A. DEFINISI HIDROSEFALUS
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral,
ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngastiyah,2012).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan –
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang
tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2014)
Penyebab Hidrosefalus
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan
4) Perdahann
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
KLASIFIKASI HIDROSEFALUS
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan:
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang
otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Berdasarkan letak obstruksi CSS (cairan serebrospinal), hidrosefalus pada bayi
dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu:
1. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga
terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus
PATOFISIOLOGI HIDROSEFALUS
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal, hidrosefalus secara teoritis terjadi
sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang berlebihan, peningkatan
resistensi aliran likuor, dan peningkatan tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga
mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sebagai upaya
mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari kompresi
sistem serebrovaskuler, redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan
ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak, efek tekanan denyut likuor
serebrospinalis, hilangnya jaringan otak, dan pembesaran volume tengkorak
karena regangan abnormal sutura kranial. (Darsono,2015:212).
a. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
8. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah
terlihat jelas.
10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas
Iris
11. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12. Strabismus, nystagmus, atropi optic
13. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak yang telah menutup suturanya : Tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil
KOMPLIKASI HIDROSEFALUS
· Peningkatan tekanan intrakranial
· Kerusakan otak
· Infeksi:septikemia,endokarditis,infeksiluka,nefritis,meningitis,ventrikulitis,abs
es otak.
· Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
· Hematomi subdural, peritonitis,adses abdomen, perporasi organ dalam rongga
abdomen,fistula,hernia, dan ileus.
· Kematian
PEMERIKSAAN PENUNJANG HIDROSEFALUS
· Pemeriksaan fisik:
Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
Transiluminasi
· Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
· Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan
ada infeksi sisa
· Pemeriksaan radiologi:
X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25
– 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan
kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan
“pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga
dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan pengertian pada
keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya :
kateter “shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pi8ntasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi
radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam yubuh untuk
selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi,
atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel
dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang ada hidrosefalus komunikans ada
yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi,
yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan.
kelancaran dan fungsi alat shunt yang
dipasang. infeksi pada shunt
meningkatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan
suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras
mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas,
seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
-Anak dapat melihat keatas atau tidak.
-Pembesaran kepala.
-Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
b. Palpasi
-Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
- Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela
tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
- Akomodasi.
- Gerakan bola mata.
-Luas lapang pandang
-Konvergensi.
-Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
-Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
· Peningkatan sistole tekanan darah.
· Penurunan nadi / Bradicardia.
· Peningkatan frekwensi pernapasan.
4. Diagnosa Klinis
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari
pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
· Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “
(Mercewen’s Sign
· Opthalmoscopy : Edema Pupil.
· CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi
komputer.-
· Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
DIAGNOSA
1. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan intracranial
3. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
akumulasi cairan serebrospinal.
4. Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan
Muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan intracranial
Kriteria hasil:
Rasa nyeri anak berkurang
Intervensi:
1. Jelaskan penyebab nyeri
2. Atur posisi pasien
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic
5. Persiapan operasi
Diagnosa
2. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
akumulasi cairan serebrospinal.
Kriteria Hasil :
1. Kesadaran Komposmetis
2. tampak rileks, tidak meringis kesakitan
3. TV normal
4. Tidak terjadi nyeri kepala
Intervensi
Diagnosa
3. Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
Kriteriah hasil :
1. Tidak terjadi peningkatan TIK (ditandai dengan nyeri
2. kepala hebat, kejang, muntah, dan penurunan kesadaran)
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5-
37,5oC, RR: 20-40x/menit)
4. Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kesadaran
Intervensi
1. Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital
2. Memantau status neurologis
3. Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung
4. Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi
pernapsan.
5. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat sesuai indikasi. Menjaga
kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
6. Mengukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari
7. cembung dan palpasi sutura kranial
Diagnosa
4. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang
realistis dan adekuat.
Diagnosa
5. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk
Kriteria Hasil :
1. Anak tidak sesak napas
2. Tidak terdapat ronchi
3. Tidak retraksi otot bantu pernapasan
4. Pernapasan teratur, RR dalam batas normal
Intervensi
1. Observasi TTV
2. Posisikan klien posisi semifowler
3. Pemberian oksigen
4. Observasi pola dan frekuensi napas
5. Auskultasi suara napas
DAFTAR PUSTAKA
http://gloriabetsy.blogspot.com/2012/12/askep-hidrosefalus.html
file:///E:/hidro%20sefalus%20ui.pdf
file:///E:/askep-hidrosefalus-doc.pdf
https://www.academia.edu/19961303/Makalah_hidrosefalus