potensinya sendiri, dapat
mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif
dan berbuah, dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.
Kesehatan mental merujuk pada bagaimana individu mampu
menyesuaikan diri serta berinteraksi baik dengan lingkungan sekitarnya,
sehingga individu terhindar dari gangguan mental. Terdapat beberapa
istilah dalam mengungkapkan kesehatan mental yaitu mental hygiene dan
psiko-hygiene. Kedua perbedaan istilah tersebut, sebenarnya tidak ada
perbedaan yang mendasar. Namun istilah yang sering dipakai saat ini
adalah kesehatan mental atau mental health (Fakhriani, 2019).
3
c. Lebih senang memberi daripada menerima,
d. Lebih cenderung membantu daripada dibantu,
e. Memiliki rasa kasih sayang,
f. Memperoleh kesenangan dari segala hasil usahanya,
g. Menerima kekecewaan dengan menjadikan kegagalan sebagai
pengalaman, serta
h. Selalu berpikir positif (Positive Thinking)
4
gangguan mental bukan sebuah aib atau hal yang menjijikan, sehingga
masyarakat harus memperlakukan pengidap gangguan mental seperti sampah
dan tidak memberikan perlakuan selayaknya kepada manusia. Edukasi
kesehatan mental harus benar benar kita wujudkan (Putri, V.M., 2021).
Metode edukasi kesehatan pada dasarnya merupakan pendekatan yang
digunakan dalam proses pendidikan untuk penyampaian pesan kepada sasaran
edukasi kesehatan yaitu individu, kelompok atau keluarga, dan masyarakat.
Salah satu contoh metode edukasi kesehatan mental yang digunakan adalah
metode individual, dimana metode ini dirancang dengan sifat individual yang
bertujuan untuk digunakan dalam membina perilaku baru, atau membina satu
individu yang menunjukan sikap ketertarikan terhadap suatu inovasi atau
perubahan pola perilaku. Bentuk pendekatannya antara lain dengan bimbingan
dan penyuluhan (Guidance and Conseling), melalui cara ini hubungan
komunikasi antara peserta dan petugas akan menjadi lebih aktif sehingga
memberikan kesempatan pada program Promkes (Promosi Kesehatan) untuk
mencapai tujuan dengan optimal. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien
dapat dipelajari lebih seksama melalui informasi yang lebih rinci dan dapat
disediakan solusi atau jalan keluar bagi situasi yang dihadapi. Akhirnya klien
tersebut dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan
menerima perilaku tersebut atau dengan sendirinya berperilaku baru tanpa di
paksa (Notoadmodjo, 2012)
Istilah konseling merupakan suatu nama yang luas pengertiannya untuk
beraneka ragam prosedur guna menolong orang lain agar mampu
menyesuaikan diri. Dalam proses konseling tersebut, melibatkan konselor dan
konseli. Konselor adalah seorang psikolog atau individu profesional lainnya
yang berpraktek memberikan penyuluhan, sedangkan konseli adalah individu
yang mendapatkan atau mengalami proses konseling. Urgensi konseling
kesehatan mental sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman,
5
pengembangan kemampuan, mencegah dan mengatasi terjadinya gangguan
kesehatan mental saat ini (Subaryana, 2022),
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isu kesehatan mental di Indonesia masih menjadi stigma yang dapat
berdampak buruk pada penderita. Misalnya seperti diskriminasi dan
dikucilkan dari masyarakat. Stigma ini dapat menghambat kesembuhan dan
pemulihan penderita kesehatan mental dan dapat membuat orang yang
menderita gangguan mental memilih bungkam atau tidak berkonsultasi
kepada ahli. Metode edukasi yang digunakan salah satunya dengan cara
bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Conseling) dengan memberikan
pemahaman, pengembangan kemampuan, mencegah dan mengatasi
terjadinya gangguan kesehatan mental.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus bisa mengontrol diri seperti emosi diri,
karena diri kita sendiri yang menentukan agar terhindar dari kekerasan baik
itu dari luar maupun dari dalam dan jangan putus asa.
6
DAFTAR PUSTAKA