Anda di halaman 1dari 32

Makalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIDROSEFALUS


Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan Anak II :
Dr. Tri Ratnaningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh
Kelas 2A Kelompok 15 :
1. Nanda Fitria Ningsih (201601025)
2. Sovia Fitria Tunizan (201601038)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allat SWT atas berkat dan rahmatnya yang telah
dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan
Keperawatan Pada Anak dengan Hidrosefalus. Selanjutnya tidak lupa shalawat sertas
salam kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Dalam penulisan Makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Hidrosefalus. Selanjutnya tidak lupa salawat serta salam kami mengucapkan terima
kasih kepada pihak -pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini,
khususnya kepada :
1. Ana Zakiyah.,M.Kep selaku Kepala Prodi S1 Keperawatan .
2. Tri Ratnaningsih, S,Kep.Ns.,M.Kes selaku Dosen pengampu matakuliah
Keperawatan Anak.
Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu segala kerendahan hati, kami perlu saran dan kritik
yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini, serta
untuk pengetahuan penyusun di masa mendatang.

Mojokerto, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrosefalus adalah penumpukan CSS sehingga menekan jaringan otak.
Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga
tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai
kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal.
Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan
50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan
kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering
menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir
dan tetap hidup akan menjadi masalah pediatri sosial.         
Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada
anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan
kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat
vital dan resiko terjadi dekubitus.
Mahasiswa keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan
menanggulangi masalah hidrosefalus dengan student center learningberupa
pembuatan makalah dan diskusi antar teman di kelas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang hidrosefalus ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan hidrosefalus ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien
dengan Hydrocephalus
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Hydrocephalus
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang epidemiologi dari
hidrosefalus
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Hydrocephalus
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Hydrocephalus
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi dan
pathogenesis Hydrocephalus
6. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis
Hydrocephalus
7. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik
Hydrocephalus
8. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan
Hydrocephalus
9. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi hidrosefalus
10. Mahasiwa dapat menjelaskan tentang prognosis hidrosefalus
11. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Web of Cause
Hydrocephalus
12. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan
Hydrocephalus
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Devinisi Hidrosefalus
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"
yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering
dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan
aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu
menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan
menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi
dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai
akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel
cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi
yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam
sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008). 
2.2 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering
disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono,
2005:211). 
2.3 Etiologi
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam
ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary).
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke
dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis
terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada
orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140
ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan
yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe
ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii
ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al,
2007:32) 
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik
sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi dan anak ialah :  
1. Kelainan Bawaan (Kongenital) 
a. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbanyak pada
hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat
merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak
lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
kelahiran. 
b. Spina bifida dan kranium bifida 
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan
dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah
dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian atau total. 
c. Sindrom Dandy-Walker 
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system
ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya
sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa
pascaerior.
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah 
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.  
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat
terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis.
Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan
piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar. 
3. Neoplasma 
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada
penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan
tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau
pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian
depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan 
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri
(Allan H. Ropper, 2005:360).
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus
eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang
mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi
hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan
keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat
tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat
pada orang tua. (Darsono, 2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi
dilahirkan, sehingga :
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya
tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan
penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC
yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna,
tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat
terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal )
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai
ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran
CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya
terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena
dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan
gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi
pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena
dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan
gejala – gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem
ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya
gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada
sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang
mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi
congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space
occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat
terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau
bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam
system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi
atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan
intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–
gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis
suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis
sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai
dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral.
Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda –
tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage
serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok
umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan
tersebut.
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis
terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung
berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi
sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena
yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari
komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus
kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya
adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah
selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari
biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-
tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala
tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai
manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat
disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada
pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan
sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua
deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai
empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut
ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia
respirasi). (Darsono, 2005:213)
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi
ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata
terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi
tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan
sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram
menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat
menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa
pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas
normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau
dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi,
malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan
fisik.
a. Bayi
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi
– stupor.
8. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh
darah terlihat jelas.
10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah
di atas Iris
11. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12. Strabismus, nystagmus, atropi optic
13. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak yang telah menutup suturanya :
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis
posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup
maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran
kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa
beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang
dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi
sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan
lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak
antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak
yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi
jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras
lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung
difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.
Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan
kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang
tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini
telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan
USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.
Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus
ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem
ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya
pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel
IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena
terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan
dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid
di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis
dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh.
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal. 
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal
dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan
subarachnoid 
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni :
a. Drainase ventrikule-peritoneal 
b. Drainase Lombo-Peritoneal 
c. Drainase ventrikulo-Pleural 
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi 
e. Drainase ke dalam anterium mastoid 
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan
jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter)
yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah.
Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter
harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus
diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis. 
g. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase
dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total.
Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan
tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang.
Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di
kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di
bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. 
h. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt
atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “: 
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang
untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh
lain :
1) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna
magna (Thor-Kjeldsen) 
2) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis
superior 
3) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus. 
4) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke
mediastinum 
5) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum. 
b. “Lumbo Peritoneal Shunt” 
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke
rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan
jarum Touhy secara perkutan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi
dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan
didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung
distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt
sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang
lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. 
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya
akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi
organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.
2.10 Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan
ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik
dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus
komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna
namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-
60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta.
Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan
bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat
melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60%
dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus
dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested
hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan
H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah
operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami
retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat
tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat  
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala,
lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi
penglihatan perifer. 
c. Riwayat Penyakit dahulu  
1) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil  
2) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu
lahir 
3) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma 
d. Riwayat penyakit keluarga 
e. Pengkajian persisten
1) B1 (Breath) :Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
2) B2 (Blood) :Pucat, peningkatan systole tekanan darah,
penurunan nadi
3) B3 (Brain) :Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi
menonjol dan  mengkilat, pembesaran kepala, perubahan
pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer,
strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes
”, kejang
4) B4 (Bladder) :Oliguria
5) B5 (Bowel) :Mual, muntah, malas makan
6) B6 (Bone) :Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot
ekstrimitas
f. Observasi tanda – tanda vital
1) Peningkatan systole tekanan darah
2) Penurunan nadi / bradikardia
3) Peningkatan frekuensi pernapasan

3.2 Diagnosa
1. Potensi komplikasi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan
akumulasi cairan serebrospinal
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus
oksipitalis karena meningkatnya TIK
3. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di
derita oleh anaknya
4. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan reflex batuk
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pembesaran kepala
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan
iritabilitas
3.3 Intervensi dan Rasional
1. Potensi komplikasi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan
akumulasi cairan serebrospinal
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK
Kriteria Hasil :
a. Kesadaran komposmetis
b. Tidak terjadi nyeri kepala
c. Ttv normal
d. Tampak rileks, tidak meringis kesakitan

Intervensi Rasional
1. Lihat adanya tanda-tanda 1. Untuk mengetahui secara
peningkatan TIK (nyeri dini peningkatan TIK
kepala, muntah, lethargi,
lelah, apatis, perubahan
personalitas, ketegangan dari
sutura cranial dapat terlihat
ada anak berumur 10 tahun,
penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer
strabismus, perubahan pupil)
2. Pantau terus tingkat 2. Penurunan kesadaran
kesadaran anak menandakan adanya
peningkatan TIK
3. Pantau terus adanya 3. Untuk mengetahui kondisi
perubahan TTV aliran darah dan aliran
oksigen ke otak
4. Lihat pengalaman nyeri pada 4. Membantu dalam
anak, minta anak mengevaluasi rasa nyeri
menunjukkan area yang
sakit dan menentukan
peringkat nyeri dengan skala
nyeri 5. Pujian yang diberikan akan
5. Bantu anak mengatasi nyeri meningkatkan kepercayaan
seperti dengan memberikan diri anak untuk mengatasi
pujian kepada anak untuk nyeri dan kontinuitas anak
ketahanan dan untuk terus berusaha
memperlihatkan bahwa menangani nyerinya dengan
nyeri telah ditangani dengan baik.
baik
2. Gangguan persesi sensori berhubungan dengan penekanan lobus
oksipitalis karena meningkatnya TIK
Tujuan : Tidak terjadi disorientasi pada anak
Kriteria Hasil :
a. Penurunan virus tidak bertambah lebih parah
b. Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya

Intervensi Rasional
1. Mempeertahankan visus agar 1. Ketidakmampuan dalam
tidak terjadi peenurunan penglihatan tidak bertambah
visus yang lebih parah parah, kilen tidak mengalami
a. Membantu ADL pasien disorientasi tempat, klien
b. Membantu orientasi merasa nyaman dan aman
tempat
c. Berikan tempat yang
nyaman dana man
(pencahayaan terang,
bed plang dll dipasang
agar tidak cidera)
2. Membantu pasien untuk 2. Klien tidak banyak bergantung
mengenali sesuatu dengan pada orang lain
kondisi penglihatan yang
terganggu
3. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di
derita anaknya
Tujuan : meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai
penyakit yang diderita anaknya
Kriteria Hasil :
a. Kecemasan orang tua pada kondisi anaknya dapat berkurang
b. Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan

Intervensi Rasional
1) Beri kesempatan orang tua 1) Keluarga dapat
untuk mengekspresikan mengemukakan perasaannya
kesedihannya sehingga perasaan orang tua
2) Beri kesematan orang tua dapat lebih lega
untuk bertanya mengenai 2) Pengetahuan orang tua
kondisi anaknya bertambah mengenai penyakit
yang diderita oleh anaknya
sehingga kecmasan orang tua
dapat berkurang
3) Jelaskan tentang kondisi 3) Pengetahuan keluarga
penderita, prosedur, terapi bertambah dan dapat
dan prognosanya mempersiakan keluarga dalam
merawat klien post operasi
4) Ulangi penjelasan tersebut 4) Keluarga dapat menerima
bila perlu dengan contoh bila seluruh informasi agar tidak
keluarga belum mengerti menimbulkan salah persepsi
4. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan reflek batuk
Tujuan : jalan nafas tetap efektif
Kriteria Hasil :
1. Anak tidak sesak nafas
2. Tidak terdapat ronchi
3. Tidak retraksi otot bantu pernafasan
4. Pernafasan teratur, RR dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Posisikan klien dengan 1. Klien merasa nyaman dan tidak
posisi semi flower sesak napas
2. Pemberian oksigen 2. Suplai oksigen klien dapat
tercukupi sehingga klien tidak
mengalami hipoksia
3. Lihat pola dan frekuensi 3. Untuk mengetahui ada tidaknya
nafas ketidakefektifan pola nafas
4. Auskultasi suara napas 4. Untuk mengetahui adanya
kelainan suara
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pembesaran kepala
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan
Kriteria Hasil :
a. Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami
keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia

Intrvensi Rasional
1. Beri diet nutrisi untuk 1. Mempertahankan berat badan
pertumbuhan agar tetap stabil
2. Beri stimulasi atau 2. Supaya perkembangan klien
rangsangan untuk tetap optimal
perkembangan kepada anak
3. Beri kasih sayang 3. Memenuhi kebutuhan
psikologis
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
Tujuan : tidak terdaat tanda-tanda infeksi (3x24 jam)
Kritria Hasil :
a. Tekanan darah dalam batas normal
b. Tidak terdapat perdarahan
c. Tidak terdapat kemerahan\

Intervensi Rasional
1. lihat tanda-tanda infeksi 1. mengetahui penyebab
(latergi, nafsu makan terjadinya infeksi
menurun, ketidakstabilan,
perubahan warna kulit)
2. lakukan rawat luka 2. mencegah timbulnya infeksi
3. lihat asupan nutrisi 3. asupan nutrisi dapat membantu
menyembuhkan luka
4. kolaborasi dalam pemberian 4. antibiotic dapat mencegah
antobiotik timbulnya infeksi
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan
iritabilitas
Tujuan : setelah dilaksanakan asuhan keperawatan diharakan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh teratasi
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal
b. Tidak adanya mual muntah

Intervensi Rasional
1. Pertahankan kebersihan 1. Mulut yang tidak bersih dapat
mulut dengan baik sebelum mempengaruhi rasa makanan
dan sesudah menguyah dan menimbulkan mual
makanan
2. Tawarkan makanan porsi 2. Makanan dalam porsi kecil
kecil tetapi sering untuk tetapi sering dapat mengurangi
mengurangi perasaan tegang beban saluran pencernaan.
pada lambung Saluran pencernaan ini dapat
mengalami gangguan akibat
hedrosefalus
3. Atur agar mendapatkan 3. Agar asupan nutrisi dan kalori
nutrien yang berrotein/kalori klien adekuat
yang disajikan pada saat
individu ingin makan
4. Timbang berat badan pasien 4. Menimbang berat badan saat
saat pasien bangun dari tidur baru bangun dan setelah
dan setelah berkemih berkemih untuk mengetahui
pertama berat badan mula-mula
sebelum mendaatkan nutrin
5. Konsultasikan pada ahli gizi 5. Konsultasi ini dilakukan agar
mengenai kebutuhan kalori klien mendapatkan nutrisi
harian yang realistis dan sesuai indikasi dan kebutuhan
adekuat kalorinya.
BAB IV

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai