Disusun oleh :
Wiwit Anang Wiyoga (C1018050)
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I
A. Latar Belakang..............................................................................................................2
B. Tujuan..............................................................................................................................2
C. Rumusan Masalah........................................................................................................3
BAB II
A. Sociocultural Context of Psychiatric Nursing Care...........................................4
B. Legal and Ethical Context of Psychiatric Nursing..........................................12
BAB III
A. Kesimpulan..................................................................................................................24
B. Saran..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan
keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat
diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan
menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien.
Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung,
luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien
berubah.
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan
menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan
jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya
interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya
dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien
bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk
mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya
klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam
menghadapi berbagai masalah.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan penerapan sociocultural context of psychiatric
nursing care.
2. Mengetahui pengertian dan penerapan legal and ethical context of
psychiatric nursing.
3. Memenuhi tugas mata kuliah online Keperawatan Jiwa I.
2
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi kesehatan dan keperawan jiwa?
2. Bagaimanakah prinsip keperawatan jiwa?
3. Bagaimanakah ciri-ciri sehat jiwa?
4. Bagaimanakah konsep dasar kesehatan dan keperawatan jiwa?
5. Bagaimanakah tanda dan gejala gangguan jiwa?
6. Bagaimanakah penyebab terjadinya gangguan jiwa?
7. Bagaimanakah fungsi perawat kesehatan jiwa dalam upaya
penanganan masalah kesehatan jiwa?
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
3) American Nurse Association
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia
sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik
dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat
dimana klien berada (Keperawatan jiwa adalah proses
interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan
mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh
sebagai manusia.
4) Yohada
Kes. Jiwa adalah keadaan yg dinamis yg mengandung
pengertian positif, yg dapat dilihat dari adanya kenormalan
tingkalaku, keutuhan kepribadian, pengenalan yg benar dari
realitas dan bukan hanya merupakan nkeadaan tanpa adanya
penyakit, gangguan jiwa dan kelainan jiwa.
2. Penerapan
Contoh penerapan konteks sosial dan budaya dari kesehatan mental
Filipinas di Queensland :
Beberapa model telah diusulkan untuk menjelaskan efek dari
perubahan social dan budaya dan kesehatan. Banyak dari ini terbatas
karena mereka menempatkan penekanan besar pada akulturasi
(perubahan nilai-nilai dan keyakinan imigran kearah itu dari Negara
tuan rumah) dan berasumsi bahwa individu bergerak sepanjang
kontinum dari budaya 'asli' dengan budaya 'yangdominan', kehilangan
budaya asli mereka karena mereka mengadopsi budaya baru
disepanjang jalan. Studi antropologi telah menunjukkan bahwa
budaya tidak statis atau linear tetapi merupakan konsep yang
kompleks yang cairan dan adalah sesuatu yang orang terus-menerus
mendefinisikan ulang. Model difokuskan pada akulturasi juga
cenderung untuk
5
menempatkan kurang impordikan pada perubahan signifikan dengan
konteks social dan ekonomi individu.
Gejala penyakit mental tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh
instrument pengukuran yang konvensional tidak memperhitungkan
perbedaan dalam konseptualisasi dan ekspresinon-Baratpopulasi.
Pemahaman tentang perilaku penyakit mental dalam konteks budaya
tertentu memiliki implikasi untuk pengambilan sampel epidemiologi,
pengukuran dan perawatan klinis.
Metode :
Desain telah dijelaskan ditempat lain .Kualitatif componen terdiri
dari wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD)
dengan subset dari sampel pada awal dan tindak lanjut. Wanita
diundang untuk mengambil bagian dalam sebuah wawancara
mendalam segera setelah kuesioner atau dalam FGD atau kemudian.
Lima pewawancara dilatih untuk melakukan wawancara. FGD yang
dijalankan oleh fasilitator yang terlatih.
Data kualitatif dimasukkan dan kode untuk tema utama
menggunakan kerangka NUD*IST.coding lebih lanjut dilakukan oleh
dua penulis Separately dan dibandingkan untuk konsistensi dan
kehandalan. Perbedaan dalam coding diperdamaikan. Data dianalisis
dengan menggunakan analisis isitematik dan etno-grafis.
6
individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap
individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku
tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
2) Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh
lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga,
kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan,
manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar
dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan
dapat menghasilkan perubahan diri individu.
3) Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh
karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh
kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.
4) Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara
holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
7
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain.
Kesehatan jiwa meliputi :
1) Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri
2) Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain
3) Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda
Sehari - hari.
8
adanya gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang
mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa
tapi stress dapat juga merupakan hasil dari berkembangnya mental
illness pd diri seseorang. Reaksi tiap orang terhadap stress berbeda-
beda.
Beberapa kemungkinan penyebab gangguan jiwa :
Somatogenik
1) Neuroanatomi
2) Neurofiologi
3) Neurokimia
4) Tingkat perkembangan organik
5) Faktor pre and perinatal
6) Excessive secretion of the neurotransmitter nor
epineprine Faktor Psikologik
1) Interaksi ibu dan anak
2) Peranan ayah
3) Persaingan antar saudara kandung
4) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat
5) Kehilangan
6) Kosep diri
7) Pola adaptasi
8) Tingkat perkembangan emosi
1) Kestabilan keluarga
2) Pola asuh anak
3) Tingak ekonomi
4) Perumahan
5) Pengaruh rasial dan keagamaan, nilai-nilai
9
8. Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dalam Upaya Penanganann Masalah
Jiwa
Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan
keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tiak
langsung. Fungsi ini dapat dicapai dengan aktifitas perawat kesehatan
jiwa yaitu:
Memberikan lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perasaan aman, nyaman
baik fisik, mental dan social sehingga dapat membentu penyembuhan
pasien.
Bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now” yaitu
dalam membantu mengatasi segera dan tiak itunda sehingga tidak
terjai penumpukan masalah.
Sebagai model peran yaitu paerawat dalam memberikan bantuan
kepada pasien menggunakan dir sendiri sebagai alat melalui contoh
perilaku yang ditampilkan oleh perawat.
Memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien
merupakan hal yang penting. dalam hal ini perawat perlu
memasukkan pengkajian biologis secara menyeluruh dalam
mengevaluasi pasien kelainan jiwa untuk meneteksi adanya penyakit
fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.
Memberi pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada pasien,
keluarga dan komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa,
gangguan jiwa, cirri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, cirri-ciri
gangguan jiwa, fungsi dan ugas keluarga, dan upaya perawatan pasien
gangguan jiwa :
1) Sebagai perantara social yaitu perawat dapat menjadi perantara
dari pihak pasien, keluarga dan masyarakat alam memfasilitasi
pemecahan masalah pasien.
2) Kolaborasi dengan tim lain. Perawat dalam membantu pasien
mengadakan kolaborasi dengan petugas lain yaitu dokter jiwa,
10
perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas), pekerja
social, psikolog, dan lain-lain.
3) Memimpin dan membantu tenaga perawatan dalam pelaksanaan
pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada
management keperawatan kesehatan jiwa. Sebagai pemimpin
diharapkan dapat mengelola asuhan keperawatan jiwa an
membantu perawat yang menjadi bawahannya.
4) Menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan
kesehatan mental. Hal ini penting untuk diketahui perawat bahwa
sumber-sumber di masyarakat perlu iidentifikasi untuk digunakan
sebagai factor penukung dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa
yang ada di masyarakat.
11
3) Pencegahan Tersier
Target pelayanannya yaitu masayarakat yang sudah
mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktivias
12
2. Penerapan
1) Hospitalisasi Involunter
Kebanyakan klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar
sukarela. Hal ini berarti mereka ingin mencari terapi dan setuju
dirawat di rumah sakit. Akan tetapi, beberapa klien tidak mau
dirawat di rumah sakit dan diobati. Keinginan mereka dihargai
kecuali mereka berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain
(misalnya : mereka mengancam atau berupaya bunuh diri atau
membahayakan orang lain). Klien yang dirawat di rumah sakit di
luar kemauan mereka dengan kondisi seperti ini dimasukkan ke
rumah sakit untuk perawatan psikiatri sampai mereka tidak lagi
berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Setiap negara
bagian memiliki hukum yang mengatur proses komitmen sipil,
tetapi sama di setiap Negara bagian. Seseorang dapat ditahan di
fasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena keadaan darurat
sampai dapat dilakukan pemeriksaan untuk menentukkan apakah
klien harus dimasukkan ke fasilitas psikiatri untuk menjalani
terapi selama periode waktu tertentu. Banyak negara bagian
memiliki hukum yang sama, yang mengatur komitmen klien
dengan masalah penyalahgunaan zat yang membahayakan diri
mereka sendiri atau orang lain ketika di bawah pengaruh zat.
Komitmen sipil atau hospitalisasi involunter mengurangi hak
klien untuk bebas atau meninggalkan rumah sakit ketika ia
menginginkannya. Hak klien yang lain tetap utuh.
13
berbahaya. Apabila klien yang masuk rumah sakit secara sukarela
yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain
menandatangani surat permintaan untuk pulang, psikiater dapat
mengajukan komitmen sipil untuk menahan klien terhadap
keinginannya sampai dapat dilakukan pemeriksaan untuk
memutuskan hal tersebut. Selama berada di rumah sakit, klien
tersebut minum obat-obatan dan membaik cukup cepat sehingga
ia memenuhi syarat untuk pulang ketika ia tidak lagi berbahaya.
Beberapa klien berhenti minum obat-obatan setelah pulang dari
rumah sakit dan kembali mengancam, agresif, atau berbahaya.
Klinisi kesehatan jiwa semakin bertanggung jawab secara hukum
untuk tindak kriminal klien tersebut, yang meningkatkan
perdebatan tentang komitmen sipil yang luas untuk klien yang
berbahaya. Studi yang di lakukan Weinberger et al. (1998)
menunjukkan bahwa pengadilan menerima kurang dari 50% petisi
profesional kesehatan jiwa untuk komitmen sipil yang luas pada
klien psikiatri yang berbahaya. Perhatian pengadilan adalah klien
psikiatri memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang kuat tidak boleh
ditahan di rumah sakit jika mereka tidak menginginkannya ketika
mereka tidak lagi berbahaya. Masyarakat menentang dengan
menuntut bahwa mereka patut dilindungi dari individu yang
berbahaya, yang memiliki riwayat tidak mengkonsumsi obat-
obatan sehingga dapat menjadi ancaman bagi masyarakat.
3) Hak-hak Klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang
diberikan kepada semua orang, kecuali hak untuk meninggalkan
rumah sakit dalam kasus komitmen involunter. Klien memiliki
hak untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat yang
masih tertutup, dan menerima atau menolak pengunjung. Setiap
larangan (misalnya: surat, pengunjung, pakaian) harus ditetapkan
oleh pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat
14
diverifikasi dan didokumentasikan. Contohnya sebagai berikut:
a. Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan
menyimpan ikat pinggang, tali sepatu, atau gunting, karena
benda tersebut dapat digunakan untuk membahayakan
dirinya.
b. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang
dilarang dikunjungi orang tersebut selama suatu periode
waktu.
c. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit
melalui telepon diizinkan menelepon hanya jika diawasi
sampai kondisinya membaik.
15
d. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan
tentang terapi ( misalnya living will, perwalian perawatan
kesehatan, atau menunjuk pengacara untuk mengatur
perawatan kesehatan selama waktu tertentu), dengan
harapan bahwa rumah sakit akan menerima maksud
petunjuk tersebut sejauh yang diperbolehkan oleh hukum
dan kebijakan rumah sakit.
e. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi.
Diskusi kasus, konsultasi, pemeriksaan, dan terapi harus
dilaksankan agar privasi setiap pasien terlindungi.
f. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua
komunikasi dan catatan yang berhubungan dengan
perawatannya akan dijaga kerahasiannya oleh rumah sakit,
kecuali pada kasus seperti kecurigaan tentang
penganiayaan dan bahaya kesehatan masyarakat, ketika
pelaporan kasus tersebut diizinkan atau diwajibkan oleh
hukum. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa rumah
sakit akan menegaskan kerahasiaan informasi ini ketika
memberi tahu pihak lain yang berhak meninjau informasi
dalam catatan tersebut.
g. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang
berhubungan dengan perawatan medisnya dan meminta
penjelasan atau interpretasi informasi sesuai kebutuhan,
kecuali jika dilarang oleh hukum.
h. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam
kapasitas dan kebijakannya, rumah sakit akan merespon
dengan baik permintaan pasien untuk memperoleh
perawatan dan pelayanan yang tepat dan diindikasikan
secara medis.
i. Pasien memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan
tentang adanya hubungan bisnis antara rumah sakit,
16
institusi pendidikan, pemberi perawatan kesehatan lain,
atau pihak pembayar yang dapat memengaruhi terapi dan
perawatan pasien.
j. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak
partisipasi dalam studi penelitian yang diajukan atau
eksperimen pada manusia yang memengaruhi perawatan
dan terapi atau memerlukan keterlibatan pasien secara
langsung, dan meminta penjelasan sepenuhnya tentang
studi tersebut sebelum memberi persetujuan. Pasien yang
menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian atau
eksperimen tetap berhak mendapat perawatan yang paling
efektif, yang dapat diberikan rumah sakit.
k. Pasien memiliki hak untuk menharapkan kontinuitas
perawatan yang layak jika tepat dan mendapat informasi
dan dokter dan pemberi perawatan lain tentang pilihan
perawatan pasien yang realistis dan tersedia ketika
perawatan rumah sakit tidak lagi tepat.
l. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang
kebijakan dan praktik di rumah sakit yang berhubungan
dengan perawatan pasien, terapi, dan tanggung jawab.
Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang
sumber yang tersedia untuk mengatasi perselisihan,
keluhan, dan konflik, misalnya komite etik, perwakilan
pasien, dan mekanisme lain yang tersedia di instusi. Pasien
memiliki hak mendapat informasi tentang biaya rumah
sakit untuk pelayanan yang diberikan dan metode
pembayaran yang digunakan.
Hak pasien jiwa secara umum (Stuart & Laraia, 2001) :
a. Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain di luar RS
dengan berkorespondensi, telepon dan mendapatkan
kunjungan.
17
b. Hak untuk berpakaian.
c. Hak untuk beribadah.
d. Hak untuk dipekerjakan apabila memungkinkan.
e. Hak untuk menyimpan dan membuang barang.
f. Hak untuk melaksanakan keinginannya.
g. Hak untuk memiliki hubungan kontraktual.
h. Hak untuk membeli barang.
i. Hak untuk pendidikan.
j. Hak untuk habeas corpus.
k. Hak untuk pemeriksaan jiwa atas inisiatif pasien.
l. Hak pelayanan sipil.
m. Hak mempertahankan lisensi hukum; supir, lisensi profesi.
n. Hak untuk memuntut dan dituntut.
o. Hak untuk menikah dan bercerai.
p. Hak untuk tidak mendapatkan restrain mekanik yang tidak
perlu.
q. Hak untuk review status secara periodik.
r. Hak untuk perwalian hukum.
s. Hak untuk privasi.
t. Hak untuk informend consent.
u. Hak untuk menolak perawatan.
4) Konservator
Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan
proses yang terpisah dari komitmen sipil. Individu yang
mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten tidak dapat
menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri
mereka sendiri walaupun sumber-sumber tersedia dan tidak dapat
bertindak sesuai keinginan mereka sendiri, dapat memerlukan
pengangkatan seorang konservator. Pada kasus ini, pengadilan
menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai pelindung hukum.
18
Petugas ini memiliki banyak tanggung jawab untuk individu
tersebut, seperti memberi persetujuan tindakan, menulis cek, dan
membuat kontrak. Klien yang memiliki pelindung hukum tidak
lagi memiliki hak untuk membuat kontrak atau persetujuan
hukum (misal, pernikahan atau penggadaian) yang memerlukan
tanda tangan : hal ini mempengaruhi banyak aktivitas sehari-hari
yang kita anggap benar. Karena konservator atau pelindung
hukum berbicara atas nama klien, perawat harus mendapat
persetujuan atau izin dari konservator klien.
19
dilengkapi dengan tempat tidur yang diikatkan ke lantai dan
sebuah kasur untuk keamanan. Setiap benda tajam atau berpotensi
berbahaya seperti pena, kacamata, ikat pinggang, dan korek api
dijauhkan dari klien sebagai tindakan kewaspadaan keselamatan.
Seklusi membuat stimulasi berkurang, melindungi orang lain dari
klien, mencegah perusakan properti, dan memberi privasi kepada
klien.
Tujuan seklusi ialah memberi klien kesempatan untuk
memperoleh kembali pengendalian diri secara fisik dan
emosional.
Perawat juga harus menawarkan dukungan kepada keluarga
klien. Keluarga mungkin marah atau malu ketika klien direstrein
atau diseklusi. Penting untuk memberi penjelasan yang
menyeluruh dan cermat tentang perilaku klien dan penggunaan
restrein atau seklusi selanjutnya. Akan tetapi, apabila klien adalah
orang dewasa, diskusi tentang hal ini memerlukan persetujuan
pemberian informasi yang ditanda tangani. Pada kasus anak-anak,
persetujuan yang ditanda tangani tidak diperlukan untuk
menginformasikan orang tua atau pelindung tentang penggunaan
restrein atau seklusi. Dengan memberi informasi kepada keluarga
dapat membantu menghindari kesulitan legal atau etik dan
membuat keluarga tetap terlibat dalam terapi klien.
Hirarki Dalam Membatasi Pasien Jiwa (Stuart & Laraian,
2001): Pembatasan bisa dalam makna dibatasi secara fisik atau
dibatasi pilihannya. Hirarki dari yang paling restriktif ke yang
kurang restriktif.
a. Ekstrimitas tubuh.
b. Batasan ruang gerak ( kamar isolasi).
c. Batasan dalam aktivitas sehari-hari, misal acara TV, waktu
merokok, komunikasi.
d. Aktivitas yang bermakna, misal akses untuk ikut rekreasi.
20
e. Pilihan perawatan.
f. Kontrol sumber keuangan.
g. Ekspresi verbal dan emosional.
21
berkualifikasi.
22
orang tersebut tidak bisa mengontrol perbuatannya atau tidak
mengerti perbedaan antara benar dan salah yang dikenal
sebagai Peraturan M’Naghten.
c. Saat orang tersebut memenuhi kriteria, dia dapat dinyatakan
tidak bersalah karena mengalami gangguan jiwa.
23
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya
gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang
mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi
stress dapat juga merupakan hasil dari berkembangnya mental illness pd
diri seseorang.
Prinsip Keperawatan Jiwa :
1) Manusia
2) Lingkungan
3) Kesehatan
4) Keperawatan
Kesehatan jiwa meliputi :
1) Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri
2) Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain
3) Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari -
hari.
Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan
keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tiak
langsung. Fungsi ini dapat icapai dengan aktifitas perawat kesehatan jiwa
yang membantu upaya penanggulangan maslah kesehatan jiwa.
B. Saran
Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya
dalam penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah
kesehatan jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://nuryantinoviana.wordpress.com/2010/05/15/prinsip-asuhan-
keperawatan-jiwa/
Vidbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Psychiatric mental health
nursing. Jakarta : EGC.