Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS LP-ASKEP)

DI RUANG ______________________ RS ______________________________

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

(Risma Eko Puspasari)

(201710300511075)

PROGRAM DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS LP-ASKEP)

DI RUANG ______________________ RS ______________________________

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 3

NAMA: Risma Eko Puspasari

NIM: 201710300511075

TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 22-27 Maret 2021/ MINGGU 2

Malang, 22 Maret 2021


Mahasiswa, Pembimbing,

(Risma Eko Puspasari) ()

Page 2 of 20
LEMBAR PENILAIAN

NAMA MAHASISWA : Risma Eko Puspasari


NIM : 201710300511075
TGL PRAKTEK : 22-27 Maret 2021

MINGGU KE :2

No Kompetensi Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Malang, 29 Maret 2021


Mahasiswa, Pembimbing,

(Risma Eko Puspasari) (Nama Pembimbing)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2
LEMBAR PENILAIAN............................................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................................4
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................................5
A. Definisi.......................................................................................................................5
B. Etiologi.......................................................................................................................5
C. Epidemologi...............................................................................................................5
D. Tanda dan Gejala.......................................................................................................5

Page 3 of 20
E. Patofisologi................................................................................................................5
F. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................5
G. Penatalaksanaan........................................................................................................5
H. Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS PADA KASUS).............................................5
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI).................................................................................5
J. Luaran Keperawatan (SLKI).....................................................................................5
K. Intervensi Keperawatan (SIKI).................................................................................5
L. Daftar Pustaka...........................................................................................................5
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................6
A. CASE REPORT............................................................................................................6
B. Pengkajian (Focus Assesement)...............................................................................6
C. Analisa Data...............................................................................................................6
D. Diagnosa Keperawatan (SDKI).................................................................................6
E. Luaran Keperawatan (SLKI).....................................................................................6
F. Luaran Keperawatan (SIKI)......................................................................................6
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING).........................7
A. Masalah Keperawatan...............................................................................................7
B. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal).......................................................7
C. Daftar Pustaka (Sumber Reference).........................................................................7
BAB IV. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)........................................8
1. Judul Tindakan Keperawatan...................................................................................8
2. Judul Tindakan Keperawatan...................................................................................8
3. Judul Tindakan Keperawatan...................................................................................8
4. Judul Tindakan Keperawatan...................................................................................8
5. Judul Tindakan Keperawatan...................................................................................8
BAB V. PERKULIAHAN DENGAN PRAK...........................................................................10
Daftar Pustaka......................................................................................................................11

Page 4 of 20
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak
dijumpai dalam bidang THT di Indonesia yang dapat mengenai semua golongan
umur. Secara umum, KNF berhubungan erat dengan infeksi virus Ebstein-Barr
(EBV). Sebuah penelitian di Makaupada tahun 2009 menemukan kanker
nasofaring menduduki urutan kelima kanker tersering pada pria dan pada urutan
kesembilan pada wanita. 3Sebagian besar penderita KNF berusia diatas 20 tahun,
dan dengan usia terbanyak adalah antara 50 hingga 70 tahun. Sebanyak 2%
penderita KNF merupakan anak-anak, dan hal senada ditemukan di Guangzhou,
dimana sebanyak 1% penderita KNF berusia dibawah 14 tahun. Kanker
nasofaring (KNF) merupakan salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh interaksi
antara virus Epstein Barr, risiko genetik dan paparan lingkungan, sehingga bisa
dikatakan bahwa etiologi KNF bersifat multifaktorial. Faktor risiko diantaranya
faktor lingkungan, genetik, gaya hidup dan okupasi. Gejala dan tanda pada
kanker nasofaring tidak spesifik, sering sekali penderita mengalami salah
diagnosis atau berobat ke dokter dalam kondisi stadium lanjut, sehingga terapi
menjadi lebih rumit. Selain radioterapi sebagai pilihan utama terapi KNF stadium
dini, maka diperlukan juga kemoterapi dan kadangkala operasi pada KNF
stadium lanjut, sehingga biaya semakin mahal dan kadang hasil pengobatan tidak
memuaskan.(Diva et al., 2019)

B. Etiologi
1. Virus Epstein Barr (EBV)
Hubungan yang tetap antara EBV dan KNF terlepas dari latarbelakang etnis
mengindikasikan kemungkinan peranan EBV dalam pembentukan tumor. Hal
tersebut didukung dengan temuan adanya level antibodi yang meningkat,
terutama IgA dalam melawan EBV pada pasien KNF dibandingkan dengan
kondisi normal dan pasien lain dengan tipe kanker yang berbeda. Titer
antibodi IgA yang tinggi melawan EBV pada pasien dengan ukuran tumor
yang besar, terdapatnya DNA dan RNA EBV pada seluruh sel tumor,

Page 5 of 20
keberadaan EBV dalam bentuk konal episomal mengindikasikan bahwa virus
telah memasuki tumor terlebih dahulu sebelum ekspansi klonal dan
keberadaan EBV pada lesi awal KNF, namun tidak ditemukan pada epitel
nasofaring yang normal. Temuan tersebut menjadi dasar International Agency
for Research on Cancer (IARC) pada tahun 1997 mengklasifikasikan EBV
sebagai karsinogenik

2. Faktor Genetik
Perbedaan etnis pada kasus KNF mengindikasikan adanya kontribusi dari
kerentanan genetik dalam patogenesis KNF. Genetik dalam patogenesis KNF.
Hal tersebut didukung dengan insiden yang tinggi di Cina Selatan bila
dibandingkan dengan negara barat. Meskipun generasi kedua dan ketiga dari
penduduk Cina Selatan yang bermigrasi ke daerah dengan insidensi KNF
rendah di 5 Universitas Indonesia Amerika,tetap memiliki risiko yang tinggi
terhadap KNF bila dibandingkan dengan penduduk asli dari populasi tersebut.
Kerentanan genetik ini dilaporkan sebagai bentuk hubungan antara gen HLA
kelas I pada kromosom 6p21. Gen ini berfungsi mengkode protein untuk
mengidentifikasi kehadiran antigen asing, dalam hal ini peptida EBV, untuk
memicu sel T sitotoksik pada imun penjamu agar memberikan respon
melawan sel yang terinfeksi virus. Variasi derajat kerentanan terhadap KNF
di antara etnis menggambarkan perbedaan kemampuan haplotipe HLA dalam
mengontrol infeksi EBV pada populasi yang terinfeksi.

3. Faktor Lingkungan
Paparan terhadap makanan ikan asin pada usia yang lebih dini terbukti
merupakan risiko terjadinya kanker nasofaring. Rokok, pajanan formaldehida
dan serbuk kayu diakui juga merupakan faktor risiko.12 Pada perokok
menunjukkan resiko relatif sekitar 30% -100% lebih tinggi dibanding yang
bukan perokok selama hidupnya. Formaldehida adalah karsinogen rongga
hidung yang telah diakui pada hewan pengerat. Asap partikel dari
pembakaran yang tidak sempurna dari batubara, kayu, dan bahan lainnya
sebagian besar akan di deposit dalam nasofaring.(Diva et al., 2019)

Page 6 of 20
C. Epidemologi
Genetik Berdasarkan penelitian di Cina Selatan, terdapat ras yang diteliti sangat
kuat faktor genetiknya, jika dikaitkan dengan kerentanan genetik terhadap kanker
nasofaring, berkaitan dengan lokus Human 7 Universitas Binawan Leokcyte Antigen
(HLA), yaitu suatu gen yang berkaitan dengan imun. Studi lanjutan, bila
dibandingkan ras tersebut tinggal di Amerika dan di Asia, maka angka insiden di
Amerika menurun, sedangkan di Asia masih sama hal ini dikaitkan antara genetik
dan lingkungan. Sedangkan Virus Epstein-Barr (EBV), diduga sebagai penyebab
kanker nasofaring, terutama type nonkeratinisasi, terlepas dari etnis atau faktor
geografis. Lesi premaligna kanker nasofaring menunjukkan peningkatan kadar
Epstein-Barr Virus, menunjukkan bahwa infeksi Epstein-Barr Virus dapat
mempengaruhi tahap awal dari tumorgenesis pada kanker nasofaring.(Faisal, 2016)

D. Tanda dan Gejala


Gejala yang muncul pada kanker nasofaring dapat berupa: telinga terasa penuh,
tinnitus, otalgia, hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium lanjut
dapat ditemukan benjolan pada leher, terjadi gangguan syaraf, diplopia dan neuralgia
trigeminal III, IV, V, VI.

E. Patofisologi
Infeksi Epstein-Barr Virus (EBV), diduga memiliki hubungan erat dengan
insiden kanker nasofaring. Meskipun demikian, mekanisme pasti terjadinya masih
belum diketahui secara pasti. Infeksi EBV primer biasanya terjadi pada masa anak-
anak awal yang bersifat asimtomatik dan dapat menyebabkan virus persisten. Dalam
jangka waktu lama EBV memiliki ikatan kuat dengan limfosit pada manusia dan
pada epitelium saluran pernafasan atas, EBV pada awalnya menginfeksi limfosit B
yang tidak aktif dan menyebabkan infeksi laten. EBV kemudian berploriverasi dan
bertumbuh pada sel B tersebut. Secara in vitro, EBV tinggal di limfosit B dan
melakukan transformasi sehingga membentuk sel limfoblastoid, suatu proses
terjadinya transformasi kearah kanker. Infeksi EBV laten dipercayai terlibat dalam
tumorgenesis, pada sel-sel yang terinfeksi EBV terdapat ekspresi gen EBV, seperti
EBER, EBNA1, LMP1, LMP2, dan EBV-encoded miRNAs yang terlibat dalam

Page 7 of 20
perkembangan tumorgenesis. Infeksi laten dari EBV dapat menyebabkan perubahan
epigenetik pada genom sel host dan menyebabkan berkembangnya tumor(Diva et al.,
2019)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Seluruh pasien KNF harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh kepala
dan leher termasuk nasofaringoskopi. Pemeriksaan palpasi pada leher
bertujuan untuk mendeteksi adanya keterlibatan kelenjar servikal. Lokasi
kelenjar, mobilitas, ukuran didokumentasikan dengan baik. Rongga mulut
dan faring dievaluasi untuk melihat invasi tumor ke orofaring dan ada
tidaknya trismus. Rongga hidung diinspeksi menggunakan spekulum untuk
melihat perluasan tumor ke rongga hidung. Selain itu pemeriksaan saraf
kranialis dan saraf simpatis dilakukan secara sistematis untuk mengetahui
adanya defisit neurologis.

2. Biopsi dan Histopatologi


Diagnosis KNF ditegakkan dengan cara biopsi pada tumor primer.
Spesimen dalam kondisi segar sangat penting untuk langsung dikirim untuk
pemeriksaan histopatologi. Apabila spesimen yang diambil adalah mukosa
normal, pasienbiasanya akan merasa nyeri saat prosedur dilakukan.
Perdarahan saat biopsi dapat terjadi namun jarang terjadi secara masif. Biopsi
ulang dapat dilakukan pada kondisi yang dijelaskan pada gambar 3. Hasil
biopsi negatif yang diperoleh pada pasien curiga KNF atau tanpa bentuk
tumor yang jelas merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ulang dalam
anestesi umum dengan mengambil beberapa spesimen dari fossa
Rossenmuller bilateral dan dari dinding superior/ posterior nasofaring.

3. Pemeriksaan Radiologis
Proses penentuan stadium dilakukan setelah diagnosis secara
histopatologi sudah ditegakkan yaitu dengan evaluasi pencitraan.
Pemeriksaan pencitraan dengan tomografi komputer (CT scan) dan resonansi

Page 8 of 20
magnetik (MRI) berguna untuk menilai perluasan tumor dan keterlibatan
kelenjar regional. MRI lebih sensitif dalam menilai keterlibatan jaringan
lunak dan penyebaran perineural sehingga menjadi pilihan dalam
mengevaluasi penyebaran lokoregional. Keterlibatan kelenjar regional juga
dinilai menggunakan CT atau MRI mengingat sebagian besar pasien KNF
datang sudah dengan pembesaran kelenjar leher.
PET/CT telah menjadi salah satu pilihan dalam menentukan stadium KNF,
terutama pada kondisi N2-N3 dan pada keadaan KNF stadium IIIIV untuk
mencari kemungkinan metastasis. 23 Penggunaan PET/CT mempunyai
tingkat akurasi 95.3%, spesifisitas 100% dan sensitifitas 85.7% dibandingkan
dengan CT scan dan MRI dengan tingkat akurasi 65.5%, spesifisitas 79.4%
dan sensitifitas 64.7%, dan PET/CT lebih unggul daripada pemeriksaan
pencitraan konvensional dalam hal penentuan stadium N dan M, serta dalam
monitoring efektifitas hasil dari penatalaksanaan.(Rahayu, 2019)

G. Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Kanker nasofaring sebagian besar merupakan jenis yang radiosensitif
sehingga radioterapi mempunyai peran yang sangat besar dalam terapi
KNFsemua stadium tanpa metastasis jauh. Pasien dengan metastasis jauh
dapat diterapi dengan radioterapi dengan tujuan untuk kontrol lokal dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup pasien. Pemilihan teknik radioterapi
tersebut berdasarkan indikasi klinis dan modalitas yang dimiliki oleh
masingmasing institusi kesehatan. Semakin tinggi teknik yang digunakan
maka efek samping radiasi yang ditimbulkan akan lebih rendah. Dosis
radioterapi yang diberikan apabila menggunakan teknik konvensional 2D
adalah 66 Gy pada stadium dini dan 70 Gy pada stadium yang lebih tinggi
dengan dosis perfraksi adalah 2 Gy, dilakukan 5 fraksi setiap 1 minggu.
Untuk teknik IMRT dosis total yang diberikan adalah 70 Gy dalam 33 fraksi.

2. Kemoterapi
Penatalaksanaan KNF lokoregional lanjut adalah menggunakan
kombinasi radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi dapat diberikan sebelum,

Page 9 of 20
selama, atau setelah radiasi atau dikenal dengan istilah neoadjuvan,
konkurren, dan adjuvan kemoterapi. dengan karakteristik pasien. Kemoterapi
standar untuk kemoradiasi pada kondisi lokal lanjut adalah konkuren cisplatin
dengan radioterapi. Sementara itu untuk kemoradiasi yang diikuti adjuvan
kemoterapi dapat digunakan Cisplatin+radioterapi diikuti cisplatin/ 5-FU atau
carboplatin/ 5 FU.(Christanti & Prasetyo, 2012)

3. Operasi
Tindakan pembedahan dibandingkan dengan re-iradiasi telah
direkomendasikan sebagai terapi pilihan untuk residu kelenjar servikal atau
KNF rekuren pasca radioterapi atau kemoradiasi. Teknik diseksi leher yang
menjadi pilihan untuk tatalaksana telah diteliti pada berbagai studi. Tindakan
nasofaringektomi adalah tindakan yang memiliki tantangan tersendiri karena
membutuhkan keahlian khusus operator dan hanya pada kasus tertentu
dengan tumor residu atau rekuren yang terbatas di nasofaring. Pendekatan
yang dapat dilakukan di antaranya infratemporal, transcervicomandibulo-
palatal, transpalatal, transmaksila dan/ atau transcervical, maxillary swing,
translokasi fasial. Pilihan pendekatan ini dilakukan sesuai dengan lokasi
tumor, ukuran, dan perluasannya. Komplikasi operasi dapat dikurangi dengan
metode menggunakan endoskopi.(Diva et al., 2019)

Page 10 of 20
H. Daftar Pustaka
(Menggunakan Reference Manager Mendeley dan Sumber Reference 10 Tahun
Terakhir)

Christanti, J., & Prasetyo, A. (2012). Tingkat Ketahanan Hidup Penderita Kanker Nasofaring
Pada Berbagai Modalitas Terapi Studi Kasus Yang Menjalani Terapi Konvensional Dan
Pengobatan Komplementer Alternatif. Media Medika Indonesiana, 46(2), 138-148–
148.
Diva, P., Suta, D., Andi, K., Saputra, D., Wulan, S., & Sutanegara, D. (2019). Profil Penderita
Kanker Nasofaring Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari –
Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika, 8(2), 1–14.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/400/353
Faisal, H. H. (2016). Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Prognosis. Universitas Indonesia, 1–24.
Makaba, L., As’ad, S., A.Taslim, N., & Syauki, A. Y. (2018). Pemberian nutrisi enteral dapat
memmpertahankan kadar albumin normal namun tidak memperbaiki kadar TLC pada
pasien karsinoma nasofaring. Indonesian Journal of Clinical Nutrition Physician, 1(1),
47–55.
Rahayu, S. (2019). Penatalaksanaan Nyeri Di Rsud Tidar Kota Magelang. Mesencephalon,
5(1), 1–5.

Page 11 of 20
BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. CASE REPORT
Judul Case Report

PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL DAPAT MEMPERTAHANKAN KADAR ALBUMIN NORMAL


NAMUN TIDAK MEMPERBAIKI KADAR TLC PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING

Isi Case Report

Tn.M, umur 35 tahun dikonsulkan dari THT-KL dengan diagnosa karsinoma


nasofaring stadium IV B dengan keluhan utama sulit menelan selama 2 hari
sebelum dikonsul dan penurunan berat badan dalam 2 minggu. Pemeriksaan
Antropometri: panjang badan: 171 cm, lingkar lengan atas: 22 cm, berat badan
ideal: 63,9 kg, berat badan aktual: 45 kg, indeks masa tubuh:15,3 kg/m2.
Pemeriksaan fisik didapatkan: massa tumor pada leher kanan, kehilangan lemak
subkutan, muscle wasting. Status gizi: gizi buruk. Pemeriksaan laboratorium:
kolesterol total 224 mg/dL,LDL190 mg/dL. Intervensi nutrisi dengan kebutuhan
energi terkoreksi 2200 kkal dengan komposisi karbohidrat 50 %, protein 17%
dan lemak 33 %. Diet diberikan 50 % via nasogastric tube berupa makanan
saring, susu formula, jus buah. Selanjutnya, diet akan ditingkatkan sesuai
toleransi sampai kebutuhan energi terkoreksi tercapai. Setelah perawatan 14 hari,
pada pasien ini terjadi peningkatan lingkar lengan atas pada awal perawatan 22
cm menjadi 22.5 cm, berat badan aktual 45 kg menjadi 46 kg. Hasil laboratorium
didapatkan perbaikan profil lipid.

Daftar Pustaka

(Makaba et al., 2018)

B. Pengkajian (Focus Assesement)


Pemeriksaan Antropometri: panjang badan: 171 cm, lingkar lengan atas: 22 cm,
berat badan ideal: 63,9 kg, berat badan aktual: 45 kg, indeks masa tubuh:15,3 kg/m2.
Pemeriksaan fisik didapatkan: massa tumor pada leher kanan, kehilangan lemak
subkutan, muscle wasting. Status gizi: gizi buruk. Pemeriksaan laboratorium:
kolesterol total 224 mg/dL,LDL190 mg/dL.

Page 12 of 20
C. Analisa Data
NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DS : Deficit nutrisi
1. Klien mengatakan sulit D.0019
menelan selama 2 hari
terakhir.
2. penurunan berat badan
dalam 2 minggu.

DO :
1. penurunan berat badan
dalam 2 minggu
2. Pemeriksaan Antropometri:
panjang badan: 171 cm,
lingkar lengan atas: 22 cm,
berat badan ideal: 63,9 kg,
berat badan aktual: 45 kg,
indeks masa tubuh:15,3
kg/m2.
3. massa tumor pada leher
kanan, kehilangan lemak
subkutan, muscle wasting
4. Status gizi: gizi buruk

2.
DS: Gangguan menelan
1. sulit menelan selama 2 hari D.0063
sebelum dikonsul

DO:
2. penurunan berat badan
dalam 2 minggu
3. Pemeriksaan Antropometri:
panjang badan: 171 cm,
lingkar lengan atas: 22 cm,
berat badan ideal: 63,9 kg,
berat badan aktual: 45 kg,
indeks masa tubuh:15,3
kg/m2.

Page 13 of 20
D. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1. Deficit nutrisi
2. Gangguan menelan

E. Luaran Keperawatan (SLKI)


1. Deficit nutrisi (D.0019)
Luaran Utama : Status Nutrisi (L.03030)
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam. Maka keadekuatan asupan nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme diharapkan membaik, dengan kriteria
Hasil :
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
2. Kekuatan otot menelan meningkat
3. Berat badan membaik
4. IMT membaik
5. Frekuensi makan membaik
6. Membran mukosa membaik
2. Gangguan menelan (D.0063)
Luaran Utama : Status Menelan (L.06052)
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam. Maka jalan makanan dari mulut
sampai abdomen adekuat diharapkan membaik, dengan kriteria Hasil :
1. Mempertahankan makanan dimulut meningkat
2. Reflek menelan meningkat
3. Kemampuan mengosongkan mulut meningkat
4. Usaha menelan meningkat

F. Intervensi Keperawatan (SIKI)


1. Deficit nutrisi
Manajemen nutrisi
Observasi :
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi makanan disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan lab

Terapeutik :

- Lakukan oral hygiene sebelum makan


- Beri makanan tinggi kalori dan protein

Kolaborasi :

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan

Page 14 of 20
2. Gangguan menelan
Dukungan Perawatan DIri : makan/minum
Observasi :
- Monitor kemampuan menelan
- Monitor status dehidrasi pasien

Terapeutik :

- Lakukan oral hygiene sebelum makan


- Sediakan sedoan untuk minum
- Sediakan makanan dan minuman yang disukai

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian obat

Page 15 of 20
BAB III. INTERVENSI KEPERAWATAN (EVIDENCE BASED NURSING)

Intervensi dalam askep yg disusun wajib menyertakan EBN nya (minimal


menyertakan 5 jurnal).
A. Masalah Keperawatan
B. Intervesi by Evidence Based Nursing (Journal)

1. PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL DAPAT MEMPERTAHANKAN KADAR ALBUMIN NORMAL


NAMUN TIDAK MEMPERBAIKI KADAR TLC PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING
(Diva et al., 2019)
2. IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO MUKOSITIS ORAL SELAMA
RADIOTERAPI KANKER NASOFARING (Makaba et al., 2018)
3. Judul Jurnal

4. Judul Jurnal

5. Judul Jurnal

C. Daftar Pustaka (Sumber Reference)


(Menggunakan Reference Manager Mendeley dan Sumber Reference 10 Tahun Terakhir)

Christanti, J., & Prasetyo, A. (2012). Tingkat Ketahanan Hidup Penderita Kanker Nasofaring
Pada Berbagai Modalitas Terapi Studi Kasus Yang Menjalani Terapi Konvensional Dan
Pengobatan Komplementer Alternatif. Media Medika Indonesiana, 46(2), 138-148–
148.
Diva, P., Suta, D., Andi, K., Saputra, D., Wulan, S., & Sutanegara, D. (2019). Profil Penderita
Kanker Nasofaring Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Januari –
Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika, 8(2), 1–14.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/400/353
Faisal, H. H. (2016). Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Prognosis. Universitas Indonesia, 1–24.
Makaba, L., As’ad, S., A.Taslim, N., & Syauki, A. Y. (2018). Pemberian nutrisi enteral dapat
memmpertahankan kadar albumin normal namun tidak memperbaiki kadar TLC pada
pasien karsinoma nasofaring. Indonesian Journal of Clinical Nutrition Physician, 1(1),
47–55.
Rahayu, S. (2019). Penatalaksanaan Nyeri Di Rsud Tidar Kota Magelang. Mesencephalon,
5(1), 1–5.

Page 16 of 20
BAB IV. DIRECTLY OBSERVED PROCEDURAL SKILL (DOPS)

Menganalisa 5 tindakan via Youtube yang sesuai dengan intervensi yang


disusun dalam askep sebagai pemantapan DOPS
1. Judul Tindakan Keperawatan
a) Definisi

b) Tujuan Tindakan: untuk mengetahui kalori yang dibutuhkan pasien

c) Prosedur Tindakan : menghitung IMT

d) Sumber Reference:

https://youtu.be/M8J15SxlSH4
https://youtu.be/foJc70LKWA0
2. Judul Tindakan Keperawatan
a) Definisi

b) Tujuan Tindakan

c) Prosedur Tindakan

d) Sumber Reference: LINK VDEO


3. Judul Tindakan Keperawatan
a) Definisi

b) Tujuan Tindakan

c) Prosedur Tindakan: memonitor kemampuan menelan dan evaluasi


status gizi

d) Sumber Reference:

https://youtu.be/400Q0fYj5ho
4. Judul Tindakan Keperawatan
a) Definisi

b) Tujuan Tindakan : menjaga kebersihan mulut pasien

c) Prosedur Tindakan : oral Hygiene

Page 17 of 20
d) Sumber Reference:

e) https://youtu.be/eIqBFOX5YTo
5. Judul Tindakan Keperawatan
a) Definisi

b) Tujuan Tindakan

c) Prosedur Tindakan

d) Sumber Reference: LINK VDEO

Page 18 of 20
BAB V. PERKULIAHAN DENGAN PRAKTISI DARI RUMAH SAKIT

Tuliskan Resume/Rangkuman Materi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 19 of 20
Daftar Pustaka

Daftar Pustaka Keseluruhan (Menggunakan Reference Manager Mendeley dan Sumber


Reference 10 Tahun Terakhir)

Page 20 of 20

Anda mungkin juga menyukai