BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.
Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328). hidrosefalus tidak hanya terjadi pada
anak-anak, namun bisa juga pada orang dewasa. hidrosefalus pada orang dewasa tidak terjadi
pembesaran kepala karena satura, fontanela sudah tertutup sehingga penumpukan cairan CSS
yng berlebih akan langsung menekan otak dan penipisan tengkorak.
1.Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ; Pada saat lahir
keadaan otak bayi terbentuk kecil. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya
tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2.Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit –
penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak
tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu
oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital
denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya..
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua
bagianyaitu :
1.Hidrosefalus Komunikans
Pada hidrocefalus komunikan terdapat hubungan yang baik diantara ventrikel dengan ruang
subarakhnoidal di daerah lumbal. Hidrocefalus komunikan dapat disebabkan oleh pleksus
koroideus neonatus yang berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk
daripada yang direabsorbsi oleh vili subarachnoidalis.
2.Hidrosefalus Nonkomunikans/ obstruktif.
Penyakit ini dinamai pula hidrocefalus obstruktif, yang jelas menunjukkan tidak adanya
hubungan antara ventrikel dengan ruang subarachnoidal di lumbal. Penyebab hidrocefalus
nonkomunikan ini adalah penyempitan pada akuaduktus Sylvii congenital; oleh karena cairan
dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua ventrikel dan ventrikel ketiga, maka volume ketiga
ventrikel tersebut menjadi membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak
sehingga otak menjadi tipis.
Suatu cara untuk membedakan hidrocefalus komunikan dengan nonkomunikan adalah dengan
jalan mengukur tekanan likuor dalam ventrikulus lateralis dan tekanan likuor di kantong lumbal
secara bersamaan
D.Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat
dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna
basalis. Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal
akan meyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya
terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1.Kelainan bawaan (Kongenital)
Disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim (misalnya Malformasi aqrnold-Chiari
atau infeksi intrauterinea.
a.Stenosis akuaduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60% - 90%). Akuaduktus
dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya
gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama
setelah lahir.
b.Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat
tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan sereblum letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c.Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus
obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian
besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
d.Kista arakroid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
e.Anomali pembuluh darah
Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidosefalus akibat areurisma-arterio-vena yang
mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus akibat obstruksi
akuaduktus.
2.Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan
subaraknoid. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat
terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara
patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah
lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal
sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta
lokasinya lebih besar.
3.Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi disetiap tempat aliran CSS. Pengobatan
dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka
dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau.
Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari sereblum, sedangkan penyumbatan
bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4.Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat orgisasi dari darah itu sendiri.
B.Path-way
C.Tanda dan gejala
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa
bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar
kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella
terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2.Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia)
dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-
pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari
ukuran kepala.
1.Bayi
- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
-Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak.
-Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial: muntah, gelisah, menangis dengan suara ringgi,
peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak
teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
-Peningkatan tonus otot ekstrimitas
-Tanda – tanda fisik lainnya ;
• Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.
•Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
• Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
• Strabismus, nystagmus, atropi optik.
• Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1.Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan
reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat
pembentukan cairan serebrospinal.
2.Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat absorbsi,
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3.Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
4.Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang
berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke
satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai
dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
5.Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap
dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan
tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung
selang di kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga
tidak terlihat dari luar.
6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon
yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978) mengembangkan fiberoptik yang
dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau
melalui televisi.
7. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui
upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
E.Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi mental
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu
F.ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a.Anamnesis
Keluhan utama:
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan bergantung seberapa
jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah
nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan
perifer.
Riwayat penyakit sekarang:
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens) sebelumnya.
Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat
kesadaran menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil cecara
disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada saluran
nafas, dan adanya liquor dari hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi.
Riwaya penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya, riwayat
adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
Riwayat perkembangan
Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis
akuaduktal yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.
Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk menilai
respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun
masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan
neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji
terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungan
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis didalam system dukungan individu.
b.Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15) dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil
dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatka hal-hal sebagai berikut:
Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi
klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh,
dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot
interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat
inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding
dada.
Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan
adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan tingkat kessadaran.
B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan
perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam
darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu
syok. Pada keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antideuretik
hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran
garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektroloit sehingga
menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap disbanding pengkajian
pada system yang lain. Hidrosefalus menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat adanya peningkatan CSF dalam
sirkulasi ventrikel.
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan
mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka
normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau
tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit
kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula cracked pot sign yaitu
bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong kebawah oleh
tekanan dan penipisan tulang subraorbita. Sclera tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan
matahari yang akan terbenam atau sunset sign.
Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keterrjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive
untuk disfungsi system persarafan. Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya
dimensia. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
Pengkajian fungi serebral, meliputi:
Status mental. Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan.
Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan penurunan dalam
ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pada pengkajian anak, yaitu
sering didapatkan penurunan dalam perkembangan intelektual anak dibandingkan dengan
perkembangan anak normal sesuai tingkat usia.
Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik didapatkan jika jumlah CSS
yang tinggi mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau
kerusakan fungsi intelektual kortikal yamg lebih tinggi. Disfungsi ini dapat ditunjukka pada
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang
menyebabka klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.pada
klien bayi dan anak-anak penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan fissiologis ssaraf
ini klien akan mengalami kelainan padda fungsi penciuman/ anosmia lateral atau bilateral.
Saraf II (Optikus): pada nak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf otak II pada
pemeriksaan funduskopi.
Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda dini herniasi tertonium
addalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran . paralisis otot-otot ocular akan menyusul
pada tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak bisa
melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada nanak dengan
hidrosefalus.
Saraf V (Trigeminius): karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek.
Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran.
Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang baik, kesulitan
membuka mulut
Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas
leher klien
Saraf XII (Hipoglosus): indra pengecapan mengalaami perubahan.
Pengkajian ferleks.
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendo, ligamentum atau periosteum derajat reflex
pada rrespon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus yang mengganggu pusat refleks, maka akan
didapatkan perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Pengkajian system sensorik.
Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin
lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya
perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia urin
karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan
karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius
eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual dan muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann
neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk
untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi
abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat
tertelanya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.
B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi disebabkan
pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu,
kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruaan menunjukkan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat
pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau
syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi. Integritas kulit
untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istiraha.
Pemeriksaan diagnostic
CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,
ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
MRI: digunakan sama denga CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu protein LCS normal atau
menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa menurun atau tetap
Pengkajian Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala peningkatan TIK, untuk mencegah
resiko cedera dan mencegah gangguan neurologis
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai berat ringannya truma.
Pengobatan antii edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol
10%.
Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole.
Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
Beberapa teknik pengobatan yang telah dikembangkan meliputi penurunan produksi LCS
dengan merusak sebagian fleksus (koroidalis).
c. Diagnose keperawatan
1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal.
2. Bersihan jalan nafar tidak efektif b.d penumpukan sputum, peningkatan sekresi secret dan
penurunan volume batuk sekunder akibat adanya nyeri dan keletiha, ketidak mampuan
batuk/batuk produktif.
3. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial.
4. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan mencerna
makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan misinterpretasi informasi, ttidak mengenal
sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional
7. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisas, tiak adekuatnya sirkulasi perifer.
8. Resiko deficit cairan dan elektrolit b. dmuntah, asupan cairan kurang, peningkatan metabolise.
9. Ansietas keluarga b.d keadaan yang kritis pada klien.
10. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat truma.
d. Intervensi Keperawatan
Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal.
Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien tidak mengalami
peningkatan TIK.
Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6 tidak
terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status neurologi/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala
membesar
Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala klien hilang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak
rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
Intervensi :
1. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan
peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
2. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan
dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.
R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan
kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
3. Pantau dan catat TTV.
R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.
4. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi
kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau
tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.
5. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka,
nafas dalam, dll.
R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.
Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya
mual-muntah.
Intervensi :
1. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
2. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung.
R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran
pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus.
3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu ingin
makan.
R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.
4. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat
badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient
5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan
kalorinya.
6. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
e. Pelaksanaan /implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada rencana yang
telah ditentukan dengan prinsip :
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat .
Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka
f. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria
evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang & intervensi
dirubah).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya.
B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat
membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas
mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. EGC: Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. Buku kuliah 2 Ilmu
kedokteran: EGC
Ngoerah, I Gusti Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC