Anda di halaman 1dari 28

APLIKASI ROM UNTUK MENGEMBALIKAN RENTANG GERAK PADA TN TS

DENGAN HYDROSEFALUS DI RUANG DAHLIA 3 RS TUGUREJO


SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN

Hidrocephaly atau Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan


cairan serebrospinal pada system saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah
yang sering di temui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab
hidrosefalus secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan post natal. Baik saat
prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologis hidrosefalus terjadi karena tiga hal
yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan dan
peningkatan tekanan sinus venosa (Apriyanto, dkk, 2013).
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intakranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran rungan tempat mengalirnya CSS. Harus di bedakan dengan
pengumpulan cairan lokal tanpa tekanan intrakranial yang meningggi seperti pada kista
porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat timbulnya CSS yang menempati ruangan
sesudah terjadinya atrofi otak (Ngastiyah, 2014).
Terapi yang dilakukan pada pasien dengan hidrosefalus yaitu dapat melalui terapi
pembedahan yang paling sering digunakan adalah operasi pintas dengan pemasangan
shunt. Tujuan pemasangan shunt adalah untuk mengalihkan aliran cairan serebospinal dari
system syaraf pusat kebagian tubuh yang lain agar dapat diabsorpsi oleh system peredaran
darah. Terapi dengan sistem shunt membutuhkan pengawasan dan follow up medis yang
teratur karena masih banyak menimbulkan komplikasi. Komplikasi terapi system shunt
diantaranya infeksi, kegagalan mekanis dan kegagalan fungsional. (Sari & Kalanjati,
2012)
Insidensi hidrosefalus antara 0.2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus
kongenital adalah 0.5-1.8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%- 43% disebabkan oleh
stenosis aqueductus serebri. Stenosis aquaductus serebri adalah penyempitan pada bagian
aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin,
juga dalam perbedaan ras. Hidrosefalus infantil, 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari
4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005).
Menurut penelitian WHO tahun 2012 untuk wilayah ASEAN jumlah penderita
Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada anak 0-9 th :
0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di Indonesia berdasarkan
penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia terdapat 3%. Menurut data
dari RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2015 dan 2016,di ruang bedah umun terdapat 12 kasus
dan 14 kasus,sedangkan pada tahun 2017 Januari-Maret 4 kasus.
Secara statistik ditemukan bahwa dengan penanganan bedah dan penatalaksanaan
medis yang baik sekalipun, didapatkan hanya sekitar 40% dari penderita hidrosefalus
mempunyai kecerdasan yang normal dan sekitar 60% mengalami cacat kecerdasan dan
fungsi motorik yang bermakna.Dari data statistik tersebut dapat dilihat bahwa walaupun
dengan penanganan bedah saraf dan pelaksanaan bedah saraf dan pelaksanaan medis yang
baik ternyata sekitar 60% penderita masih memiliki sekuel gangguan yang cukup
bermakna. (Sejati, 2020)
BAB II KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS)
secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi
akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang
subarachnoid (Sjamsuhidat, 2006).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Behrman, 2006)
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi
yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari
jaringan
– jaringan serebral selama produksi CSS berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan
serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya
peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Nurarif & Kusuma, 2013).
B. ETIOLOGI
Berikut ini merupakan beberapa etiologi Hidrosefalus (Nurarif & Kusuma,
2013) :
1. Kongenital
a. Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh
infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital
sejati adalah sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German
measles, X-linked hidrosefalus).
b. Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan
hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa
ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum.
Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi
ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini
dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak
dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan
dengan anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum,
labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang, dimana duabagian otak yaitu
batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran
normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis.
d. Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara
normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal
ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii,
menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali
menyebabkan hidrosefalus.
e. Hidrancephaly
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada, dan diganti dengan
kantong CSS.
2. Didapat (Acquired)
a. Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada selaput
(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang
ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS
dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem
ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala
meningitis meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu
makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis
ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik
dosis tinggi.
b. Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan
darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan
perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus berkembang
sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk
menyerap CSS.
c. Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10
tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa
posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat menyebabkan
hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi
adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma).
Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian besar akan
menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak
kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan
dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab sumbatan.
d. Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan.
Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi
dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan
pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau pada ruang
subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan hidrosefalus non
komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel
khususnya ventrikel III.
Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat menghilangkan
dinding kista dan mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada
tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter dapat
memasang shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini
akan menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.

C. PATOFISIOLOGI
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel lateral ke
dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke ventrikel IV. Di
sana cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis externum melalui
foramen lateralis dan medialis dari ventrikel IV. Pengaliran CSS ke dalam
sirkulasi vena sebagian terjadi melalui villi arachnoidea, yang menonjol ke
dalam sinus venosus atau ke dalam lacuna laterales; dan sebagian lagi pada
tempat keluarnya nervi spinalis, tempat terjadinya peralihan ke dalam plexus
venosus yang padat dan ke dalam selubung-selubung saraf (suatu jalan ke
circulus lymphaticus). Hidrosefalus ini bisa terjadi karena konginetal ( sejak
lahir) infeksi (meningitis, pneuomonia. TBC), pendarahan di kepala dan factor
bawaan (stenosis , aquaductus, syilvi). Sehingga menyebabkan adanya obstruksi
pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, pentrikel serebral
melebar, menyebabkan permukaan pentrikuler mengkerut dan merobek garis
ependymal. Waitmater di bawahnya akan mengalami atropi dan tereduksi
menjadi pita yang tipis. Pada grayematter terdapat pemeliharaan yang bersifat
seleksif sehingga walaupun pentrikel telah mengalami pembesaran greymater
tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu merupakan proses yang tiba-tiba
atau akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan
(Smeltzer, 2008).
Pada bayi dan anak kecil suturakranial nya melipat dan melebar , untuk
mengkomodasi perningkatan masa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis
aquaductal (penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik
pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala
berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (
dominan vrontal blow). Sindroma dan diwalkker akan terjadi jika obstruksi pada
poraminal diluar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar pada fossae
posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien
dengan tipe hydrocephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang
secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang
yang lebih tua,sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa
otak,sebagai akibatnya menunjukan gejala kenaikan ICP sebelum ventrikel
serebral menjadi sangat besar. Kerusakan pada absorsi dan sirkulasi CSF pada
hydrocephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel
tiap 6-8 jam dan ketidakadaan absorsi total akan menyebabkan kematian. Pada
pelebaran ventricular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
dinding rongga memungkinkan kenaikan absorsi. Jika route kolateral cukup
untuk mencegah dilatasi ventricular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
D. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul
oleh gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat yang
menyebabkan hipotrofi otak (Manuaba, 2008).
1. Gambaran klinis hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada
umur kurang dari 1 tahun)
a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella kepala prominen
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka masak.
2. Gambaran klinis pada anak-anak dan dewasa
a. Sakit kepala
b. Kesadaran menurun
c. Gelisah
d. Mual, muntah
e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
f. Gangguan perkembangan fisik dan mental
g. Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut
dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.
Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura
sudah menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan
bioksipital. Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun
dengan gangguan mental yang sering dijumpai seperti : respon
terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu
merencanakan aktivitasnya.

E. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada
pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang
sering digunakan adalah (Carpenito, 2007):
a. Asetasolamid : Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125
mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200
mg/hari
b. Furosemid : Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB
1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari.
Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan
untuk operasi.
2. Lumbal Pungsi Berulang (Serial Lumbar Puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan
progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal
berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang
memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah
(Carpenito, 2007).
Indikasi LPB umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan
terutama pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid,
periventrikular-intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga
pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau
kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation) (Carpenito,
2007).
3. Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus.
Pada penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol
perinfus 0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit
(Carpenito, 2007).
a. Third Ventrikulostomi/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma
optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang
sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.
b. Operasi pintas/Shunting
Ada 2 macam :
1) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang
untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2) Internal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
a. Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna
(ThorKjeldsen)
b. Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
c. Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis
superior
d. Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
e. Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
f. Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum
g. Lumbo Peritoneal Shunt, CSS dialirkan dari Resessus
Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan. CSS
dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum
Touhy secara perkutan.

Komplikasi Shunting :
1) Infeksi
2) Hematoma subdural
3) Obstruksi
4) Keadaan CSS yang rendah
5) Asites
6) Kraniosinostosis
F. KONSEP
a) Pengkajian Fokus

1. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat penyakit sekarang
1) Penampilan umum
a) Keadaan umum
b) Pemeriksaaan Tanda-Tanda Vital
c) Penggunaan alat bantu napas (Oksigen, CPAP, dll)
2) Nutrisi dan cairan
a) Lingkar Lengan atas
b) Panjang badan/tinggi badan
c) Berat badan
d) Lingkar kepala
e) Lingkar dada
f) Lingkar perut
g) Status nutrisi (z-score atau WHO, CDC):
h) Kebutuhan kalori
i) Jenis makanan
j) Makanan yang disukai
k) Alergi makanan
l) Kesulitan saat makan
m) Kebiasaan khusus saat makan
n) Keluhan (mual, muntah, kembung, anoreksia,
dsb 3) Kebutuhan cairan 24 jam
a) Balance cairan (hitung jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar)
b) Diuresis
c) Rute cairan masuk (oral, parenteral, enteral, dsb)
d) Jenis cairan (ASI/susu formula/infus/air putih, dsb)
e) Keluhan
4) Istirahat tidur
a) Lama waktu tidur (24 jam)
b) Kualitas tidur
c) Tidur siang
d) Kebiasaan sebelum tidur
5) Pengkajian nyeri (sesuai usia)
6) Psikososial anak dan keluarga
a) Respon hospitalisasi (rewel, tenang)
b) Kecemasan (anak dan orang tua)
c) Koping klien/keluarga dalam menghadapi masalah
d) Pengetahuan orang tua tentang penyakit anak
e) Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak
f) Konsep diri
 Gambaran tubuh
 Ideal diri
 Harga diri
 Peran
 Identitas diri
g) Spiritual (kebiasaan ibadah, keyakinan, nilai, budaya)
h) Adakah terapi lain selain medis yang dilakukan
7) Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi)
8) Terapi
c. Riwayat kesehatan dahulu
60 – 90 % gejala hidrosephalus terlihat sejak lahir, kelainan bawaan.
Infeksi ; Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah sembuh dari Miningitis.
Neoplasma ; pada anak yang terbanyak mendapat penyumbatan
bagian ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya
berasal dari seribelum, sedang bagian depan ventrikel III biasanya suatu
Kraniofaringioma.
Perdarahan ; perdarah sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama basal otak.
d. Riwayat kesehatan keluarga: Adanya anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dan adanya penyakit herediter
(keturunan).
e. Riwayat tumbuh kembang : Ada tidaknya keterlambatan tumbuh
kembang
f. Riwayat imunisasi
Biasanya anak belum mendapatkan Imunisasi yang lengkap, bahkan
belum sempat samasekali.
3. Pemeriksaan fisik : head to to
b). Pathway

Infeksi bakteri Bakteri masuk ke Kelainan kongenital Kelainan fleksus


otak melalui aliran koroideus Obstruksi ventrikel
darah III/IV
Penyempitan
akuaduktus sylvii
Bakteri menyerang
meningen
Aliran CSS dari Fleksus koroideus
ventrikel ketiga memproduksi CSS
Meningitis bakterial keempat terlambat berlebih

Terbentuk jar. Parut Penumpukan CSS


pada ruang pada ventrikel
subaraknoid lateral dan Akumulasi CSS
ventrikel ketiga
Gangguan
Nyeri akut
reabsorbsi CSS

CSF tertumpuk HIDROSEFALUS


Neoplasma
Kurang informasi Defisit
Volume cairan pada terhadap penyakit
kepala bertambah pengetahua

Peningkatan volume
Dilakukan tindakan
Gg Neuromuskuler operasiCSF
shunting Mual, muntah
Resiko defisit nutrisi

Resiko infeksi
Gangguan Hipertermia Resiko perfusi Pembatasan
mobilitas serebral tidak Gg. Mobilitas Fisik
rentang gerak
fisik efektif
Nyeri Akut
Penurunan fungsi
neurologis
c) Diagnosa

a. Nyeri akut b.d Neoplasma (D.0077)


b. Nyeri akut b.d Tindakan Pembedahan (D.0077)
c. Gangguan mobilitas fisik b.d Gg Neuromuskuler (D.0054)
d. Gangguan mobilitas fisik b.d pembatasan rentang gerak (D.0054)
e. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d gg. Neuromuskuler (D.0017)
f. Resiko infeksi b.d tindakan pembedahan (D.0142)
g. Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi terhadap penyakit Hidrosefalus
(D.0111)
h. Resiko defisit nutrisi b.d Mual muntah (D.0032)
i. Hipertermi b.d proses penyakit (D.0130)
d) Fokus intervensi

Dx Tujuan dan
No. Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan
a. Manajemen nyeri (I.08238)
neoplasma, tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
O:
pembedahan (D.0077) klien memiliki kontrol nyeri dengan - Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
1. Tingkat nyeri menurun (L.08066) nyeri
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek penggunaan analgesik
T:
- berikan teknik nonfarmakologis
- Fasilitasi istirahat dan tidur
E:
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
K:
- Kolaborasi analgetik, jika perlu
b. Pemberian analgesik (I.08243)
O:
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat
T:
- Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respon pasien
E:
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
K:
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis obat analgesik
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Dukungan mobilisasi (I.05173)
fisik b.d gangguan O:
neuromuskuler, Keperawatan selama 3x24 jam,
pembatasan rentang - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain
gangguan mobilitas fisik klien
gerak - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
teratasi dengan kriteria hasil : T:
(D.0054)
1. Mobilitas fisik meningkat - Berikan ROM kepada pasien dengan alat bantu pagar
(L.05042) tempat tidur
2. Motivasi meningkat (L.09080) - Libatkan keluarga untuk membantu pasien
3. Toleransi aktivitas meningkat dalam meningkatkan pergerakan
(L.05047) E
- Ajarkan mobilisasi sederhana misal duduk ditempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.
3 Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)
tidak efektif b.d gg. Keperawatan selama 3x24 jam, O:
Neuromuskuler (D.0017) - Monitor tekanan TD
Resiko perfusi serebral tidak efektif
- Monitor ireguleritas irama nafas
klien teratasi dengan kriteria hasil - Monitor penurunan tingkat kesadaran
: - Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase
cairan serebrospinal
Perfusi perifer meningkat (L.02011)
T:
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Dokumentasikan hasil pemantauan
E:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
4 Risiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Infection protection (I.14539)
tindakan O:
pembedahan(D.0142) keperawatan selama 3x24 jam, risiko
- Pantau tanda dan gejala infeksi
infeksi dapat diatasi dengan kriteria - Pantau bagian yang mudah terkena infeksi
- Lihat kulit dan membran mukosa yang kemerahan
T:
hasil:
- Bersihkan lingkungan secara tepat setelah pasien
1. Tingkat infeksi menurun menggunakannya
- Batasi jumlah pengunjung, jika dibutuhkan
(L.14137)
E:
- Ajarkan cuci tangan bersih untuk menjaga kesehtan
personal higiene
- Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana mencegah
infeksi
- Ganti peralatan keperawatan setiap prosedur selesai
- Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah mengunjungi klien
K:
- Kolaborasikan dengan dokter tentang pemberian
antibiotic yang sesuai
5 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Teaching : Disease Proscess (I.12383)
b.d kurangnya informasi keperawatan selama 3 x 24 maka O:
terhadap penyakit - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Hidrosefalus (D.0111) defisit pengetahuan tentang informasi
Hidrosefalus dapat teratasi dengan T:
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan orang
kriteria hasil sebagai berikut : tua tentang hidrosefalus
E:
1. Tingkat pengetahuan meningkat
- Jelaskan patofisiologi hidrosefalus sesuai dengan tingkat
(L.12111)
pendidikan dan dengan bahasa yang mudah dimengerti
- Jelaskan penyebab hidrosefalus
- Berikan informasi tentang kondisi kesehatan anaknya
- Instruksikan kepada orang tua untuk melaporkan kondisi
kesehatan klien kepada petugas kesehatan dengan cara
yang tepat.
6 Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen Nutrisi (I.03119)
b.d mual, muntah Keperawatan selama 3x24 jam, O:
(D.0032) Resiko defisit nutrisi klien teratasi - Identifiksi alergi atau intoleransi makanan
dengan kriteria hasil : T:
a. Status nutrisi Membaik (L.03030) - Monitor Berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan lab
E:
- Ajarkan diet yang di programkan
K:
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu
7 Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen Hipertermia (I.15506)
penyakit (D.0130) Keperawatan selama 3x24 jam, O:
hipertermi klien teratasi dengan - Identifikasi penyebab hipertermia
kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
1. Termoregulasi membaik T:
(L.14134) - Berikan cairan oral
2. Status neurologis membaik - Lakukan pendinginan eksternal
( L.06053) E:
- Anjurkan tirah baring
K:
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
b. Regulasi Temperatur
BAB III RESUME ASKEP

A. Pengkajian fokus
Tanggal MRS : 19 Mei 2022
Tanggal pengkajian : 30 Mei 2022 Jam 12.30
Tanggal Operasi : 26 Mei 2022 Jam 10.20
1. Biodata pasien
Nama : Tn. TS
Umur : 57 th
Jenis Kelamin : Perempuan / Laki-laki
Gol. Darah :O
Agama : Islam
Alamat : Mangkang wetan, Kota Semarang
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Status : Menikah
Komunikasi : Bahasa Jawa
Diagnosa Medis : Hidrosefalus dg post op VP shunt hari ke 4
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh masih susah bergerak kekanan ataupun kekiri. Mual, muntah
darah 2x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ±12 hari yang lalu klien mengalami pusing terus menerus
dan nyeri kepala, oleh karena itu keluarga pasien membawa klien ke IGD
RSUD Tugurejo pada 19 Mei 2022. Dari pemeriksaan IGD klien disarankan
rawat inap di R. Dahlia 3. Saat ini, pasien mengatakan susah bergerak kekanan
dan kiri, seluruh aktivitas di bantu, pasien mengatakan mual, muntah darah 2x,
Feses sulit keluar sudah 4 hari, TD 141/61 mmHg, N 114x/mnt, S: 36°C,
SPO2 95% tanpa nasal kanul, RR 20x/mnt.
4.Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Compos Mentis
TTV : TD 141/61 mmHg, N 114x/mnt, S: 36°C, SPO2 95%, RR
20x/mnt.
Kepala : Terdapat luka bekas operasi kepala bagian kanan
Wajah : Tidak ada lesi pada wajah, kulit sawo matang
Leher : Tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid/
distensi vena jugolaris
Mata : Tidak ada lesi, pandangan sedikit kabur
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung
Mulut : mukosa bibir lembab
Telinga : Bentuk simetris, pendengaran masih normal
Dada : Tidak ada lesi, dada kanan dan kiri simetris
Abdomen : Tidak ada nyeri nyeri tekan ulu hati, terdengar bising
usus 20x/ menit.
Ekstermitas : Akral hangat, kedua ekstermitas atas dan kedua
ekstermitas bawah tidak ada lesi, kekuatan otot tangan
kanan skor 4, kekuatan tangan kiri skor 4 dan kaki kanan
skor 4, kekuatan otot kaki kiri skor 4.
Genetalia : Memakai pampers, jenis kelamin laki-laki
5.Data Fokus
DS DO
1. Pasien mengeluh susah bergerak
1. TD 141/61 mmHg, N 114x/mnt, S:
ke kanan dan kekiri 36°C, SPO2 95% tanpa O2, RR 20x/mnt.
2. Pasien mengatakan seluruh
2. Terdapat luka bekas operasi kepala bagian
aktivitas di bantu
kanan
3. pasien mengatakan mual,
muntah darah 2x 3. kekuatan otot tangan kanan skor 4,
kekuatan tangan kiri skor 4 dan kaki kanan
4. Feses sulit keluar sudah 4 hari skor 4, kekuatan otot kaki kiri skor 4.
4. Lesi tampak mendesak ventrikel IV ke
kanan, tampak pula lesi hipodens batas
tegas pada lobus pariental kanan, ventrikel
lateral kanan-kiri dan ventrikel III tampak
melebar ringan.

6. Terapi
No Obat Dosis Rute Waktu Jenis
1 NaCl 0.9% 500ml 20tpm intravena 08.00 Infus
2 Metronidazol 500mg 3x1 vial Intravena 08.00,16.00, 24.00 Infus
2 Asam Tranektamat 3x 500mg Intravena 08.00, 16.00, 24.00 Injeksi
3 Ranitidin 2x2mg Intravena 08.00,20.00 Injeksi
4 Ondansetron 2x4 mg Intravena 08.00, 20.00 Injeksi
5 Antalgin 3x1000mg Intravena 08.00, 16.00, 24.00 Injeksi
6 Amlodipin 1x10mg Oral 22.00 Tablet
7 Flunarisin 2x 5mg Oral 06.00, 18.00 Tablet

B. Diagnosa
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular di tandai oleh pasien
mengatakan susah bergerak kekanan dan kiri, seluruh aktivitas di bantu, Terdapat luka
bekas operasi kepala bagian kanan, kekuatan otot tangan kanan skor 4, kekuatan tangan kiri
skor 4 dan kaki kanan skor 4, kekuatan otot kaki kiri skor 4, Lesi tampak mendesak ventrikel
IV ke kanan, tampak pula lesi hipodens batas tegas pada lobus pariental kanan, ventrikel
lateral kanan-kiri dan ventrikel III tampak melebar ringan , TD 141/61 mmHg, N 114x/mnt,
S: 36°C, SPO2 95%, RR 20x/mnt.
2. Resiko Defisit nutrisi b.d mual muntah ditandai oleh pasien mengatakan mual, muntah
darah 2x, Feses sulit keluar sudah 4 hari. TD 141/61 mmHg, N 114x/mnt, S: 36°C,
SPO2 95%, RR 20x/mnt.

C. Pathway

D. Fokus Intervensi
1 Gangguan Setelah dilakukan a. Dukungan mobilisasi (I.05173)
mobilitas fisik O:
b.d gangguan tindakan Keperawatan
neuromuskuler, - Identifikasi adanya nyeri atau
selama 1x5 jam,
pembatasan keluhan fisik lain
rentang gerak gangguan mobilitas fisik - Monitor kondisi umum selama
(D.0054) klien teratasi dengan melakukan mobilisasi
Kriteria hasil : T:
- Berikan ROM kepada pasien dengan
1.Mobilitas fisik alat bantu pagar tempat tidur
meningkat (L.05042) - Libatkan keluarga untuk
2.Motivasi meningkat membantu pasien dalam
(L.09080) meningkatkan pergerakan
3.Toleransi aktivitas E
meningkat (L.05047)
- Ajarkan mobilisasi sederhana misal
duduk ditempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi.

E. Implementasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Gangguan O: S:
mobilitas fisik - Mengidentifikasi adanya nyeri - Pasien mengataakan kepalanya masih
atau keluhan fisik lain nyeri saat berubah posisi.
- Memonitor kondisi umum - Keluarga pasien mampu melakukan
selama melakukan mobilisasi ROM yang di ajarkan
T:
- Memberikan ROM kepada O:
pasien dengan alat bantu pagar - Kondisi umum pasien sadar penuh
tempat tidur
- Perawat memberikan dan
- Melibatkan keluarga untuk mengajarkan keluarga latihan ROM
membantu pasien dalam kekanan dan ke kiri
meningkatkan pergerakan
- Perawat menjadwalkan pemantauan
E rentang gerak pasien
- Mengajarkan mobilisasi
sederhana misal duduk
A: Gangguan mobilitas fisik belum
ditempat tidur, pindah dari
teratasi
tempat tidur ke kursi. P: Lanjurkan intervensi dukungan
mobilisasi
BAB IV APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. Identitas Klien
Nama : Tn. TS
Umur : 57 th
Jenis Kelamin : Perempuan / Laki-laki
Gol. Darah :O
Agama : Islam
Alamat : Mangkang wetan, Kota Semarang
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Status : Menikah
Komunikasi : Bahasa Jawa
Diagnosa Medis : Hidrosefalus dg post op VP shunt hari ke 4

B. Data Fokus Pasien


DS DO
1. Pasien mengeluh susah bergerak
1. TD 141/61 mmHg, N 114x/mnt, S: 36°C,
ke kanan dan kekiri SPO2 95% tanpa O2, RR 20x/mnt.
2. Pasien mengatakan seluruh
2. Terdapat luka bekas operasi kepala bagian
aktivitas di bantu
kanan
3. kekuatan otot tangan kanan skor 4, kekuatan
tangan kiri skor 4 dan kaki kanan skor 4,
kekuatan otot kaki kiri skor 4.

C. Diagnosa Keperawatan Yang Berhubungan dengan Jurnal Evidence Based


Nursing Riset yang Diaplikasikan
Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler, pembatasan rentang
gerak
D. Evidence Based Nursing Practice yang Diterapkan pada Pasien
Range Of Motion (ROM)
E. Analisa sintesa justifikasi / alasan penerapan EBN practice
Hydrosefalus Gg. Neuromuskuler

Tindakan Pembedahan
Pembatasan rentang gerak

Gangguan Mobilitas fisik


F. Landasan teori terkait penerapan EBN Practice
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakuakan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan untuk menggerakkan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
ROM adalah kemampuan maksimal seseorang dalam melakukan gerakan. Merupakan
ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah
otot memendek secara penuh atau tidak, atau memanjang secra penuh atau tidak (Lukman
& Ningsih, 2009). Suratun, et al (2006) Range Of Motion adalah gerkan yang dalam
keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan.
Latihan ROM ialah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
masa dan tonus otot sehingga dapatmencegah kelainan bentuk, kekuatan dan kontraktur
(Nurhidayah, et al. 2014).
Menurut Nurhidayah, et al (2014) menyatakan bahwa manfaat ROM adalah :
1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
2. Mengkaji tulang, sendi dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
BAB V PEMBAHASAN

1. Justifikasi aplikasi Evidence Based Nursing


Untuk melatih kekuatan otot dalam meningkatkan rentang gerak pasien post operasi
adalah dengan intervensi ROM.
2. Mekanisme penerapan EPBN
Dengan diagnosa gangguan mobilitas fisik, perawat menerapkan intervensi
terapeutik ROM (Range Of Motion) yang didasari oleh teori bahwa ROM mampu
mengembalikan rentang gerak pasien post operasi. Dalam pelaksanaannya perawat
melakukan orientasi yang meliputi salam, perkenalan, menjelaskan tujuan, kontrak
waktu dan meminta persetujuan pasien yang disaksikan oleh keluarga. Setelah disetujui
oleh pasien, sesuai kontrak waktu, perawat memberikan ROM mulai dari pergerakan
jari, sendi lainnya dan ditutup oleh latihan miring kekanan dan kekiri. Setelah
memberikan dan mengajarkan ROM, perawat meminta keluarga pasien dan pasien
untuk berlatih mandiri mulai dari miring kekanan dan kekiri, duduk, bergeser tempat,
dan jalan.
3. Hasil yang dicapai
• Keluarga pasien mampu melakukan ROM yang di ajarkan sehingga mobilitas fisik
meningkat
• Pasien termotivasi untuk mengembalikan rentang gerak secara bertahap
• Dengan bantuan ROM yang di ajarkan, rentang gerak dan kekuatan otot pasien
meningkat.
4. Kekurangan dan kelebihan selama EPBN
a. Kelebihan
ROM adalah teknik yang mudah dilakukan untuk menghindari cacat permanen
pada otot yang kurang gerak.
b. Kekurangan
Tidak ada kendala dalam pelaksanaan ROM terhadap pasien maupun saat
mengajarkan kepada keluarga di ruang Dahlia 3 RSUD Tugurejo
BAB VI PENUTUP

a. Kesimpulan
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakuakan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan untuk
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot. Pada pasien post operasi perlu dilakukan intervensi
ROM guna memulihkan kembali rentang geraknya juga dengan sirkulasi darah
yang lancar mampu membantu penyembuhan luka. Dalam pemberian ROM,
diharapkan mobilitas fisik meningkat, motivasi melakukan pergerakan
meningkat dan toleransi aktivitas meningkat.
b. Saran
Seorang perawat harus mampu mengenal situasi dan kondisi dalam
memberikan ROM. Karena pada pasien post operasi pemberian ROM harus
bertahap mulai dari jari, sendi, latihan duduk, berpindah tempat, dan jalan.
Daftar Pustaka

Kamariah. (2018). Peningkatan Skala Kekuatan Otot. unism , 2.


Sejati, M. L. (2020). Studi Dokumentasi Risiko Jatuh Pada Pasien An. T Dengan Hidrocephaly Post Vp
Shunt. akperykyjogja , 3-4.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai