Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu


hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin
meningkat pula yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab suatu penyakit, yang
mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang
dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini
secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan
hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang
sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam


ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi
yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa
terjadi pada orang dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih
jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi
ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat
dikompensasi dengan melebarnya tulang- tulang tengkorak. Sedang pada orang
dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan


50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kira-
kira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan
distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap hidup
akan menjadi masalah pediatri sosial.         

Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada


anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan

1
kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital
dan resiko terjadi dekubitus.
Mahasiswa keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan
menanggulangi masalah hidrosefalus dengan student center learning berupa
pembuatan makalah dan diskusi antar teman di kelas.

1.2.Rumusan masalah

1.Apa yang dimaksud dengan hidrochefalus?

2.Apa etiologi dari hidrochefalus?

3.Apa patofisiologi dari hidrochefalus?

4.Apa tanda dan gejala dari hidrochefalus?

5.Apa manifestasi klinik dari hidrochefalus?

6.Apa saja klasifikasi dari hidrochefalus?

7.Apa saja komplikasi dari hidrochefalus?

8.Apa saja pemeriksaan diagnostik dari hidrochefalus?

9.Apa saja penatalaksanaan dari hidrochefalus?

10.Apa asuhan keperawatan dari hidrochefalus?

1.3.Tujuan Penulisan

1.Untuk mengetahui tentang pengertian hidrochefalus

2.Untuk mengetahui tentang etiologi dari hidrochefalus

3.Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari hidrochefalus

4.Untuk mengetahui tentang tanda dan gejala dari hidrochefalus

5.Untuk mengetahui tentang manifestasi klinik hidrochefalus

2
6.Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari hidrochefalus

7.Untuk mengetahui tentang komplikasi dari hidrochefalus

8.Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik hidrochefalus

9.Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan hidrochefalus

10.Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari hidrochefalus

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Hidrochefalus

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"


yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering
dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan
cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS. Harus di bedakan dengan pengumpulan cairan lokal tanpa
tekanan intrakranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran
ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah
terjadinya atrofi otak ( Ngastiyah, 1997).
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinalis secara
berlebihan di dalam rongga ventrikulus otak, paling sering terjadi pada neonatus.
Keadaan ini juga dapat ditemukan pada dewasa sebagai akibat cedera atau
penyakit. Pasda bayi, hidrosefalus membuat kepala membesar dan pada bayi
maupun dewasa, kompresi yang ditimbulkan dapat merusak jaringan otak (Mayer,
2003).
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang
tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem
Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008). 
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai
akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

4
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang dapat
mengakibatkan gangguan dari cairan serebrospinal yang berubah menjadi banyak,
disebabkan oleh karena obstruksi aliran cairan serebrospinal, gangguan produksi
dan atau produksi cairan serebrospinal yang berlebihan (Aziz, 2006)
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan diruang yang secara normal terdapat
dalam otak, hidrosefalus terjadi apabila produksi cairan otak tidak seimbang
dengan penyerapannya sehingga cairan otak terbendung, sistem ventrikel akan
melebar, dan tekanan dalam rongga kepala akan meningkat (Arif, 2000) 

Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga


pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan
dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu

2. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya
yaitu penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak
dimana pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan
otak sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian
tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan
hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.

2.2.Etiologi Hidrochefalus

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam


ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi (Cristine Brooker : The Nurse’s Pocket Dictionary).

5
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke
dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat
dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS)
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan
CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
1.Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%).
Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal,
yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir
atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2.Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom
Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan
cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
3.Sindrom Dandy-Walker

6
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV,
yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fosa pascaerior.

4. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.

5. Anomali Pembuluh Darah


Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma
arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni sinus
transverses dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi/buntu ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak
terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa

7
minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3) Neoplasma (tumor)
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan
apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan
mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

2.3.Patofisiologi Hidrohefalus

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi


(meningitis, pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis
aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system
ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal.
White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan
dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup

8
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran
pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal
blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP
sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi
dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas
normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkan kematian.

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal


yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.

2.4.Tanda Dan Gejala

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama


kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi
ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak
agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta
rapuh.

Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang


terpisah pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran

9
pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.

Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada
tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian,
jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

2.5.Manifestasi Klinik

Pada bayi terdapat tanda dan gejala yang biasanya ditemukan mencakup :
1. Pembesaran kepala yang tidak proporsional dengan pertumbuhan bayi (tanda
khas yang paling sering ditemukan ) akibat peningkatan volume cairan
serebrospinalis.
2. Distensi vena-vena kulit kepala akibat peningkatan tekanan cairan
serebrospinalis.
3. Kulit kepala yang tampak tipis, mengkilat dan rapuh akibat peningkatan
tekanan cairan serebrospinalis.
4. Otot-otot leher yang tidak berkembang akibat peningkatan berat badan.
5. Depresi atap orbita (atap orbita tertekan) disertai pergeseran bola mata ke
bawah dan sklera yang menonjol sebagai akibat peningkatan tekanan.
6. Tangisan yang melengking dan bernada tinggi, iritabilitas (rewel), serta tonus
otot yang abnormal sebagai akibat kompresi saraf.
7. Muntah proyektil (muntah menyembur) akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
8. Pelebaran tengkorak untuk mengakomodasi peningkatan tekanan.

Pada dewasa dan anak yang sudah besar, tanda- tanda yang menunjukkan
hidrosefalus meliputi :

1. Penurunan tingkat kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial.


2. Ataksia akibat kompresi pada daerah-daerah motorik.
3. Inkontinensia (ketidakmampuan spinter untuk menahan urine)

10
4. Gangguan intelektual.

(Menurut Endang, 2011)

Bayi:
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
1. Kepala makin membesar
2. Veba-vena kepala prominen
3. Ubun-ubun melebar dan tegang
4. Sutura melebar
5. Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah
semangka pada perkusi kepala
6. Perkembangan motorik terlambat
7. Perkembangan mental terlambat
8. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
9. Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
10. Nistagmus horisontal
11. Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan
penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris
seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.

Anak:
1. Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial
2. Muntah proyektil
3. Nyeri kepala
4. Kejang
5. Kesadaran menurun
6. Papiledema
7. Pada dewasa gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala.
Sementara itu gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi
pada 1/3 kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada

11
umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan/atau
adanya paralisis n.abdusens.

2.6.Klasifikasi Hidrochefalus

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,


berdasarkan;

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest ( overt hydrocephalus )


dan hidrsefalus tersembunyi ( occult hydrocephalus )
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus


eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi
pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik
dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,
2005)

2.7.Komplikasi Hidrochefalus

Komplikasi hidrosefalus menurut Mayer, 2003 :


1. Retardasi mental
2. Gangguan fungsi motorik
3. Kehilangan penglihatan
4. Herniasi otak
5. Kematian akibat peningkatan tekanan intrakranial

12
6. Infeksi
7. Malnutrisi
8. Infeksi pada shunt (sesudah pembedahan)
9. Septikemia (sesudah pemasangan shunt)
10. Ileus paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasangan
shunt)

2.8.Pemeriksaan Diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil


pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu;

1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya


pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.

2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini


dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar


kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis

13
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya


pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel
lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi


ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan

14
7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan


menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

2.9.Penatalaksanaan Hidrochefalus

Menurut Mayer, 2003 :


Satu-satunya penanganan pada hidrosefalus adalah dengan koreksi melalui
pembedahan melalui pemasangan :
1. Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt)
Untuk mengangkut cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel
lateralis ke dalam kavum peritoneal.
2. Venriculoatrial shunt (pemasangan alat ini lebih jarang dilakukan )
Untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari dari ventrikulus lateralis otak
ke dalam atrium kanan jantung agar cairan tersebut dapat mengalir sendiri ke
dalam peredaran darah vena.
Perawatan supportif juga harus dilakukan pada kasus ini.

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live


sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan
dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)

15
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
4. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
5. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu
selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah
perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di
kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit
hingga tidak terlihat dari luar.
6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978)
mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan
sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
7. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.

Terapi

Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :

a) Mengurangi produksi CSS

b)Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi

c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

16
1) Penanganan sementara

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi


hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.

2) Penanganan alternatif ( selain shunting )

Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,


reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar
ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.

3) Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )

Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran
dan fungsi alat shunt yang dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian

2.10.Asuhan Keperawatan Hidrochefalus

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah
apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
a) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir

17
c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah,
penurunan nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol
dan mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan
ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat
melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

3. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :

kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala


dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked-
Pot ( tanda macewe),Mata melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah
terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran,
opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi dengan malformasi
Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor,
kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.

b) Masa Kanak-Kanak

Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah


terstimulasi , Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.

18
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis
yang abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta
erosi tulang intra cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat
terlihat di dalam system ventrikular atau sub – arakhnoid.

5. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

6. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahua

B. Diagnosa KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal
2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan
kebutuhan metabolism.

19
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan
intra karnial
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang
informasi dalam keadaan krisis.
6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan
penekanan
7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal.

Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam


klien tidak mengalami peningkatan TIK.

Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

1. Intervensi
a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status


neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan.

b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam

R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan


baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan
dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local
vaskularisasi darah serebral. Adanya peningkatan tekanan darah,

20
bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK.

c. Evaluasi pupil

R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan
tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.

d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan


mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.

e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan


sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala

R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan


pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat
drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK

f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya


prosedur.

R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsangan komulatif.

g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase


punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana
atau pembicaraan yang tidak gaduh.

R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat


mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahan TIK yang rendah.

h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.

21
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.

i. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam
thorak dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan TIK.

j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.

R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan Tik

k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb


drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.

R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik

l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab
akibat TIK meningkat.

R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien


dan m engurangi kecemasan

2. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya


tekanan intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis,


gelisah, kepala membesar

Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan


nyeri kepala klien hilang.

22
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang
(skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal
dan RR normal.

1. Intervensi :
a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang
sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak
nyeri, 5 = nyeri sekali)

R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada


anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani
dengan baik.

R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak


untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha
menangani nyerinya dengan baik.

c. Pantau dan catat TTV.

R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.

d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila
mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan
kepercayaan.

R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak


harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan
kepercayaan anak.

e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng


menggunakan boneka, nafas dalam, dll.

R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa
nyeri yang dirasakan.

23
3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan
kebutuhan metabolisme.

Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan

Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat
awal, tidak adanya mual-muntah.

1. Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah
mengunyah makanan.

R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
meninbulkan mual.

b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi


perasaan tegang pada lambung.

R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban
saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami
gangguan akibat hidrocefalus.

c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan


pada saat individu ingin makan.

R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.

d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.

R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih
untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan
nutrient

e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang


realistis dan adekuat.

24
R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai
indikasi dan kebutuhan kalorinya

f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse


dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

4. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra
karnial.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.

1. Intervensi:
Observasi TTV
a. Kaji data dasar neurologi
b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi
pembedahan
c. Tentukan posisi anak :
 tempatkan pada posisi terlentang
 tinggikan kepala
d. Hindari penggunaan obat – obat penenang

5. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan


penekanan dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik

1. Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
b. Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ).
c. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda
kemerahan atau pembengkakan.
6. DX6: Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang
informasi dalam keadaan krisis.

25
Tujuan : keluarga klien akan menerima support dengan adekuat

1. Intervensi :
a. Jelaskan tentang penyakit tindakan dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk
mengekspresikan perasaan.
c. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak.

D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan


pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :

Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:

a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi


b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

E. EVALUASI

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil


mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing
diagnosa keperawatan sehingga :

• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)


• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian
ulang & intervensi dirubah).

26
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS.

Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif


pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi
oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang –
ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus
pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :

1. Hidrochepalus komunikan
2. Hidrochepalus non-komunikan
3. Hidrochepalus bertekanan normal

Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti


dan kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-
masing rumah sakit.

3.2.Saran

Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus


yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka
tindakan terapeutik semacan ini perlu.

Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,


sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak
referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ethel, Sloane. 1994. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
Ngastiyah, 1997. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Mayer, Brena. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC
Zulkarnain. 2011. Asuhan keperawatan hidrosefalus. http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Hidrosefalus.html . Diakses pada tanggal 15 Oktober 2012 pada
pukul 15:16
Rizki. 2012. Asuhan keperawatan hidrosefalus.
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/09/asuhan-
keperawatan-hidrosefalus.html . Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012
pada pukul 8:13
Yudi. 2012. Asuhan keperawatan hidrosefalus.
http://yuudi.blogspot.com/2012/06/askep-hidrosefalus.html. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2012 pada pukul 8:13

Endang. 2012. Hidrosefalus (um). .http://bedahmataram.org/index.php?


option=com_content&view=article&id=140:hidrosefalus-um-
heading&catid=36:laporan-kasus-bedah-umum&Itemid=76. Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2012 pada pukul 20:27 WIB

28

Anda mungkin juga menyukai