Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEHILANGAN DAN DISTRES SPIRITUAL

Dosen Pengampu: Ns.Ridha Mardiyani, M.Kep

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3

ERWIN DISHANTOSO
FERDI
GABRIELLE OLGA
MARIANA

Program Studi S1 Non Reguler B


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul “

KEHILANGAN DAN DISTRES SPIRITUAL ”

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada:

1. Dosen pengajar KEPERAWATAN JIWA di STIK MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2. Teman- teman di kelas Non Reguler B

Penulis menyadari bahwa Tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi

perbaikan tugas ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga tugas ini dapat

bermanfaat bagi pembuat selanjutnya.

Pontianak, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumususan Masalah..............................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kehilangan..........................................................................2

2.2 Rentang Respon Kehilangan..................................................................3

2.3 Bentuk-Bentuk Kehilangan....................................................................4

2.4 Sifat Kehilangan.....................................................................................4

2.5 Tipe Kehilangan.....................................................................................5

2.6 Lima Kategori Kehilangan......................................................................5

2.7 Tahapan Proses Kehilangan dan Berduka...............................................6

2.8 Prespektif Agama Terhadap Kehilangan................................................8

2.9 Konsep asuhan keperawatn pada klien kehilangan dan berduka ….. 8

2.10 Pengertian Distres Spiritual..................................................................10

2.11 Penyebab.............................................................................................10

2.12 Patofisiologi........................................................................................11

2.13 Karakteristik Distres Spiritual...............................................................12

ii
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 15

3.2 Saran ................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (lambert dan lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman
yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Yani, 2008)
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Keliat, 2011)
Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan
individu dalam menemukan arti kehidupannya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu kehilangan keperawatan jiwa ?
2. Apa itu Distres Spiritual ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui kehilangan keperawatan jiwa ?
2. Mengetahui Distres Spiritual ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kehilangan


Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (lambert dan lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada).
Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan
berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan
sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.
Grieving adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan
dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.
Bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu
melewati rekasi
Elizabeth kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu :pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

2
2.2 Rentang Respon Kehilangan
Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (kublier-rose,1969).

fase marah fase depresi

Fase pengingkaran fase tawar-menawar fase menerima

1) Fase pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar
terjadi, dengan mengatakan “ tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu
tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan
penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun.
2) Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukkan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak
jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan,
menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi
antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3) Fase tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada
tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini
bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh
keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit,
bukan anak saya”.

3
4) Fase depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun.
5) Fase penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang
atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran
tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini
tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka
ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.

2.3 Bentuk-Bentuk Kehilangan


1. Kehilangan orang yang berarti.
2. Kehilangan kesejahteraan.
3. Kehilangan milik pribadi.

2.4 Sifat Kehilangan


1. Tiba – tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.

4
2. Berangsur – angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan
yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (rando:1984).

2.5 Tipe Kehilangan


1. Actual loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota
badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived loss ( psikologis )
Kehilangan sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun
tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : kehilanga masa
remaja, lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan
yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien
(anggota) menderita sakit terminal.

2.6 Lima Kategori Kehilangan


1. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah
menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah
dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu
atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau
perawatan diruma sakit.

5
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal
mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan
bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang
terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana
orang tersebut akan meninggal.

2.7 Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka


Menurut kubler ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
1. Denial ( mengingkari )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi,
dengan mengatakan “tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu
tidak mungkin”.
Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan
terus menerus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,
pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis
gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
2. Anger ( marah )

6
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu
atau ditujukan kepada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining ( tawar menawar )
Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian
itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka
pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan
anak saya”.
Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat
surat warisan, mengunjungi keluarga dsb.
4. Depression ( bersedih yang mendalam)
Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu
tidak bias di tolak.
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik
diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang
sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga.
Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan,
susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)

7
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Menerima
kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan
tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian.
Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang,
kadang klien ingin ditemani keluarga / perawat.
Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti
”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya
manis juga”, atau “sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang
setelah saya tahu semuanya baik”.
2.8 Prespektif Agama Terhadap Kehilangan
Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu
untuk mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri,
menerima dan mengembalikannya pada tuhan.
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kehilangan dan
Berduka
a. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka piker dan rasakan adalah :
 Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
 Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
 Perilaku kehilangan yang adekuat selama proses.
 Faktor Predisposisi ( Faktor Genetik, Kesehatan Jasmani,
Kesehantan mental, pengalaman kehilangan di masa lalu, struktur
kepribadian )
 Faktor presipitasi ( Kehuilangan kesehatan, kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi
dimasyarakat, kehilangan harta benda atau orang yang dicintai,
kehilangan kewarganegaraan )

8
 Mekanisme koping ( denial, represi, intelektualisasi, regresi,
disosialisasi, supresi dan proyeksi )
 Respon spiritual ( kecewa dan marah kepada tuhan, penderitaan,
tidak memiliki harapan )
 Respon fisiologis
 Respon emosional
 Respon kognitif
 Perilaku
b) Analisa data
 Merasa putus asa dan kesepian
 Kesulitan mengekspresikan perasaan
 Konsentrasi menurun
Data objektif
 Menangis
 Mengingat kehilangan
 Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
 Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
 Adanya perubahan kebiasaan makan, pola tidur tingkat aktivitas.
c) Diagnosa keperawatan
Tida diagnose keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada
tipe kehilangan NANDA 2011 diagnosa yang berhubungan dengan :
 Duka cita
 Duka cita terganggu
 Resiko duka cita terganggu
d) Intervensi keperawatan
 Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya, izinkan penyangkalan
yang adaptif
 Dorong atau bantu klien mendapatkan dan memerima dukungan
 Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan
masa lalu dan saat ini
 Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal

9
 Dorog klien untuk merawat dirinya sendiri
 Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan
 Gunakan komunikasi yang efektif.
e) Evaluasi
 Klien mampu mengungkapkan perasaan nya secara spontan
 Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan tentang kehilangan.
 Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
 Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah
akibat kehilangan.
 Klien mampu minum obat dengan cara yang benar.

2.10 Pengertian Distres Spiritual


Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain,
seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
(Yani, 2008)
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Keliat, 2011)
Dengan kata lain kita dapat katakan bahwa distres spiritual adalah
kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.

2.11 Penyebab
Menurut Budi anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut:
1. Pengkajian Fisik Abuse
2. Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Altilio, Green, Hedlun, & Fineberg,
2006)

10
2.12 Patofisiologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur
serta fungsi otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak
dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharapkan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres,
otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang
disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (1988)
yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu
rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang
menghadapi ancaman yaitu stres.
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh
sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang
bertangung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada
sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian.
Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan
perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi,
nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi
kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-
hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan
dengan timbulnya depresi.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi
terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap
terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.

11
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres
spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi
dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.

2.13Karakteristik distres spiritual


Karakteristik Distres Spritual menurut (Yani, 2008) meliputi empat
hubungan dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
a. Ungkapan kekurangan
1) Harapan
2) Arti dan tujuan hidup
3) Perdamaian/ketenangan
4) Penerimaan
5) Cinta
6) Memaafkan diri sendiri
7)  Keberanian
b. Marah
c. Kesalahan
d. Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya

12
a. Ketidakmampuan untuk berdoa
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
d.  Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeksi
g. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita

2.14 Konsep Asuhan Keperawatan dengan Distress Spiritual


a) Pengkajian
 Alifiasi nilai : partisipasi klien dalam kegiatan keagaamaan apakah
dilakukan secara aktif atau tidak, jenis partisipasi dalam kegiatan
agama
 Keyakinan agama dan sipitual : praktik kesehatan misalnya diet,
mencari dan menerima ritual dan upacara agama, strategi koping
b) Diagnosa keperawatan
 Distress spiritual
 Koping inefektif
 Ansietas
 Disfungsi seksual
 Harga diri rendah’keputusasaan
c) Intervensi
1. Distress spiritual berhubungan dengan ansietas
 Kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama
 Tentukan kosep kebutuhan klien
 Kaji sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien
 Berikan privasi dan waktu bagi klien untuk mengamati praktik
keagamaan
 Kolaborasi dengan ahli ibadah ( ustad, pastor, pendeta dll )
2. Koping inefektif berhubungan dengan krisisi situasi

13
 Identifikasi pandangan klien terhadap kondisi dan
kesesuaiannya
 Bantu klien mengidentifikasi kekuatan personal
 Peningkatan koping
 Libatkan sumber-sumber yang ada untuk mendukung pemberian
pelayanan kesehatan.
d) Evaluasi
 Mampu beristirahat dengan tenang
 Menyatakan penerimaan keputusan moral
 Mengekspresikan rasa damai
 Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka
 Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa bersalah
 Menunjukkan perilaku lebih positif
 Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaan nya.
 Menunjukkan kesejahteraan spiritual seperti :
 Berati dalam hidup
 Pandangan tentang spiritual
 Ketentraman dan kasih sayang serta ampunan
 Berdoa dan beribadah
 Keterkaitan dengan orang lain untuk berbagi pikiran perasaan
dan kenyataan
 Klien tenang.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (lambert dan lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman
yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Yani, 2008)
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Keliat, 2011)

3.2 Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas maka, penulis mengajukan beberapa
saran yang ditujukan kepada diri saya sendiri dan mengajak kepada teman-teman
maupun pembaca lain untuk menjadi bahan pertimbangan dan masukan demi
meningkatkan mutu dan kualitas kita sebagai seorang perawat. Yaitu: Perlunya
mempelajari secara mendalam tentang kehilangan dan distres spiritual.

15
DAFTAR PUSTAKA

Altilio, Green, O., Hedlun, & Fineberg. (2006). Pain Management and Paliative
Care . USA: John Wiley & Sons Inc.

Keliat, B. A. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yani, H. A. (2008). Bunga Rampa iAsuhan keperawatan jiwa. Jakarta: 2008.

16

Anda mungkin juga menyukai