Anda di halaman 1dari 37

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. D


DENGAN INDIKASI HIDROSEFALUS
DI RUANG AKUT ANAK RSUP. DR. M DJAMIL PADANG

Kelompok 2 :

1. Afikri Rahma Putra, S.Kep

2. An Juliwirna, S.Kep

3. Febriola Yuki Nugraha, S.Kep

4. Neki Retdia Pitri, S.Kep

5. Sisi Daniati, S.Kep

6. Wilga, S.Kep

Dosen Pemimbing : Ns. Putri Minas Sari M.Kep


Pembimbing Klinik : Ns. Elnofia, S.Kep

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal seba
gai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembang maka m
engakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor pen
yebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap
penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini s
ecara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup men
derita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pela
yanan keperawatan yang khusus. Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro
spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 201
0).

Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang ditan
dai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan pada
bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya saja pa
da bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Ha
l ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cair
an otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang-tulang tengkorak. Sedang pada orang
dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

Hidrosefalus adalah suatu penyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada sefal atau kepala ya
ng mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan atau karena tekanan intr
akranial yang meningkat sehingga terjadi pelebaran ruang tempat mengalirnya cairan serebro
spinal (CSS) (Ngastiah). Bila masalah ini tidak segera ditanggulangi dapat mengakibatkan ke
matian dan dapat menurunkan angka kelahiran di suatu wilayah atau negara tertentu sehingg
a pertumbuhan populasi di suatu daerah menjadi kecil. Menurut penelitian WHO untuk wilay
ah ASEAN jumlah penderita Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Sing
apura pada anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di Indone
sia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia terdapat 3%.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh dari catatan register dari ruangan pera
watan IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto dari bulan oktober-desember tahun 2019 jumlah anak y
ang menderita dengan gangguan serebral berjumlah 180 anak dan yang mengalami Hidrosefa
lus berjumlah 75 anak dengan persentase 43,39%.

Dari data yang didapat di ruang rawat inap Anak Akut RSUP MDJAMIL Dari awal bula
n Januari sampai dengan bulan mei, angka kejadian kasus Hidrosefalus sebanyak 1 orang ana
k terdiagnosa Hidrosefalus pada bulan januari 2022. Sedangkan angka kejadian kasus Hidros
efalus dari tahun 2021-2022 sebanyak 1 orang anak terdiagnosa Hidrocefalus.

Berdasarkan latar belakang tersebut kelompok tertarik untuk membuat Laporan Studi Ka
sus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An,D Dengan Hidrosefalus Di Ruang Rawat In
apdi Ruangan Rawat Inap akut RSUP Dr M djamil Padang.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Kelompok dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus d


i Ruangan Rawat Inap Akut RSUP Dr M djamil Padang.

1.2.2 Tujuan khusus

a. Kelompok dapat melaksanakan pengkajian pada klien An, D dengan hidrosefalus di ru


ang rawat inap Akut RSUP Dr M djamil Padang.

b. Kelompok dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien An, D dengan hidrosef
alus di ruang rawat inap Akut RSUP Dr M djamil Padang

c. Kelompok dapat merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada klien An, D dengan
hidrosefalus di ruang rawat inap Akut RSUP Dr M djamil Padang

d. Kelompok dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada klien An, Ddengan
hidrosefalus di ruang rawatinap Akut RSUP Dr M djamil Padang.

e. Kelompok dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien An,D dengan hidrosefal
us di ruang rawat inap Akut RSUP Dr M djamil Padang

1.2 Manfaat
Kelompok Karya Tulis Ilmiah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yait
u:
1.3.1 Bagi kelompok

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam menerapkan proses keperawatan dan mema
faatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di STIKes Syedza S
aintika Padang terutama dalam menerapkan asuhan keperawatan dengan inap Akut RSUP Dr
M djamil Padang

1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan referensi dan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan H
idrosefalus khususnya bagi pembaca di perpustakaan STIKes SYEDZA Padang.

1.3.3 Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi petugas kesehatan khususnya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Hidrosefalus dan sebagai peningkatan mutu kesehatan di rum
ah sakit.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Hidrosefalus Menurut Suriadi,(2016) Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospina
l dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural.
Darto Suharso,(2009) Hidrosepalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang me
ninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
Menurut Dwita( 2017) Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon
yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan CSS yang secara aktif dan berleb
ihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang dapat menyebabkan d
ilatasi sistem ventrikel otak.
Sedangkan menurut. Suriadi, (2010) Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak ya
ng mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yan
g berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial ya
ng meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinali
s.
Menurut pendapat lain Suharso D,(2009) Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak ya
ng mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan i
ntrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
Menurut pendapat. Nining,(2008) Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan
oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dala
m sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospina
l mengakumulasi di dalam sistem Ventricular.
Dari beberapa pendapat di atas, Jadi dapat disimpulkan Hidrosefalus merupakan penump
ukan CSS yang secara aktif dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang su
brachnoid yang dapat menyebakan dilatasi sistem ventrikel otak dimana keadaan patologis o
tak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal, disebabkan baik oleh produksi
yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intracrania
l yang meninggi sehingga terjadi pelebaran di ruangan – ruangan tempat aliran cairan serebr
ospinal.
B. Etiologi
Menurut Darsono,(2012) Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduks
i dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subarakno
id yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutris
i(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventri
kel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piama
ter dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospi
nalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang de
wasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neo
natus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-15
00 ml.
DeVito EE et al, (2007:32) Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui fora
men monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii
ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid
melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resor
bsi CSS oleh sistem kapiler.
Allan H. Ropper, (2011) Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan se
rebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ven
trikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ru
angan CSS diatasnya).
Allan H. Ropper, (2011) Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepa
tan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik
sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan
anak ialah :
1. Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefal
us bayi dan anak (60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sa
ma sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefa
lus terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setel
ah kelahiran.
b. Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yan
g berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi fo
ramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendi
e yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel ter
utama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu ki
sta yang besar di daerah fosa pascaerior.
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah Dapat terjadi congenital tapi da
pat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliter
asi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqued
uktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca m
eningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bul
an sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan pi
amater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis seros
a tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar siste
m kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta loka
sisasinya lebih tersebar.

3. Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setia


p tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabny
a dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif deng
an mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari sereb
elum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4. Perdarahan Menurut Allan H. Ropper, 2011:360 Perdarahan sebelum dan se


sudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada
daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah it
u sendiri.
C. Manifestasi Klinis
Darsono, (2005) mengatakan bahawa Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pa
da derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS Gejala-gejala yang meno
njol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus p
ada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertu
mbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kran
ium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsu
m nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka beb
as. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tamp
ak melebar dan berkelok.
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipert
ensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan g
anda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling u
mum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesa
ran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai s
alah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas u
kuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainn
ya yaitu: Fontanel anterior yang sangat tegang, Sutura kranium tampak atau teraba me
lebar, Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, Feno
mena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon)

D. Patofisiologi
Menurut pendapat Harsono (2015). Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibent
uk di dalam sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidali
s di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. K
ecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500
ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-a
nak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro ke
mudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan
menuju ke foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kana
lis spinalis. Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1 Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang da
ri kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor ple
ksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hip
ervitaminosis vitamin A.
2 Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kon
disi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebros
pinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapa
t tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis
akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran li
kuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan
hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk
reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3 Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cav
a dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondi
si jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa sebuta
n diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefa
lus eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel deng
an rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu suatu
keadaan dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoi
d. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor meng
alami obstruksi. Terdapat pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onset
nya, yaitu akut (beberapa hari), subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat du
a pembagian hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefal
us asimtomatik.
E. Komplikasi
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak), peritonitis
(peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang selang Penggunaa
n antibiotik dapat meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan terkadang diperlukan ti
ndakan pencabutan selang shunt.
b. Perdarahan subdural
Lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak duramater) Perdarahan subd
ural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik (vena). Risiko komplikasi ini d
apat diturunkan dengan penggunaan shunt yang baik.
c. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt
Yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada atau
timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus hidrosefalus de
ngan pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu 1 tahun. Sebagian bes
ar kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.
d. Keadaan tekanan rendah (low pressure)
Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan den
gan tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit kepala dan muntah saat duduk a
tau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan yang tinggi dan perubaha
n posisi tubuh secara perlahan.

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan–
bahan khusus (jaringan /eksudat) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertum
buhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningka
tan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. Komplikasi yang sering terj
adi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP s
hunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningiti
s, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yan
g di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan intrakranial dan ukurannya. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh ka
teter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Foto Kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui :
1) Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sut
ura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digita
te dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2) Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang di
pakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar h
alo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

c. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala mel
ampaui satu atau lebih garisgaris kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dala
m kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal i
ni disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsi
onal. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka pen
utupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

d. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Set
elah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrik
el yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasu
kkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitali
s. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit y
ang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

e. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan da
pat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriks
aan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menent
ukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat mengg
ambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT
Scan.

f. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari vent
rikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital
horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penur
unan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefal
us komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ve
ntrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan t
eknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

G. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustainin
g” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tinda
kan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian seh
ingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni :
1 Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis d
engan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamo
x) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2 Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan temp
at absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.
3 Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a) Drainase ventrikule-peritoneal.
b) Drainase Lombo-Peritoneal.
c) Drainase ventrikulo-Pleural.
d) Drainase ventrikule-Uretrostomi.
e) Drainase ke dalam anterium mastoid.
b. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui katete
r yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, k
ateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadiny
a infeksi sekunder dan sepsis.
c. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagno
sis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan d
ilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasan
g. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu di
tanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan denga
n selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
d. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis s
ilicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting
“:
1 Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misaln
ya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan norma
l.
2 Internal
a) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain Ventrikulo-Sistern
al, CSS dialirkan ke sisterna magna(Thor-Kjeldsen).
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.
c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
d) Ventrikulo-Mediastinal,CSS dialirkan ke mediastinum.
e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
3 “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan op
erasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

a. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis,
ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
b. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
c. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak
di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan
yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
d. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jan
tung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7).
e. Ventriculo-Peritneal Shunt .
f. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan.
g. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adan
yarevisiwalaupunbadananaktumbuhmemanjang.
WOC
Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian
a. Identitas Pasien Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, B
B/TB, alamat.
b. Keluhan Utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan bergantun
g seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan intracranial, meli
puti muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan p
upil, dan kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningen
s) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami pembe
saran kepala.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumn
ya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelaian bawaan pada otak dan riwayat inf
eksi.
d. Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk
menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga d
an masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam
keluarga maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang
tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal. Perawat juga memasukkan pengkajian terh
adap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada g
aya hidup individu. (supartini, 2012).

e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengunakan pemeriksaan fisik secara head to-toe.
f. Pengkajian tingkat kesadaran
Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanj
ut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, s
emikomatosa sampai koma.

B. Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan serbral b.d peningkatan TIK.
2 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan mencerna
makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
3 Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular.
4 Ansietas keluarga b.d keadaan yang kritis pada keluarga.
5 Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisas, tidak adekuatnya.
6 Resiko infeksi b.d penumpukan cairan di otak (serebral)
No Sdki Slki siki

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan ota Setelah di lakukan tindakan keperawat 1. Monitor tanda - tada vital.
k (serebral) b.d Gangguan aliran dar an selama 3 x 24 jam di harapkan tida 2. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran pusing, pingsan.
ah ke otak akibat peningkatan TIK k terjadi peningkatan TIK dengan Krit 3. Monitor status neurologis dengan ketat an bandingkan dengan nilai normal.
eria hasil 4. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman pernapaan, PaO2, PC
1. Tidak ada tanda tanda peningkatan t O2, pH.
ekanan Intracranial. 2. Tida ada sakit k 5. Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien.
epala. 6. Sering percakapan dalam pendengaran pasien.
3. Tidak ada kelesuan. 7. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 atau lebih.
4. Tidak ada muntah. 8. Batasi cairan
5. Tingkat kesadaran Membaik 9. Dorong keluarga untuk bicara pada pasien.
10. Lakukan latihan rom pasif.
11. Pertahankan suhu normal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang d Setelah di lakukan tindakan keperawat 1. Kaji adanya alergi makanan
ari kebutuhan tubuh b.d kurang asup an selama 3 x 24 jam di harapkan Keti 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloridan nutrisi yang
an makan dak seimbangan nutrisidapat teratasi d dibutuhkan oleh pasien.
engan kriteria hasil : 3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
1. Adanya peningkatan berat badan. 4. Yakinkan diet ang dimakan mengandung tinggi serat.
2. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi. 5. Anjurkan makan sedikit tapi sering.
3. Menunjukkan peningkatan fungsi pe 6. Berat badan pasien dalam batas normal.
ngecapan dan menelan. 4. Tidak terjad 7. Monitor adanya penurunan berat badan.
i penurunan berat badan yang berarti. 8. Monitor kulit kering.
9. Monitor turgor kulit.
10. Monitor mual muntah.
11. Monitor Hb dan kadar Ht.
12. Monitor pucat, konjungtiva
3. Resiko kerusakan integritas kulit Setelah di lakukan tindakan keperawat 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
an selama 3 x 24 jam di harapkan mas 2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
alah resiko kerusakan integritas kulit d 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
engan Kriteria Hasil : 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
1. Integritas kulit yang baik bisa dipert 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
ahankan (sensasi, elastisitas, temperatu 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan.
r, hidrasi, pigmentasi). 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit.
3. Perfusi jaringan baik.
4. Menunjukkan pemahaman dalam pr
oses perbaikan kulit dan mencegah
4. Resiko infeksi b.d penumpukan cair Setelah di lakukan tindakan keperawat 1. Batasi pengunjung.
an di otak ( serebral ) an selama 3 x 24 jam di harapkan msal 2. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat kunjungan dan setel
ah resiko infeksi dapat teratasi dengan ah kunjungan.
Criteria hasil 1. Pasien bebas dari tand 3. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan.
a dan gejala infeksi. 4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
2. Menunjukkan kemampuan untuk m 5. Monitor hitungan WBC.
encegah timbulnya infeksi. Jumlah leu 6. Anjurkan masukan nutrisi yang cukup.
kosit dalam batas normal 7. Ajarkan pada keluarga tanda dan gejala infeksi.
8. Ajarkan cara menghindari infeksi.
9. Kolaborasi terapi
.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. IdentitasPasien
Nama : An. D

Tanggal : 29-12-2020
Lahir/Umur

JenisKelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan Belum sekolah

Tanggal Masuk : 23-05-2022

Tanggal : 27 Mei 2022


Pengkajian

DiagnosaMedis : Hidrosefalus

2. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu

Nama Tn. A Ny. N

Usia 28 tahun 25 tahun

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Wiraswasta Ibu RumahTangga

Agama Islam Islam

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pasien masuk ke RSUP M DJAMIL PADANG 23 mei 2022 jam 15.15 Wib,melalui
IGD atas rujukan RSUD M.NATSIR dengan keluhan penurunan kesadaran,muntah-
muntah sejak 20 hari yang lalu sebanyak 1\4 gelas.menurunan kesadaran sejak 2 hari
sebelum masuk Rs dan memiliki riwayat kejang lebih kurang 45 menit.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada saat pengkajiaan pada tanggal 27 mei 2022 jam 13.30 wib keluarga mengatakan
pasien belum mengeluarkan suara,semejak di pindahkan dari Picu,pasien juga sering
kejang.ibu pasien mengatakan pasien sering kaku, pasien sering melukai telapak tangan
pasien.ibu pasien mengatakan mulut pasien kerap di penuhi lendir.TD : 145/65
Mmhg,RR: 30x/i,Hr: 126x/i, Suhu:37,2 C,Ku :sedang pasien tampak tegang otot
(G4M4V2)So2p :98 % pasien terpasang NGT dan IVFD Kaen1B 1cc/jam.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan pasien pernah demam dengan suhu paling tinggi 39 C,pasien
memiliki riwayat kejang, keluarga pasien mengatakan pasien lahir dengan keadaan
normal, pasien mengidap penyakit hydrocephalus pada usia 1 tahun hingga saat ini
d. Riwayat PenyakitKeluarga
Ibu pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi yang di derita nenek klien.
Genogram :

4. PemeriksaanFisik
1) Keadaan umum : (GCS10) E4-M4-V2 Sedang

2) Tanda-tanda vital : Suhu: 37,2o C


Pernapasan: 30x/ menit
Nadi:126 x/ menit
TD: 145/65
TB: 80 cm
BB sebelum masuk RS 10,5 Kg
BB saat ini 9 Kg

3) Pernapasan : Irama: regular


Retraksi dinding dada: tidak ada

Alat bantu napas: kanul O2 2lpm


4) Kepala : LK sebelum sakit : 44,5 cm
LK saat ini : 61 cm
5) Mata : Tidak simetris kiri kanan, tidak ada
sekresi, tidak ada edema, konjungtiva
anemis, sklera ikterik

6) Hidung : Bersih, tidak ada secret, tidak ada polip.

7) Mulut dan : Mulut bersih, tidak ada edema, tidak ada


tenggorokan peradangan, tidak ada kesulitan menelan.

: Bentuk normal, bersih, pendengaran


8) Telinga baik, tidak ada edema, tidak ada sekresi.

9) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah


bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran JVP.

10) Thorak : Inspeksi: bentuk dada simetris, tidak ada


pembengkakan.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: sonor.
Auskultasi: vesikuler, tidak ada bunyi
napas tambahan. BJ I dan BJ II normal,
irama jantung teratur.

11) Abdomen : Inspeksi: normal, tidak ada asites, tidak


ada lesi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: timpani.
Auskultasi: bising usus terdengar 22x/
menit.

12) Sirkulasi : Tidak ada sianosis, pucat, CRT <2 detik,


akral teraba hangat.

13) Gastrointestinal : Mulut: mukosa lembab, tidak ada


stomatitis, tidak ada perdarahan gusi.
Mual: tidak ada, Muntah: tidak ada

14) Eliminasi : BAK spontan 2x/ hari dengan


konsistensi warna kekuningan dan berbau
khas. BAB Frekuensi 1x/ hari
karakteristik lunak

15) Integumen : Warna kulit pucat, luka ada

16) Muskuloskletal : Tidak ada kelainan tulang.

17) Genitalia : Tidak ada kelainan

18) Ektremitas : Klien ada masalah pada ekstremitas.


Klien tidak mampu menggenggam,
mendorong, dan mengambil barang
dengan tepat.

19) Skrining nyeri : Tidak ada nyeri.

5. Pengkajian kebutuhan dasar


 Pola Nutrisi
1. Makanan yang disukai : Keluarga pasien mengatakan,
pasien menyukai semua jenis makanan
2. Makanan yang tidak disukai : Tidak Ada
3. Nafsu makan : keluarga mengatakan nafsu makan pasien
selama sehat baik
4. Pola makan : 3x/hari
5. Makanan yang diberikan saat ini : Susu
 Pola Tidur
1. Pola tidur : siang 1 jam/hari, Malam
8 jam/hari
2. Kebiasaan sebelum tidur : dibacakan
cerita
 Kebersihan Diri
1. Pola kebersihan diri
Mandi : 2x/hari
Gosok Gigi : 2x/hari
2. Kebersihan kuku
Kuku : bersih
5. Pengkajian Tumbuh Kembang

Riwayat imunisasi
No Jenis Imunisasi Waktu Frekuen Reaksi
. Pemberi si setelah
an pemberi
an
1. BCG 1 bulan I Tidak
ada
2. Hepatitis 2 bulan I Tidak
ada
3. DPT (I,II,III) I,II,III, I Tidak
4 bulan ada
4. Polio (I,II,III,IV) IV, 5 I Tidak
bulan ada
5. Campak 6 bulan I Tidak
ada

Pengkajian lingkungan
 Tampakan umum : halaman, jalan, pekarangan, tanaman
 Bahaya lingkungan : polusi udara, sampah, area bermain yang berbahaya
 Setressor lingkungan : kegaduhan, kemacetan

Sosial ekonomi
 Pekerjaan
- Ayah : Petani
- Ibu : Ibu rumah tangga
 Sumber penghasilan
- Ayah : 1jt 500/bulan
- Ibu : Tidak ada

Skrining Nutrisi
NO Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah pasien memiliki status n o
utrisi kurang atau buruk secara k
linis(anak sangat kurus, mata ce
kung, wajah tampak tua, edema,
rambut tipis dan jarang, otot len
gan dan paha tipis, perut kempe
s, bokong tipis dan kisut)

2. Apakah terdapat salah satu dari 0


kondisi berikut?
 Diare profuse (≥
5x/hari) dan atau
muntah (3x/hari)
 Asupan makan
berkurang selama 1
minggu terakhir
3. Apakah terdapat penyakit dasar 1
atau keaadaan yang mengakibat
kan pasien beresiko malnutrisi?
4. Apakah terdapat penurunan bera 1
t badan selama 1 bulan terakhir
atau untuk bayi < 1 tahun berat
badan tidak naik selama 3 bulan
terakhir ?
Total skor 2
Rekomendasi dari gizi : jeruk
dan minyak ikan

6. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium

No. Pemeriksaan Hasil Nilai normal

1 Hemoglblin 10.1 (9.6-15.6)

2 leukosit 13.01 (5.5-17.5)

3 Eritrosit 4.15 (3.40-5.20)

4 trombosit 714 (150-450)

5 Hematokrit 29 (34.0-48.0)

6 Retikulosit 5.68 (0.5-1.5)

7 limfosit 47 (1-4)

8 Kalsium 8.8 (8.1-10.4)

9 Natrium 125 (136-145)

10 Kalium 3.1 (3.5-5.1)

11 Klorid 88 (97-111)

7. Terapi
1. Ranitidin 2x3,5 mg
2. Cefotaxime 2x175 mg
3. Amikasin 2x28mg
4. Gentamicin 3x200mg
5. Paracetamol, dosisnya 10 mg
Analisa Data Masalah Etiologi

Ds : Bersihan jal Tidak mampu


an nafas tidak batuk
 Ibu An.D me
efektif
ngatakan terk
adang nafasn
ya cepat/sesa
k
 ibu An.D men
gatakan mulu
r anaknya dip
enuhi lendir
Do :

 Mulut An.D
tampak ada lender
 Nafas dibantu O2
nasal 2 lpm
 HR: 126x/i
 RR: 30x/i
 TD: 145/65mmHg
 SpO2: 98%
Ds : Resiko perfu Hipertensi
si serebral tid
 Ibu An.D me
ak efektif
ngatakan bad
an anaknya te
gang
 Ibu An.D me
ngatakan ana
knya sering k
ejang
Do :

 An.D tampak
spastik otot
 GCS: 9
 Ku: sedang
Ds : Resiko infek Efek prosedur i
si nfasif
 Ibu An.D me
ngatakan ana
k demam hila
ng timbul
 Ibu An.D me
ngatakan ana
k sering mena
ngis
 Ibu an.D men
gatakan anak
perna kejang
Do :

 An.D tampak
lemah
 An.D tampak
pucat
 An.D tampak
gelisah
 S:37,6’C

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d tidak mampu batuk


2. Resiko perfisi cerebral tidak efektif b.d hipertensi
3. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif

INTERVENSI KEPERAWATAN

N D SLKI SIKI
o x
Ke
p

1 B Bersihan jalan n Manajemen jalan


ers afas nafas
iha
n j Kriteria hasil: Observasi:
ala
 Reproduksi sput  Monitor pola naf
n
um menuru as
na
 Mekonium men  Monitor bunyi na
fas
urun fas tambahan
tid
 Dipsnea menuru  Monitor sputum
ak
n Terapeutik:
efe
 Gelisah menuru
kti  Posisikan fowler/s
n
f emi fowler
 RR membaik
B.  Berikan air hangat
 Pola nafas mem
D  Lakukan suction k
baik
tid urang 15 detik

ak  Lakukan hiperoksi

ma genasi

m  Berikan O2

pu Edukasi:

bat  Anjurkan asupan c


uk airan 2L/hari
Kolaborasi:

 Pemberian bronko
dilator, jika perlu

2 R Perfisi serebral Pemantauan teka


esi nan intracranial
Kriteria hasil:
ko
Observasi:
pe  Tingkat kesadara

rfu n meningkat  Identifikasi peny

si  Tik Menurun ebab TIK

ser  Gelisah menrun  Monitir peningka

eb  TD membaik tan TD

ral  Kesadaran memb  Monitor pelebara

tid aik n tekanan nadi

ak  Monitor penurun

efe an frekuensi jamt

kti
f umh
B.  Monitor irreguler
D itas nafas
hi  Monitor tingkat
pe kesadaran
rte  Monitor tekanan
nsi perfusi serebral
Terapeutik:

 Ambil sampel drai


nase CRS
 Pertahankan sterili
sasi system peman
tauan
 Pertahankan posisi
kepala dan leher
 Atur interval pema
ntauan
Edukasi:

 Jelaskan tujuan da
n prosedur pemant
auan
 Informasikan hasil
pemantauan jika p
erlu

3 R Status imun Kontrol infeksi


esi
Kriteria hasil: Observasi:
ko
inf  Menunjukan peril  Monitor tanda da

ek aku hidup sehat n gejala infeksi, l

si  Suhu tubuh mem okasi dan sistemi

B. baik k

D  Jumlah sel darah Terapeutik:

pr putih membaik
 Batasi jumlah pe
os  Klien bebas dari t
ngunjung
ed anda infeksi
 Berikan perawata
ur  Pasien mampu m n kulit pada daer
inf engidentifikasi tin ah edema
asi dakan gejala infe  Cuci tangan sebe
f ksi lum dan sesudah
kontsk dengsn pa
sien dan lingkun
gan pasien
 Pertahankan tekn
ik aseptic
Edukasi:

 Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
 Mengajarkan cara
mencuci tangan de
ngan benar
 Anjurkan meningk
atkan asupan nutri
si
Kolaborasi:

 Kolaborasi pembe
rian imunisasi jika
perlu

CATATAN PERKEMBANGAN

Har Implementasi evaluas


o i dan i
Dx Tang
gal

27 m  Memonitor pola nafas S: ibu


ei 20  Memonitor bunyi nafas tambahan An. D M
22  Memonitor sputum engataka
n lender
10.0  Memposisikan fowler/semi fowler pada mu
0  Memberikan air hangat lut anak
 Melakukan suction kurang 15 detik sudah be
 BMemberikan O2 rkurang

O: - Le
ndir tam
pak berk
urang

-terpas
ang O2
2 lpm

- RR :
30x/i

A: mas
alah bers
ihan jala
n napas t
idak efe
ktif terat
asi seba
gian

P: inter
vensi dil
anjutkan

28 m  Mengidentifikasi penyebab TIK S: ibu


ei 20  Memonitor peningkatan TD An.D m
22  Memonitor pelebaran tekanan nadi engataka
 Memonitor penurunan frekuensi ja n An.D
12.0
mtumh masih ka
0
ku

O: - Gc
s 10

-suhu :
37,2 C

-TD : 1
30/65

-RR :2
6x/i

A : ma
salah bel
u teratas
i

P: inter
vensi dil
anjutkan

29 m  Memonitor tanda dan gejala infeks S: ibu


ei 20 i, lokasi dan sistemik mengata
22  Membatasi jumlah pengunjung kan anak
 Memberikan perawatan kulit pada tidak de
13.0
daerah edema mam
0
 Mencuci tangan sebelum dan sesud
O: An.
ah kontsk dengsn pasien dan lingku
D tidak
ngan pasien
demam
 Mempertahankan teknik aseptic
- Suhu 36,8
A: masala
h teratasi s
ebagian

P: interven
si dilanjutk
an
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam seminar kasus dengan kasus Hidrosefalus menggunakan data pengkajian awal terhada
p asuhan keperawatan pada An,D diruang akut. Dimana diruangan akut kasus Hidrosefalus di
temukan sebanyak 1 pasien kasus Hidrosefalus daritahun 2018 sampai tahun 2021. Pada pem
bahasan kasus ini telah dilakukan asuhan keperawatan pada By.D penderita Hidrosefalus sela
ma 1 x dalam 24 jam dengan didapatkan 4 diagnosa keperawatan.

1. Bersihan jalan napas tidak efektif

Diagnosa ini muncul karena pola nafas terganggu seperti nafas lambat
(bradipnea). Menurut (Herdman&Kamitsuru,2015). Pada saat pengkajian tanggal
27 di dapatkan data sebagai berikut:

DO:
Mulut an. D ada lendir
Napas dibantu nasal O2 2lpm
TD: 145/65
RR: 30x/i
HR: 126x/i

2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral


Diagnosa ini muncul karena adanya penumpukan CSS yang secara aktif
dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang subarachnoid yang
dapat menyebabkan dilatasi system ventrike lotak.Hidrosefalu s adalah kelainan p
atologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau
pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran v
entrikel. Pelebaran ventrikulerini akibat ketidak seimbangan antara produksi dan a
bsorbs cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat
penyakit atau kerusakan otak. Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan keluhan
sebagai berikut:
DO:
Kepala anak tampakbesar
Anak tampaklemah
Tampakkelemahandisemuaekremitas

3. Resiko infeksi
Diagnosa ini muncul di karenakan infeksi dapat timbul perlekatan
meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid.Pelebaran
ventrikel dapat terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
pirulen diaque duktussy lviinatau system basalis. Pada saat pengkajian didapatkan
:
DO:
Turgorkulit anakKurangbagus
Mukosabibirtampakkering
Terpasang o2 terpasangIUFD10+Ca7,9cc/jam, Aminoficin4,7cc/jam.
Mendapatkan terapi Antibiotik
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An,D dengan Hi
drosefalus di ruang rawat inap dapat disimpulkan :
1. Pengkajian asuhan keperawatan pada An,D dengan Hidrosefalus di ruang
Rawat Inap Akut RSUP Dr M djamil Padang2022 dapat dilakukan dengan baik
dan tidak mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data.
2. Pada diagnosa asuhan keperawatan pada An,D dengan Hidrosefalus di Ruang
Rawat Inap Akut RSUP Dr M djamil Padang2022 dapat dirumuskan 3 diagnos
a utama pada tinjauan kasus.
3. Pada perencanaan asuhan keperawatan pada An,D dengan Hidrosefalus di ruan
g Rawat Inap Akut RSUP Dr M djamil Padang2022 semua perencanaan dapat
diterapkan pada tinjauan kasus.
.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas w
awasan mengenai klien dengan Hidrosefalus karena dengan adanya pengetahua
n dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam
masyarakat dan memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat mengenai
Hidrosefalus, dan fakor –faktor pencetusnya serta bagaimana pencegahan untu
k kasus tersebut.
2. Bagi Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan mempertahankan hub
ungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan klien yang ditujukan untuk meningkat
kan mutu asuhan keperawatan yang optimal. Dan adapun untuk klien yang telah meng
alami kasus Hidrosefalus maka harus segera dilakukan perawatan, agar tidak terjadi k
omplikasi dari penyakit Hidrosefalus.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi kasus agar dap
at menerapkan asuhan keperawatan pada kliendengan Hidrosefalus secara komprehen
sif.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M, et al, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi kee
nam. Indonesia : CV. Mocomedia
Corwin,. J. Elizabeth. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Re
publik Indonesia. http://www.depkes.go.id/
Djojoningrat, D., 2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dal
am, Jilid I, Edisi 5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifik
asi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC
Moorhead, S, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran O
utcomes Kesehatan. Edisi kelima. Indonesia : CV. Mocomedia
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Si
stem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Pene
rbit Buku Kedokteran EGC
Dewi.Lia.2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: SAlemba Medika
Lynda Juall Carpenito, ( 2010) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, Jakarta
: EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi, Jilid
1, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Muttaqin, arief. 2008, ‘’Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Per
syarafan hal 396 399”.Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat A, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Imu Keperawatan Anak II. Jakarta: Sale
mba Medika.

Anda mungkin juga menyukai