Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HYDROCEPHALUS

Disusun Oleh:

Husniatul Musyarofah

P17120018019

PROGRAM STUDI DIII JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA I

JUNI, 2021
A. KONSEP PENYAKIT HYDROCEPHALUS
1. Definisi Hydrocephalus
Hydrocephalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berasal
berarti kepala. Hydrocephalus merupakan penumpukan cairan cerebrospinal (CSS)
secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi
akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang
subarachnoid. (Niwang, 2016).
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
intrkranial yang disebabkan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam
ventrikel otak. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan
antara produksi dan absorpsi dari CSS. (Niwang, 2016).
Hydrosephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan
maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinalis (Suharso, 2009).
Hydrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS
(Ngastiyah,2012).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
hydrocephalus adalah kondisi yang ditandai oleh ukuran kepala bayi yang membesar
secara tidak normal akibat adanya penumpukan cairan di dalam rongga ventrikel otak.

2. Klasifikasi Hydrocephalus
Ada beberapa istilah dalam klasifikasi hidrosefalus maupun sebutan diagnosis
kasus menurut (Satyanegara, 2010) yaitu:
a. Hidrosefalus interna: menunjukkan adanya dilatasi ventrikel
b. Hidrosefalus eksternal: cenderung menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarachnoid di atas permukaan korteks
c. Hidrosefalus komunikans: keadaan hidrosefalus dimana ada hubungan antara
system ventrikel dengan rongga subarachnoid otak dan spinal.
d. Hidrosefalus nonkomunikans: bila ada blok di dalam system ventrikel atau
salurannya ke rongga subarachnoid.

2
3. Etiologi Hydrocephalus
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi (NANDA,
NIC-NOC, 2012) adalah:
a. Kelainan bawaan
1) Stenosis Aquaductus sylvii
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%). Aquaductus
dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit
dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir
2) Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya
medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian/total.
3) Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat
Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
4) Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membagi etiologi menurut usia
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di
akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca
meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purulenta lokasinya lebih besar.
c. Perdarahan

3
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak,
dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat orgisasi dari darah itu sendiri.
d. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi disetiap tempat aliran CSS.
Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan
CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu
glioma yang berasal dari sereblum, sedangkan penyumbatan bagian depan
ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.

4. Patofisiologi Hydrocephalus
Menurut pendapat Harsono (2015). Pembentukan cairan serebrospinal terutama
dibentuk di dalam sistem ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus
koroidalis di ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35-
0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama pada
orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel
lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke
akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi,
hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu
a. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang
dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor
pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat
dari hipervitaminosis vitamin A.
b. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan
serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara
umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
1) Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis
akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.

4
2) Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran
likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid,
dan hematom.
3) Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk
reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
c. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena
cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal.
Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa
sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,
sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans adalah
keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga
subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus non-komunikans yaitu
suatu keadaan dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke
rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak
ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat pula beberapa
klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa
hari), subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian
hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus
asimtomatik.

5. Manifestasi klinis Hydrocephalus


Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun


1) Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
2) Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
3) Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan pelebaran
vena-vena kulit kepala.
4) Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign
yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
5) Perubahan pada mata. Bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan
penipisan tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-
akan seperti matahari yang akan terbenam. Terdapat Strabismus divergens,

5
Nystagmus, Refleks pupil lambat, Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel
pada chiasma optikum, Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih
terbuka.
b. Hydrocephalus pada anak diatas usia 2 tahun:
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra kranial
oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup. (Niwang, 2016)

Pathway Patofisiologi Hidrocephalus

6
6. Manifestasi klinis Hydrocephalus
Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu :

c. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun


1) Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
2) Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
3) Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan pelebaran
vena-vena kulit kepala.
4) Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign
yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
5) Perubahan pada mata. Bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan
penipisan tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-
akan seperti matahari yang akan terbenam. Terdapat Strabismus divergens,
Nystagmus, Refleks pupil lambat, Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel
pada chiasma optikum, Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih
terbuka.
d. Hydrocephalus pada anak diatas usia 2 tahun:
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra kranial
oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup. (Niwang, 2016)

7. Komplikasi Hydrocephalus
a. Peningkatan TIK
b. Infeksi malfungsi pirau
c. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
d. IQ menurun
e. Hernia serebri
f. Kejang
g. Renjatan
8. Pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus
a. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
2) Transiluminasi
b. Pemeriksaan darah
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal
7
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis
untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
d. Pemeriksaan radiologi
1) X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
2) USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
3) CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
9. Penatalaksanaan Medis Hydrocephalus
a. Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Dapat
dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan
dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang sering digunakan:
1) Asetasolamid. Cara pemberian dan dosis; per oral 2-3 x 125mg/hari, dosis ini
dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari
2) Furosemide. Cara pemberian dan dosis; per oral 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau
injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu
pasien diprogramkan untuk operasi.
b. Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan
terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi
CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah. Indikasi : umumnya dikerjakan
pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus yang terjadi setelah
perdarahan subarakhnoid, periventrikular-intraventrikular dan meningitis TBC.
Diindikasikan juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa
dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation). Cara:
1) LP dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-3 atau
L3-4 dan CSS dibiarkan mengalir di bawah pengaruh gaya gravitasi.
2) LP dihentikan jika aliran CSS terhenti. Tetapi ada juga yang memakai cara
setiap LP CSS dikeluarkan 3-5 ml.
3) Mula-mula LP dilakukan setiap hari, jika CSS yang keluar kurang dari 5 ml,
LP diperjarang (2-3 hari).
4) Dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan CT scan kepala setiap minggu.

8
5) LP dihentikan jika ukuran ventrikel menetap pada pemeriksaan CT scan 3
minggu berturut-turut.

Tindakan ini dianggap gagal jika Dilatasi ventrikel menetap, Cortical mantel
makin tipis, Pada lokasi lumbal punksi terjadi sikatriks, Dilatasi ventrikel yang
progresif. Komplikasi lumbal pungsi seperti herniasi transtentorial atau tonsiler,
infeksi, hipoproteinemia dan gangguan elektrolit.

c. Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada penderita
gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol per infus 0,5-2
g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
1) “Third Ventrikulostomi”/Ventrikel III
Level kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan
bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel III
dapat mengalir keluar.
2) Operasi pintas atau “Shunting”
Ada 2 macam, yaitu eksternal dan internal. Pada operasi pintas eksternal CSS
dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
Pada operasi internal CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
Ventrikulo-sisternal CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-kjeldnes),
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan, Ventrikulo-sinus, CSS
dialirkan ke sinus sagitalis superior, Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke
Bronkhus, Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum, Ventrikulo-
Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum, “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan. (Ayu, 2016)

10. Prognosis Hydrocephalus


Prognosis untuk hydrocephalus kongenital tergantung penyebab, luas area otak
yang mengalami cedera, terapi yang diberikan, serta komplikasi dari intervensi yang
telah diberikan. Insidens terjadinya anomali otak karena fetal hydrocephalus mencapai
60-70%, dengan angka mortalitas yang mencapai 40%. Sedangkan untuk fetus yang
selamat, persentase yang memiliki outcome yang baik hanya mencapai 10%.

9
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Plessis, et al., dari 48 bayi dengan
hydrocephalus, 23% yang tidak diterapi kemudian meninggal. Sedangkan 77% yang
menjalani shunting, 10% meninggal dan 67% selamat dengan IQ >=80 mencapai
35%, IQ 65-80 mencapai 12%, dan IQ<65 mencapai 20%.

Pada pasien dengan normal pressure hydrocephalus, mereka yang menjalani


operasi shunting mengalami perbaikan motorik (28-30%) dan psychometrik (18-23%)
setelah 3 bulan. Persentase kesuksesan operasi dapat mencapai 90% dengan
monitoring yang adekuat.

Prognosis hidrosefalus bergantung pada dilatasi atau pembesaran dari ventrikel,


anak dengan hidrosefalus memiliki risiko untuk mengalami berbagai kelainan,
gangguan memori, verbal, maupun penglihatan. Beberapa anak mungkin bersikap
agresif. Pasien dengan hidrosefalus membutuhkan peninjauan jangka panjang secara
berkala.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK HYDROCEPHALUS

1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
1) Pengumpulan data: nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
2) Riwayat Penyakit / keluhan utama: Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
3) Riwayat Penyakit dahulu
a) Antenatal: Perdarahan ketika hamil
b) Natal: Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c) Postnatal: Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Pengkajian persistem
a) B1 (Breath): Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 (Blood): Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan atau
peningkatan nadi
c) B3 (Brain): Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda,

10
kontruksi penglihatan perifer, strabismus (juling), tidak dapat melihat
keatas “sunset eyes”, kejang
d) B4 (Bladder): Oliguria
e) B5 (Bowel): Mual, muntah, malas makan
f) B6 (Bone): Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas
b. Observasi tanda – tanda vital
1) Peningkatan systole tekanan darah
2) Penurunan nadi / bradikardia
3) Peningkatan frekuensi pernapasan
4) Monitor MAP, CVP, ICP
c. Pemeriksaan Fisik
1) Masa bayi: kepala membesar, Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit
kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi
Cracked- Pot (tanda macewe), mata melihat kebawah (tanda setting–sun),
mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran,
opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah pada bayi dengan malformasi
Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor,
kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.
2) Masa Kanak-Kanak
Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi,
Letargy, Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Lingkar Kepala pada masa bayi
2) Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang
abnormal
3) Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
4) Opthalmoscopi menunjukan papil edema
5) CT Scan
6) Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang
intra cranial
7) Ventriculografi (jarang dipakai): Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di
dalam system ventrikular atau sub – arakhnoid.
e. Perkembangan Mental/ Psikososial
1) Tingkat perkembangan
11
2) Mekanisme koping
3) Pengalaman di rawat di Rumah Sakit
f. Pengetahuan Klien dan Keluarga
1) Hidrosephalus dan rencana pengobatan
2) Tingtkat pengetahuan
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan PPNI (2016), maka dapat dibuat diagnosa keperawatan dari pasien
dengan Hydrocephalus, antara lain:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d peningkatan jumlah cairan cerebrospinal,
pembesaran relative kepala dan peningkatan TIK
b. Nyeri akut b.d peningkatan TIK pada kepala d.d pasien mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, TTV meningkat, pembesaran relative
kepala, terpasang shunt.
c. Defisit nutrisi b.d mual, muntah d.d dengan penurunan berat badan
d. Gangguan mobilitas fisik b.d kesulitan bergerak dan penekanan total pada kepala
d.d pembesaran relative kepala
e. Gangguan persepsi sensori b.d penekanan saraf optikus d.d disfungsi persepsi
visual spasial dan adanya peningkatan TIK
f. Ketidakmampuan koping keluarga b.d kurang informasi dalam keadaan krisis yang
ditandai dengan kecemasan keluarga akan kondisi pasien
g. Gangguan tumbuh kembang b.d pembesaran relative kepala d.d ketidakmampuan
mobilitas, gangguan persepsi sensori
h. Defisit perawatan diri b. d kerusakan fungsi kognitif dan psikomotorik d.d
ketidakmampuan mobilitas, pembesaran relative kepala
i. Hipertermia b.d respon inflamasi dan tindakan pembedahan d.d terpasang shunt
j. Risiko infeksi d.d terpasang adanya shunt
3. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan PPNI (2018), maka dapat dibuat intervensi keperawatan dari pasien
dengan Hydrocephalus, antara lain:
a. Dx 1. Resiko Perfusi serebral tidak efektif d.d peningkatan cairan serebrospinal,
pembesaran relative kepala dan peningkatan TIK
Definisi: Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Kriteria hasil: Keadekuatan aliran darah serebral untuk menunjang fungsi otak yang
ditandai dengan: Tingkat kesadaran meningkat, Tekanan intra cranial menurun,

12
Sakit kepala menurun, Gelisan menurun, Kecemasan menurun, Agitasi menurun,
Demam menurun, Nilai rata-rata tekanan darah, sistolik dan diastolik membaik,
Kesadaran membaik, Refleks saraf membaik
Intervensi
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola tekanan dalam rongga cranial
Tindakan:
Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan tekanan intracranial
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (TD meningkat, tekanan nadi melebar,
bradicardia, pola nafas irregular, kesadaran menurun)
- Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan outtake cairan
- Monitor cairan cerebrospinal (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCo2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian dieresis osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pelunak tinja, jika perlu
b. Dx 2. Nyeri akut b.d peningkatan TIK pada kepala d.d pasien mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, TTV meningkat, kesulitan
tidur, pembesaran relative kepala, terpasang shunt.

13
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung dari 3 bulan
Kriteria Hasil : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan dapat menurun yang ditandai dengan:
keluhan nyeri menurun, Ekspresi Meringis menurun, Gelisah menurun, Kesulitan
tidur menurun, Frekuensi nadi membaik, TTV membaik
Intervensi, Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan:
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementeryang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgesic
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologisuntuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkunga yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeridalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
14
- Anjurkan menggunakan analgesic secara benar
- Anjurkan teknik nonfarmakologik untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan Hydrocephalus didasarkan pada
rencana yang telah ditentukan dengan prinsip:
Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:
a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi
b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu
pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa
keperawatan sehingga:
a. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
b. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
c. Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).

15
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Niwang. 2016. Patologi dan Patofisiologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar
Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.

NANDA, NIC NOC.2012. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional : Edisi


Revisi. Mediaction publishing.

Ngastiyah, 2012. Perawatan anak sakit.Edisi II. Jakarta: EGC.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1..Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1..Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi
1..Jakarta : DPP PPNI

du Plessis AJ, Robinson S, Volpe JJ. Congenital Hydrocephalus. In: Volpe JJ, Inder TE,
Darras BT, de Vries LS, du Plessis AJ, Neil JJ, et al., editors. Volpe’s Neurology of the
Newborn (Sixth Edition). Elsevier; 2018. p. 58–72. Available from:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B978032342876700003X

16

Anda mungkin juga menyukai