Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN

KONSEP DIRI

Disusun
O
L
E
H:
SRI WAHYUNI
1614201075

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI


TAHUN AJARAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan YME atas rahmatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang asuhan keperawatan klien dengan
gangguan konsep diri . Terima kasih kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan
pendidikan yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Makalah ini merupakan hasil individu dengan materi keperawatan. Pembahasan di


dalamnya saya dapatkan dari kuliah, browsing internet, buku, diskusi kelompok, dll. saya
sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat saya
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya yang sedang menepuh
pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman dan saya khususnya.

Pasaman, 18 mei 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang .............................................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi kesehatan jiwa masyarakat ............................................................................ 6
B. Tujuan dan program kesehatan jiwa .......................................................................... 10
C. Prinsip keperawatan jiwa ……................................................................................... 16

BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 16
B. Saran .......................................................................................................................... 16

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang spesialisasi
praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya ( ANA ). Semuanya
didasarkan pada diagnosis dan intervensi dari adanya respons individu akan masalah
kesehatan mental yang actual maupun potensial.

Ada empat karakteristik keperawatan :

1. Fenomena yaitu rentang respons-respons yang berkaitan dengan kesehatan yang


teramati pada orang sakit dan sehat yang menjadi focus diagnosa dan penanganan
keperawatan.
2. Teori yaitu konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses yang memandu intervensi
keperawatan dan pemahaman tentang respons yang berhubungan dengan
kesehatann.
3. Tindakan-tindakan yaitu intervensi untuk mencegah kesehatan.
4. Pengaruh yaitu evaluasi tindakan keperawatan yang berhubungan dengan respon
kesehatan yang teridentifikasi dan hasil asuhan keperawatan yang diantisipasi.
Pelayanan yang menyeluruh difokuskan pada pencegahan penyakit mental,
menjaga kesehatan, pengelolaan atau merujuk dari masalah kesehatan phisik dan
mental, diagnosis dan intervensi dari gangguan mental dan akibatnya, dan rehabilitasi
(Haber & Billing, 1993).

Keperawatan jiwa / mental diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif,


menggunakan ketrampilan memecahkan masalah secara efektif dengan pengambilan
keputusan klinik yang komplek (advokasi), melakukan kolaborasi dengan profesi lain,
peka terhadap issue yang mencakup dilema etik, pekerjaan yang menyenangkan,
tanggung jawab fiskal. Jadi peran keperawatan jiwa profesional telah berkembang
secara komplek dari elemen-elemen sejarah aslinya. Sejarah Perkembangan
Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa
teori dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi
dalam beberapa periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak
dilakukan oleh petugas kesehatan (Custodial Care). Perawatan bersifat isolasi dan
penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian

4
berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care. Kesehatan Jiwaadalah
Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima
orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan kesehatan jiwa masyarakat ?
2. Bagaimanakah tujuan dari program keperawatan kesehatan masyarakat ?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip dalam keperawatan kesehatan jiwa masyarakat ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa II serta mengetahui
bagaimana bentuk keperawatan kesehatan jiwa masyarakat

2. Tujuan Khusus:
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
b. Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari program keperawatan kesehatan jiwa
masyarakat.
c. Agar mahasiswa mengetahui tentang prinsip-prinsip dalam keperawatan kesehatan
jiwa masyarakat.
d. Agar mahasiswa mengetahui peran perawat dalam melakuan tindakan
keperawatan kesehatan jiwa masyarakat

BAB II

5
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan Jiwa


Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang menceerminkan kedewasaan
kepribadiannya. (WHO) Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh
berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas
dari stress yang serius. (Rosdahi, 1999) Kesehatan jiwa adalah kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari
seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. (UU Kesehatan
Jiwa No. 3 Tahun 1966) Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya
serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992
tentang pedoman umum Tim Pembina, Pengarah, Pelaksana kesehatan Jiwa
Masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan
suatu orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa
masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan
upaya kuratif dan rehabilitatif.

2.2 Tujuan program kesehatan jiwa masyarakat

Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama


lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok
profesi dan organisasi masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan dalam
rangka meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga akan terbentu perilaku sehat sebagai
individu, keluarga dan masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih
produktif secara sosial dan ekonomi

2.3 Prinsip-Prinsip Keperawatn Jiwa Masyarakat

6
1.Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang difokuskan pada:

a. Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat.


b. Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah
psikososial & gangguan jiwa.
c. Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
2.Pelayanan keperawatan yang holistic yaitu pelayanan yang difokuskan pada aspek
bio-psiko-sosio-kultural & spiritual. Perawatan mandiri Individu dan keluarga :
a. Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat secara mandiri
memelihara kesehatan jiwanya.
b. Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga
c. Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan masyarakat dalam
masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang mempunyai masalah psikososial,
masyarakat yang mengalami gangguan jiwa
3.Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :

a. Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan pelayanan


kesehatan merupakan target pelayanan kesehatan  jiwa
b. Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala dusun),
pengobatan tradisional (orang pintar)
c. Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan yang
diinterasikan dengan perannya di masyarakat
4.Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :

a. Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu praktik


pribadi dokter, bidan, perawat psikolok dan semua sarana pelayanan kesehatan
(puskesmas dan balai pengobatan).
b. Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan tentang
pelayanan kesehatan jiwa komunitas bersama dengan pelayanan kesehatan
yang dilakukan.
c. Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan
pengobatan segera, keperawatan jiwa dasar.
5.Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :

a. Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat jiwa
b. Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota

7
c. Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah
pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d. Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi, surveisi,
monitoring dan evaluasi
e. Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan
kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas akan : mengkonsultasikan kasus-
kasus yang tidak berhasil atau melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang
telah dilakukan.
Unit pelayanan Kesehatan Jiwa di RSU :

a. Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu
menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah
tempat tidur terbatas sesuai dengan kemampuan
b. Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten /
kota ke rumah sakit umum harus jelas Rumah Sakit Jiwa :
a) Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang
difokuskan pada klien gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di
keluarga/puskesmas/ RSU
b) Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke puskesmas.
Penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas
bertanggung jawab terhadap lanjutan asuhan di keluarga

2.4 Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas


Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan
dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi.
Sistem pasien atau klien dapat berupa induvidu, keluarga, kelompok, organisasi atau
komunitas. ANA mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer
keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.

Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien
keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan

8
parameter legal-etik. Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah
sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan kesehatan jiwa.


Perawat membantu pasien mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah
& meningkatkan fungsi kehidupannya.
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus dini,
skiring dan tindakan yang cepat. Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa
individu dan keluarga untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan
masalah. Perawat mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan 5
tugas kesehatan keluarga.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”. Memberikan
asuhan secara langsun, peran ini dilakukan dengan menggunakan konsep proses
keperawatan jiwa. Kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan
keperawatan individu keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan. Melakukan
pemeriksaan langsung dari keluarga ke keluarga, dapat berkoordinasi dengan
masyarakat serta TOMA tokoh masyarakat.
2.5 Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat

Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa


masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di
perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah,kasus kriminalitas anak
remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak
nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.

1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang
penghapusan KDRT). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak,
termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena
hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun

9
istri yang menetap bersama dalam rumah tangga. Dampak kekerasan dalam
rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-reproduksi (luka fisik,
kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit menular
seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma
mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat
menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus
penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan
Napza.
2. Anak Putus Sekolah
Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu
di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak
1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah
sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yangtidak melanjutkan pendidikan
keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi.
Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) tahun 2005 menyatakan bahwa
sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan
sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan
bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan
karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak
terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK)
program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru
mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang
diharapkan.
3. Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak
jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan
data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia
adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI
Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda
tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut jelas rentan
terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan
seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa
yang menguasainya.
4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja
10
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas
pelindungan anak (PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia
terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak
perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130  tahanan anak serta 1.325
narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan. Menurut
survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena
terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya
karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun
2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan
seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak
porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-
70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan
masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis
dikemudian hari.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta
dampaknya (Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong
dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar
sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga
meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai
(judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik
fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah
merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara.
Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun.
Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang,
Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan
Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa
pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju
perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati
lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS
(Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yangmodus penularan melalui
penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza
suntik (Penasus/injecting drug user/ IDU).

11
a. Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara
lain, pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian
tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks
komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan
peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna
Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar
80% dari  jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril
secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita
HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4
kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan
6. bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya ,
mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.
7. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam
pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai
antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan
persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan
terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan
ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah
pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35
tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan
tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah
tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti
dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit
jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak
lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram
intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi
dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan
jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena
paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat
(deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan
psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun

12
penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai
penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
8. Kasus Bunuh Diri
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh
dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan
Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di
Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari
departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri
berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan
akibat ketergantungan zat (Napza). Yang mengkhawatirkan adalah
dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau
dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan
tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12
tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di
rumah, guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali
keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan
hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh
karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini
yang dapat dicegah

2.7 Definisi Manajemen

Manajemen melibatkan orang-orang sebagai upaya untuk bekerja dan


mengelola suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dan mencapai tujuan yang telah
ditentukan (Herujito, 2001) to manage” adalah kata kerja yang sering digunakan
mengandung arti “control” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
mengelola, menangani atau mengendalikan. Manajemen menggunakan manusia
maupun sumber daya lainnya untuk mencapai sebuah tujuan melalui proses yang
meliputi: planning, organizing actuating and controlling(Terry, 1997 dalam Herujito,
2001) Terry, 1997 dalam Herujito, 2001 membagi fungsi-fungsi pokok manajemen ke
dalam empat proses, yaitu:

1. Planning

13
Planning merupakan kegiatan untuk mengetahui penyebab dan tujuan dalam
melakukan tindakan-tindakan selanjutnya
2. Organizing
Organizing merupakan pembagian pekerjaan antar sesama anggota kelompok
dan membuat ketentuan yang berlaku.
3. Actuating
Kegiatan memotivasi setiap anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan
berdasarkan tugas yang ditetapkan.
4. Controlling
Penyesuaian rencana yang sudah dibuat dengan pelaksanaannya.
a. Menajemen Kesehatan
Manajemen kesehatan menempatkan rumah sakit sebagai tempat dimana perawat
mampu mengaplikasikan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perawat harus
memahami konsep dan aplikasinya.

Konsep yang dimaksud dalam hal ini menurut Arwani, 2005 adalah konsep
manajemen keperawatan, dimana dilakukan perencanaan, pengumpulan data, analisa
dan menyusun langkah-langkah perencanaan, melakukan pengendalian, pengawasan
dan pelaksanaan model keperawatan profesional.

Sebuah pelayanan keperawatan disebut profesional apabila tim keperawatan


mengelola dan menjalankan empat fungsi dalam manajemen, yaitu: perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian dan motivasi (Nursalam, 2000).

b. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan


Adapun prinsip-prinsip manajemen keperawatan menurut Swanburg (2000), yaitu:
Perencanaan; pengorganisasian; mengarahkan dan pemimpin; memotivasi;
pembuatan keputusan; Penggunaan waktu yang efektif; Manajer perawat bertugas
memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien; Pencapaian tujuan sosial dan
perumusan; bagian aktif dari lembaga dimana organisasi itu berfungsi dan divisi
keperawatan; sebuah tingkat sosial, disiplin, fungsi dan bidang studi; Budaya
organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan; pengendalian atau pengevaluasian
dan komunikasi yang efektif.

14
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa masyarakat
(Community Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada
upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
(KepMenKes No. 220) Peran perawat kesehatan jiwa masyarakat adalah:

1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan kesehatan


jiwa
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus
dini, skiring dan tindakan yang cepat.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”

3.2 Saran
Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa
secara global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada
komunitas (Community Based Care) yang memberikan penekanan pada upaya
preventif dan promotif. Untuk para pembaca diharapkan memberi kritik dan saran
terhadap isi makalah ini, dan terima kasih pada pemabaca yang telah meluangkan
waktu membaca makalah ini

15
Daftar Pustaka

Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Yogyakarta:
Nuha Medika

Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2.


Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai