KONSEP DIRI
Disusun
O
L
E
H:
SRI WAHYUNI
1614201075
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan YME atas rahmatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang asuhan keperawatan klien dengan
gangguan konsep diri . Terima kasih kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan
pendidikan yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB IPENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi kesehatan jiwa masyarakat ............................................................................ 6
B. Tujuan dan program kesehatan jiwa .......................................................................... 10
C. Prinsip keperawatan jiwa ……................................................................................... 16
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 16
B. Saran .......................................................................................................................... 16
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang spesialisasi
praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya ( ANA ). Semuanya
didasarkan pada diagnosis dan intervensi dari adanya respons individu akan masalah
kesehatan mental yang actual maupun potensial.
4
berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care. Kesehatan Jiwaadalah
Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima
orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan kesehatan jiwa masyarakat ?
2. Bagaimanakah tujuan dari program keperawatan kesehatan masyarakat ?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip dalam keperawatan kesehatan jiwa masyarakat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa II serta mengetahui
bagaimana bentuk keperawatan kesehatan jiwa masyarakat
2. Tujuan Khusus:
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
b. Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari program keperawatan kesehatan jiwa
masyarakat.
c. Agar mahasiswa mengetahui tentang prinsip-prinsip dalam keperawatan kesehatan
jiwa masyarakat.
d. Agar mahasiswa mengetahui peran perawat dalam melakuan tindakan
keperawatan kesehatan jiwa masyarakat
BAB II
5
PEMBAHASAN
6
1.Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang difokuskan pada:
a. Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat jiwa
b. Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota
7
c. Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah
pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d. Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi, surveisi,
monitoring dan evaluasi
e. Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan
kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas akan : mengkonsultasikan kasus-
kasus yang tidak berhasil atau melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang
telah dilakukan.
Unit pelayanan Kesehatan Jiwa di RSU :
a. Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu
menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah
tempat tidur terbatas sesuai dengan kemampuan
b. Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten /
kota ke rumah sakit umum harus jelas Rumah Sakit Jiwa :
a) Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang
difokuskan pada klien gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di
keluarga/puskesmas/ RSU
b) Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke puskesmas.
Penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas
bertanggung jawab terhadap lanjutan asuhan di keluarga
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien
keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan
8
parameter legal-etik. Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah
sebagai berikut:
9
istri yang menetap bersama dalam rumah tangga. Dampak kekerasan dalam
rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-reproduksi (luka fisik,
kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit menular
seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma
mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat
menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus
penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan
Napza.
2. Anak Putus Sekolah
Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu
di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak
1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah
sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yangtidak melanjutkan pendidikan
keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi.
Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) tahun 2005 menyatakan bahwa
sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan
sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan
bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan
karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak
terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK)
program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru
mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang
diharapkan.
3. Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak
jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan
data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia
adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI
Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda
tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut jelas rentan
terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan
seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa
yang menguasainya.
4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja
10
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas
pelindungan anak (PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia
terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak
perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325
narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan. Menurut
survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena
terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya
karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun
2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan
seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak
porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-
70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan
masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis
dikemudian hari.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta
dampaknya (Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong
dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar
sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga
meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai
(judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik
fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah
merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara.
Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun.
Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang,
Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan
Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa
pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju
perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati
lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS
(Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yangmodus penularan melalui
penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza
suntik (Penasus/injecting drug user/ IDU).
11
a. Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara
lain, pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian
tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks
komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan
peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna
Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar
80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril
secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita
HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4
kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan
6. bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya ,
mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.
7. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam
pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai
antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan
persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan
terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan
ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah
pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35
tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan
tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah
tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti
dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit
jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak
lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram
intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi
dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan
jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena
paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat
(deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan
psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun
12
penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai
penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
8. Kasus Bunuh Diri
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh
dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan
Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di
Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari
departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri
berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan
akibat ketergantungan zat (Napza). Yang mengkhawatirkan adalah
dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau
dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan
tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12
tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di
rumah, guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali
keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan
hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh
karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini
yang dapat dicegah
1. Planning
13
Planning merupakan kegiatan untuk mengetahui penyebab dan tujuan dalam
melakukan tindakan-tindakan selanjutnya
2. Organizing
Organizing merupakan pembagian pekerjaan antar sesama anggota kelompok
dan membuat ketentuan yang berlaku.
3. Actuating
Kegiatan memotivasi setiap anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan
berdasarkan tugas yang ditetapkan.
4. Controlling
Penyesuaian rencana yang sudah dibuat dengan pelaksanaannya.
a. Menajemen Kesehatan
Manajemen kesehatan menempatkan rumah sakit sebagai tempat dimana perawat
mampu mengaplikasikan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perawat harus
memahami konsep dan aplikasinya.
Konsep yang dimaksud dalam hal ini menurut Arwani, 2005 adalah konsep
manajemen keperawatan, dimana dilakukan perencanaan, pengumpulan data, analisa
dan menyusun langkah-langkah perencanaan, melakukan pengendalian, pengawasan
dan pelaksanaan model keperawatan profesional.
14
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa masyarakat
(Community Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada
upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
(KepMenKes No. 220) Peran perawat kesehatan jiwa masyarakat adalah:
3.2 Saran
Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa
secara global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada
komunitas (Community Based Care) yang memberikan penekanan pada upaya
preventif dan promotif. Untuk para pembaca diharapkan memberi kritik dan saran
terhadap isi makalah ini, dan terima kasih pada pemabaca yang telah meluangkan
waktu membaca makalah ini
15
Daftar Pustaka
Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Yogyakarta:
Nuha Medika
16