Anda di halaman 1dari 60

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

HYDROCEPHALUS, MENINGITIS DAN KEJANG


MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Anak I

Dosen: Sri Janatri, S.Kp.,M.M.Kes.,M.Kep

OLEH
(Kelompok 9)

1. Faizal Rahman (C1AA18042)


2. Ilyas Jatnika (C1AA18052)
3. Nurul Novtiana Sabilah (C1AA18086)
4. Rizky Aprilianingsih (C1AA18098)

KELAS 2 B
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Keperawatan Anak I ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Meskipun
demikian kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan dalam mempermudah
pelaksanaan pelaksanaan dalam proses belajar mengajar didalam kelas.

Akhir kata kami berharap semoga makalah mata kuliah Keperawatan Anak I ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap teman teman sekalian.

Wassalamualaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II : PEMBAHASAN 3
A. Patofisiologi Hydrocephalus, Meningitis dan Kejang3
B. Asuhan Keperawatan Hydrocephalus, Meningitis dan Kejang 7
C. Tindakan Keperawatan Restrain dan Tepid Sponge 44

BAB III : PENUTUP 56


A. Kesimpulan 56
B. Saran 56
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan masalah kesehatan yang berpengaruh
terhadap system persarafan (neurobehaviour) yang menuntut asuhan
keperawatan yang serius. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live
saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis
dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus terpenuhi. Meningitis merupakan inflamasi pada daerah
meninges yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksius yang dapat
menyebabkan terjadinya meningitis bisa berupa bakteri, virus, fungsi, ataupun
parasit. Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara
intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik,
sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih
dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan
kesadaran.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perawat
maupun dokter serta tenaga medis lainnya perlu mengetahui patofisiologi
serta asuhan keperawatan mengenai hydrocephalus, meningitis maupun
kejang, serta tindakan keperawatn apa yang dapat diberikan. Kita ketahui
bahwa peran perawat yang paling utama adalah melakukan promosi dan
pencegahan terjadinya gangguan kesehatan.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana patofisiologi hydrocephalus, meningitis dan kejang?
2. Bagaimana asuhan keperawatan hydrocephalus, meningitis dan kejang?
3. Bagaimana tindakan keperawatan restrain dan tepid sponge?

C. Tujuan penelitian
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui patofisiologi hydrocephalus, meningitis dan kejang.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hydrocephalus, meningitis dan
kejang.
3. Untuk tindakan keperawatan restrain dan tepid sponge.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi Hydrocephalus, Meningitis dan Kejang


1. Patofisiologi Hydrocephalus
Hidrosefalus merupakan masalah kesehatan yang berpengaruh
terhadap system persarafan (neurobehaviour) yang menuntut asuhan
keperawatan yang serius. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live
saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis
dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus terpenuhi.
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK)
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan
likuor (Depkes RI, 1989).
Hidrocefalus menurut Avril B. Kligmen (1999) terjadi sebagi akibat
dari 3 mekanisme yaitu: produksi liguor yang berlebihan, peningkatan
resistensi aliran liguor dan peningkatan tekanan sinus venosa sebagai,
konskwensi dari tiga mekanisme ini adalah peningkatan TIK sebagai
upayamempertahankan keseimbangan sekresi dan observasi berbeda-beda
setiap saat selama perkembangan Hidrocefalus. Dialatasi ini terjadi sebagai
akibat dari:
- Kompresi sistem serebrovaskular
- Redistribusi dari liquor serebrospinalis atau cairan ekstra selular atau
keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat.
- Perubahan mekanis dari otak
- Efek tekanan denyut liquor cerebrospinalis
- Hilangnya jaringan otak
- Pembesaran volume tengkorak akibat adanya regangan abnormal pada
sutura kranial
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel
lateral ke dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductusmasuk ke
ventrikel IV. Di sana cairan ini memasuki spatium liquorserebrospinalis
externum melalui foramen lateralis dan medialis dariventrikel IV. Pengaliran
CSS ke dalam sirkulasi vena sebagian terjadimelalui villi arachnoidea, yang
menonjol ke dalam sinus venosus atauke dalam lacuna laterales; dan
sebagian lagi pada tempat keluarnyanervi spinalis, tempat terjadinya
peralihan ke dalam plexus venosusyang padat dan ke dalam selubung-
selubung saraf (suatu jalan kecirculus lymphaticus).
Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2-0,5%
volume total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38cc/jam. Sekresi
total CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600cc,sedangkan jumblah total
CSS adalah 150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan
dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari.Pada neonatus jumblah total CSS berkisar
20-50 cc dan akanmeningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada orang
dewasa.Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan
antaraproduksi dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS.
2. Patofisiologi Meningitis
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Patofisiologi meningitis disebabkan oleh infeksi yang berawal dari
aliran subarachnoid yang kemudian menyebabkan reaksi imun, gangguan
aliran cairan serebrospinal, dan kerusakan neuron.
Meningitis merupakan inflamasi pada daerah meninges yang
disebabkan oleh infeksi. Agen infeksius yang dapat menyebabkan terjadinya
meningitis bisa berupa bakteri, virus, fungsi, ataupun parasit.
Invasi Patogen :Patogen penyebab meningitis dapat masuk dan
menginvasi aliran subarachnoid dalam berbagai cara, yaitu melalui
penyebaran hematogen, dari struktur sekitar meninges, menginvasi nervus
perifer dan kranial, atau secara iatrogenik (operasi pada daerah cranium atau
spinal). Adanya invasi patogen ke subarachnoid akan mengaktivasi sistem
imun. Sel darah putih, komplemen, dan immunoglobulin akan bereaksi dan
menyebabkan produksi sitokin.
Pengaruh Sitokin pada Meningitis
Adanya peningkatan produksi sitokin dapat menyebabkan beberapa
perubahan fisiologis, yaitu peningkatan permeabilitas blood brain barrier
(BBB), perubahan aliran darah serebral, peningkatan perlekatan leukosit ke
endothelium kapiler, serta peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS).
Adanya peningkatan permeabilitas BBB serta perubahan aliran darah
serebral dapat menyebabkan tekanan perfusi aliran darah turun dan terjadi
iskemia. Hal ini dapat membuat perubahan pada komposisi serta aliran
cairan serebrospinal. Terjadi peningkatan protein pada cairan serebrospinal
sehingga mengganggu aliran dan absorpsi cairan serebrospinal.
Gangguan pada serebrospinal, perlekatan leukosit ke endotelium
kapiler, serta peningkatan ROS dapat menyebabkan kerusakan neuron,
peningkatan tekanan intrakranial (penyebab utama terjadinya stroke), dan
edema. Kerusakan neuronal terutama disebabkan oleh metabolit yang
bersifat sitotoksik dan adanya iskemia neuronal. Akibatnya, terjadi
manifestasi klinis berupa demam, kaku kuduk, perubahan status mental,
kejang, atau defisit neurologis fokal.
3. Patofisiologi Kejang
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
(Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam
kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf
pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara
intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik,
sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih
dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan
kesadaran.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik
yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan
listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh;
a. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan
muatan listrik yang berlebihan;
b. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino but irat
[GABA]; atau
c. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan
aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi
oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di
samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.
B. Asuhan Keperawatan Hydrocephalus, Meningitis dan Kejang
1. Asuhan Keperawatan Hydrocephalus
Pengkajian
a) Anamnesis
- Keluhan utama:
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada
peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri
kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan
kontriksi penglihatan perifer.
- Riwayat penyakit sekarang:
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak
dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi
seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran
menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak
kecil cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik
umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari
hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
prilaku juga umum terjadi.
- Riwaya penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak,
kelainan bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
- Riwayat perkembangan
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir
menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji
adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis
akuaduktal yang sangat berhubungan dengan penyakit
keluarga/keturunan yang terpaut seks.
- Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga
(orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan
perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga
maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien
dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa
cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system
dukungan individu.
b) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran
(GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
 B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan
inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik
dari system ini akan didapatka hal-hal sebagai berikut:
 Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu nafas,
dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi
klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi
dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada
observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari
otot-otot interkostal, substernal pernafasan abdomen dan
respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola
nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
 Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
 Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi
stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan
tingkat kessadaran.
 B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan
hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha
perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada
keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang
pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi
tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air
oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi
elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
 B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap disbanding pengkajian pada system yang lain.
Hidrosefalus menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat
adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel.
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal
ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito
bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka normal
pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar
kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan
lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak
menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi
tampak melebar atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan
mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan
pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak
pada perkusi kepala. Bola mata terdorong kebawah oleh tekanan
dan penipisan tulang subraorbita. Sclera tanpak diatas iris
sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam atau
sunset sign.
- Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Gejala
khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
- Pengkajian fungi serebral, meliputi:
 Status mental. Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien
hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental
tidak dilakukan.
 Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus
didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Pada pengkajian anak, yaitu
sering didapatkan penurunan dalam perkembangan intelektual
anak dibandingkan dengan perkembangan anak normal sesuai
tingkat usia.
 Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik
didapatkan jika jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan adanya
kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau kerusakan
fungsi intelektual kortikal yamg lebih tinggi. Disfungsi ini dapat
ditunjukka pada lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabka klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi
mereka.pada klien bayi dan anak-anak penilaian disesuaikan
dengan tingkat perkembangan anak.
- Pengkajin saraf cranial, meliputi:
 Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan
anatomi dan fissiologis ssaraf ini klien akan mengalami kelainan
padda fungsi penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
 Saraf II (Optikus): pada nak yang agak besar mungkin terdapat
edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
 Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda
dini herniasi tertonium addalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran . paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata
keatas, tidak bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi
optic sering di dapatkan pada nanak dengan hidrosefalus.
 Saraf V (Trigeminius): karena terjadinya paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah atau menetek.
 Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
 Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan
fungsi pendengaran.
 Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan
kurang baik, kesulitan membuka mulut
 Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya
kepala menghambat mobilitas leher klien
 Saraf XII (Hipoglosus): indra pengecapan mengalaami perubahan.
- Pengkajian system motorik.
Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan
pusat pengatur motorik.Tonus otot. Didapatkan menurun sampai
hilang
 Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot-otot
ekstermitas.
 Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.
- Pengkajian ferleks.
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendo, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada rrespon normal. Pada tahap lanjut,
hidrosefalus yang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan
perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada
fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
- Pengkajian system sensorik.
Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil,
dan auditorius.
- B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal.
Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia
urin karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan,
dan ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang control
sfingter urinarius eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
- B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakann neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya
dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai keberadaan
dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi
abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik
ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelanya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.
- B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada
bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas
fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon
kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruaan menunjukkan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan
membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau syok. Warna
kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi.
Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istiraha.
- Pemeriksaan diagnostic
 CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya
lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan
otak.
 MRI: digunakan sama denga CT scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif
 Rontgen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
 Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga
terjadi perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman
dengan kultur yaitu protein LCS normal atau menurun, leukosit
meningkat/ tetap, dan glukosa menurun atau tetap

- Pengkajian Penatalaksanaan medis


 Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala
peningkatan TIK, untuk mencegah resiko cedera dan mencegah
gangguan neurologis
 Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
 Pemberian obat-obatan
 Dexsametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis
sesuai berat ringannya truma.
 Pengobatan anti edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
 Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse
dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Beberapa teknik pengobatan yang telah dikembangkan meliputi
penurunan produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus
(koroidalis).
Diagnosa Keperawatan
a) Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah
cairan serebrospinal.
b) Bersihan jalan nafar tidak efektif b.d penumpukan sputum, peningkatan
sekresi secret dan penurunan volume batuk sekunder akibat adanya
nyeri dan keletiha, ketidak mampuan batuk/batuk produktif.
c) Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial.
d) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan
kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
e) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang
f) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan misinterpretasi
informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat
krisis situasional
g) Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisas, tiak adekuatnya
sirkulasi perifer.
h) Resiko deficit cairan dan elektrolit b. dmuntah, asupan cairan kurang,
peningkatan metabolisme.
i) Ansietas keluarga b.d keadaan yang kritis pada klien.
j) Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat truma.
Intervensi
a) Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan
jumlah cairan serebrospinal.
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24
jam klien tidak mengalami peningkatan TIK.
Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan
muntah, GCS 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
 Intervensi :
1) Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab
peningkatan TIK.
R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji
status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan
perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara
dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah
sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan
tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral.
Adanya peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia,
dispnia merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil
R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata
merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak
terkoyak.
4) Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan
R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan mertabolisme dan oksegen akan menunjang
peningkatan TIK.
5) Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan
dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi
pada kepala
R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan
penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah
otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan TIK
6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi
lamanya prosedur.
R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh
efek rangsangan komulatif.
7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti
massase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah dan suasana atau pembicaraan yang tidak gaduh.
R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat
mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahan TIK yang rendah.
8) Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal
sehingga menghindari peningkatan TIK.
9) Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan
dalam thorak dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini
dapat meningkatkan tekanan TIK.
10) Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.
R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan
TIK atau memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak
mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang
tidak menurun dapat meningkatkan TIK
11) Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader,
peertahgankanb drainase urine secara paten jika digunakan dan
juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial
menaikan TIK
12) Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang
sebab akibat TIK meningkat.
R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan
klien dan m engurangi kecemasan
13) Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
R/: perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan
berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
14) Kolaborasi :
- Pemberian oksigen sesuai indikasi
R/: Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan
vasodilatasi serebral dan volume darah dan menaikkan TIK
- Berikan cairan intravena sesuai dengan yang di indikasikan
R/: Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk
mengurangi edema serebral, meningkatkan minimum pada
pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK.
- Berikan obat osmotic diuretic, conytohnya manitol,
furosid.
R/: diuretik mungkin digunakan pada vase akut untuk
mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema
serebral dan TIK.
- Berikan sterioid, contohnya deksametason, metal
prednisolon
R/: untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi
edema jaringan
- Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti
prothombin, LED.
R/: membantu memberikan informasi tentang efektivitas
pemberian obat.
b) Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan
meningkatkanya tekanan intracranial, terpasang shunt .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis,
gelisah, kepala membesar
Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan
nyeri kepala klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang
(skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal
dan RR normal.
 Intervensi :
1) Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan
area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala
nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
2) Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian
kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri
telah ditangani dengan baik.
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri
anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus
berusaha menangani nyerinya dengan baik.
3) Pantau dan catat TTV.
R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
4) Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih
keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting
untuk meningkatkan kepercayaan.
R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran,
kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting
dalam menngkatkan kepercayaan anak.
5) Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang
dongeng menggunakan boneka, nafas dalam, dll.
R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari
rasa nyeri yang dirasakan.
c) Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan
kebutuhan metabolism.
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari
berat awal, tidak adanya mual-muntah.
 Intervensi :
1. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan
sesudah mengunyah makanan.
R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan
dan meninbulkan mual.
2. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi
perasaan tegang pada lambung.
R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi
beban saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat
mengalami gangguan akibat hidrocefalus.
3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang
disajikan pada saat individu ingin makan.
R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
4. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan
setelah berkemih pertama.
R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah
berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum
mendapatkan nutrient
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori
harian yang realistis dan adekuat.
R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi
sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.
Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse
dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan
pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :
- Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat .
- Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
- Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
- Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka
Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil
mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing
diagnosa keperawatan sehingga :
- Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
- Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
- Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan
pengkajian ulang & intervensi dirubah).
2. Asuhan Keperawatan Meningitis
Pengkajian
a) Biodata
b) Keluhan utama Kejang.
c) Riwayat penyakit sekarang
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan
batuk. klien mulai kejang pada tanggal 13 Februari 2010 jam 23.00 (pada
saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah
kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat
mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD.
d) Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan.
e) Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang
didalam keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk.
f) Riwayat kehamilan dan persalinan
Ibu mengungkapkan bahwa selama hamil ia rajin kontrol ke bidan didekat
rumahnya, ia mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu selama
hamil. Menurut ibu, klien lahir kembar di rumah sakit dengan berat badan
lahir 1200 gram, tidak langsung menangis, menurut ibu air ketubannya
berwarna kehitaman dan kental.

g) Status imunisasi
Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I
dan hepatitis
h) Status nutrisi
Ibu mengungkapkan An.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1
bulan, setelah dirawat di ruang anak ibu tidak meneteki dan diganti
dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB 3700 gram, panjang
badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak tidak
mual dan tidak pernah muntah.
i) Riwayat perkembangan
Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa
percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia
rasakan). Ia juga berada pada fase oral dimana kepuasan berasal pada
mulut.
j) Data Psikososial
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap
agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan
keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien
dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi
klien, karean harus bekerja dan sekolah.
k) Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan,
kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 385 OC, pernafasan 40
x/mnt teratur. 2) Kepala dan Leher
• Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan
penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum menutup,
teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar kepala 36 cm.
• Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak
terdapat sub kunjungtival bleeding.
• Telinga tidak ada serumen.
• Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
• Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
• Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
- Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat
retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis
terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada
bising/ murmur.
- Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus,
bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung
kemih teraba kosong.
- Ekstremitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada
kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien
mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi.
Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1
menit.
- Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
l) Pemeriksaan Penunjang
− Kalium serum normal 3,5-5,5
mEq/L
− Na Serum normal 135-145
mEq/L
− Kalsium serum normal 8,0-10 mg/dl
− Hemoglobine
Diagnosa Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
- Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
- Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran
- Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Intervensi
Diagnosa
No Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
keperawatan
1 Gangguan perfusi •Pasien - Tanda- 1. Pasien bed 1. Perubahan pada tekanan
jaringan kembali pada, tanda vital rest total intakranial akan dapat meyebabkan
sehubungan keadaan dalam batas dengan resiko untuk terjadinya herniasi otak
dengan status normal posisi tidur 2. Dapat
peningkatan neurologis - Kesadara terlentang mengurangi
tekanan sebelum sakit n meningkat tanpa bantal kerusakan otak lebih lanjut
intrakranial •Meningkatnya - Adanya 2. Monitor 3. Pada keadaan normal
kesadaran peningkata n tanda-tanda status autoregulasi mempertahankan
pasien dan kognitif dan neurologis dengan keadaan tekanan darah sistemik
fungsi tidak ada GCS. berubah secara fluktuasi. Kegagalan
sensoris atau 3. Monitor autoreguler akan menyebabkan

hilangnya intake dan kerusakan vaskuler cerebral yang

tandatanda output dapat dimanifestasikan dengan

tekanan 4. Monitor peningkatan sistolik dan diikuti oleh

intrakranial tanda-tanda vital seperti penurunan tekanan diastolik.

yang TD, Nadi, Suhu, Sedangkan peningkatan suhu dapat

meningkat Respirasi dan hati-hati menggambarkan perjalanan infeksi.


pada hipertensi sistolik 4. hipertermi dapat
5. Bantu menyebabkan peningkatan IWL dan
pasien untuk membatasi meningkatkan resiko dehidrasi
gerak atau berbalik di
tempat tidur.

Kolaborasi terutama pada pasien yang tidak


6. Berikan sadar, nausea yang menurunkan
cairan perinfus dengan intake per oral
perhatian ketat. 5. Aktifitas ini dapat
7. Monitor meningkatkan tekanan intrakranial
AGD bila diperlukan dan intraabdomen. Mengeluarkan
pemberian oksigen napas sewaktu bergerak atau
8. Berikan terapi merubah posisi dapat melindungi diri
sesuai advis dokter seperti: dari efek valsava
Steroid, Aminofel, 6. Meminimalkan fluktuasi
Antibiotika pada beban vaskuler dan tekanan
intrakranial, vetriksi cairan dan cairan
dapat menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan
asidosis disertai dengan pelepasan
oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral
8. Terapi yang diberikan
dapat menurunkan permeabilitas
kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan
kejang

Diagnosa
No Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
keperawatan
2 Resiko terjadi Klien tidak • Tidak terjadi serangan 1. Longgark 1. proses konveksi akan terhalang
kejang ulang mengalami kejang ulang. an pakaian, berikan oleh pakaian yang ketat dan tidak
berhubungan kejang • Suhu 36,5 – 37,5 º C pakaian tipis yang menyerap keringat.
dengan selama (bayi), 36 – 37,5 º C mudah menyerap 2. perpindahan panas
hipertermi. berhubungan (anak) keringat secara konduksi
dengan • Nadi 110 – 120 2. Berikan 3. saat demam kebutuhan akan cairan
hiperthermi x/menit (bayi) kompres dingin tubuh meningkat
• 100-110 3. Berikan 4. Pemantauan yang teratur
x/menit ekstra cairan (susu, menentukan tindakan yang akan
(anak) sari buah, dll) dilakukan
• Respirasi 30 – 40 4. Observasi kejang 5. aktivitas dapat meningkatkan
x/menit (bayi) dan tanda metabolisme dan meningkatkan
• 24 – 28 x/menit vital tiap 4 jam panas
(anak) 5. Batasi 6. Menurunkan panas pada pusat
• Kesadaran aktivitas selama anak hipotalamus dan sebagai
composmentis panas propilaksis
6. Berikan

anti piretika dan


pengobatan sesuai
advis
Diagnosa
No Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
keperawatan
3 Resiko Pasien Klien bebas 1.Independent monitor kejang pada 1. Gambaran tribalitas sistem
terjadinya bebas dari dari resiko tangan, kaki, mulut dan otot-otot saraf pusat memerlukan evaluasi
injuri injuri yang injuri muka lainnya yang sesuai dengan intervensi yang
sehubungan disebabkan 2.Persiapkan lingkungan yang aman tepat untuk mencegah terjadinya
dengan adanya oleh seperti batasan ranjang, papan komplikasi.
kejang, kejang dan pengaman, dan alat suction selalu 2. Melindungi pasien bila
perubahan penurunan berada dekat pasien kejang terjadi
status mental kesadaran 3.Pertahankan bedrest total selama 3. Mengurangi resiko jatuh /
dan penurunan fase akut terluka jika vertigo, sincope, dan
tingkat Kolaborasi ataksia terjadi
kesadaran 4.Berikan terapi sesuai advis dokter 4. Untuk mencegah atau
seperti; diazepam, phenobarbital, mengurangi kejang.
dll. Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional

keperawatan
4 Kurangnya Pengetahuan • Keluarga tidak 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan
pengetahuan keluarga sering bertanya 2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab yang dimiliki keluarga dan kebenaran
keluarga bertambah tentang dan akibat kejang informasi yang didapat
sehubungan tentang penyakit 3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang 2. penjelasan tentang kondisi yang
keterbataaan penyakit anaknya. akan dilakukan dialami dapat membantu menambah
informasi anaknya • Keluarga 4. Berikan Health Education tentang cara wawasan keluarga
mampu menolong anak kejang dan mencegah 3. agar keluarga mengetahui tujuan
diikutsertakan kejang, antara lain : setiap tindakan perawatan
dalam proses o Jangan panik saat kejang o 4. sebagai upaya alih informasi dan
keperawatan. Baringkan anak ditempat rata dan mendidik keluarga agar mandiri dalam
• keluarga lembut. o Kepala dimiringkan. mengatasi masalah kesehatan
mentaati setiap o Pasang gagang sendok yang 5. mencegah peningkatan suhu lebih
proses telah dibungkus kain yang basah, lalu tinggi dan serangan kejang ulang
keperawatan dimasukkan ke mulut. 6. sebagai upaya preventif serangan
o Setelah kejang berhenti dan ulang
pasien sadar segera minumkan obat 7. imunisasi pertusis memberikan reaksi
tunggu sampai keadaan tenang. panas yang dapat menyebabkan
o Jika suhu tinggi saat kejang kejang demam

lakukan kompres dingin dan beri


banyak minum
5. Berikan Health Education
agar selalu sedia obat penurun panas, bila
anak panas
6. Jika anak sembuh, jaga agar
anak tidak terkena penyakit infeksi
dengan menghindari orang atau teman
yang menderita penyakit menular
sehingga tidak mencetuskan kenaikan
suhu
7. Beritahukan keluarga jika
anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas
imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam
Implementasi
Tgl/Pukul No. DP Pelaksanaan tindakan
1. 1. Melakukan bedrest total pada klien dengan posisi tidur
terlentang tanpa bantal
2. Memonitor tanda-tanda status neurologis
3. Memonitor intake dan output
4. memonitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu,
Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
5. Membantu pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di
tempat tidur.
6. Kolaborasi
• Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
• Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
• Berikan terapi sesuai advis dokter seperti:
Steroid, Aminofel, Antibiotika

2. 1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang


mudahmenyerap keringat
2. Memberikan kompres dingin di daerah kepala, leher
danketiak
3. Memberikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
5. Membatasi aktivitas selama anak panas
- Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
3 Independent
1. Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-
ototmuka lainnya
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti
batasanranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien
3. Pertahankan bedrest total selama fase akut

Kolaborasi
1. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam,
phenobarbital, dll..
4 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
2. Memberi penjelasan kepada keluarga sebab dan
akibat kejang
3. Menjelaskan setiap tindakan perawatan yang
akan dilakukan
4. Memberikan Health Education tentang cara
menolong anak kejang dan mencegah kejang, antara lain
:
• Jangan panik saat kejang
• Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
• Kepala dimiringkan.
• Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain
yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
• Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera
minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
• Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres
dingin dan beri banyak minum
• Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat
penurun panas, bila anak panas
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman
yang menderita penyakit menular sehingga tidak
mencetuskan kenaikan suhu
7. Beritahukan keluarga jika anak akan
mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada
petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita
kejang demam

Evaluasi
No.DP Tanggal SOAP
1 S : Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik masih
terjadi
O : - Tangan dan kaki klien masih terlihat kaku dan tegang
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 S : Ibu klien mengatakan bahwa kejang masih terjadi
O : - Jam 11.00 klien kejang
- Suhu tubuh jam 11.00 38,6 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 S : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada tubuh klien
O : - Klien masih terjadi spastik
- Lingkungan tempat tidur terlihat aman
-Klien masih bedrest total ditempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
4 S : Ibu klien mengatakan sudah mengerti apa yang sudah
dijelaskan
O : Ibu klien terlihat lebih tenang
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

3. Asuhan Keperawatan Kejang


Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan
keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
- Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a) Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e) Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f) Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya
gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan demam terutama pada malam hari
g) Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk
pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping
itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan
BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga
dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
(Wijaya,2013).
Diagnosa Keperawatan
- Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
- Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
- Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
- Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)
Intervensi
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut :
N Diagnosa Perencanaan
O Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan Tupan: 1. Pantau suhu pasien 1. Suhu 38,9-41,1
0
suhu tubuh Setelah (derajat dan pola): C menunjukkan
berhubungan dilakukan perhatikan proses penyakit
dengan proses tindakan menggigil?diaforesi. infeksius akut.
patologis keperawatan 2. Pantau suhu
selama 4 x 24 lingkungan,
suhu tubuh batasi/tambahkan 2. Suhu ruangan,
normal. linen tempat tidur jumlah selimut harus
Tupen: sesuai indikasi. dirubah untuk
Setelah mempertahankan
dilakukan suhu mendekati
tindakan 3. Berikan kompres normal
perawatan hangat: hindari
selama 3 x 24 penggunaan 3. Dapat
jam proses kompres alkohol. membantu
patologis mengurangi demam,
teratasi dengan penggunaan air
kriteria: 4. Berikan selimut es/alkohol mungkin
TTV stabil pendingin menyebabkan
Suhu tubuh kedinginan
dalam batas 4. Digunakan untu
normal kengurangi demam
umumnya lebih
Kolaborasi: besar dari 39,5-40 0C
5. Berikan antipiretik pada waktu terjadi
sesuai indikasi gangguan pada otak.

5. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran


kekurangan dilakukan urin. urin dan berat jenis
volume cairan tindakan akan menyebabkan
berhubungan perawatan selama hipovolemia.
dengan 3 x 24 jam 2. Pantau tekanan darah 2. Pengurangan dalam
peningkatan suhu kekurangan dan denyut jantung sirkulasi volume
tubuh volume cairan cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal dari
tindakan takikardia untuk
perawatan selama meningkatkan curah
2 x 24 jam jantung dan
3. Palpasi denyut
peningkatan suhu meningkatkan
perifer.
tubuh teratasi, tekanan darah
dengan kriteria: sistemik.
4. Kaji membran
Tidak ada tanda- 3. Denyut yang lemah,
mukosa kering, turgor
tanda dehidrasi mudah hilang dapat
kulit yang tidak
Menunjukan menyebabkan
elastis
adanya hipovolemia.
keseimbangan 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti ruang ketiga akan
Kolaborasi:
output urin memperkuat tanda-
adekuat 5. Berikan cairan tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik intravena, misalnya
Membran kristaloid dan koloid
mukosa mulut
lembab
5. Sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
6. Pantau nilai hipovolemia relatif
laboratorium (vasodilasi perifer),
menggantikan
kehilangan dengan
meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan dilakukan untuk mengosongkan aspirasi atau
nafas b.d tindakan mulut dari benda/zat masuknya sesuatu
peningkatan perawatan selama tertentu. benda asing ke faring.
sekresi mucus 4 x 24 jam jalan 2. Letakkan pasien pada
nafas kembali posisi miring, 2. Meningkatkan aliran
efektif permukaan datar, (drainase) sekret,
miringkan kepala mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah selama serangan dan menyumbat jalan
dilakukan kejang. nafas.
tindakan 3. Tanggalkan pakaian
perawatan selama pada daerah 3. Untuk memfasilitasi
2 x 24 jam leher/dada dan usaha
peningkatan abdomen. bernafas/ekspansi
sekresi mukus 4. Masukan spatel dada.
teratasi, dengan lidah/jalan nafas 4. Jika masuknya di
kriteria: buatan atau gulungan awal untuk membuka
Suara nafas benda lunak sesuai rahang, alat ini dapat
vesikuler dengan indikasi. mencegah tergigitnya
lidah dan
Respirasi rate
memfasilitasi saat
dalam batas
melakukan
normal
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
5. Lakukan penghisapan perlukan.
sesuai indikasi
5. Menurunkan risiko
Kolaborasi :
aspirasi atau asfiksia.
6. Berikan tambahan
oksigen/ventilasi
manual sesuai
kebutuhan pada fase 6. Dapat menurunkan
posiktal. hipoksia serebral
sebagai akibat dari
sirkulasi yang
menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dari dilakukan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh tindakan kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang perawatan selama harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat 5 x 24 jam agitasi dan
perubahan nutrisi mempengaruhi fungsi
kurang dari kognitif/pengambilan
kebutuhan tidak keputusan.
terjadi 2. Gunakan pendekatan 2. Pasien mendeteksi
konsisten, duduk pentingnya dan dapat
Tupen: setelah dengan pasien saat beraksi terhadap
dilakukan makan, sediakan dan tekanan, komentar
tindakan buang makanan tanpa apapun yang dapat
perawatan selama persuasi terlihat sebagai
3 x 24 jam intake dan/komentar. paksaan memberikan
nutrisi adekuat, 3. Berikan makan sedikit fokus padad makanan.
dengan kriteria: dan makanan kecil 3. Dilatasi gaster dapat
Makan klien tambahan, yang tepat. terjadi bila pemberian
habis 4. Buat pilihan menu makan terlalu cepat
BB klien normal yang ada dan izinkan setelah periode puasa.
pasien untuk 4. Pasien yang
mengontrol pilihan meningkat
sebanyak mungkin. kepercayaan dirinya
dan merasa
mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
5. Pertahankan jadwal makanan untuk
bimbingan berat makan.
badan teratur. 5. Memberikan catatan
lanjut penurunan
dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

Implementasi
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam (2008).Implementasi
adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi.
Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa
keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

C. Tindakan Keperawatan Restrain dan Tepid Sponge


1. Tindakan Keperawatan Restrain
a. Definisi Restrain
Restrain, terapi memegang, klinikal holding, atau immobilisasi
merupakan tindakan untuk membatasi gerakan anak (Brenner, Taraho,
Tagarat 2007). Menurut the joint commission on the acreditation of health
care organitation (CHACO, 2002) restrain merupakan metode yang
digunakan untuk membatasi pergerakan aktivitas fisik atau akses
pergerakan normal tubuh seseorang, fisik atau kimia.restrain digunakan
untuk membantu pelaksanaan melakukan prosedur tindakan pada anak
dan biasanya bertujuan mencegah dari bergeraknya anak jangka waktu
tertentu untuk melarang campur tangan anak dalam prosedur dan
peralatan.
Dampak pemberian restrain pada anak dapat dijumpai pada
beberapa literature yang menggambarkan dampak psikologis anak akibat
pemberian restrain. Dampak ini muncul karena orang tua merasa tidak
diberi kesempatan untuk memilih dan berpartisipasi dalam kegiatan
sehingga sering menunjukan respon distress emosional.Kurang nya
informasi yang dapat menimbulkan dilemma apabila keluarga diminta
untuk memegangi atau memeluk anak saat prosedur.
Perawat merupakan tenaga pemberi pelayanan kesehatan yang
sering kali menggunakan restrain pada anak terutama pada perawatan
anak (Brenner, Taraho, Tagarat. 2007). Penelitian di inggris yang
dilakukan pada 346 orang anak menunjuk-an bahwa perawat melakukan
restrainuntuk kelancaran prosedur, keamanan, jenis prosedur, tingkat
agitasi, umur anak, persepsi orang tua, konsentrasi dan keamanan
petugas.
b. Jenis-Jenis Restrain
Menurut Hockembery dan Wilson (2009) terdaoat berbagai jenis
restrain yang sering perawat gunakan yaitu:
1) Restrain Jaket
Alat ini digunakan sebagai alternative agar anak tidak
memanjat keluar dari tempat tidur atau menjaga keselamatan anak
dari kursi. Jaket yang digunakan diberi ikatan tali dibagian belakang
sehingga anak tidak dapat membuka, tali panjang diikatkan ditempat
tidur sehingga anak tetap ditempat tidur dan mempertahankan posisi
horizontal sesuai tujuan terapi.
2) Restrain mummy atau bedong
Alat ini digunakan pada bayi dan anak yang masih kecil untuk
mempertahankan dan mengendalikan gerakan anak. Selimut atau
kain dibentangkan ditempat tidur dengan satu ujung dilipat, bayi
diletakan diatas selimut tersebut dengan bahu berada dilipatan dan
kaki kearah sudut yang berlawanan. Lengan kanan lurus kebawah
searah dengan badan dan kain dibentangkan melintasi bahu
anak.Lengan kiri diluruskan searah badan dan sisi kiri selimut
dikencangkan melintang bahu dan dada. Kemudian dikunci dibawah
badan anak. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan
diselipkan atau dikencangkan dengan pin pengaman. Restrain
mummy dapat digunakan untuk mengembalikan gerakan anak saat
pemeriksaan dan pengobatan pada daerah leher, kepala,seperti fungsi
vena, pemeriksaan tenggorokan atau pemasangan infus.
3) Restrain lengan atau kaki
Alat ini digunakan untuk memberikan immobilisasi satu ekstermitas
atau lebih guna pengobatan atau prosedur tindakanuntuk
memfasilitasi penyembuhan. Terdapat jenis restrain yang dapat
digunakan untuk kaki dan tangan misalnya restrain pergelangan
tangan. Perlu diperhatikan restrain yang digunakan harus sesuai
dengan badan anak, dilapisi bantalan untuk mencegah tekanan,
konstriksi, dan cedera jaringan. Pengamatan pada restrain yang
diletakan pada ekstermitas perlu sering diperhatikan adanya tanda-
tanda iritasi dan gangguan sirkulasi.
4) Restrain siku
Alat ini digunakan untuk mencegah anak menekuk siku atau meraih
muka atau kepala. Restrain fisik ini diikat pada bagian bawah axila
sampai pergelangan tangan dengan sejumpah kantong vertical tempat
dimasukan depressor lidah. Restrain dilingkarkan diseputar lengan
dan direkatkan dengan plester. Pemasangan pin pada bagian atas
lengan perlu diperhatikan agar restrain tidak melorot.
5) Terapi Mendekap
Terapi mendekap merupakan penggunaan posisi menggendong
yang nyaman, aman, dan temporer yang memberikan kontak fisik
yang erat dengan orang tua atau pengasuh yang dipercaya
(Hockembery dan Wilson (2009). Pada bayi usia 2-3 bulan
didekapdengan cara posisi sejajar, disangga dari belakang, dan
dipegang pada kaki. Seperti memegang gagang footbool bayi
diletakan diantara badan dan pinggang, badan disanggah dengan
tangan pada seluruh badan bagian belakang. Dekapan dengan posis
anak menghadap ke ibu dimana dada bayi sejajar dengan dada
ibu.Posisi dapat dilakukan jika perkembangan yang baik pada otot
leher, control kepala, kekuatan punggung bayi disangga dengan
tangan ibu. Terapi mendekap adalah menahan fisik anak setidaknya
dua orang untuk membantu anak mengatasi perilaku kehilangan
control untuk mendapatkan kembali control emosi yang kuat
(Brenner, Taraho, Tagarat. 2007).
Menurut Gicse (2010) pelukan merupakan salah satu
kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan dimasa dewasa dan
menguntungkan hampir semua orang selama masa stress dan
digunakan untuk memfasilitasi penyelesaian prosedur klinis.
c. Prinsip Pemasangan Restrain
Menurut Hockembery dan Wilson (2009) perawat perlu melakukan
pengkajian terlebih dahulu sebelum penggunaan restrain pada anak.
Penggunaan restrain dapat dihindari bila anak dipersiapkan secara
adekuat, pengawasan orang tua atau perawat terhadap anak, terdapat
proteksi yang kuat pada posisi yang rentan. Perawat harus
mempertimbangkan perkembangan anak, status mental, potensial
naccaman, keamanan, pada diri sendiri dan orang lain.
Jika anak perlu dilakukan restrain, anak perlu diberitahu terlebih
dahulu alasan penggunaan restrain, informasi yang diberikan terus dan
diulang agar anak mendapatkan pemahaman dan dapat bekerja sama.
Menjelaskan kepada orang tua tentang tujuan penggunaan restrain
bagaimana melepas dan memasang tanda-tanda komplikasi dari
penggunaannya. Dokumentasikan surat peryataan persetujuan keluarga
tentang penggunaan restrain yang diberikan pada anak. Keluarga
diajarkan dan dianjurkan untuk menurunkan dan menenangkan emosi
anak saat dilakukan restrain. Alat restrain dapat menimbulkan resiko
pada anak sehingga perlu diperiksa dan didokumentasikan setiap satu
sampai dua jam untuk memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan
pemasangan, tidak merusak sirkulasi, sensasi, integritas kulit. Restrain
yang langsung berhubungan dengan kulit harus diikat dengan kerangka
tempat tidur.
d. Prosedur Pemasangan Restrain
1) Pengkajian
Menurut Kozier et.al(2002) hal yang harus dikaji sebelum melakukan
restrain adalah:
a) Perilaku yang mengindikasikan kemungkinan kebutuhan
terhadap pemasangan restrain
b) Penyebab perilaku yang telah dikaji
c) Tindakan perlindungan lain yang dilakukan sebelum
pemasangan restrain
d) Status kulit yang akan terpasang restrain
e) Status sirkulasi diarea distal terhadap restrain dan ekstermintas
yang terpasang restrain
f) Efektivitas tindakan kewaspadaan keamanan lain
2) Perencanaan
Tinjau kebijakan institusi terkait penggunaan restrain dan
lakukan konsultasi jika perlu sebelum secara mandiri memutuskan
untuk memasang restrain. Semua intervensi lain yang kurang
restriktif dan dapat dilakukan harus sudah dicoba. Perawat harus
memberitahu dokter mengenai pemasangan restrain kecuali pada
keadaan darurat.
Selain itu, perawat harus menentukan bahwa pemasangan
restrain merupakan tindakan yang tepat dalam situasi tertentu,
memilih jenis restrain yang tepat, mengevaluasiefektivitas restrain
dan mengkaji kemungkinan komplikasi penggunaan restrain.
3) Implementasi
a) Persiapan:
- Lingkungan: Biasanya dilakukan di ruang tindakan
- Pasien:
 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
dengan bahasa yang mudah dipahami.
 Ulangi informasi ini sesering mungkin untuk mendapatkan
kerjasama anak
 Minta anak mengungkapkan pemahamannya mengenai
perlunya pemasangan restrain.
 Jelaskan kepada anak bagaimana anak dapat membantu
 Yakinkan kepada anak bahwa restrain tersebut bukan
merupakan hukuman.
hukuman.
- Keluarga:
 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
dengan bahasa yang mudah dipahami
 Menjelaskan tujuan pemasangan restrain dan tanda – tanda
komplikasi dari penggunaanya.
 Dokumentasikan persetujuan tindakan restrain dari orang
tua
 Jelaskan cara - cara mereka membantu memastikan manfaat
yang maksimal dan stres yang minimal
 Posisikan orang tua dekat kepala tempat tidur sehinggan
orang tua dapat menenangkan anak dengan berbicara lembut
- Alat:
 Restrain sesuai hasil pengkajian
 Kain kasa un tuk melapisi kulit
 Guntung verban
 Pin peng ikat
 Bengkok
 Pelaksanaan
Restrain mumi atau bedong
- Cuci tangan
- Letakan kain restrain atau selimut pada tempat tindakan dengan
salah satu sudut dilipat
- Tempatkan bayi pada sudut lipatan kain restrain atau selimut
- Salah satu ujung ditarik ke tengah tubuh dan diselipkan ke
bawah tubuh
- Ujung kedua ditarik ke tubuh dan diselipkan dan sudut bagian
bawah dilipat dan diselipkan atau dikat dengan pin
- Apabila diperlukan pemeriksaan di daerah dada maka restrain
dapat dimodi fikasi dengan dada yang terbuka
- Rapihkan alat
- Dokumentasikan
Restrain Lengan dan kaki
- Cuci tangan
- Lapisi lengan atau kaki yang akan direstrain dengan
bantalan/kain kasa untuk mencegah tekanan, kontriksi atau
cedera jaringan
- Ikatkan tali pengikat tepat pada bantalan, pastikan ikatan tidak
terlalu kencang
- Ujung tali pengikat ikatkan di tempat tidur jangan diikatkan pada
penghalang tempat tidur
- Periksa bagian distal extermitas apakah ada gangguan sirkulasi
atau tidak
- Rapihkan alat
- Dokumentasikan
Restrain siku
- Cuci tangan
- Lingkarkan restrain siku (jika menggunkan restrain siku yang
sudah jadi)
- Rekatkan dengan plester atau pin
- Periksa bagian distal
- Dokumentasikan
Restrain sabuk
- Cuci tangan
- Pastikan bahwa sabuk pengaman berfungsi dengan baik.
- Apabila sabuk pengaman Velcro akan digunakan, pastikan
bahwa kedua bagian velco utuh
- Apabila sabuk tersebut memiliki bagian yang panjang dan bagian
yang pendek,letakan sabuk yang panjang di belakang (dibawah)
klien yang berbaring serta ikat tali tersebut pada rangkai tempat
tidur yang dapat digerakan. Bagian panjang yang diikat pada
rangka tempat tidur tersebut akan bergerak ke atas saat kepala
tempat tidur dinaikan sehingga klien tidak akan tersesak. Letakan
sabuk yang pendek diatas baju sekitar disekitar pinggang klien.
Diantara kliendan sabuk harus ada jarak selebar satu jari.
- Atau pasang sabuk disekitar pinggang klien dan ikat sabuk
dibagian belakang kursi
- Atau apabila sabuk diikat pada brankar, fiksasi sabuk diatas
pinggul atau abdomen klien. Restrain sabuk harus dipasang pada
semua klien yang berbaring diatas brankar walaupun pagar
brankar dinaikan
Restrain jaket
- Cuci tangan
- Pasang restrain rompi pada klien dengan bagian pembuka
didepan atau dibelakang, bergantung pada jenisnya
- Tarik tali pada ujung lipatan restrain rompi melewati dada, dan
masukan pada lubang restrain rompi disisi dada yang
berlawanan
- Ulangi tindakan diatas untuk tali lain pada restrain rompi
- Gunakan simpul hidup untuk memfiksasi masing-masing tali
pada rangka tempat tidur yang dapat digerakan atau dibagia
belakang kursi pada kaki kursi. Saat ujung bebas pada simpul
hidup ditarik, simpul tersebut tidak semakin erat atau
menjulur,tetapi justru mudah dibuka
- Atau ikat tali dibagian belakang kursi menggunakan simpul segi
empat (reef knot)
- Pastikan posisi klien tepat sehingga memungkinkan ekspansi
dada maksimal untuk bernafas
Restrain sarung tapak tangan
- Pasang restrain sarung tangan tanpa jempol pada tangan yang
akan dilakukan restrain. Pastikan bahwa jari dapat sedikit fleksi
dan tidak tersangkut dibawah tapak tangan
- Jika diindikasikan untuk beberapa hari, buka restrain tapak
tangan sedikitnya setiap 2 hingga 4 jam. Cuci dan latih tangan
klien kemudian pasang kembali restrain tersebut.
- Kaji sirkulasi ketangan klien segera setelah restrain sarung
tangan dipasang dan kaji kembali secara berkala. Perasaan tidak
nyaman, kebas atau ketidak mampuan menggerakan jari dapat
mengindikasikan gangguan sirkulasi ke tangan.
4) Evaluasi
Hal yang harus dilakukan dalam mengevaluasi pemasangan
restrain
adalah:
- Lakukan tindakan lanjut detail terhadap kebutuhan pemasangan
restrain dan respon klien. Hubungkan hasilnya dengan data klien
sebelumnya jika ada
- Evaluasi status sirkulasi pada tungkai yang terpasang restrain
- Evaluasi stabilitas kulit yang berada dibawah restrain
- Lepas restrain segera setelah alat tersebut tidak perlu digunakan
lagi dan dokumentasikan
- Laporkan kelainan yang bermakna pada dokter
2. Tindakan Keperawatan Tepid Sponge
a. Definisi Tepid sponge Bath
Tepid sponge bath adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan teknik seka (Alves, 2008). Kompres Tepid sponge ini hampir
sama dengan kompres air hangat biasa, yakni mengompres pada lima titik
(leher, 2 ketiak, 2 pangkal paha) ditambah menyeka bagian perut dan
dada atau diseluruh badan dengan kain. Basahi lagi kain bila kering.
Berdasarkan penelitian dari Isnaeni (2014) kompres Tepid sponge hangat
lebih efektif dari kompres hangat.
b. Tujuan dan Manfaat Tepid sponge Bath
Tujuan utama dari Tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh
pada anak yang sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson
D (1995) manfaat dari pemberian Tepid sponge adalah menurunkan suhu
tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang
mendasari demam.
c. Teknik Tepid sponge Bath
Teknik yang digunakan dalam tepid spong bath dibagi menjadi dua
yaitu
persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap dimana peneliti
mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap pelaksanaan.
Alat
dan bahan yang dibutuhkan meliputi handuk/sapu tangan, selimut, baju
mandi (jika ada), perlak, handschoen, termometer aksila, termometer
rektal, dan mangkuk yang berisi air hangat.Tahap pelaksanaan dimulai
dengan mengkaji kembali kondisi klien, menjelaskan prosedur yang akan
dilaksanakan kepada klien, membawa peralatan ke dekat klien, mencuci
tangan, menjaga privacy klien, mengatur posisi klien, menempatkan
perlak dibawah klien, memakai sarung hati-hati, mengisi baskom dengan
air hangat (suhu 280C-320C), memasukkan handuk atau sapu tangan ke
dalam bak yang berisi air hangat, memeras handuk atau sapu tangan dan
menempatkannya di leher, ketiak, dan selangkangan. Langkah selanjutnya
adalah mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit dan
kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit. Lakukan monitor
respon klien selama tindakan. Setelah selesai, ganti pakaian klien dengan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat, ganti sprai (bila diperlukan),
dan rapikan alat dan bahan yang digunakan selama proses (Hamid
MA, 2011).
d. Prosedur Tepid sponge Bath
Alat dan Bahan
1) Ember atau baskom untuk tempat air hangat (37C)
2) Lap mandi/wash lap
3) Handuk mandi
4) Selimut mandi
5) Perlak
6) Termometer digital.
Tahap Persiapan
1) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat
(37C), lap mandi/wash lap, handuk mandi, selimut mandi, perlak,
termometer digital.
2) Cuci tangan 6 langkah sebelum kontak dengan pasien dan demgan
lingkungan pasien.
Tahap Pelaksanaan
1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid
water sponge.
2) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid water
sponge.
3) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian
antipiretik pada klien.
4) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
5) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash
lap atau lap mandi, usapkan mulai dari kepala, dan dengan tekanan
lembut yang lama, lap seluruh tubuh, meliputi leher, kedua ketiak,
perut, ekstremitas atas dan lakukan sampai ke arah ekstremitas bawah
secara bertahap. Lap tubuh klien selama 15 menit. Pertahankan suhu
air (37%C).
6) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air
hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.
7) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera
setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan
selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan
mudah menyerap keringat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan masalah kesehatan yang berpengaruh
terhadap system persarafan (neurobehaviour) yang menuntut asuhan
keperawatan yang serius. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live
saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis
dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus terpenuhi. Meningitis merupakan inflamasi pada daerah
meninges yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksius yang dapat
menyebabkan terjadinya meningitis bisa berupa bakteri, virus, fungsi, ataupun
parasit. Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara
intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik,
sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih
dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan
kesadaran.

B. Saran
Perawat maupun dokter serta tenaga medis lainnya hendaknya perlu
mengetahui patofisiologi serta asuhan keperawatan mengenai hydrocephalus,
meningitis maupun kejang, serta tindakan keperawatn apa yang dapat
diberikan. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah
melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. EGC: Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. Buku kuliah 2
Ilmu kedokteran. EGC : Jakarta.
Ngoerah, I. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
www.scribd.id diakses pada tanggal 1 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai