Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA HYDROSEPHALUS


DI RUANG ZAITUN 1 RSUD AL-IHSAN BANDUNG

Disusn oleh:
Anjas Bahtiar
KHGD22052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KASRSA HUSADA GARUT
Laporan Pendahuluan Hydrocephalus

A. Pengertian Hydrocephalus
Hydrocephalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hydrocephalus Kongenital umumnya terjadi sekunder akibat malformasi susunan
saraf pusat atau stenosis aquaduktus. Hydrocephalus biasanya timbul selama periode
neonatus atau pada awal masa bayi. Harus dibedakan dengan pengumpulan cairan
lokal tanpa tekanan intrakarnial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau
pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan, sesudah
terjadinya atrofi otak. Hydrocephalus yang tampak jelas dengan tanda – tanda klinis
yang khas disebut hydrocephalus yang manifes. Sementara itu, hydrocephalus dengan
ukuran kepala yang normal disebut sebagai hydrocephalus yang tersembunyi.
Dikenal Hydrocephalus Kongenital dan Hydrocephalus Akuisita.
B. Anatomi dan Fisiologi
Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari
sistem ventrikel, sistem magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang
meliputi seluruh susunan syaraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh
pleksus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater
dan araknoid yang meliputi seluruh susunan syaraf pusat (SSP). Hubungan antara
sistem ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median
dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliran CSS yang normal ialah
dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini
melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen
Luscha dan Magendie ke dalam ruang subaranoid melalui sisterna magna. Penutupan
sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler

C. Etiologi
Kasus hydrocephalus terjadi 2 per 1.000 kelahiran. Kondisi ini bisa dideteksi
sejak masih dalam kandungan (Congenital Hydrocephalus) sehingga tindakan lanjut
dari kondisi ini sudah bisa disiapkan sejak sebelum persalinan. Hydrocephalus terjadi
bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis aquaduktus sylvii
Adalah penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran air dari sylvii (antara
ventrikel ketiga dan keempat di otak). Merupakan penyebab yang terbanyak pada
hydrocephalus bayi dan anak (60-90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu
sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hydrocephalus
terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
lahir. Stenosis aquaduktus juga merupakan penyebab yang sangat umum dari
hydrocephalus kongenital. Dengan kejadian hydrocephalus 5 sampai 10 per 10.000
kelahiran hidup, stenosis aquaduktus menyumbang sekitar 20% dari kasus
hydrocephalus.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom
Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan
serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total. Kasus hydrocephalus karena spina bifida terjadi
pada 20 – 50 per 10.000 kelahiran hidup
c. Sindrom Dandy-Walker
Dandy-Walker juga merupakan penyebab penting Hydrocephalus Kongenital,
meskipun terjadi lebih jarang. Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan
Magendie dengan akibat Hydrocephalus Obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel
terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista
yang besar di daerah fosa posterior. Sindrom tersebut terjadi pada sekitar 1 per 30.000
kelahiran hidup. Meskipun cacat yang hadir pada saat lahir, hydrocephalus tidak
selalu hadir dalam periode neonatal. Sekitar 80% dari semua Dandy-Walker akan di
diagnosis pada usia satu tahun, meskipun beberapa diagnosa mungkin tertunda hingga
remaja atau dewasa.
d. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
e. Anomali Pembuluh Darah
Hydrocephalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis
posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksi
akuaduktus.
2. Infeksi
Infeksi pada selaput meningen dapat menimbulkan perlekatan meningen
sehingga dapat terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase
akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat purulenta di aquaduktus silvii sisterna basalis. Selain itu, ibu hamil sering
menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat berpengaruh pada perkembangan normal
otak bayi. Seperti:
a. CMV (Cytomegalovirus)
Merupakan virus yang menginfeksi lebih dari 50% orang dewasa Amerika
pada saat mereka berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai virus yang paling sering
ditularkan ke anak sebelum kelahiran. Virus ini bertanggung jawab untuk demam
kelenjar.
b. Campak Jerman (rubella)
Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus rubella. Virus
ditularkan dari orang ke orang melalui udara yang ditularkan ketika orang terinfeksi
batuk atau bersin, virus juga dapat ditemukan dalam air seni, kotoran dan pada kulit.
Ciri gejala dari beberapa rubella merupakan suhu tubuh tinggi dan ruam merah muda.
c. Mumps
Merupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut di mana kelenjar ludah,
terutama kelenjar parotis (yang terbesar dari tiga kelenjar ludah utama) membengkak.
d. Sifilis
Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum.
e. Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit berseltunggal
yaitu Toxoplasma gondii.
3. Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila
tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian
depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam
otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. 10 Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa terjadi
pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas, sehingga
lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya
masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan
melebarnya tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang
makin lama makin membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada
orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun
banyaknya CSS yang tertumpuk, tidak akan mampu menambah besar diameter kepala

D. Epidemiologi
Hydrocephalus internus atau penumpukan cairan serebrospinalis yang
berlebihan dalam ventrikel otak dengan akibat pembesaran kranium, terjadi pada satu
diantara 2.000 janin dan merupakan 12% diantara malformasi berat yang ditemukan
pada waktu lahir. Cacat yang sering terjadi bersamaan adalah spina bifida yang
ditemukan pada sepertiga kasus. Seringkali lingkaran kepala melampaui 50 cm, dan
terkadang mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antara 500 dan 1500 ml, tetapi
dapat mencapai 5 liter. Presentasi sungsang ditemukan pada sepertiga kasus.
Biasanya mengakibatkan distosia yang berat. Pada umumnya, kejadian hydrocephalus
sama pada laki-laki dan perempuan. Hydrocephalus di masa dewasa mewakili sekitar
40% dari total kasus hydrocephalus. Dalam sebuah penelitian (1968 - 1976) yang
berbasis rumah sakit di Amerika Serikat dengan total 174.000 kelahiran, peneliti
menemukan kejadian hydrocephalus bawaan sebesar 6,6 kasus per 10.000 kelahiran.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam insiden antara kulit putih dan kulit hitam.
Hydrocephalus dapat terdeteksi selama pemeriksaan USG. Raveley (1973)
dan Cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi Hydrocephalus
Kongenital sebesar 5-10,8 pada setiap 10.000 kelahiran dan 11%- 43% disebabkan
oleh stenosis aqueductus serebri. Menurut Harsoso (1996), Hydrocephalus Infantil
ditemukan 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50%
karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor
fossa posterior. Insiden Hydrocephalus di Indonesia mencapai 10 per 1.000 kelahiran

E. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi


Berikut ini adalah hal – hal yang mempengaruhi terjadinya hydrocephalus:
a. Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang
dapat menyebabkan hydrocephalus.
b. Masalah infeksi pada rahim selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
hydrocephalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi dapat timbul perlekatan
meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain, penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
c. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap dari
kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin tidak terdeteksi saat
lahir, tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan tampak saat usia bayi lebih
tua (masih masa anak - anak).
d. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu
glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma. Hydrocephalus Infantil, 4% adalah karena tumor
fossa fosterior.
e. Infeksi pada sistem saraf.
f. Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena perdarahan dan
meningitis.
g. Memiliki cedera kepala berat.

F. Klasifikasi Hydrocephalus
Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Hydrocephalus yang manifes (overt hydrocephalus) merupakan hydrocephalus
yang tampak jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas.
b. Hydrocephalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus) merupakan
hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal.
2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi pada neonatus
atau yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena cedera
kepala selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi selama masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor – faktor lain setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
a. Hydrocephalus Akut adalah hydrocephalus yang terjadi secara mendadak sebagai
akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
b. Hydrocephalus Kronik adalah hydrocephalus yang terjadi setelah aliran
serebrospinal mengalami obstruksi beberapa minggu atau bulan atau tahun.
c. Hydrocephalus Subakut adalah hydrocephalus yang terjadi diantara waktu
hydrocephalus akut dan kronik.
4. Sirkulasi cairan serebrospinal
a. Hydrocephalus Komunikans adalah hydrocephalus yang memperlihatkan adanya
hubungan antara CSS system ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid.
b. Hydrocephalus non - Komunikans berarti terdapat hambatan sirkulasi cairan
serebrospinal dalam sistem ventrikel sendiri.

G. Gambaran Klinis
Gambaran klinik hydrocephalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab,
dan lokasi obstruksi.
1. Neonatus
Gejala hydrocephalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, terkadang kesadaran
menurun ke arah letargi, muntah. Pada masa neonates gejala lainnya belum tampak,
sehingga apabila dijumpai gejala tersebut, perlu dicurigai adanya kemungkinan
hydrocephalus. Dengan demikian dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan
sistematik. Pada anak di bawah 6 tahun, termasuk neonatus, akan tampak pembesaran
kepala karena sutura belum menutup secara sempurna. Pembesaran kepala ini harus
dipantau dari waktu ke waktu, dengan mengukur lingkar kepala. Fontanela anterior
tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang dan padat. Pemeriksaan fontanela ini
harus dalam situasi yang santai, tenang, dan penderita dalam posisi berdiri atau duduk
tegak. Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti bahwa tidak ada
hydrocephalus. Pada umur 1 tahun, fontanela anterior sudah menutup atau oleh
karena rongga tengkorak yang melebar maka tekanan intrakranial secara relatif akan
mengalami dekompresi. Vena di kulit kepala dapat sangat menonjol, terutama apabila
bayi menangis. Peningkatan tekanan intrakranial akan mendesak darah vena dari alur
normal di basis otak menuju ke sistem kolateral dan saluran – saluran yang tidak
mempunyai klep. Mata penderita hydrocephalus memperlihatkan gambaran yang
khas, sklera yang berwarna putih akan tampak di atas iris. Paralisis nervus abdusens,
yang sebenarnya tidak menunjukkan lokasi lesi, sering dijumpai pada anak yang
berumur lebih tua dan pada dewasa. Terlihat adanya nistagmus dan strabismus. Pada
hydrocephalus yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil. Tidak
adanya pulsasi vena retina merupakan tanda awal hipertensi intrakranial yang khas.
2. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu,
gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada 1/3 kasus
hydrocephalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada umumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan paralisis nervus abdusens.

H. Fisiologi cairan serebrospinal


a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian
CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF
ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1. Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar
2. Parenchym otak
3. Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat
pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel
lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui
aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF
mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen
Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga
subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna
di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus
Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.
I. Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami
atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan
yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray
matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang
akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan
melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior
tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis
aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik
pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala
berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan
Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada
foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior
menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan
wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura
cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya
menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat
membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak
komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan
absorbsi total akan menyebabkankematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan
robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan
absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut
maka akan terjadi keadaan kompensasi.

J. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda
terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat
dilakukan dengan:
a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat
mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi
mengalami hydrocephalus.
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi dan
melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu
perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang –
orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu
yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien
yang menderita gangguan limpa.
d. Mencegah cedera kepala.

2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis
Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk
mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik,
radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah
bayi lahir. Disamping itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan
kongenital kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin seperti adanya
diagnosa prenatal atau antenatal. Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya mudah
dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih besar kemungkinan hydrocephalus diduga
bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Tindakan yang
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah transluminasi kepala,
ultrasonogafi kepala bila ubun-ubun besar belum menutup, foto Rontgen kepala dan
tomografi komputer (CT Scan). Pemeriksaan untuk menentukan lokalisasi
penyumbatan ialah dengan menyuntikkan zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis
dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal untuk mengetahui penyumbatan
ruang subaraknoid. Sebelum melakukan uji PSP ventrikel ini, dilakukan dahulu uji
PSP ginjal untuk menentukan fungsi ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk
melengkapi pemeriksaan. Namun dengan adanya pemeriksaan CT Scan kepala, uji
PSP ini tidak dikerjakan lagi.
b. Pengobatan
Penanganan hydrocephalus telah semakin baik dalam tahun-tahun terakhir ini,
tetapi terus menghadapi banyak persoalan. Idealnya bertujuan memulihkan
keseimbangan antara produksi dan resorpsi CSF. Beberapa cara dalam pengobatan
hydrocephalus yaitu:
1. Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan
dosis 25-50 mg/kg BB. Asetazolamid dalam dosis 40-75 mg/kg 24 jam mengurangi
sekitar sepertiga produksi CSF, dan terkadang efektif pada hydrocephalus ringan
yang berkembang lambat. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan
kortikosteroid dapat diberikan, meskipun hasilnya kurang memuaskan.
2. Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak dengan rongga
peritoneal, yang disebut ventriculo-peritoneal shunt. Tindakan ini pada umumnya
ditujukan untuk hydrocephalus non-komunikans dan hydrocephalus yang progresif.
Setiap tindakan pemirauan (shunting) memerlukan pemantauan yang
berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf.
Pada Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang dapat dipintas
(bypass). Pada operasi Torkildsen dibuat pintas stenosis akuaduktus menggunakan
tabung plastik yang menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1 ventrikel
lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid medula spinalis; operasi tidak
berhasil pada bayi karena ruanganruangan ini belum berkembang dengan baik.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah
berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien. Pada penderita hydrocephalus pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu
dengan pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Tindakan ini dilakukan pada periode
pasca operasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi shunt seperti
infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional yang disebabkan oleh jumlah
aliran yang tidak adekuat.
Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi
ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasikomplikasi
seperti: oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal), diskoneksi
atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak
tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang
lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
lanjut seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi
ortostatik.

K. Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan
Pencegahan untuk mencegah timbulnya kelainan genetik perlu dilakukan
penyuluhan genetik, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan
antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahiran diusahakan dalam batas-batas
fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu
saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50
mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid
dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau
furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat
sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat
mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Pemasangan shunt dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial. Pintasan terbuat dari bahan silikon khusus,
yang tidak menimbulkan reaksi radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan
di dalam tubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa
infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :


1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel
dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan.
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. infeksi pada shunt
meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan
kematian.

L. Komplikasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Kerusakan otak
3. Infeksi: septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak.
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
5. Hematomi subdural, peritonitis, perporasi organ dalam rongga abdomen, fistula,
hernia, dan ileus.
6. Kematian
M. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik:
Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis
untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
3. Pemeriksaan radiologi:
- X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
- USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
- CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya

N. Asuhan Keperawatan
1. Pathway
2. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan
pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras
atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
-Anak dapat melihat keatas atau tidak.
-Pembesaran kepala.
-Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
b. Palpasi
-Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
- Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela
tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata
- Akomodasi.
- Gerakan bola mata.
-Luas lapang pandang
-Konvergensi.
-Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
-Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
3. Observasi Tanda-Tanda Vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
- Peningkatan sistole tekanan darah.
- Penurunan nadi / Bradicardia.
- Peningkatan frekwensi pernapasan.
4. Diagnosa Klinis
Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari
pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang ), Opthalmoscopy : Edema
Pupil. CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi
komputer. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

3.Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial
b. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan defisiensi
stimulasi
c. Resiko cedera faktor resiko peningkatan TIK
d. Risiko kerusakan integritas kulit faktor resiko paralisis
4. Intervensi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Risiko ketidakefektifan NOC: NIC:


perfusi jaringan otak Tissue perfusion : celluler Neurologic Monitoring
Kriteria hasil : 1. Monitor ukuran,
a. Ritme jantung bentuk, kesimetrisan dan
b. CRT (< 2 detik) reaksi dari pupil
c. Tidak terdapat gejala 2. Monitor penurunan
tekanan intrakranial: pupil kesadaran pasien
anisokor, muntah proyekti, 3. Monitor Glascow
sakit kepala berat (5) Coma Scale (GCS)
d. Pucat, kulit dingin 4. Monitor tanda-
(Normal ekstremitas tanda vital : tekanan darah,
hangat kering merah) nadi, RR, suhu
5. Monitor gejalan
tekanan intracranial
Keterlambatan NOC: NIC:
pertumbuhan dan Growth and Development, Peningkatan
perkembangan Delayed perkembangan anak
Kriteria Hasil: 1. Kaji faktor penyebab
Definisi: 1. Anak berfungsi optimal gangguan perkembangan
penyimpangan/kelainan sesuai tingkatannya anak
dari aturan kelompok usia 2. keluarga dan anak 2. identifikasi dan gunakan
mampu menggunakan sumbe pendidikan untuk
koping terhadap tantangan memfasilitasi
karena adanya perkembangan anak yang
ketidakmampuan optimal
3. berikan perawatan yang
konsisten
4. tingkatkan komunikasi
verbal dan stimulasi taktil
5. berikan instruksi
berulang dan sederhana
Resiko cidera NOC: Risk Control NIC:
Definisi: Kriteria Hasil: Environment Management
Beresiko mengalami 1. klien terbebas dari (Manajemen Lingkungan)
cidera sebagai akibat cidera 1. Sediakan lingkungan
kondisi lingkungan yang 2. menggunakan fasilitas yang aman untuk pasien
berinteraksi dengan kesehatan yang ada 2. identifikasi kebutuhan
sumber adaptif dan sumber 3. mampu mengenali keamanan pasien, sesuai
defensive individu perubahan status kesehatan dengan kondisi fisik
3. menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya
4. memasang side rail
tempat tidur
5. menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien

Resiko Kerusakan NOC: NIC:


Integritas Kulit Tissue Integrity: Skin and Preassure Management
Definisi: perubahan atau Mucous Membranes 1. Hindari kerutan pada
gangguan epidermis atau Kriteria Hasil: tempat tidur
dermis 1. Integritas kulit yang 2. jaga kebersihan kulit
baik bisa dipertahankan 3. mobilisasi pasien
2. tidak ada luka/lesi pada 4. monitor kulit dari
kulit adanya kemerahan
3.perfusi jaringan baik 5. oleskan lotion pada
daerah yang tertekan
DAFTAR PUSTAKA

Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Juni 2014


http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.

Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses


penyakit,Jakarta;EGC.

Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai