Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS

A. DEFINISI HIDROSEFALUS
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral,
ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngastiyah,2012).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan –
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang
tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2014)

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"


yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering
dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan
cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial
yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun- ubun (DeVito EE et
al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya
CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel
cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak
seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem
Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal
mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan dan pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat
sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan- kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura
dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

Secara keseluruhan, insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.


Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-
43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan
oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan
kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Secara internasional, insiden
hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt
yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi untuk negara-negara
lain masih sedikit. Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi
oleh karena herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan
intracranial, kompresi batang otak dan system pernapasan (Darsono, 2005:211)

Hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Angka


kejadian kasus hidrosefalus di RSUP Fatmawati di ruang rawat bedah anak
lantai III utara selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013 adalah sebanyak
22 kasus. Penyebab hidrosefalus salah satunya adalah bakteri. Pada daerah
perkotaan yang padat penduduk, memungkinkan terjadi penyebaran bakteri
dengan cepat
Selain itu, pada daerah perkotaan yang padat penduduk masih banyak
penduduk yang tingkat kesejahteraannya rendah. Tingkat kesejahteraan yang
rendah dapat mempengaruhi nutrisi pada ibu hamil. Nutrisi pada ibu hamil
juga mrmpengaruhi perkembangan janin. Pada ibu dengan nutrisi yang kurang,
maka perkembangan janin pun akan terganggu sehingga dapat menimbulkan
kelainan kongenital seperti hidrosefalus.
Salah satu prosedur invasif yang dilakukan bagi anak adalah terapi melalui
intra vena. Beberapa obat hanya efektif bila diberikan melalui jalur tersebut. Metode
terapi intravena ini adalah memberikan obat-obatan pada anak yang mengalami
ketidakmampuan absorpsi sebagai akibat dari kondisi diare, dehidrasi, atau
pembuluh darah yang sudah kolaps, mereka membutuhkan konsentrasi serum tinggi
dari suatu obat, mereka yang resisten terhadap kondisi infeksi apabila menerima
pengobatan parenteral dalam jangka waktu lama, dan mereka yang mengalami
nyeri terus menerus serta mereka yang menerima di ruang gawat darurat.

Penyebab Hidrosefalus

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro- spinal


(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal
akan menyebabkan terjadinya hidro-sefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi.

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan

anak (Allan H. Ropper, 2005:360) :

1) Kelainan bawaan (kongenital)


a. Stenosis akuaduktus sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat


penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan
daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan
kraniofaringioma.

4) Perdahann
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.

KLASIFIKASI HIDROSEFALUS
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,
berdasarkan:

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan


hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus
kronik.

4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non


komunikans.
Hidrosefalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital

Merupakan hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga:

 Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.


 Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan
intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang
otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Berdasarkan letak obstruksi CSS (cairan serebrospinal), hidrosefalus pada bayi
dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu:
1. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga
terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus

arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat


sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa,
biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah
sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan
tanda dan gejala-gejala peningkatan ICP).

2. Hidrosefalus non komunikan


Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk
hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem
ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering
dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi
congenital pada sistem saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat
dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau
bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan
garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan
dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan
gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis
suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan /separasi garis sutura dan
pembesaran kepala.

3. Hidrosefalus bertekanan normal (Normal Pressure Hidrocephalus)


Di tandai pembesaran sister basilar dan ventrikel disertai dengan
kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan
intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya
meliputi; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini
berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau
thrombosis, meningitis; pada beberapa kasus (kelompok umur 60 – 70
tahun) ada kemungkinan ditemukan hubungan tersebut.

PATOFISIOLOGI HIDROSEFALUS

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal, hidrosefalus secara teoritis terjadi
sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang berlebihan, peningkatan
resistensi aliran likuor, dan peningkatan tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga
mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sebagai upaya
mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari kompresi
sistem serebrovaskuler, redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan
ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak, efek tekanan denyut likuor
serebrospinalis, hilangnya jaringan otak, dan pembesaran volume tengkorak
karena regangan abnormal sutura kranial. (Darsono,2015:212).

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.


Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan reasorbsi yang
seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang
relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena initergantung dari komplians
tengkorak (Darsono, 2005:212).

MANIFESTASI KLINIS HIDROSEFALUS


Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2010).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi
intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu:

1) Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus


kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-
40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun
pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada
daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanel terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter
PaulRickham, 2014).
2) Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi


hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai
keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu
tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas
ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi
intrakranial lainnya yaitu fontanel anterior yang sangat tegang, sutura
kranium tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin mengkilap dan
tampak vena-vena superfisial menonjol, dan fenomena ‘matahari
tenggelam’ (sunset phenomenon). Gejala hipertensi intrakranial lebih
menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya
mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang
otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono,
2013:213)

a. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
8. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah
terlihat jelas.
10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas
Iris
11. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
12. Strabismus, nystagmus, atropi optic
13. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak yang telah menutup suturanya : Tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

KOMPLIKASI HIDROSEFALUS
· Peningkatan tekanan intrakranial
· Kerusakan otak
· Infeksi:septikemia,endokarditis,infeksiluka,nefritis,meningitis,ventrikulitis,abs
es otak.
· Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
· Hematomi subdural, peritonitis,adses abdomen, perporasi organ dalam rongga
abdomen,fistula,hernia, dan ileus.
· Kematian
PEMERIKSAAN PENUNJANG HIDROSEFALUS
· Pemeriksaan fisik:
 Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
 Transiluminasi
· Pemeriksaan darah:
 Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
· Pemeriksaan cairan serebrospinal:
 Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan
ada infeksi sisa
· Pemeriksaan radiologi:
 X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
 USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
 CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya

PENTALAKSANAAN MEDIS HIDROSEFALUS


1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan
genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar
keluarga dekat. Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas
fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar
suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi
sewaktu lahir.

2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25
– 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan
kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan
“pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga
dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan pengertian pada
keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya :
kateter “shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pi8ntasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi
radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam yubuh untuk
selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi,
atau dislokasi.

4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel
dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang ada hidrosefalus komunikans ada
yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi,
yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan.
kelancaran dan fungsi alat shunt yang
dipasang. infeksi pada shunt
meningkatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil


pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :

1. Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan
suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras
mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas,
seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.

7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN HIDROSEFALUS
1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku. Apakah pernah terjatuh dengan
kepala terbentur.Keluhan sakit perut.
c. Riwayat penyakit dahulu

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
-Anak dapat melihat keatas atau tidak.
-Pembesaran kepala.
-Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
b. Palpasi
-Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
- Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela
tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
- Akomodasi.
- Gerakan bola mata.
-Luas lapang pandang
-Konvergensi.
-Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
-Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
· Peningkatan sistole tekanan darah.
· Penurunan nadi / Bradicardia.
· Peningkatan frekwensi pernapasan.

1) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil


2) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
3) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
1. Riwayat penyakit keluarga
2. Pengkajian persistem
1) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
2) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
3) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”,
kejang
4) B4 ( Bladder ) : Oliguria
5) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
6) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

4. Diagnosa Klinis
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari
pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
· Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “
(Mercewen’s Sign
· Opthalmoscopy : Edema Pupil.
· CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi
komputer.-
· Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
DIAGNOSA
1. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan intracranial
3. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
akumulasi cairan serebrospinal.
4. Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan
Muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan intracranial

Kriteria hasil:
 Rasa nyeri anak berkurang

Intervensi:
1. Jelaskan penyebab nyeri
2. Atur posisi pasien
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic
5. Persiapan operasi

Diagnosa
2. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
akumulasi cairan serebrospinal.
Kriteria Hasil :
1. Kesadaran Komposmetis
2. tampak rileks, tidak meringis kesakitan
3. TV normal
4. Tidak terjadi nyeri kepala
Intervensi

1. Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala, muntah,


lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan dari sutura cranial
dapat terlihat pada anak berumur
2. 10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer strabismus,
Perubahan pupil)
3. Pantau terus tingkat kesadaran anak
4. Pantau terus adanya perubahan TTV
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan, untuk
mengurangi peningkatan
6. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit
dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5
= nyeri sekali) Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
7. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak
untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan
baik.

Diagnosa
3. Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
Kriteriah hasil :
1. Tidak terjadi peningkatan TIK (ditandai dengan nyeri
2. kepala hebat, kejang, muntah, dan penurunan kesadaran)
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5-
37,5oC, RR: 20-40x/menit)
4. Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kesadaran
Intervensi
1. Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital
2. Memantau status neurologis
3. Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung
4. Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi
pernapsan.
5. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat sesuai indikasi. Menjaga
kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
6. Mengukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari
7. cembung dan palpasi sutura kranial
Diagnosa

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan


Muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Intervensi
1. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah
makanan.
2. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan
tegang pada lambung
3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada
saat individu ingin makan

4. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih
pertama.
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang
realistis dan adekuat.

Diagnosa
5. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk

Kriteria Hasil :
1. Anak tidak sesak napas
2. Tidak terdapat ronchi
3. Tidak retraksi otot bantu pernapasan
4. Pernapasan teratur, RR dalam batas normal

Intervensi
1. Observasi TTV
2. Posisikan klien posisi semifowler
3. Pemberian oksigen
4. Observasi pola dan frekuensi napas
5. Auskultasi suara napas
DAFTAR PUSTAKA
http://gloriabetsy.blogspot.com/2012/12/askep-hidrosefalus.html
file:///E:/hidro%20sefalus%20ui.pdf
file:///E:/askep-hidrosefalus-doc.pdf
https://www.academia.edu/19961303/Makalah_hidrosefalus

Anda mungkin juga menyukai