Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA AN. A DENGAN HYDROCEPHALUS


DI RUANG EMPUTANTULAR RSUD KANJURUHAN

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK

OLEH :

(BANGKIT YOUGA PRATAMA)


(201810300511059)

PROGRAM DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN HYDROCEPHALUS

A. DEFINISI
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya
cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal. merupakan sindroma
klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan
kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang
meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan
serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan
ruang – ruang tempat mengalirnya liquor (Suanarti & Rahyani. Ni Komang Yuni, 2020).
Hydrocephalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan bertambahnya Cairan
Serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Hydrocephalus Kongenital umumnya terjadi
sekunder akibat malformasi susunan saraf pusat atau stenosis aquaduktus. Hydrocephalus
biasanya timbul selama periode neonatus atau pada awal masa bayi. Harus dibedakan dengan
pengumpulan cairan lokal tanpa tekanan intrakarnial yang meninggi seperti pada kista
porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan,
sesudah terjadinya atrofi otak. Hydrocephalus yang tampak jelas dengan tanda – tanda klinis
yang khas disebut hydrocephalus yang manifes. Sementara itu, hydrocephalus dengan ukuran
kepala yang normal disebut sebagai hydrocephalus yang tersembunyi. Dikenal
Hydrocephalus Kongenital dan Hydrocephalus Akuisita (Suanarti & Rahyani. Ni Komang
Yuni, 2020).
B. ETIOLOGI

Kasus hydrocephalus terjadi 2 per 1.000 kelahiran. Kondisi ini bisa dideteksi sejak masih
dalam kandungan (Congenital Hydrocephalus) sehingga tindakan lanjut dari kondisi ini sudah
bisa disiapkan sejak sebelum persalinan. Hydrocephalus terjadi bila terdapat penyumbatan
aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan
CSS di atasnya. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak
ialah (Dermawaty & Oktaria, 2017) :

1. Kelainan bawaan
a. Stenosis aquaduktus sylvii Adalah penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran
air dari sylvii (antara ventrikel ketiga dan keempat di otak). Merupakan penyebab
yang terbanyak pada hydrocephalus bayi dan anak (60-90%). Akuaduktus dapat
merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa.
Umumnya gejala hydrocephalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat
pada bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis aquaduktus juga merupakan
penyebab yang sangat umum dari hydrocephalus kongenital. Dengan kejadian
hydrocephalus 5 sampai 10 per 10.000 kelahiran hidup, stenosis aquaduktus
menyumbang sekitar 20% dari kasus hydrocephalus.
b. Spina bifida dan kranium bifida Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya
berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis
dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. Kasus
hydrocephalus karena spina bifida terjadi pada 20 – 50 per 10.000 kelahiran
hidup.
c. Sindrom Dandy-Walker Dandy-Walker juga merupakan penyebab penting
Hydrocephalus Kongenital, meskipun terjadi lebih jarang. Merupakan atresia
kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat Hydrocephalus
Obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa
posterior. Sindrom tersebut terjadi pada sekitar 1 per 30.000 kelahiran hidup.
Meskipun cacat yang hadir pada saat lahir, hydrocephalus tidak selalu hadir
dalam periode neonatal. Sekitar 80% dari semua Dandy-Walker akan di diagnosis
pada usia satu tahun, meskipun beberapa diagnosa mungkin tertunda hingga
remaja atau dewasa.
d. Kista araknoid Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
e. Anomali Pembuluh Darah Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya
hydrocephalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis
posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksi
akuaduktus.
2. Infeksi
Infeksi pada selaput meningen dapat menimbulkan perlekatan meningen sehingga
dapat terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulenta di
aquaduktus silvii sisterna basalis. Universitas Sumatera Utara Selain itu, ibu hamil sering
menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat berpengaruh pada perkembangan normal
otak bayi. Seperti (Dermawaty & Oktaria, 2017) :
a. CMV (Cytomegalovirus) Merupakan virus yang menginfeksi lebih dari 50%
orang dewasa Amerika pada saat mereka berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai
virus yang paling sering ditularkan ke anak sebelum kelahiran. Virus ini
bertanggung jawab untuk demam kelenjar.
b. Campak Jerman (rubella) Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh virus rubella. Virus ditularkan dari orang ke orang melalui udara yang
ditularkan ketika orang terinfeksi batuk atau bersin, virus juga dapat ditemukan
dalam air seni, kotoran dan pada kulit. Ciri gejala dari beberapa rubella
merupakan suhu tubuh tinggi dan ruam merah muda.
c. Mumps Merupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut di mana kelenjar
ludah, terutama kelenjar parotis (yang terbesar dari tiga kelenjar ludah utama)
membengkak.
d. Sifilis Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum.
e. Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit berseltunggal
yaitu Toxoplasma gondii.
3. Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal
dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan
suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak,
dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. Meskipun banyak
ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga bisa terjadi pada dewasa.
Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas, sehingga lebih mudah
dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka,
sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya
tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran diameter kepala yang makin lama makin
membesar seiring bertambahnya tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa, tulang
tengkorak tidak lagi mampu melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang
tertumpuk, tidak akan mampu menambah besar diameter kepala.
C. EPIDEMIOLOGI
Hydrocephalus internus atau penumpukan cairan serebrospinalis yang berlebihan dalam
ventrikel otak dengan akibat pembesaran kranium, terjadi pada satu diantara 2.000 janin dan
merupakan 12% diantara malformasi berat yang ditemukan pada waktu lahir. Cacat yang
sering terjadi bersamaan adalah spina bifida yang ditemukan pada sepertiga kasus. Seringkali
lingkaran kepala melampaui 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya
antara 500 dan 1500 ml, tetapi dapat mencapai 5 liter (Gideon Bangun et al., 2019).
Presentasi sungsang ditemukan pada sepertiga kasus. Apapun presentasinya, biasanya
akan terjadi disproporsi sephalopelvik, dan biasanya mengakibatkan distosia yang berat.20
Pada umumnya, kejadian hydrocephalus sama pada laki-laki dan perempuan. Insiden
hydrocephalus menyajikan kurva usia bimodal. Satu puncak terjadi pada masa bayi dan
terkait dengan berbagai bentuk cacat bawaan. Dipuncak lain terjadi di masa dewasa yaitu
mewakili sekitar 40% dari total kasus hydrocephalus (Gideon Bangun et al., 2019).
Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan konginetal namun bisa pula oleh sebab
postnatal. Secara keseluruhan, insiden dari hidrosefalus diperkirakan mendekati 1:1000.
sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang berbeda.
Hershey BL mengatakan kebanyakan hidrosefalus pada anak-anak adalah kongenital yang
biasanya sudah tampak pada masa bayi. Jika hidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan
biasanya bukan oleh karena kongenital. Mujahid Anwar dkk mendapatkan 40-50% bayi
dengan perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4 mengalami hidrosefalus. Pongsakdi
Visudiphan dkk pada penelitiannya mendapatkan 36 dari 49 anak-anak dengan meningitis TB
mengalami hidrosefalus, dengan catatan 8 anak dengan hidrosefalus obstruktif dan 26 anak
dengan hidrosefalus komunikans (Gideon Bangun et al., 2019).
Hidrosefalus merupakan kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara produksi
cairan serebrospinal (CSS) dengan penyerapannya. Jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup
bervariasi. Di Negara Amerika Serikat kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5-4 per 1000
kelahiran hidup. Insidensi hidrosefalus antara 0,2 - 4 setiap 1000 kelahiran. Di Jepang
kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Di Indonesia kasus hidrosefalus mencapai
kurang lebih 2 kasus dalam 1000 kelahiran1. Hidrosefalus dibagi dalam 2 kategori, yaitu
komunikan dan non komunikan. Penanganan pasien hidrosefalus telah dimulai sejak tahuan
1950 dengan dilakukannya pemasangan pirau ventrikuloperitoneal. Kejadian malfungsi pirau
ventrikuloperitoneal di beberapa tempat menunjukkan angka 40 – 60% dalam setahun
(Gideon Bangun et al., 2019).
D. FAKTOR RESIKO
Berikut ini adalah hal – hal yang mempengaruhi terjadinya hydrocephalus (Indah
Aulyani et al., 2015) :
a. Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang dapat
menyebabkan hydrocephalus.
b. Masalah selama kehamilan infeksi pada rahim selama kehamilan dapat meningkatkan
risiko hydrocephalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi dapat timbul perlekatan
meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain, penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
c. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap dari
kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin tidak terdeteksi saat lahir,
tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan tampak saat usia bayi lebih tua (masih
masa anak - anak).
d. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan
kraniofaringioma. Hydrocephalus Infantil, 4% adalah karena tumor fossa fosterior.
e. Infeksi pada sistem saraf.
f. Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena perdarahan dan
meningitis.
g. Memiliki cedera kepala berat.
E. KLASIFIKASI
Terdapat berbagai macam klasifikasi hydrocephalus yang bergantung pada faktor yang
terkait. Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan (Indah Aulyani et al., 2015) :
1. Gambaran Klinis
a. Hydrocephalus yang manifes (overt hydrocephalus) merupakan hydrocephalus
yang tampak jelas dengan tanda – tanda klinis yang khas.
b. Hydrocephalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus) merupakan
hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal.

2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi pada neonatus
atau yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena cedera
kepala selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi selama masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor – faktor lain setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
a. Hydrocephalus Akut adalah hydrocephalus yang terjadi secara mendadak sebagai
akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
b. Hydrocephalus Kronik adalah hydrocephalus yang terjadi setelah aliran
serebrospinal mengalami obstruksi beberapa minggu atau bulan atau tahun.
c. Hydrocephalus Subakut adalah hydrocephalus yang terjadi diantara waktu
hydrocephalus akut dan kronik.
4. Sirkulasi cairan serebrospinal
a. Hydrocephalus Komunikans adalah hydrocephalus yang memperlihatkan adanya
hubungan antara CSS system ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid.
b. Hydrocephalus non - Komunikans berarti terdapat hambatan sirkulasi cairan
serebrospinal dalam sistem ventrikel sendiri
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik hydrocephalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi
obstruksi. Gejala – gejala yang menonjol merupakan refleksi hipertensi intrakranial. Rincian
gambaran klinik adalah sebagai berikut (Indah Aulyani et al., 2015) :
1. Neonatus
Gejala hydrocephalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah iritabilitas.
Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang – kadang kesadaran menurun ke
arah letargi. Anak kadang – kadang muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada masa
neonatus ini gejala – gejala lainnya belum tampak, sehingga apabila dijumpai gejala –
gejala seperti tersebut di atas, perlu dicurigai adanya kemungkinan hydrocephalus.
Dengan demikian dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan sistematik.
Pada anak di bawah 6 tahun, termasuk neonatus, akan tampak pembesaran kepala
karena sutura belum menutup secara sempurna. Pembesaran kepala ini harus dipantau
dari waktu ke waktu, dengan mengukur lingkar kepala. Fontanela anterior tampak
menonjol, pada palpasi terasa tegang dan padat. Pemeriksaan fontanela ini harus dalam
situasi yang santai, tenang, dan penderita dalam posisi berdiri atau duduk tegak. Tidak
ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti bahwa tidak ada hydrocephalus.
Pada umur 1 tahun, fontanela anterior sudah menutup atau oleh karena rongga tengkorak
yang melebar maka tekanan intrakranial secara relatif akan mengalami dekompresi.
Vena – vena di kulit kepala dapat sangat menonjol, terutama apabila bayi menangis.
Peningkatan tekanan intrakranial akan mendesak darah vena dari alur normal di basis
otak menuju ke sistem kolateral dan saluran – saluran yang tidak mempunyai klep. Mata
penderita hydrocephalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang disebut sebagai
setting-sun sign, skera yang berwarna putih akan tampak di atas iris. Paralisis nervus
abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan lokasi lesi, sering dijumpai pada anak
yang berumur lebih tua dan pada dewasa. Kadang – kadang terlihat adanya nistagmus
dan strabismus. Pada hydrocephalus yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau
atrofi papil. Tidak adanya pulsasi vena retina merupakan tanda awal hipertensi
intrakranial yang khas.
2. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu, gangguan
visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada 1/3 kasus hydrocephalus pada
usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada umumnya tidak menunjukkan kelainan,
kecuali adanya edema papil dan/atau paralisis nervus abdusens
G. PATOFISIOLOGIS
Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi cairan yang
berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan, peningkatan tekanan sinus venosa.
Konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana
sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat
tiap saat selama perkembangan hidrosefalus (Indah Aulyani et al., 2015).
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid,
ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek
garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita
yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun
ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan (Indah
Aulyani et al., 2015).
Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif
tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada
bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang
dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang
terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini
menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan
(dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada
foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas
akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil
secara disproporsional (Suanarti & Rahyani. Ni Komang Yuni, 2020).
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi
masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral
menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus
tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan
absorbsi total akan menyebabkankematian (Dermawaty & Oktaria, 2017).
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi
(Dermawaty & Oktaria, 2017).
Pathway Hidrosefalus (Dermawaty & Oktaria, 2017).

Produksi CSS
Meningkat

Absorbsi

1. Post infeksi : meningitis


2. Tumor space occopying

Penumpukan cairan (CSS) dalam vertikel otak secara aktif


(Hidrosefalus)

penatalaksanaan Obstruksi aliran pada shunt di


ventrikel otak
Pemasangan VP
Shunt
Peningkatan Volume CSS

Imobilisasi

MK :  Gangguan MK : Penurunan Kapasitas


MK :  Risiko Infeksi
Integritas Kulit/Jaringan Adaptif Intrakranial
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu (Indah Aulyani et al., 2015):
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar
halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel.
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan
dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hidrosepalus menurut (Dermawaty & Oktaria, 2017) sebagai berikut :

1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan genetic,
penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga dekat.
Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari
trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada
menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50
mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid
dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau
furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh
spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan 
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat
mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :

a. Ventrikulo Peritorial Shunt


b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalah memberikan pengertian pada
keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter
“shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pi8ntasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi
radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya.
Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a. mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbs
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

a. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
b. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi.
saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.
c. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang
ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2
hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka
kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt
yang dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual,
lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
Data fokus pengkajian hidrosepalus menurut (Suanarti & Rahyani. Ni Komang Yuni,
2020) sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
c. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
- Anak dapat melioha keatas atau tidak.
- Pembesaran kepala.
- Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
Palpasi
- Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
- Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela
tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
d. Pemeriksaan Mata
- Akomodasi.
- Gerakan bola mata.
- Luas lapang pandang
- Konvergensi.
- Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
- Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
e. Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
- Peningkatan sistole tekanan darah.
- Penurunan nadi / Bradicardia.
- Peningkatan frekwensi pernapasan.
f. Diagnosa Klinis :
- Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari
pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
- Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “
(Mercewen’s Sign)
- Opthalmoscopy : Edema Pupil.
- CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan
nalisisi komputer.
- Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
2. Diagnosa Keperawatan yang Kemungkinan Muncul (SDKI)
a. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
b. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
c. Resiko cedera
d. Ansietas
e. Nyeri Akut
(Tim Pokja PPNI, 2017)
3. Luaran Keperawatan (SLKI)
a. Perfusi Serebral
b. Integritas kulit dan Jaringan
c. Tingkat cedera
d. Tingkat Ansietas
e. Tingkat Nyeri
(Tim Pokja PPNI, 2019)
4. Intervensi Keperawatan (SIKI)

SDKI SLKI SIKI


Risiko Perfusi Serebral Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Peningkatan
TIK
Efektif keperawatan selama 3x24 jam
Observasi
diharapkan Perfusi Serebral  Identifikasi penyebab
meningkat dengan kriteria peningkatan TIK
 Monitor tanda atau
hasil:
gejala peningkatan TIK
1. tingkat kesadaran  Monitor MAP
meningkat (5)
Terapeutik
2. nilai rata-rata tekanan  Berikan posisi semi
darah memaik (5) fowler
3. kesadaran membaik (5)  Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
4. Gelisah menurun (5)
 Cegah terjadinya
kejang

Kolaborasi
 Kolaborasi dalam
pemberian sedasi dan
anti konvulsan, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu

Gangguan Integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas


Kulit/Jaringan keperawatan selama 3x24 jam Kulit
diharapkan Integritas kulit dan Observasi:
Jaringan meningkat dengan  Identifikasi
kriteria hasil: penyebab gangguan
1. integritas kulit
(5) Terapeutik:
2.  Ubah posisi tiap 2
menurun (5) jam jika tirah baring
3.  Gunakan produk
4. berbahan petrolium atau
minyak pada kulit
kering
 Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit
Edukasi
 Anjurkan
menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrem
 Anjurkan mandi
dan menggunkan sabun
secukupnya
Perawatan Luka
Observasi:
 Monitor
karakteristik luka
 Monitor tanda-
tanda infeksi
Terapeutik:
 Lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan
 Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
 Pasang balutan
sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement
 Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu
Resiko cedera Setelah dilakukan intervensi Manajemen Keselamatan
Lingkungan
keperawatan selama 3x24 jam
Observasi:
diharapkan Tingkat cedera  Identifikasi
kebutuhan
menurun dengan kriteria hasil:
keselamatan
1.  Monitor perubahan
status keselamatan
2.
3. lingkungan
Terapeutik:
(5)
 Hilangkan bahaya
4. keselamatan, Jika
memungkinkan
meningkat (5)
 Modifikasi
5. lingkungan untuk
meminimalkan risiko
6.
 Sediakan alat bantu
kemanan linkungan
(mis. Pegangan
tangan)
 Gunakan perangkat
pelindung (mis. Rel
samping, pintu
terkunci, pagar)
Edukasi
 Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
Ansietas Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas
keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
diharapkan Tingkat Ansietas  Identifikasi saat
menurun dengan kriteria hasil: tingkat ansietas
7. berubah
menurun (5)  Identifikasi
5. Verbalisasi khawatir kemampuan
akibat kondisi yang mengambil
dihadapi menurun (5) keputusan
6. Perilaku gelisah menurun  Monitor tanda-
(5) tanda ansietas
7. Perilaku tegang menurun Terapeutik:
(5)  Ciptakan suasana
8. Konsentrasi membaik (5) teraupetik untuk
9. Pola tidur membaik (5) menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang
membuat ansietas
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
 Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu kecemasan
Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
 Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
 Latih teknik
relaksasi
Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
diharapkan Tingkat Nyeri  Identifikasi lokasi,
menurun dengan kriteria hasil: karakteristik,
1. durasi, frekuensi,
2. kualitas, intensitas
3. nyeri
(5)  Identifikasi skala
4. nyeri
5.  Identifikasi respons
6. nyeri non verbal
(5)  Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik:
 Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

(Tim Pokja PPNI, 2018)


DAFTAR PUSTAKA

Dermawaty, D. E., & Oktaria, D. (2017). Hematom Intraventrikular Disertai Hidrosefalus


Obstruktif Intraventricular Hematoma Accompanied Obstructive Hydrocephalus. Jurnal
Medula Unila, 7(1), 13–18.

Gideon Bangun, C., Mafiana, R., & Gaus, S. (2019). Manajemen Anestesi untuk Tindakan
Vp-Shunt pada Bayi Sindrom Crouzon dengan Hidrosefalus. Jurnal Neuroanestesi
Indonesia, 8(1), 44–49. https://doi.org/10.24244/jni.vol8i1.211

Indah Aulyani, B., Rahardjo, S., & Chasnak Saleh, S. (2015). Penatalaksanaan Anestesi
untuk Operasi Tumor Fossa Posterior disertai Hidrosefalus. Jurnal Neuroanestesi
Indonesia, 4(3), 202–210. https://doi.org/10.24244/jni.vol4no3.100

Suanarti, N. W., & Rahyani. Ni Komang Yuni. (2020). Hidrosefalus Dalam Biologi
Molekuler. Kebidanan, Jurusan Kemenkes, Poltekkes, 8(2).

Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai