Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN

dengan DIAGNOSA MEDIS

“HIDROCEFALUS”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Sehat & Sakit Akut

Dosen Pembimbing: Sri Sumarni, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh kelompok 9:

1. Nur Aswina Febriyanti


2. Ida Rohmaningsih
3. Febri Alfionita

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
MADURA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat TuhanYang Maha Esa yang telah memberikan
kita limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah Keperawatan Anak Sehat & Sakit Akut
ini dengan judul “HIDROSEFALUS”
Makalah ini merupakan tugas yang diberikan dosen mata kuliah
Keperawatan Anak Sehat & Sakit Akut yaitu Ibu Sri Sumarni, S.Kep., Ns.,
M.Kes untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Kami juga tak lupa
mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Disusun agar para mahasiswa bisa
memahami tentang “Hidrosefalus” dalam makalah ini. Kami menyadari masih
banyak terdapat kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, mohon kiranya
kritik dan saranya bersifat membangun dari pembimbing dan pembaca guna
untuk kesempurnaan pada pembuatan makalah selanjutnya.

Sumenep, 12 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada system saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu
masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga
50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi
dua, prenatal dan postnatal. Secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi
karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi
liquor yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi
intrakranial. Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan
diagnosis di masa prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI
pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini sebaiknya dilakukan secepat
mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan tindakan operasi
shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh
berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi
dan tingkat keparahan, serta respon pasien terhadap terapi.
Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih
tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salahsatunya adalah infeksi
pasca operasi. Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil
akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat
dari kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka
panjang dari hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya
onset dan keadaan yang menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat
penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini
sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapar direncanakan dan
dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada diagnose medis
hidrosefalus?
1.3. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sehat & Sakit
Akut
2. Untuk mengetahui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada
diagnose medis hidrosefalus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Hidrosefalus
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang
berarti air, dan cephalus yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus
dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun
penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan
serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan
sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis karena dadanya tekanan intracranial
yang meningkat. Hidrosefalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat
gangguan aliran cairan di otak (cairan serebrospinal). Penyakit ini juga
dapat ditandai dengan dilatasi ventrikel serebra, biasanya terjadi terhadap
obstruksi jalur cairan serebrospinal, dan disertai oleh penimbunan cairan
serebrospinal di dalam cranium, tipikal, ditandai dengan kepala,
menonjolnya dahi, atrofi otak, deteriora mental, dan kejang kejang.
2. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebro-spinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan
CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya
(Allan H. Ropper,2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak
dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak (Allan
H. Ropper, 2005:360)
1. Kelainan bawaan (kongenital).
a) Stenosis akuaduktus sylvii
b) Spina bifida dan kranium bifida
c) Sindrom Dandy-Walker
d) Kista araknoid dan anomaly pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara
patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi
adalah toxoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus
Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma yang berasal
dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
4. Pendarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah
basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi
dari darah itu sendiri.
3. Manifestasi Klinis
Tanda klinis hydrocephalus bervariasi dan tergantung pada banyak
faktor, termasuk usia munculnya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi,
dan lama serta kecepatan munculnya tekanan intrakranium. Iritabilitas,
lesu, nafsu makan buruk, dan muntah adalah lazim pada bayi dan anak
yang menderita hidrosefalus.
Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda
yang paling menonjol. Fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan
vena kulit kepala dilatasi. Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah
karena pergeseran pelebaran ceruk suprapineal pada tektum menimbulkan
tanda mata “sunset phenomenom” atau matahari terbenam.
Pada anak, sutura cranialis sebagian tertutup sehingga tanda
hidrosefalus menjadi lebih tidak kentara. Nyeri kepala merupakan gejala
yang menonjol. Perubahan secara bertahap dalam kepribadian dan
kemunduran dalam produktivitas akademik menunjukkan adanya bentuk
hidrosefalus progresif lambat. Perkusi tengkorak dapat menimbulkan tanda
“cracked-pot sign” atau tanda Macewen, yang menunjukkan adanya
pelebaran sutura.
4. Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam
sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus
koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total
cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis
lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan
pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak.
Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen
monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus
sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi,
hingga akhirnya ke ruang subarakhnoiddan kanalis spinalis. Secara
teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
a) Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan
penyebab paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir
semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor
pleksuskoroid (papiloma atau karsinoma), namun ada
pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin
A.
b) Gangguan aliran likuor yang merupakan awal
kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi ini merupakan
akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan
serebrospinalis gayang dapat terjadi di ventrikel
maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a.
Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran
likuor, misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan
malformasi Arnold Chiari. b. Lesi massa yang
menyebabkan kompresi intrinsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor
para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom. c. Proses
inflamasi dan gangguan lainnya seperti
mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal,
fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
c) Gangguan penyerapan cairan serebrospinal Suatu
kondisi seperti sindrom vena cava dan trombosis sinus
dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal.
Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal
atau pseudotumor serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan


dalam beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan
adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan
adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara
sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan
hidrosefalus non- komunikans yaitu suatu keadaan dimana terdapat blok
dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid.
Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana
aliran likuor mengalamiobstruksi. Terdapat pula beberapa klasifikasi lain
yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari),
subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian
hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan
hidrosefalus asimtomatik.

5. Penatalaksanaan
1. Terapi sementara
Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi
cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari) dan
hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu
yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik.
Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi
dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventricular
posthemoragik pada anak. Pada pasien yang berpotensi mengalami
hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan kateter
ventricular atau yang lebih dikenal dengan drainase likuor
eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukanpasca drainase
ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya
infeksi. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan
pungsi ventrikel yang dapat dilakukan berulang kali.
2. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat
saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumber) dengan kavitas
drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi
operasi ini dibai menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak
>11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak
intelektual bahkan menyebabkan kematian.
3. Endoscopic third ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering
digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi
hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis
akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi
Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold
Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel,
tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan
pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV
menurun pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca
infeksi. Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang
tepat, serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca
operasiyang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:
 Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala,
adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah
menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya
gambaran kenaikan tekanan intracranial.
 Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah
pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai
lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar
1-2 cm.
 Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika
penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-
garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam
kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran
kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum
penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan
terjadi secara menyeluruh.
 Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau
kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui
fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras
mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar
karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras
dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas
CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
 Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.
Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel
yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG
pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di
dalam menentukan keadaan system ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi system
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT
Scan.
 CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan
adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III.
Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns
pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans
gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.
 MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis
dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet
untuk membuat bayangan struktur tubuh.
6. Asuhan keperawatan pada diagnosa medis Hidrosefalus (teoritis)
BAB III

STUDI KASUS
BAB IV

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
7. Pathway Hidrosefalus

Infeksi

Radang jaringan Hidrosefalus Neoplasma


Radang jaringan

Obstruksi tempat
pembentukan/penyerapan LCS

Peningkatan jumlah
cairan serebrospinal

Pembesaran Tindakan
Peningkatan TIK
relatif kepala pembedahan

Kesulitan Penekanan pada


Terpasang shunt
bergerak saraf optikus

Adanya port de entry


Penekanan total Papilledema
dan benda asing
masuk

Gangguan Disfungsi
integritas kulit persepsi visual Risiko infeksi
spasial

Gangguan Respon
persepsi sensori inflamasi

Otot semakin tertekan Kerusakan fungsi Hipetermi


kognitif

Hipotalamus semakin
tertekan Defisit perawatan diri

Anda mungkin juga menyukai