Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II

DISUSUN OLEH KELOMPOK XII

1. RESTY KUSMAYATI
2. SANTI APRIYANTI
3. SRI SULISTIAWATI

Prodi SI Keperawatan

STIKES YPIB Majalengka

Jl. Gerakan Koperasi No. 003 Telp. (0233) 284040

Tahun Ajaran 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang

Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang spesialisasi praktek

keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri

sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya ( ANA ). Semuanya didasarkan pada diagnosis dan

intervensi dari adanya respons individu akan masalah kesehatan mental yang actual

maupun potensial. Ada empat karakteristik keperawatan :

1. Fenomena yaitu rentang respons-respons yang berkaitan dengan kesehatan yang

teramati pada orang sakit dan sehat yang menjadi focus diagnosa dan penanganan

keperawatan.

2.  Teori yaitu konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses yang memandu intervensi

keperawatan dan pemahaman tentang respons yang berhubungan dengan

kesehatann.

3. Tindakan-tindakan yaitu intervensi untuk mencegah kesehatan.

4. Pengaruh yaitu evaluasi tindakan keperawatan yang berhubungan dengan respon

kesehatan yang teridentifikasi dan hasil asuhan keperawatan yang diantisipasi.

Pelayanan yang menyeluruh difokuskan pada pencegahan penyakit mental, menjaga

kesehatan, pengelolaan atau merujuk dari masalah kesehatan phisik dan mental, diagnosis

dan intervensi dari gangguan mental dan akibatnya, dan rehabilitasi (Haber & Billing, 1993).

Keperawatan jiwa / mental diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif,

menggunakan ketrampilan memecahkan masalah secara efektif dengan pengambilan

keputusan klinik yang komplek (advokasi), melakukan kolaborasi dengan profesi lain, peka

terhadap issue yang mencakup dilema etik, pekerjaan yang menyenangkan, tanggung jawab

fiskal. Jadi peran keperawatan jiwa profesional telah berkembang secara komplek dari

elemen-elemen sejarah aslinya.

2
Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita

mengenal beberapa teori dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa,

yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan

jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan (Custodial Care). Perawatan bersifat isolasi dan

penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang

menjadi Primary Consistend of Custodial Care.

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan

hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif

terhadap diri sendiri dan orang lain.

Kesehatan jiwa meliputi:

1. Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri

2. Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain

3. Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari - hari.

Keperawatan jiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan kejadian penanganan

pada seorang penyakit mental. Sebelumnya, pada masa peradaban dimana roh-roh

dipercaya sebagai penyebab gangguan dan mengusirnya agar sembuh. Para leluhur Yunani,

Romawi dan Arab percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan tidak berfungsinya organ

pada otak. Mereka menggunakan berbagai pendekatan tindakan seperti : ketenangan, gizi

yang baik, kebersihan badan yang baik, musik dan aktivitas rekreasi.Selama abad 7 sebelum

masehi, Hippocrates menjelaskan perubahan perilaku atau watak dan gangguan mental

disebabkan oleh perubahan 4 cairan tubuh atauhormon, yang dapat menghasilkan panas,

dingin, kering dan kelembaban. Aristotle melengkapi dengan hati, dan Seorang Dokter

Yunani, Galen :menyatakan emosi atau kerusakan mental dihubungkan dengan otak. Orang

Yunani menggunakan kuil sebagai rumah sakit dan memberikan lingkungan udara bersih,

3
sinar matahari dan air bersih untuk menyembuhkan penyakit jiwa/mental. Bersepeda, Jalan-

jalan, dan mendengarkan suara air terjun ini sebagai contoh penyembuhan.

Falsafah biasanya diartikan sebagai suatu pandangan dan pengetahuan yang mendasar,

yang selanjutnya digunakan untuk mengembangkan dan membangun suatu persepsi atau

asumsi tertentu tentang kehidupan. Falsafah memberikan suatu gambaran atau pandangan

terhadap suatu sistem nilai dan keyakinan. Bagi setiap individu, falsafah berperan dalam

membantu seseorang memahami makna dari pengalaman hidup yang dijalaninya serta

berfungsi sebagai penuntun dalam bersikap dan berperilaku. Falsafah hidup seseorang

berkembang melalui dari hasil belajar, hubungan interpersonal, pendidikan formal maupun

informal, agam, dan dipengaruhi oleh latar belakang budaya serta lingkungan.

B.     Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliyah Keperawatan Jiwa II serta mengetahui

bagaimana bentuk keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.

2. Tujuan Khusus:

a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.

b. Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari program keperawatan kesehtan jiwa

masyarakat.

c. Agar mahasiswa mengetahui tentang prinsip-prinsip dalam keperawatan kesehatan

jiwa masyarakat.

4
d. Agar mahasiswa mengetahui peran perawat dalam melakuan tindakan keperawatan

kesehatan jiwa masyarakat.

C.    Manfaat

Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1.   Untuk masyarakat: sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan

kesehatan

2.   Untuk Mahasiswa: di harapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan

pembanding tugas serupa.

3. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa di jadikan bahan acuan untuk melakukan

tindakan asuhan keperawatan pada kasus keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN

5
A. Pengertian Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan

keseimbangan kejiwaan yang menceerminkan kedewasaan kepribadiannya. (WHO)

Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan

mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stress yang

serius. (Rosdahi, 1999)

Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,

emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan

orang lain. (UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966)

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi

tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai sikap

positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992

tentang pedoman umum Tim Pembina, Pengarah, Pelaksana kesehatan Jiwa Masyarakat.

Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu orientasi

kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik

beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan

rehabilitatif.

B. Tujuan program kesehatan jiwa masyarakat

6
Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama lintas sektoral

dan kemitraan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi

masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran

kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga

akan terbentu perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan masyarakat yang

memungkinkan setiap individu hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomi.

C. Prinsip-Prinsip Keperawatn Jiwa Masyarakat

1. Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang difokuskan pada:

a. Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat.

b. Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah

psikososial & gangguan jiwa.

c. Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses pemulihan

2. Pelayanan keperawatan yang holistic yaitu pelayanan yang difokuskan pada aspek

bio-psiko-sosio-kultural & spiritual. Perawatan mandiri Individu dan keluarga :

a. Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat secara mandiri

memelihara kesehatan jiwanya.

b. Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga

c. Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan masyarakat dalam

masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang mempunyai masalah psikososial,

masyarakat yang mengalami gangguan jiwa

3. Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :

7
a. Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan pelayanan

kesehatan merupakan target pelayanan kesehatan jiwa

b. Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala dusun),

pengobatan tradisional (orang pintar)

c. Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan yang

diinterasikan dengan perannya di masyarakat

4. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :

a. Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu praktik

pribadi dokter, bidan, perawat psikolok dan semua sarana pelayanan kesehatan

(puskesmas dan balai pengobatan)

b. Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan tentang

pelayanan kesehatan jiwa komunitas bersama dengan pelayanan kesehatan

yang dilakukan

c. Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan pengobatan

segera, keperawatan jiwa dasar.

5. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :

a. Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat jiwa

b. Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota

c. Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah

pelayanan kesehatan kabupaten / kota

d. Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi, surveisi,

monitoring dan evaluasi

e. Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan

kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas akan : mengkonsultasikan kasus-kasus

8
yang tidak berhasil atau melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah

dilakukan

      Unit pelayanan Kesehatan Jiwa di RSU :

a.       Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu

menyediakan pelayanan rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah tempat

tidur terbatas sesuai dengan kemampuan

b.      Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten /

kota ke rumah sakit umum harus jelas

Rumah Sakit Jiwa :

a.       Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang

difokuskan pada klien gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di

keluarga/puskesmas/ RSU

b.      Pasien yang telah selesai di rawat di RSJ dirujuk lagi ke puskesmas. Penanggung

jawab pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas bertanggung jawab

terhadap lanjutan asuhan di keluarga

D. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan

mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem

pasien atau klien dapat berupa induvidu, keluarga, kelompok, organisasi atau

komunitas. ANA mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang

spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai

ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer

keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.

9
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis

aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien

keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan

parameter legal-etik.

Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan kesehatan jiwa.

Perawat membantu pasien mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah

& meningkatkan fungsi kehidupannya.

2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus dini,

skiring dan tindakan yang cepat. Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa

individu dan keluarga untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah.

Perawat mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan 5 tugas

kesehatan keluarga

3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”. Memberikan asuhan

secara langsun, peran ini dilakukan dengan menggunakan konsep proses

keperawatan jiwa. Kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan

keperawatan individu keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan. Melakukan

pemeriksaan langsung dari keluarga ke keluarga, dapat berkoordinasi dengan

masyarakat serta TOMA tokoh masyarakat.

E. Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat

10
            Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat,

khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental

health) meliputi: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja

putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas,

penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik

serta kasus bunuh diri.

1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga (definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT).

Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang

mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan,

perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah tangga.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-

reproduksi (luka fisik, kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit

menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma

mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah

satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus

kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.

2. Anak Putus Sekolah

             Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di

Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746

11
siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976.

jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun

tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional

(ILO) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia

tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia

menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak

disebabkan karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak

terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK) program

wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari

target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapkan.

3. Masalah Anak Jalanan

                  Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan,

penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari

Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000

anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat

12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-

anak jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan

perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh

orang dewasa yang menguasainya.

4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja

                   Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak

(PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan

802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi

4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak

12
perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40%

karena terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena

kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya

adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi

Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton film porno. Laporan

Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas

lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan

menjadi residivis dikemudian hari.

5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta

dampaknya (Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)

                   Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat

psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-

transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi

kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat

menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di

Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan

negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun.

Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang, Banten. Di

Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan Napza aktif dan data

perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai

5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan

epidemi penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency

Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui

13
penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza suntik

(Penasus/injecting drug user/ IDU).

                  Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain,

pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar

melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun

beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat

penyebaran penyakit ini diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember

memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang

lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan

jarum yang tidak steril secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah

penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4

kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi

penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total

penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.

6. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia

                  Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa

disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala

gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi

serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-

perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh

penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya

pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita

gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah

tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan

14
setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini

hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu

dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di

rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services)

penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena

paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat

(deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan

psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun penderitanya.

Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat

cukup berobat jalan.

                Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih

menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support

groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik

dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya

menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota

keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi.

Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi

manusia.

7. Kasus Bunuh Diri

                 Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia

melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka

menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya

tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa

15
WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa

seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).

                 Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan

tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun

melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12

tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru

di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill)

untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi

masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak

kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab

utama kematian dini yang dapat dicegah.

Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri

karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli

mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak

adil atau tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan

pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa,

pendekatan agama, penegakan hukum dan sosial.

F. Diagnosa keperawatan jiwa masyarakat

Ada beberapa masalah keperawatan yang sering muncul dari pengkajian yang dilakukan

kepada masyarakat. Beberapa masalah tersebut akan dijelaskan satu persatu.

1. Ansietas

Rencana asuhan keperawatan

Kriteria hasil: pasein akan menunjukkan cara koping adaptif terhadap stress.

16
Tujuan jangka pendek:

a. Pasien akan mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan tentang ansietas.

Intevensi:

1) Bantu pasien mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan yang

mendasari.

2) Kaitkan perilaku pasien dengan perasaan tersebut.

3) Validasi semua perasaan dan asumsi kepada pasien

4) Gunakan pertanyaan terbuka untuk beralih dari topik yang tidak

mengancam ke isu-isu konflik

5) Variasikan besarnya ansietas untuk meningkatkan motivasi pasien

6) Sementara itu gunakan konfrontasi suportif dengan bijaksana

Rasional: untuk mengadopsi respon koping yang baru, pasien pertama kali

harus menyadari perasaan dan mengatasi penyangkalan dan resistens yang

disadari atau yang tidak disadari.

b. Pasien akan mengidentifikasi penyebab ansietas

Intervensi:

1) Bantu pasien menggambarkan situasi dan interaksi yang mendahului

ansietas

2) Tinjauan penilaian pasien terhadap stressor, nilai-nilai yang terancam, dan

cara konflik yang berkembang

3) Hubungkan pengalaman pasien saat ini dengan pengalaman yang relevan

pada masa lalu

17
Rasional: setelah perasaan ansietas dikenali, pasien harus mengerti

perkembangannya termasuk stressor pencetus, penilaian stressor dan sumber

yang tersedia.

c. Pasien akan menguraikan respons koping adaptif dan maladaptif

Intervensi:

1) Kaji bagaimana pasien menurunkan ansietasnya dimasa lalu dan tindakan

yang dilakukan untuk menurunkannya.

2) Tunjukkan efek maladaptif dan destruktif dari respon koping saat ini

3) Dorong pasien untuk menggunakan respon koping adaptif yang efektif

dimasa lalu

4) Fokuskan pada tanggung jawab untuk berubah pada pasien

5) Bantu pasien secara aktif untuk mengaitkan hubungan sebab dan akibat

sambil mempertahankan ansietas yang sesuai

6) Bantu pasien dalam menilai kembali nilai, sifat dan arti stressor pada saat

yang tepat

Rasional: respon koping adaptif yang baru dapat dipelajari melalui analisi

mekanisme koping yagn digunakan dimasa lalu, penilaian ulang stressor

menggunakan sumber-sumber yang tersedia, dan menerima tanggung jawab

untuk berubah

d. Pasien akan mengimplementasikan dua respon adaptif untuk mengatasi

ansietas.

Intervensi:

18
1) Bantu pasien mengidentifikasi cara untuk membangun kembali pikiran,

memodifikasi perilaku, menggunakan sumber-sumber dan menguji respon

koping yang baru

2) Dorong pasien melakukan aktivitas fisik untuk mengeluarkan energi

3) Libatkan orang terdekat sebagai sumber dan dukungan sosial dalam

membantu pasien dalam mempelajari respon koping yang baru

4) Ajarkan pasien tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan kendali dan

percaya diri serta mengurangi stress.

Rasional: seseorang juga dapat mengatasi stress dengan mengatur disstress

emosional yang menyertainya melalui penggunaan teknik penatalaksanaan

stress

2. Harga diri rendah situasional pada remaja berhubungan dengan Gangguan


gambaran diri yang dimanifestasikan  dengan Akibat dimarahi dan diperlakukan
kasar sama orang tua.
a. Tujuan Jangka Panjang
Koping komunitas di kelurahan Patimuan menjadi efektif dalam menjalani
masalah.

b. Tujuan Jangka Pendek


1) Orangtua dapat mengatasi Stres.
2) Tidak terjadi Kekerasan pada remaja.
3) Remaja tidak lagi takut dengan orangtuanya.
4) Percaya Diri pada remaja meningkat.
5) Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.
c.

19
d. Tindakan
Contoh tindakan kegiatan pada masyarakat di Kelurahan Patimun

Tujuan Sta
Dx Tujuan Umum Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat Waktu Kriteria
Khusus Eva
Dx. I Setelah dilakukan Setelah Proses 1.   Pembentukan 1.   Kader Aula Setiap hari Respon 1. Warga
tindakan dilakukan kelompok kelompok kerja kesehatan Kelurahan minggu, verbal mengik
keperawatan tindakan kesehatan jiwa di desa 2.   Tokoh Patimuan dilakukan kelomp
selama 3 minggu keperawatan 2.   Pembentukan masyarakat 2 kali/ keseha
diharapkan selama 1 minggu kelompok pendukung 3.   Mahasiswa minggu. di desa
orangtua di : seperti kelompok 4.   Materi 2. Warga
Kelurahan Warga Kelurahan pengajian, kelompok tentang mengik
Patimuan bisa Patimuan dapat diskusi kesehatan jiwa. kesehatan kelomp
melakukan membentuk jiwa pengaji
tindakan koping kelompok kerja
yang efektif. kesehatan jiwa di
desa dan
kelompok
pendukung .

Setelah Pedidikan      Latihan kepemimpinan1.     kader Aula Setiap hari Respon1.     Warga
dilakukan kesehatan (mengadakan training kesehatan Kelurahan minggu, verbal mengik
tindakan Jiwa melalui motivasi) 2.     tokoh Patimuan dilakukan training
keperawatan  Formasi      Edukasi (penyuluhan masyarakat 2 kali/ 1 motivas
selama 2 minggu kepemimpina tentang bagaimana cara 3.     Tokoh minggu 2.     Warga
warga kelurahan n memecahkan masalah) Agama menyeb
patimuan dapat 4.     mahasiswa bagaim
melakukan 5.     materi memec
demonstrasi tentang masala
tentang kesehatan
bagaimana cara jiwa
menyelesaikan
suatu masalah
yang baik.
Setelah Pemberdayaa1.     Pembinaan keluarga 1.     kader Aula Setiap hari Respon1.     warga
dilakukan n dan sehat dan anggota kesehatan Kelurahan minggu, Psikomot diskusi
tindakan kemitraan keluarga resiko 2.     tokoh Patimuan dilakukan or kasus y
keperawatan gangguan jiwa masyarakat 2 kali/ 1 2.     warga
selama 3 minggu membahas kasus 3.     mahasiswa minggu terkont
warga kelurahan terkait manajemen 4.     materi emosin
patimuan dapat stress dan di diskusikan. tentang dengan
melakukan studi 2.    Pembinaan kelompok kesehatan kelomp
kasus tentang dan masyarakat melalui jiwa diskusi
masalah yang kunjungan Perawat Respon 3. Masy
sering dihadapi Afektif lebih m
Puskesmas/Komuni mengha
tas kemung
3.     Kerjasama LP dengan masala
Dinas Kesehatan ada wa
Kabupaten berupa terbuka
pengadaan kegiatan wawasa
rutin Life Skill Education peluang

20
dan LS berupa pelatihan untuk
kewirausaan dari Dinas perbaik
Perikanan. ekonom
Setelah Intervensi 1.   Terapi modalitas 1.   Perawat Aula Setiap 2 Respon1.     Warga
dilakukan profesional keperawatan berupa 2.   Tokoh Kelurahan hari verbal lebih te
tindakan pemberian teknik masyarakat Patimuan sekali/min 2.     Warga
keperawatan relaksasi nafas dalam. 3.   Tokoh ggu lebih se
selama 4 minggu 2.   Terapi komplementer agama 3.     Warga
warga kelurahan berupa manajemen 4.   Mahasiswa mengon
patimuan dapat stress emosin
melakukan studi 3.   Pemberian bimbingan
kasus tentang keagamaan (spiritual)
masalah yang
sering dihadapi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan

hidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif

terhadap diri sendiri dan orang lain.

Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu orientasi

kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik

beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan

rehabilitatif. (KepMenKes No. 220)

Peran perawat kesehatan jiwa masyarakat adalah:

1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan kesehatan jiwa

2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus dini,

skiring dan tindakan yang cepat.

3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”

21
B. Saran

Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan kesehatan jiwa secara

global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa sudah saatnya berbasis pada komunitas

(Community Based Care) yang memberikan penekanan pada upaya preventif dan promotif.

Untuk para pembaca diharapkan memberi kritik dan saran terhadap isi makalah ini, dan

terima kasih pada pemabaca yagn telah meluangkan waktu membaca makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha

Medika

22
http://andiselvisulfiani.blogspot.com/2013/03/kesehatan-jiwa-komunitas.html

http://blogilmukeperawatan.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-komunitas-jiwa.html

http://vhychocolatenurse.blogspot.com/2012/06/keperawatan-kesehatan-jiwa-keluarga-dan.html

23

Anda mungkin juga menyukai