Anda di halaman 1dari 17

HYDROSEFALUS

A. KONSEP DASAR HIDROSEPALUS


1. Pengertian
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal
dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di
dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan
tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

Hidrosefalus adalah penumpukan cairan pada rongga otak atau yang disebut dengan
ventrikel. yang mengakibatkan ventrikel-ventrikel di dalamnya membesar dan
menekan organ tersebut. Cairan ini akan terus bertambah sehingga ventrikel di
dalam otak membesar dan menekan struktur dan jaringan otak di sekitarnya. Jika
tidak segera ditangani, tekanan ini dapat merusak jaringan dan melemahkan fungsi
otak.

Hidrosefalus dapat diderita oleh segala usia, namun kasus ini sebagian besar terjadi
pada bayi dan lansia. Berdasarkan gejalanya, penyakit hidrosefalus dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
- Hidrosefalus kongenital atau bawaan. Kondisi ini terjadi sejak bayi baru
dilahirkan. Bayi yang mengalami hidrosefalus bawaan, kepalanya akan terlihat
sangat besar. Ubun-ubun atau fontanel mereka akan tampak menggelembung
dan menegang. Dikarenakan kulit kepala bayi masih tipis, maka
penggelembungan tersebut membuat urat-urat kepala menjadi terlihat dengan
jelas. Bayi-bayi dengan hidrosefalus, memiliki mata yang terlihat seperti
memandang ke bawah dan otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan mengalami
kejang. Gejala-gejala hidrosefalus bawaan lainnya adalah mudah mengantuk,
mual, rewel, dan susah makan.
- Hidrosefalus yang didapat atau acquired. Kondisi ini diderita oleh anak-anak
dan orang dewasa. Selain penderita akan mengalami mual dan nyeri leher, nyeri
kepala juga akan muncul. Nyeri kepala ini biasanya sangat terasa di pagi hari,
setelah bangun tidur. Gejala lain dari hidrosefalus tipe ini adalah mengantuk,
penglihatan buram, bingung, sulit menahan kemih atau menahan buang air
besar, dan sulit berjalan. Jika tidak segera diobati, kondisi ini dapat
menyebabkan koma, bahkan kematian.
- Hidrosefalus dengan tekanan normal. Kondisi ini umumnya dialami oleh
lansia (di atas 60 tahun). Penderita akan kesulitan menggerakkan kaki, sehingga
beberapa dari mereka terpaksa menyeret kaki agar dapat berjalan. Gejala
lainnya adalah kacaunya kendali kemih yang ditandai dengan sulit menahan
buang air kecil atau sering merasa ingin buang air kecil. Selain fisik,
hidrosefalus tekanan normal juga berdampak kepada kemampuan berpikir
penderita. Mereka akan sulit mencerna informasi dan lambat dalam menanggapi
situasi atau pertanyaan. SUMBER

2. ETIOLOGI
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus
otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang
membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta
nutrisi(Cristine Brooker:The Nurses Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam
sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui
kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem
internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml,
anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur
kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono,
2005).

Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS)
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan
terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
- Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada
hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan
saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari
biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
- Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan
sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan
medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi
obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi
pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis
terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama
terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila
tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan
mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan
kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri

3. PATOFISIOLOGI
Dua mekanisme pembentukan CSS adalah sekresi oleh pleksus koroid dan rabas
menyerupai cairan limfatik yang berasal dari cairan ekstraseluler otak. Cairan
serebrospinal bersirkulasi melalui seluruh sistem ventrikel, kemudian diabsorpsi
dalam rongga subaraknoid dengan mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami.
Diagnosis pranatal jelas memberikan dampak terhadap prevalensi kelahiran
hidrosefalus pada saat ini. Kemajuan teknologi dalam pemeriksaan MRI dan CT
scan telah menghasilkan informasi yang sangat berharga tentang patofisiologi
berbagai penyakit. Hidrosefalus disebabkan oleh berbagai keadaan; hidroselafuls
dapat merupakan penyakit kongenital (gangguan perkembangan janin dalam uterus
atau infeksi intrauteri), atau didapat (neoplasma, perdarahan, atau infeksi).

Hidrosefalus merupakan gejala kelainan otak yang mendasar yang dapat


mengakibatkan (1) gangguang absorpsi CSS dalam ruang subaraknoid (masih
adahubungan antarventrikel; hidrosefalus komunikans, atau (2) obstruksi aliran
CSS dalam ventrikulus (tidak ada hubungan antarventrikel; hidrosefalus
nonkomunikans). Setiap gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi
CSS menyebabkan peningkatan akumulasi CSS dalam ventrikel yang kemudian
mengalami dilatasi dan menekan substrasi otak ke tulang kranial yang keras
disekitarnya. Jika terjadi sebelum penyatuan sutura kranial, peristiwa ini akan
menimbulkan pembesaran tengkorak seain dilatasi ventrikel. Pada anak-anak yang
berusia dibawah 10-12 tahun, garis sutura yang sebelumnya telah menutup,
terutama sutura sagital, dapat mengalami proses diastatik atau terbuka kembali
(Wong, 2009).

Sebagian besar kasus hidrosefalus non komunikans terjadi karena malformasi pada
saat perkembangan janin. Walaupun biasanya telah terlihat pada awal usia bayi,
defek tersebut dapat muncul seiap saat mulai dari periode pranatal sampai akhir
masa kanak-kanak atau awal usia dewasa. Penyebab lainnya antara lain neoplasma,
infeksi, dan trauma. Obstruksi pada aliran yang normal dapat terjadi di setiap titik
alur CSS sehingga menghasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi alur di bagian
proksimal lokasi obstruksi.

Defek pada perkembangan janin (mis, malformasi Arnold-Chiari, stenosis


akuaduktus, gliosis akuaduktus, dan atresia foramia Luschka dan Magendie
(Dandy-Walker syndrome) menyebabkan sebagian besar kasus hidrosefalus pada
saat lahir sampai usia 2 tahun. Hidrosefalus sangat sering disertai dengan
mielomeningokel sehingga semua bayi dengan kelanina tersebut harus diamati
untuk menemukan tanda-tanda hidrosefalus. Pada kasus-kasus lainnya terdapat
riwayat infeksi intrauteri, perdarahan perinatal, dan meningoensefalitis nenatus.
Pada anak-anak yang lebih besar, hidrosefalus paling sering terjadi karena tumor
atau SOL (space-occupyling lesion). Infeksi intrakranial, perdarahan atau defek
penumbuhan dan perkembangan yang sudah ada sebelumnya seperti stetcsis
akuaduktus atau malformasi Arnold-Chiari (anomali kongenital dengan serebelum
dan medula oblongata memanjang ke bawah melalui framen magnum).
Patofisiologi Hidrosefalus (PATOFLOW)

Absorbsi
Produksi CSS
- Post infeksi: Meningitis
- Tumor space occupying

Penumpukan cairan (CSS) dalam ventrikel otak secara aktif


(Hidrosefalus)

Penatalaksanaan Obstruksi aliran pada shunt diventrikel otak

Pemasangan VP Shunt Peningkatan Volume


CSS

Immobilisasi Resiko Infeksi


TIK

Gangguan Integritas
Kulit

SUMBER
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu :
1) Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul
Rickham, 2003).
2) Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
- Fontanel anterior yang sangat tegang.
- Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
- Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
- Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut
ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia
respirasi). (Darsono, 2005:213)
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior posterior diatas proporsi
ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata
terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi
tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan
sutura yang terpisah pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram
menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat
menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa
pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas
normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau
dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi,
malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan
fisik.
a) Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi stupor.Anak yang
telah menutup suturanya :
b) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :

1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

5. KOMPLIKASI
1. Peningkatan TIK
2. Infeksi
3. Malfungsi pirau
4. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
5. IQ menurun

6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan medis pada hidrosefalus menurut Wong volume 2 (2008), meliputi :
a. Pra Operasi
1. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan TIK. Kepala bayi diukur setiap
hari pada titik ukuran terbesar, yaitu lingkaran oksipitofrontal (OFC)
2. Pertahankan nutrisi yang adekuat dengan pemberian makan sedikit tapi
sering, karena pemberian makan sebelum atau sesudah terapi dapat memicu
muntah
3. Atur posisi anak/bayi. Perlu dilakukan tindakan untuk mencegah penekanan
pada daerah yang dapat menimbulkan dekubitus, dan juga harus
memastikan kekpala bayi tersangga dengan baik untuk menghindari
ketegangan lebih lanjut pada leher bayi.
b. Pasca operasi
1. Observasi rutin untuk mengetahui adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
2. Posisi tubuh bayi/anak harus diatur dengan hati-hati pada sisi yang tidak
dioperasi untuk mencegah penekanan pada katup pirau dan area area
penekanan pada tubuh (yang berpotensi mengalami dekubitus). Tubuh anak
dipertahankan tetap rata untuk mencegah komplikasi akibat penurunan TIK
yang terlalu cepat.
3. Jika terjadi peningkatan TIK, dokter akan memprogramkan agar bagian
kepala tempat tidur dinaikkan atau anak dibiarkan duduk.
4. Pantau masukan dan haluaran cairan.
5. Pemeriksaan bising usus sebelum pemberian makan pasca operasi dimulai.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut (Doengoes, Marilynn E. 2000) yaitu :
1. Pengkajian
a. Neurologis
1) Bayi
TTV
Terpisahnya sutura tengkorak bayi
Pembengkakan sepanjang saluran pirau
Bernada tinggi saat menangis
Peningkatan lingkar oksipital frontal
Ubun-ubun yang menonjol
Lekas marah ketika tebangun
2) Balita
Sakit kepala
Lingkar kepala
Reaksi pupil
Tingkat kesadaran
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
Kejang
Mudah marah
3) Usia sekolah
Sakit kepala
Kejang
Refleks
Kemampuan intelektual
Lingkar kepala
Reaksi pupil
Tingkat kesadaran
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
b. Gastrointestinal
1) Bayi
Mual-muntah
Perubahan nafsu makan
2) Balita
Mual-muntah
3) Usia sekolah
Mual-muntah

c. Muskulo skeletal
1) Bayi
Kelemahan
Spastisitas ekstremitas bawah
2) Balita
Kelemahan
3) Usia
Kelemahan

d. Psikososial
Usia sekolah
Penurunan prestasi di sekolah
Perubahan dalam rentang perhatian

e. Respirasi
Remaja
CheyneStokes respiration

2. Diagnosa Keperawatan
a) Diagnosa keperawatan : Perubahan perfusi jaringan serebri
Faktor resiko meliputi : adanya peningkatan TIK
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tanda-tanda peninkatan TIK)
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : anak akan mempertahankan
fungsi otak dan tidak ada tanda tanda TIK lebih
lanjut

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Lakukan penilaian neurologis 1. Penilaian yang sering dilakukan
setiap 2-4 jam. Respon pupil menyediakan data untuk
anak, respon rasa sakit, respon menentukan perubahan status
interaktif (tersenyum, neurologis dasar anak yang
berbicara, mengoceh). menunjukkan TIK namun, pada
saat manifestasi klinis terjadi,
anak tersebut memiliki tanda-
tanda TIK yang signifikan.
2. Kaji tanda-tanda vital setiap 2- 2. Penilaian TTV yang sering
4jam. Catat pernapasan, nadi, membantu mendeteksi tanda-
dan pelebaran tekanan nadi. tanda awal TIK (takikardi,
fluktuasi tekanan darah, dan
respirasi Cheyne-Strokes) atau
tanda tanda lanjutan TIK
3. Lakukan penilaian saraf kranial 3. Perubahan saraf kranial adalah
setiap 2-4jam. refleksi langsung TIK. Biasanya
ditujukkan pada perubahan pupil
dan gerakan mata ekstraokular,
gerakan wajah, ketidakmampuan
bicara atau menelan, dan suara
stridor pada saat inspirasi.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 4. Mengangkat kepala tempat tidur
30 derajat. memungkinkan gravitasi untuk
meningkatkan drainase vena
serebral, yang membantu
mengurangi TIK.
5. Jika anak masih bayi tandai 5. Fontanel penuh dan
fontanelsnya setiap 4 jam menggembung secara langsung
kemungkinan terjadi mencerminkan peningkatan TIK.
penonjolan. Pastikan mengukur
pada saat periode tenang
karena fontanels biasanya
menonjol pada saat menangis.
6. Jika anak dibawah 2 tahun ukur 6. Pembengkakkan kepala yang
lingkar kepala setiap 7 hari. tidak normal pada anak usia
dibawah 2 tahun khususnya,
mengindikasikan peningkatan
TIK biasanya, kepala bayi
tumbuh rata-rata 3/4(2cm) per
bulan sampai usia 3 bulan, lalu
sekitar 1/8(0,3 cm) perbulan
sampai umur 1 tahun.
7. Kaji dan laporkan 7. Bengkak di sepanjang saluran
pembengkakan sepanjang shunt mungkin menunjukkan
aliran shunt setiap 8 jam. bahwa shunt tersumbat. Peralatan
oksigen dan alat hisap
diperlukan.
Sumber : Speer Kathleen Morgan. 1999. Pediatric Care Planning. Third Edition. Spring
House Corporation : United States of America.

b) Diagnosa keperawatan : resiko infeksi


Dapat dihubungkan dengan : operasi penempatan shunt
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diharapkan; adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual)
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : anak tidak memiliki tanda-
tanda infeksi yang terkait dengan penempatan
shunt sebagaimana dibuktikan oleh suhu tubuh
kurang dari 37,8 dan tidak ada tanda-tanda
pembengkakan insisional atau drainase, mudah
tersinggung, lesu, atau kehilangan nafsu makan

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji ketidakstabilan suhu pada 1. Tanda-tanda ini menandakan
anak, kehilangan nafsu makan, infeksi shunt yang biasanya
muntah, peningkatan jumlah terjadi pada bulan pertama setelah
sel darah putih, pembengkakan penyisipan shunt.
atau kemerahan disepanjang
saluran shunt
2. Pantau suhu anak setiap 4 2. Berkurangnya suhu merupakan
jam. tanda awal infeksi pada neonatus,
dan suhu tinggi merupakan tanda
awal infeksi pada anak
3. Posisikan anak sehingga tidak 3. Memposisikan kepala dengan cara
ada beban yang di tempatkan ini membantu mencegah
di katup selama 24-48 jam kerusakan kulit pada atau sekitar
setelah operasi pompa shunt, mengurangi resiko
infeksi. Neonatus yang sangat
rentan terhadap infeksi shunt
mungkin memerlukan penanganan
khusus untuk waktu yang lebih
lama.
4. Kaji situs insisi anak setiap 4 4. Saluran di sekitar pompa, saluran
jam, cari drainase atau shunt atau insisi bedah dengan
pembengkakan, catat jumlah atau tanpa drainase bisa menjadi
dan jenis drainase apapun tanda awal infeksi shunt.

Kolaborasi
1. Berikan antibiotik sesuai 1. Antibiotik profilaksis biasanya
pesanan dipesan pada saat pembedahan
dan berlanjut selama 48-72 jam
setelah operasi.
Sumber : Speer Kathleen Morgan. 1999. Pediatric Care Planning. Third Edition. Spring
House Corporation : United States of America.

c) Diagosa keperawatan : resiko defisit volume cairan


Dapat dihubungkan dengan : status gizi yang berubah pada turgor kulit
praoperasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : kadar elektrolit stabil,
membran mukosa lembab, dan keluaran
urin 1-2ml/kg/jam.

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau input dan output anak. 1. Pemantauan akan mendeteksi
kehilangan cairan.
2. Timbang anak pada waktu 2. Keuntungan atau kerugian berat
yang sama setiap hari badan mencerminkan status hidrasi.
3. Perhatikan frekuensi dan 3. Muntah adalah tanda umum TIK
jumlah muntahan secara substansi dapat
mempengaruhi status hidrasi anak.
Nutrisi parenteral mungkin
diperlukan untuk membantu
memperbaiki kehilangan cairan,
terutama pada bayi yang tidak
dapat mentolelirmakanan oral
4. Pantau kadar elektrolit anak 4. Sejumlah besar kalium dan
setiap hari jika terjadi elektrolit lainnya hilang melalui
muntah. Perhatikan kadar muntah
natrium dan kalium
5. Inisiasi nutrisi parenteral, 5. Pemberian parenteral membantu
seperti yang diperintahkan, mengembalikan keseimbangan
dan pantau pemberian perjam cairan dan elektrolit
6. Jika anak telah menjalani 6. Menunggu setidaknya 24 jam
operasi untuk penempatan setelah kembalinya suara usus
shunt, tunggu minimal 24 jam memastikan bahwa anak tersebut
setelah kembali aktifnya tidak memiliki ileus paralitik akibat
suara usus barulah mulai operasi tersebut
memberikan makan cair.
Sumber : Speer Kathleen Morgan. 1999. Pediatric Care Planning. Third Edition. Spring
House Corporation : United States of America.
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecilyn, Sowden Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5. EGC :
Jakarta

Speer Kathleen Morgan. 1999. Pediatric Care Planning. Third Edition. Spring House
Corporation : United States of America.

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai