Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

T DENGAN
DIAGNOSA MEDIS PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK )
DAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG GARDENIA
RSUD DR.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
NAMA :
SUSED 2018.C.10a.0986

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :


Nama : Sused
Nim : 2018.C.10a.0986
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul :“Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada TN.T Dengan Diagnosa
Medis Paru Obstruksif Kronis (PPOK) Dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang
Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylvanus Eka Harap Palangka
Raya”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik


Praklinik Keperawatan 1 (PPK 1) Pada Progran Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Nia Pristina , S.Kep.,Ners Erika Sihombing, S.Kep,Ners

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena dengan rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah PKK 1
ini.
Adapun Laporan Pendahuluan yang sederhana ini membahas tentang “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada TN.T Dengan Diagnosa Medis Paru Obstruksif Kronis
(PPOK) Dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr.Doris
Sylvanus Eka Harap Palangka Raya” Laporan Pendahuluan ini saya susun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Asuhan Keperawatan Paru Obstruktif Kronis (PPOK) , yang saya
sajikan dengan berdasarkan pengamatan  dari berbagai sumber, walau sedikit ada rintangan
namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Tuhan akhirnya Laporan Pendahuluan ini
dapat terselesaikan.
          Semoga laporan saya dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada para pembaca .Demi perbaikan laporan ini, kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat saya harapkan.

Palangkaraya, 11 Mei 2020

   
                                                                       Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................1
2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................4
2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Paru (PPOK)......................................4
2.1.2 Anatomi Fisologi.....................................................................................4
2.1.3 Etiologi..................................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................11
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...............................................................................12
2.1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................13
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................13
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ......................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .........................................................................15
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ..........................................16
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..................................................................21
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................25
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................25
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................27

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................28


3.1 Pengkajian ...................................................................................................28
3.2 Diagnosa ......................................................................................................41
3.3 Intervensi .....................................................................................................42
3.4 Implementasi ...............................................................................................46
3.5 Evaluasi .......................................................................................................46
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................49
4.1 Kesimpulan .................................................................................................49
4.2 Saran ............................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK ) merupakan penyakit kronis saluran napas yang
ditandai dengan hambatan saluran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat,
yaitu semakin lama semakin memburuk.terdapat dua kondisi pada PPOK yang menjadi dasar
patologi atau penyakit, yaitu bronkitis kronis dengan pengeluaran lendir berlebih (hipersekresi
mukus) dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang
ada. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan
oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon radang yang terus-menerus.
PPOK bersifat ireversibel atau tidak bisa kembali karena terjadi perubahan struktural pada
saluran napas kecil, diantaranya: peradangan, fibrosis, metaplasi sel goblet, dan hipertropi otot
polos yang menjadi penyebab utama obstruksi jalan. Oksigenasi merupakan kebutuhan yang
sangat penting dalam menjaga kestabilan hemodinamik Saturasi oksigen adalah kandungan
oksigen dalam arteri yang terjadi karena afinitas hemoglobin, pada pasien PPOK terjadi
penurunan saturasi oksigen diakibatkan oleh tumpukan mukus yang kental menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Penurunan saturasi oksigen akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
berlanjut menjadi hipoksia yang akan mengakibatkan aktivitas fungsional sehari – hari pasien
PPOK menjadi menurun. Selama ini tindakan yang sudah diberikan selain memberikan terapi
medis juga dilakukan chest terapi namun petugas fisioterapi tidak mengukur dengan oximetry 4
sehingga tidak diketahui berapa saturasi oksigen (O2) pasien PPOK tersebut.
Menurut World Health Organization (WHO) mendata sebanyak tiga juta orang meninggal
karena PPOK pada tahun 2016, dan juga menyatakan bahwa pada dua belas negara di Asia
Tenggara ditemukan prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun ke atas dengan rata-rata
sebesar 6,3%. Hongkong dan Singapura memiliki angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Salah satu faktor risiko yang paling berperan di PPOK adalah merokok
dan Di Indonesia, PPOK menempati urutan kelima sebagai penyakit penyebab kematian 2 dan
diperkirakan akan menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2020 mendatang (Susanti, 2015).
Prevalensi PPOK di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, salah satunya disebabkan oleh
banyaknya jumlah perokok di Indonesia. Secara nasional konsumsi tembakau di Indonesia
cenderung meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36.3% pada tahun 2013
(Kusumawardani et al., 2016).dan Jumlah penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola
hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara. Prevelensi PPOK di indonesia angka
tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), di ikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi
Barat dan Selatan masing-masing (6,7%), Gorontalo (5,2%), Nusa Tenggara Barat (5,4%), dan
provinsi Kalimantan Selatan menempati urutan ke-6 (5,0%), kemudian Kalimantan Tengah
(4,3%),Kalimantan Barat (3,5%),dan provinsi Kalimantan Timur (2,8%) (Riskesdas, 2013). 3
Menurut data RSUD Dr. H. Moch. Ansari saleh Banjarmasin tahun 2013 kunjungan pasien
PPOK ke poliklinik paru berjumlah 255 pasien, tahun 2014 berjumlah 533 pasien, kemudian
pada tahun 2015 jumlah kunjungan pasien PPOK meningkat tajam menjadi 1355 pasien, dan
pada tahun 2016 kembali meningkat menjadi 1599 pasien. Peningkatan ini kemungkinan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang menjadi pendukung pasien menderita penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
Faktor paparan lingkungan dan faktor host merupakan faktor resiko utama berkembangnya
penyakit ini, faktor yang berhubungan dengan paparan lingkungan misalnya merokok, pekerjaan,
polusi udara dan infeksi. Sedangkan faktor yang berasal dari host/pasien yaitu usia, jenis
kelamin, adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi, dan predisposisi genetik (Ikawati,
2016). PPOK Terjadinya penumpukan sputum di jalan napas akan mengakibatkan jalan napas
menyempit, sehingga dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas yang dapat
mengganggu pergerakan udara dari dan ke luar paru. Terjadinya gangguan pergerakan udara dari
dan ke luar paru akan mengakibatkan penurunan kemampuan batuk efektif. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Jika tidak segera di atasi
akan menyebabkan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara revesible sampai terjadi
gangguan pertukaran gas hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2009 dalam Rahayu,
2016).Pasien dengan PPOK menunjukkan kelemahan untuk bernapas, mereka yang menderita
PPOK akan menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar oksigen dalam
sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko tinggi terhadap beberapa kondisi
serius lainnya. Akhir-akhir ini PPOK diketahui juga memiliki efek sistemik dengan manifestasi
ekstra paru. Komplikasi sistemik PPOK terdiri dari peradangan sistemik, penurunan berat badan,
gangguan muskuloskeletal, gangguan kardiovaskular, gangguan hematologi, neurologi dan
psikiatri
Berdasarkan masalah tersebut, saya tertarik untuk memberikan informasi yang komprehensif
tentang “Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK) dan Kebutuhan Dasar
Oksigenisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagiamana asuhan keperawatan pada Tn.T Dengan Diagnosa Medis Paru Obstruksif Kronis
(PPOK) Dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr.Doris
Sylvanus Eka Harap Palangka Raya”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan tentang asuhan keperawatan kebutuhan
dasar manusia pada Tn.T dengan diagnosa medis Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dan kebutuhan
dasar oksigenisasi di ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar Penyakit Paru Obstruksi Kronik
( PPOK ) ?
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ?
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien Penyakit
Paru Obstruksi Kronik( PPOK ) dan kebutuhan dasar oksigenasi ?

1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.T di ruang Gardenia
RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi keperawatan pada Tn.T di
ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn.T di ruang


Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.T di ruang Gardenia RSUD
dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada Tn.T di ruang Gardenia
RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Untuk Mahasiswa
Mengedukasi pembaca agar lebih memahami dan menjadi bahan referensi bagi perawat
dalam memberikan pendidikan pentingnya pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang
komprehensif pada pasien dengan gangguan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi atau wawasan bagi pasien dan
Keluarga pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
1.4.4 Untuk IPTEK
Hasil dari laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagii ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya dalam bidang kesehatan terutama untuk fisioterapi

BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri adanya
keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible Pada klien PPOK paru-paru klien
tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang
menumpuk pada paru-paru. (Lyndon Saputra, 2016).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2016). Selain itu menurut
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang
mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. Arita Murwani (2016)
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih
sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon
inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru.
Penyakit lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya diklasifikasiakan
dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun gejala tupang tindih dengan
COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-
bijian padi) merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi
dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).

2.1.2 Anatomi Dan Fisiologi


a. Hidung
Gambar 1.1 : Gambar Rongga Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
b. Faring

Gambar 1.2 : Faring


Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan
dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang
(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea

Gambar 1.3 : Trakea


Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf
C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat
yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan,
terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.

Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada


bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau
gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama :
bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-
paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar
yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa
berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil
salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan
lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula,
dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan
sel epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya
dijumpai kantong-kantong udara itu . kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal
sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu
jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.Pembuluh
darah dalam paru-paru. Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak mengandung
oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru; cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran
bronkial, bercabang-cabang lagi sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan
membentuk
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak
disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya
dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk
kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam
dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru
mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk
paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian
sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru
kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula.
Jaringan paruparu elastis,berpori, dan seperti spons.
2.1.3 Etiologi
Menurut Oemiati (2016) beberapa faktor risiko antara lain:
a. Pajanan dari partikel antara lain :
1) Merokok
Gambar 1.4 : Asap Rokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.
Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik (Oemiati,
2016). Sejumlah zat iritan yang ada di dalam rokok menstimulasi produksi mucus berlebih,
batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan bronkiolus dan dinding
alveolus (Elsevier). Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan
PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas
berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan
mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya (Oemiati, 2016)
2) Polusi indoor

Gambar 1.5 : Asap Dapur


Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap
bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%.
Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat
kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain
SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang
mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan
peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab
terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya16. Pada studi kasus kontrol yang dilakukan
di Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK (Oemiati,
2016)
3) Polusi outdoor

Gambar 1.6 : Polusi Udara

Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan
PPOK adalah Cadmium,Zinc dan debu.
Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan sepeda
motor di jalan raya pada dekade terakhir ini, saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah
polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah
dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradisional dengan
minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi
kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak
merokok (Oemiati, 2016).
4) Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-
racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan,
industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta,
sebagainya diperkirakan mencapai 19% (Oemiati, 2016).
Gambar 1.7 : Polusi Udara di Tempat Kerja
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK (Oemiati, 2016).
c. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi
bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan
eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan
meningkatkan gejala respirasi padasaatdewasa.Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat
menjelaskan penyebab keadaaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai
penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK
(PDPI, 2011).
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah
2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77
(95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02) (Oemiati, 2016).
2.1.4 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
2.1.4.1 Bronchitis Kronis
1. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2013).
2. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
Alergi
Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3. Manifestasi klinis
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan
mekanisme pembersihanmukus. Oleh karena itu, "mucocilliarydefence"dari paru mengalami
kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat.
Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara
besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal
dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan
asidosis.
Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.Selama infeksi klien mengalami reduksi pada
FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.
2.1.4.2 Emfisema
1. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2013).
2. Etiologi
Faktor tidak diketahui:
1) Predisposisi genetic
2) Merokok
3) Polusi udara
3. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
2.1.4.3 Asthma Bronchiale
1. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner &
Suddarth, 2013).
2. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran  nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa
berat),wheezing,batuk non produktif
3) Takikardi
4) Takipnea
2.1.5 Woc (B1-B6)

Defisit nutrisi

1. Bersihan jalan
napas tidak
efektif
2. Pola napas
tidak efetif
2.1.6 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita PPOK yaitu batuk
berdahak, mengi, sesak napas pada aktivitas yang mengeluarkan tenaga terlalu berat. Adapun
tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita PPOK yaitu batuk berdahak, mengi,
sesak napas pada aktivitas yang mengeluarkan tenaga terlalu berat.Manifestasi klinis pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah Perkembangan gejala-gejala yang
merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi
awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di
saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan
produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang
disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang
cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah,
penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan
pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien
dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam
melakukan pernafasan.
2.1.7 Komplikasi
1. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO 2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
2. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan
kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
3. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama
pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
4. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
5. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat
berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
Uji faal paru berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan
menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya
obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat.
Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah
inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga mengukur volume
udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver tersebut, atau
disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran inilah
(FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Penderita PPOK secara khas akan
menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta nilai FEV1/FVC < 70%.
1. Stage I : Ringan Pemeriksaan post-bronchodilator dilakukan dengan memberikan
bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
2. Stage II : Sedang Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80%
dari nilai prediksi.
3. Stage III : Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-
50% dari nilai prediksi.
4. Stage IV : Sangat Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari
30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
b). Foto Torak PA dan Lateral Foto torak PA dan lateral
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit paru lain. Pada penderita emfisema
dominan didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi,
ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler
(memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan hasil foto
thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat terlihat corakan bronkovaskuler
yang meningkat disertai sebagian bagian yang hiperlusen.
c). Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah sangat penting dilakukan dan
wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan nilai < 40% dari nilai
prediksi dan secara klinis tampak tandatanda kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan
seperti sianosis sentral, pembengkakan ekstrimitas, dan peningkatan jugular venous pressure.
Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda pada pasien dengan emfisema
dominan dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan. Pada bronkitis kronis analisis gas
darah menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat pada pemberian oksigen 100%.
Dapat juga menunjukkan hiperkapnia yang sesuai dengan adanya hipoventilasi alveolar, serta
asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi.
d). Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui pola kuman
dan memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab
utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
e). Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus seperti
leukositosis akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik.
f). Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui komplikasi pada
jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal. Pemeriksaan lain yang
dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus,
CT-scan resolusi tinggi, ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi
derajat beratnya penyakit.
2. Anti inflamasi.
3. Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah ekspektoran yang baik, pemberian
cairan yang cukup akan mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan mukolitik dapat
diberikan terutama pada saat eksaserbasi.
4. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat mengurangi keadaan eksaserbasi
akut.
5. Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi.
2.2 Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi
2.2.1 Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika).
Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan
tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak.
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas.
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam
tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan
bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan
garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan manisfestasi
tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang
terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Stuktur Sistem Pernafasan
1. Sistem pernafasan Atas
Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.
a). Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan, humidifikasi, dan
penghangatan
b). Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring
terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi
menangkap dan dan menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama udara.
c). Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisadisebut jakun.
Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan
dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernafasan Bawah
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan
bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
a). Trakea.
Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincinkartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
b). Paru.
Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri.Masing-masing paru terdiri
atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu
bronkus.
Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum proses ini
berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi sehingga
terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system saraf pusat dan
system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi
dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.
2. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari
area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah.
Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan
membran serta perbedaan tekanan gas.

3. Pernapasan internal (pernapasan jaringan)


mengaju pada proses metabolisme intra sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang
menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul
nutrien. Pada proses ini darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh
hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara
kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses
difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.
2.2.3 Etiologi
1. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Klien yang
mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernafasan.Kondisi ini
menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.\
b. Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan
oksigen.Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, memampukan individu untuk
mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
c. Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, penyakit paru
obstrukti kronis, dan kanker paru.
d. Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan menggganggu
oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki asupan nutrisi yang buruk.Kondisi
ini menyebabkan penurunan asupan makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan
penurunan prosuksi hemoglobin.
1. Faktor Lingkungan
Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di tempat kerja dan
berkembang setelah individu terpapar asbestosis.
a) Ansietas
Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat(Potter & Perry, 2018)
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi Prematur Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang
diduga disebabkan defisiensi surfaktan.
b. Bayi dan Todler Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan
atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap dari rokok.
Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang kongesti nasal
yang memungkinkan pertumbuhan bakteri.dan meningkatkan potensi terjadinya
ISPA. ISPA yang sering doalami adalah nasofaringitis, faringitis, influenza, dan
tonsillitis.
c. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan factor-faktor
resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.
d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak factor
resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan.
e. Lansia Kompliansi
dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan osteoporosis
dan kalsifikasi tulang rawan kosta.Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulsi
pemubuluh darah pulmonar menurun.
2.2.4 Klasifikasi
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar
500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis serta
persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma
dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal
keempat. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan, yang
keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. udara antara intrapleura
dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih negative (725
mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli.
Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor.

a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan menghalangi
masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal
interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana
pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung.
Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan
oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari
curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah
yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan
darah sistemik.
3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah pergerakan
molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi
terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran
respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli
sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga
oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2
dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar
alveoli.
2.2.5 WOC
2.2.6 Manifestasi Klinis
Adanya   penurunan   tekanan   inspirasi/ ekspirasi   menjadi   tanda   gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk 
bernafas,   pernafasan   laring   (nafas   cuping   hidung),   dispnea,   ortopnea, penyimpangan
dada, nafas pendek, nafas dengan   bibir,   ekspirasi   memanjang,   peningkatan   diameter  
anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala
adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi. Selain itu
terdapat tanda dan gejala lainnya seperti :
1.      Pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
2.      Suara napas tidak normal.

a.       Stridor
adalah suara yg terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi yg terjadi baik
pada waktu inspirasi ataupun pada waktu ekspirasi, akan terdengar tanpa menggunakan alat
stetoskop, biasanya bunyi ditemukan pada lokasi saluran nafas atas (laring) atau trakea,
disebabkan lantaran adanya penyempitan pada saluran nafas tersebut. Pada orang dewasa,
kondisi ini mengarahkan pada dugaan adanya edema laring, tumor laring, kelumpuhan pita
suara, stenosis laring yg umumnya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat pula
akibat pipa endotrakeal (Nurjanah, 2018).
b.      Wheezing (mengi)
Merupakan bunyi seperti bersiul, kontinu, yg durasinya lebih lama dari krekels.
Terdengar selama : inspirasi & ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat melakukan
ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yg menyempit/tersumbat sebagian.
Bisa dihilangkan dengan cara batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yg
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yg menyempit (seperti pada asma &
bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh lantaran perubahan temperature, allergen,
latihan jasmani, & bahan iritan pada bronkus.
c. Ronchi
Merupakan bunyi gaduh yg dalam. Terdengar sewaktu  ekspirasi. Penyebab : gerakan
udara melewati jalan napas yg menyempit akibat terjadi obstruksi nafas. 

2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dari ganguan pemenuhan oksigen adalah:
1.      Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/
tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal.
2.    Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk
menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat
mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat.
3.      Disorientasi
Meliputi disorientasi waktu, tempat, dan orang. Pasien tidak mampu mengenali kondisi
atau suasana yang ada (Nurjanah, 2018).
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1.      Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda asing yang
menghambat jalan nafas.
2.      Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
3.      Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan kontraksi paru.
4.      CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal
5.      Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran
oksigen dan karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan  secara efisien dengan menggunakan
masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume
paru, cadangan inspirasi, volume rasidual dan volume cadangan ekspirasi (Andarmoyo,
2017).
6.      Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama
ekspirasi dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi
besar (Andarmoyo, 2017).

7.      Pemeriksaan gas darah arteri


Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah arteri
yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida dan saturasi hemoglobin, pemeriksaan ini dapat menggambarkan bagaimana
difusigas melalui kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan (Andarmoyo, 2017).
8.      Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan menggunakan oksimetri.
Saturasi oksigen adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keuntungannya;
mudah dilakukan, tidak invasive, dan dengan mudah diperoleh, dan tidak menimbulkan nyeri.
klien yang bisa dilakuakn pemeriksaan ini adalah klien yang mengalami kelainan perfusi/
ventilasi, seperti Pneumonia, emfisema, bronchitis kronis, asma embolisme pulmunar, dan
gagal jantung congestive (Andarmoyo, 2017).
9.      Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah putih
per mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel darah merah.
Defisiensi sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang menurunkan kapasitas
darah yang membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang terseda untuk mengangkut
ke  jaringan lebih sedikit. Apanila jumlah sel darah merah meningkat kapasitas darah yang
mengangkut oksigen meningkat. Namun peningkatan jumlah sel darah merah akan
meningkatkan kekentalan dan risiko terbentuknya trombus (Andarmoyo, 2017).
10.  X-Ray Thorax
Pemeriksaan sinar X-Ray terdiri dari radiologi thoraks, yang memungkinkan perawat dan
dokter mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanay cairan (misalnya fraktur
klavikula dan tulang iga dan proses abnormal lainnya (Andarmoyo, 2017).
11.  Bronskokopi
Bronskokopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobonkeal melalui bronskokop
serat optic yang fleksibel, dan sempit. Bronskokopi dilakukan untuk memperoleh sampel
biopsi dan cairan atau sampel sputum untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang
menghambat jalan napas (Andarmoyo, 2017).
12.  Pemindaian paru
Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT) Scan
paru. Sebuah pemindaian CT paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal melalui ukuran
dan lokasi tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan maka harus dilakukan
biposi (Andarmoyo, 2017).
13.  Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang
dalam sputum (misalnya TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang
diambil untuk mengidentifikasi kanker pau abnormal dan dengan tipe sel yang ada
didalamnya (Andarmoyo, 2017).
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
1.   Terapi Pemberian Oksigenasi
a. Kateter nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian
O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap.
b. Kanul nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2
stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding
kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien.
c. Sungkup muka sederhana : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit):5-8.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit):
8-12.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan
(L/menit): 8-12 (Asmadi, 2008).
2.  Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamika adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik melalui
sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru).
3.   Pengukuran bronkodilator
Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas permukaan bronkus
dan bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas serapan oksigen paru-paru meningkat.
Senyawa bronkolidator dapat tersedia secara alami dari dalam tubuh, maupun didapat melalui
asupan obat-obatan dari luar.
4.    Pemberian medikasi seperti nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian
oksigen bila diperlukan.
5.   Penggunaan ventilator mekanik.
Ventilator  mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.
6.   Pelatihan batuk efektif
7.   Fisioterapi dada.
8.    Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural,
tepukan dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem pernafasan. Tujuan
Tindakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan dan membersihkan jalan
nafas.
9.   Atur posisi pasien (semi fowler)
10.  Tekhnik bernapas dan relaksasi (Tarwoto & Wartonah, 2018).

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Riwayat Keperawatan
1. Anamnesa, Identitas, Riwayat penyakit KeluhanUtama,
2. Aktivitas dan istirahat :
Gejala : - Keletihan, kelemahan, malaise.
– Ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : - Keletihan. - Gelisah, insomnia. - Kelemahan umum atau kehilangan masa
otot.
3. Sirkulasi
Gejala :- Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.

Tanda : - Peningkatan tekanan darah.

- Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.


- Distensi vena leher atau penyakit berat.
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada
- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis,
kuku tabuh dan sianosis perifer.
- Pucat dapat menunjukkan anemia.
4. Eliminasi
        Gejala :  ˗Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
˗Adanya inkontinensia atau retensi urine
5. Integritas Ego
Gejala : - Peningkatan faktor resiko. - Perubahan pola hidup.
Tanda : - Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
6. Pernafasan
Gejala :- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan
untuk bernafas (asma).
- Lapar udara kronis.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali
(bronkhitis kronis).
- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
- Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan
pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau
asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
- Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin
(emfisema).
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
7. Makanan atau Cairan
Gejala : - Mual atau muntah.

- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).


- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).

Tanda : - Mual atau muntah.


- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
8. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : - Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
- Adanya atau berulangnya infeksi.
- Kemerahan atau berkeringan (asma)
9. Interaksi Sosial

Gejala : - Hubungan ketergantungan.

- Kurang sistem pendukung.

- Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat. -


Penyakit lama atau kemampuan membaik.

Tanda : - Ketidak mampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena


distress pernafasan.

- Keterbatasan mobilitas fisik. - Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga


lain

10. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : - Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.

- Kesulitan menghentikan merokok.

- Penggunaan alkohol secara teratur.

- Kegagalan untuk membaik.

11. Hygiene.

Gejala: Penurunan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hygiene.

Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.

2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6


1. B1 (Breathing)
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta
penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang
tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan
dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif dan penggunaan
otototot bantu nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan
mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
Palpasi : Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan diafrgama
menurun
Auskultasi : Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai
tingkat beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan
kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan
ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan
dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial). Paru yang mengalami emfisematosa
tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif
dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan
infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami
mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
2. Kardiovaskuler (B2:Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Vena
jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang
dilihat adanya sianosis.

3. Persyarafan (B3: Brain)


Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang
serius.
4. Perkemihan (B4: Bladder)
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah
satu tanda awal dari syok.
5. Pencernaan (B5: Bowel)
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
6. Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan, sering
didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity)
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d batuk tidak
efektif,sputum berlebihan,mengi,dispenea,gelisah (halaman 18; D.0001)
2.3.2.2 Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas( halaman 26 ; D.0005)
2.3.2.3 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan oksigenasi obstruksi jalan napas oleh
sekresi,spesma jalan napas oleh sekresi,spasma bronkus,jebakan udara,kerusakan
alveoli ( halaman 22 ; D.0003
2.3.2.4 Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen
(halaman 128 ; D.0056)
2.3.2.5 Defisit Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dispnea, kelemahan, efek samping
obat, produksi sputum, anoreksia,atau muntah (halaman 81 ; D.0032)
2.3.2.6 Defisit Pengetahuan b.d kurangnya informasi terhadap penyakit
(halaman 18 ; D.0080)

2.3.3 Intervansi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme


jalan napas d.d batuk tidak efektif ,sputum berlebihan, mengi,dispenea,gelisah

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam


diharapkan pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten
Tujuan : dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
1. TTV dalam batas normal
2. Batuk efektif
3. Mempunyai jalan napas yang efektif
Kriteria hasil : 4. Pada pemeriksaan auskultasi,memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
6. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
Intervensi :
1. Observasi bunyi nafas tambahan
2. Atur posisi semi-fowler
3. Ajarkan pasien untuk nafas dalam batuk efektif
4. Monitor pola nafas
5. Anjurkan pasien banyak minum terutama air hangat
6. Jika secret kental,pertahankan hidrasi yang adekuat (tingkatkan asupan cairan
hingga 2-3 x sehari jika ada kontradindikasi)
7. Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan suction guna mempertahankan
kepatenan jalan napas
Diagnosa Keperawatan 2 : Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan napas
pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam


diharapkan pasien akan mempertahankan kepatenan jalan napas
Tujuan : dengan bunyi nafas bersih atau jelas

1. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang


ventilator mekanis
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas
Kriteria hasil :
normal
3. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
4. Mengidentifikasi faktor (mis, alergen) yang memicu
ketidakefektifan pola napas, dan tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya.
Intervensi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea,hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3. Atur posisi semi-fowler
4. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
5. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
6. Berikan minum hangat
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Diagnosa Keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas b.d penurunan suplai O2 ke jaringan
sekunder dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Tujuan : 1x7 jam diharapkan pasien Menoleransi aktivitas
yang biasa dilakukan, yang dibutuhkan oleh toleransi
aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran
fisik, energy psikomotorik, dan perawatan-diri:
aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI)

1. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang


Kriteria hasil : menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang
dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut
jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah
serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat
aktivitas
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman
tentang kebutuhan oksigen, obat, dan/atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari
dengan beberapa bantuan (misalnya, eliminasi
dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
6. Menampilkan manajemen pemeliharan rumah
dengan beberapa bantuan (misalnya,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap
minggu)
Intervensi :
1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
3. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
4. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Diagnosa Keperawatan 4 : Defisit Pengetahuan b.d kurangnya informasi terhadap


penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam
Tujuan : diharapkan masalah pengetahuan tentang penyakit pasien
meningkat.
1. Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Kriteria hasil: meningkat
2. Klien mampu menangani penyakit yang dideritanya secara
mandiri
3.Perilaku sesuai anjuran meningkat
4. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
5. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
6. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun

Intevensi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku yang hidup tidak bersih
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan susuai kesepakatan
4. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
6. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
informasi yang belum dipahami
6.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).
6.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani,
2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Sused
Nim : 2018.C.10a.0986
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : Senin,12 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : Senin,12 Mei 2020 Jam 08.00 Wib
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn.T
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Kristen protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Kuala Kapuas
Tgl MRS : 12 Mei 2020
Diagnosa Medis : Penyakit Paru Obstruksif Kronis (PPOK)
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak nafas setelah beraktivitas
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 12 Mei 2020, dirumah sepulang kerja, pasien mengeluhkan sesak nafas
pada saat selesai aktivitas seperti tersengah – sengah . Kemudian pada hari itu juga pasien
langsung dibawa ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus. Selama di IGD pasien mendapatkan terapi
O210lpm dan terapi infus nacl 15 tpm, setelah dilakukan pemeriksaan, pasian menderita penyakit
PPOK. Kemudian pasien dianjurkan dirawat inap diruang Gardenia selama keadaan pasien
membaik.
3.1.2.3 Riwayat penyakit Dahulu (Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi) :
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya, pasien
mengatakan tidak ada riwayat operasi, karena pasien baru kali ini masuk RSUD dr Doris
Sylvanus.
1.1.2.4 Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga
GENOGRAM KELUARGA

Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. suami Klien
4. Tinggal Serumah
3.1 Pemerikasaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit sedang, pasien tampak terbaring terlentang setengah duduk
( semi fowler ),pasien tampak sesak, pasien tampak terpasang O2 nasal kanul 6 Lpm, pasien
terpasang infus Nacl 09 % 15 tpm disebelah kiri.
3.1.3.2 Status Mental :
Pada pemeriksaan tingkat kesadaran pasien compos menthis, ekspresi wajah
meringis, bentuk badan ideal, cara berbaring semi fowler, suasana hati tampak sedih,
berbicara jelas, penampilan cukup rapi, fungsi kognitif normal, pasien tidak memiliki
halusinasi dengan/akustic dll, insight baik, dan mekanisme pertahanan adaptif.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital saat pengkajian didapatkan hasil Suhu: 36,7 0C
(axila), Nadi : 90 x/menit, Respirasi : 24 x/menit, Tekanan Darah: 130/90mmHg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Dalam pemeriksaan breathing didapatkan hasil bentuk dada simetris, pasien
memiliki kebiasaan merokok 5 batang / hari, batuk berdahak, tidak terdapat batuk darah (-),
tidak ada sianosis (-),tidak ada nyeri dada. Pasien tampak sesak napas, tipe pernapasan dada
dan perut, irama napas tidak teratur, suara napas vesikular, suara napas tambahan ronchi
basah.
Masalah Keperawatan :Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif dan Pola Nafas Tidak
Efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Tidak Ada nyeri, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada peningkatan Vena
Jugularis, Bunyi Jantung S1 S2 Reguler, irama sinus rythm.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ), M 6
(bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal, kesadaran Tn. T compos menthis,
pupil Tn.T isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri positif.

Hasil dari uji syaraf kranial,

1. saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan menggunakan minyak kayu


putihdengan mata tertutup pasien mampu mengenali bau minyak kayu
putihtersebut.
2. Saraf kranial II (Optikus): pasien mampu membaca nama perawat dengan baik
pada saat perawat meminta pasien untuk membaca namanya.
3. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapaat mengangkat kelopak matanya
dengan baik.
4. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat menggerakkan bola matanya
(pergerakan bola mata normal).
5. Saraf kranial V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien dapat mengunyah
dengan lancar.
6. Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke kiri
dan kekanan.
7. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien dapat membedakan rasa manis dan asin. Saraf
kranial
8. VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana suara petikan jari
perawat kiri dan kanan.
9. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien dapat merasakan rasa asam.
10. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat mengontrol proses
menelan.
11. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien dapat menggerakkan leher dan bahu.
12. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif.
Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif; pasiendapat
menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri postif dengan
skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 5,
refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles kanan dan
kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 5. Uji
sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan Eliminasi didapatkan produksi urine 70 ml/24 jam, warna urine
kuning bau khas amoniak, oliguria (+).
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Sistem pencernaan, bibir terlihat tampak lembab , tidak ada lesi. Gigi ada yang tanggal hampir
di semua (atas, bawah, kanan dan kiri) tidakada caries, gusi terlihat tidak ada peradangan dan perdarahan,
lidah berwana merah muda dan tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan pada mukosa, tidak ada
peradangan pada tonsil, tidak ada keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan,tidak ada masalah dalam
mengejan.
Masalah Keperawatan Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang- Otot– Integumen(Bone)
Kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ditemukan parese (-), paralise (-), hemiparese (-),
krepitasi (-), nyeri (-), bengkak (-), kekukan otot (-), flasiditas (-), spastisitas (-). Uji kekuatan otot
ekstremitas atas 5|5, ekstremitas bawah 5|5, tidak ada deformitas tulang (-), peradangan (-), perlukaan (-),
dan patah tulang (-) dan Tulang belakang normal.
Masalah Keperawatan Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan, Suhu kulit
Tn. T hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun
kemerahan tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut
merata, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.11 Sistem Penginderaan


Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, visus mata kanan dan mata
kiri normal 5/5, sklera normal/putih, kornea bening. Pasien tidak memakai kecamata dan tidak
keluhan nyeri pada mata. Fungsi pendengaran baik, penciuman normal, hidung simetris, dan
tidak ada polip.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe


Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tyroid
tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak di kajikarena pasien menolak untuk di kaji.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan ia ingin cepat sembuh dari penyakit yang dialaminya.
3.4.1.2 Nutrisi dan Metabolisme
Tinggi badan 167 cm, berat badan sebelum sakit 58 kg, berat badan saat sakit 53kg terjadi
Diet nasi lembek, diet jantung rendah garam, tidak kesukaran menelan atau normal. IMT : 19
normal.

Pola Makan Sehari-hari Saat Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari

Porsi 7-10 sendok 1 porsi

Nafsu makan Sedang Baik

Nasi biasa, sayur, lauk Nasi biasa, sayur, lauk


Jenis Makanan
pauk, buah-buahan pauk

Jenis Minuman Air putih Air putih, teh

Jumlah minuman/cc/24 jam 800 cc/24 jam 1500-1700 cc/24 jam

Kebiasaan makan Pagi, malam Pagi, malam

Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

3.4.1.3 Pola istirahat dan tidur :


Pasien mengatakan tidur 8 jam/hari dan pasien mengatakan tidak mengalami gangguan
pola tidur.
Keluhan lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.4.1.4 Kognitif :
Pasien mengatakan “ saya tidak mengerti tentang penyakit yang saya derita saat ini’’.
Masalah Keperawatan : Defisit pengetahuan
3.4.1.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Gambaran diri: pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri: pasien ingin cepat
sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien seorang Suami dan Ayah dari
anak-anaknya, harga diri: pasien sangat di perhatikan oleh keluarga, Istri dan merasa di
hargai, Peran: pasien adalah sebagai Suami sekaligus Ayah untuk anaknya.
3.4.1.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi setelah sakit pasien
tidak mampu bekerja sendiri.Namun setelah sakit pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur
dengan posisi semi folwer.Saat pengkajian pasien tampak lemah, dan sebagian aktivitas
pasien tampak dibantu oleh keluaga skala aktivitas pasien 2 ( pasien memerlukan atau
pengawasan orang lain)
Masalah Keperawatan : Intoleransi Aktivitas

3.1.3.7 Koping –Toleransi terhadap Stress


Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada suami dan keluarganya
3.1.3.8 Nilai-Pola Keyakinan :
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan yang dianut.
3.1.5 Sosial – Spiritual

3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi


Pasien dapat berkomunikasi dengan baik meskipun dengan suara yang pelan.

3.1.5.2 Bahasa sehari-hari


Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak indonesia.

3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga


Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga saat Tn.T di rawat di
ruang Gardenia terlihat keluarga selalu menjenguk.

3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain


Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan lingkungannya sekitar,
perawat maupun dokter.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah anak dan istri/ keluarga
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Orang yang paling dekat dengan Tn.T adalah istri , anak, dan keluarga
3.1.5.7 Kegiatan beribadah
Keluarga mengatakan setiap hari Minggu pasien ibadah ke Gereja.

3.1.4 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)


Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 12 Mei 2020

Jenis
pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 9, 72 x 10^3ˆ/ul 4.00-10.00
RBC 4.64 x 10^6/ul 3,50-5,50
HGB 13,3 g/dl 11-16
PLT 360 x 10^3/ul 150-400

Pemeriksaan labolatorium Tanggal 12 Mei 2020


No Parameter Hasil Nilai normal
1 Glukosa-sewaktu - <200
2 Glukosa puasa 155mg\dl 65-100
3 Glukosa 2 jam PP 263 mg\dl < 140

Pemerksaan Lab kimia klinik tanggal 12 -05 -2020

No Parameter Hasil Satuan Nilai normal


1 Glukosa puasa 158 Mg/dl 65-110
2 Glukosa 2 jam PP 140 Mg/dl <140
3 Asam urat 4,0 Mg/dl L :4,0- 7,0 P :
2,4-5,7
4 Trigliserida 159 Mg/dl <165
5 Kolesterol total 207 Mg /dl <200
6 Kolesterol HDL 50 Mg/dl >40
7 Kolesterol LDL 125 Mg/dl <180

3.1.7 Penatalaksanaan Medis

Nama obat Cara pakai Indikasi


Infus nacl 15 tpm Cairan yang digubakan sebagai pengganti
09% cairan tubuh
Meropenen 2x1 g Adalah obat antibiotik yang digunakan
untuk mencegah bakteri.
Furosemide 2x40 mg Digunakan ntuk menurun tekanan darah
Moxifloxacin 1x400ml Digunakan untuk membunuh bakteri.
Nebu 2x1 Digunakan untuk mengencerkan secret
flixotide

Palangka Raya,12 Mei 2020

Mahasiswa,
SUSED

NIM : 2018.C.10a.0986

ANALISA DATA
No DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1. Data Subjektif: Merokok,polusi
Pasien mengatakan sesak nafas udara,infeksi virus
Data Objektif:
Hipersekresi lender Bersihan jalan
- Pasien tampak sesak nafas nafas tidak
- Posisi tidur terlentang efektif
Fungsi silia menurun
- Terpasang O2 nasal kanul 6
lpm
Produksi secret
- Irama pernafasan tidak
meningkat
teratur
- Suara napas tambahan
Mukus kental
wheezing
- Pasien tampak terpasang
Batuk berdahak
infus nacl 09% 15 tpm
- TTV: TD : 130/90 mmHg
Bersihan jalan
N : 90x/m
napas tidak efektif
S : 36,5 C
RR :24 x/m

Hasil keterangan foto


rontgen thorax :
- Kualitas foto baik
- Paru : corakan
bronkovaskuler
menigkat,infiltrat di paru
kiri
- Jantung : CTR < 50 %
- Diafragma : sudut
costofrenikus lancip
- Hiperinflasi paru
-Diagnosa medis penyakit
obstruksi paru kronik
(PPOK)

2. Data Subjektif :
- Pasien mengeluh sesak
Efusi pleura
nafas Setelah beraktivitas
Akumulasi cairan pada
Data objektif :
rongga pleura
- RR =26x/ menit
Ekspansi paru
- Nadi = 90x/menit
menurun
- Pasien bernafas tersengal-
RR meningkat
sengal cepat, pendek
- Suara napas tambahan Pola nafas tidak efektif
wheezing Pola nafas tidak
Hasil keterangan foto efektif
rontgen thorax :
- Kualitas foto baik
- Paru : corakan
bronkovaskuler
menigkat,infiltrat di paru
kiri
- Jantung : CTR < 50 %
- Diafragma : sudut
costofrenikus lancip
- Hiperinflasi paru
-Diagnosa medis penyakit
obstruksi paru kronik
(PPOK)

3. Data subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri dada Ekspansi paru tidak
maksimal
sesak saat beraktifitas yang
berat Suplai oksigen
menurun
Data objektif :
- Pasien tampak lemah
RR meningkat
- Sesak nyeri bertambah Intoleransi
sasat dipindahkan Distribusi oksigen ke aktifitas
seluruh tubuh
posisinya dari duduk ke
menurun
berdiri
Terjadi metabolisme
- Pasien tampak dibantu
anaerob dalam tubuh
oleh kelurganya pada saat
Timbul asam laktat
beraktivitas
- kesadaran compos metis
Intoleransi aktifitas
- skala aktivitas 2 ( pasien
memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain.)

4. Data Subjektif :
-Pasien mengatakan tidak
mengetahui dan mengerti
tentang penyakitnya Kurangnya informasi Defisit
Data Objektif : yang didapatkan pengetahuan
-Pasien tampak diam saat tentang penyakit
ditanya tentang penyakit
-Pasien tampak bingung
-Pasien hanya lulusan SMP
Prioritas Masalah
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret yang
berlebihan di tandai dengan Pasien tampak Batuk, Sputum berwarna Hijau Kental
Bunyi napas tambahan .
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru dibuktikan
dengan RR meningkat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
sekunder dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap penyakit
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn. T
Ruang Rawat : Gardenia

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteri Hasil) Intervensi Rasional


1. 1. Bersihan jalan napas tidak Tujuan : Setelah dilakukan 1. Observasi bunyi nafas 1. Untuk mengetahui
tambahan
efektif berhubungan dengan tindakan keperawatan 1x7jam perkembangan status
penumpukan sekret yang diharapkan Jalan nafas efektif 2. Atur posisi semi-fowler kesehatan pasien
berlebihan di tandai dengan Kriteria hasil : 2. Peninggian kepala tempat
Pasien tampak Batuk, 1. Batuk efektif tidur mempermudah fungsi
Sputum berwarna Hijau 2. RR kembali normal pernafasan dengan
Kental Bunyi napas 3. Sekret (-) 3. Ajarkan pasien untuk menggunakan gravitasi dan
nafas dalam batuk efektif
tambahan . 4. Mempunyai jalan untuk meningkatkan
nafas yang efektif ekspansi paru
5. Suara nafas jernih 3. Nafas dalam membantu
6. Pernafasan dalam 4. Monitor pola nafas memenuhu kecukupan o2
rentang normal dan memobolitas sekret
5. Anjurkan pasien banyak untuk membersihkan jalan
minum terutama air
nafas dan membantu
hangat
mencegah komplikasi
6. Edukasikan pada pasien
pernafasan
cara melakukan batuk
efektif 4. Untuk mengetahui
perkembangan status
7. Kolaborasi pemberian
ekspetoran pada pasien kesehatan pasien
5. Untuk mengencerkan
secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan
6. Untuk mempercepat
pengeluaran sekret

7. Obat yang membantu untuk


mengencerkan dahak
sehingga mudah
dikeluarkan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteri Hasil) Intervensi Rasional

2. 2. Pola nafas tidak efektif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan 1x7jam diharapkan pola vital perkembangan lebih lanjut
penurunan ekspansi paru nafas efektif 2. Mengatur irama nafas
dibuktikan dengan RR Kriteria hasil : sehingga meningkatkan
meningkat 1.Sesak berkurang 2. Ajarkan pola nafas suplai O2
2. Pasien tidak tampak gelisah. efektif(tehnik nafas 3. Untuk mengetahui
3.TTV dalam batas normal dalam) perkembangan status
1) RR = 16-20x/menit 3. Monitor pola nafas kesehatan pasien
2) Nadi = 60 100x/menit
4.Retraksi otot bantu nafas(-) 4. Meningkatkan suplai
5.Pernafasan cuping hidung berkurang oksigen

4. Berikan HE penyebab 5. Pasien patuh terhadap

sesak terapi

5. Kolaborasi : oksigen
tambahan dengan indikasi 6. Mengurangi cairan pada

6. Kolaborasi : Lakukan kavum pleura sehingga

torakosistensis ulang atau ekspansi paru bisa

pemasangan WSD maksimal dan sesak


berkurang
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteri Hasil) Intervensi Rasional
3. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan :setelah dilakukan 1. Observasi respon 1. Evaluasi kelemahan dan
tindakan keperawatan1x7 tingkat toleransi
dengan penurunan suplai O2 ke individu terhadap
jam meningkatkan toleransi aktivitas pasien
jaringan sekunder dibuktikan dengan aktifitas pasien aktivitas (status
Kriteria hasil :
pasien mengeluh sesak setelah pernafasan dan pucat)
1. Tanda-tanda vital normal
beraktivitas 2. Menunjukkan 2. Untuk mengetahui
peningkatan perkembangan lebih
2. Mengobservasi tanda-
toleransi aktivitas lanjut
tanda vital
3. Meningkatkan toleransi
aktivitas pasien
3. Anjurkan pasien untuk
istirahat 1 jam setelah
makan (misalnya
berbaring atau duduk) 4. Lingkungan yang
terapeutik membantu
proses penyembuhan

5. Meningkatkan istirahat
untuk menurunkan
kebutuhan oksigen
4. Ciptakan lingkungan tubuh
yang terapeutik

5. Tingkatkan aktivitas 6. Meningkatkan perfusi


secara bertahap dengan jaringan dan
meningkatkan suplai
periode istirahat diantara oksigen
dua aktivitas misalnya
duduk dulu sebelum
tidur dan berjalan setelah
tidur

6. Kolaborasi pemberian
oksigen setelah
beraktivitas bila terjadi
peningkatan status
pernafasan
4. 4. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mempermudah
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 jam kemampuan menerima penyampain informasi
kurangnya informasi terhadap diharapkan masalah informasi
penyakit pengetahuan tentang penyakit 2. Identifikasi faktor- 2. Memberikan infomasi
pasien meningkat. faktor yang dapat mengenai penyakit yang
Kriteria hasil : meningkatkan dan dideritanya serta
1. Pengetahuan klien tentang menurunkan motivasi penanganannya secara
penyakitnya meningkat perilaku yang hidup mandiri
2. Klien mampu menangani tidak bersih
penyakit yang dideritanya 3. Jadwalkan pendidikan 3. Mengetahui pemahaman
secara mandiri kesehatan sesuai pasien setelah diberikan
3.Perilaku sesuai anjuran kesepakatan informasi.
meningkat
4. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi menurun
5. Persepsi yang keliru terhadap 4.Mempermudah
4. Ajarkan perilaku hidup
masalah menurun penyampaian informasi
bersih dan sehat
6. Menjalani pemeriksaan yang untuk tetap hidup bersih
tidak tepat menurun dan seha

5. Jelaskan faktor resiko


5. Mempermudah
yang dapat
penyampaian infomasi
mempengaruhi
mengenai penyakit yang
kesehatan
dideritanya serta
penanganannya secara
mandiri

6. Ajarkan strategi yang


6.Memberikan infomasi
dapat digunakan untuk
mengenai penyakit yang
meningkatkan
dideritanya serta
pengetahuan tentang
penanganannya secara
informasi yang belum
mandiri.
dipahami 7.Mempermudah
penyampain informasi
7. Kolaborasi dengan
perawat dan dokter

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.T


Ruang Rawat : Gardenia

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat

DX 1 S:
Senin , 12 Mei 2020
Jam 15.00 WIB Pasien mengatakan sesak nafas
1. Menganjurkan pasien
minum air hangat O:
2. Mengukur TTV pasien 1. TTV :
3. Mengauskultasikan napas TD : 130/90 mmHg Sused

pasien RR : 26x/m
4. Memberikan pasien posisi
nyaman atau posisi semi 2. Irama nafas tidak teratur
fowler 3. Terpasang O2 nasal kanul 6
5. Berkalaborasi dalam lpm
pemberian o2 4. Posisi tidur semi fowler
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Mengukur TTV pasien
2. Mengauskultasikan napas pasien

DX 2 1. Mengukur tanda-tanda vital S : Pasien mengatakan Sesak


Senin , 12 Mei 2020
2. Mengajarkan pola nafas berkurang
Jam 16 .00 WIB
efektif(tehnik nafas dalam) O:
Sused
3. Memonitor pola nafas 1. RR = 26 x/menit
4. Memberikan HE penyebab 2. Nadi = 90x/menit
sesak 3. Retraksi otot bantu nafas(+)
4. Pernafasan cuping hidung
berkurang
5. Pengembangan dinding
dada asimetris

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
DX 3 1. Menciptakan lingkungan yang S : Pasien mengatakan lelah
Senin , 12 Mei 2020
terapeutik setelah beraktifitas
Jam 17.00 WIB
2. Mengobservasi respon individu O:
terhadap aktivitas (status 1. Nadi = 90x/menit Sused
pernafasan dan pucat) 2. RR = 26x/menit
3. Pasien tampak lemah
4. Pasien tampak sesak
3. Mengobservasi tanda-tanda 5. Belum menunjukkan
vital peningkatan toleransi
4. Menganjurkan pasien untuk aktivitas
istirahat 1 jam setelah makan
A: Masalah belum teratasi
(misalnya berbaring atau
P: Intervensi dilanjutkan
duduk)
5. Tingkatkan aktivitas secara
bertahap dengan periode
istirahat diantara dua aktivitas
misalnya duduk dulu sebelum
tidur dan berjalan setelah tidur
DX 4 1. Memonitor tingkat pengetahuan S : Tn.T mengatakan sudah paham
Senin , 12 Mei 2020
pasien dan keluarga mengenai penyakitnya
Jam 18.00 WIB
2. Mempertahankan pengetahuan O : Pasien dapat mengulang
pasien dan keluarga kembali informasi mengenai
3. Memberikan pendidikan penyakit yang dideritanya serta Sused
kesehatan beberpa cara penanganan secara
mandiri di rumah.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary Disease
(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-
paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan
Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa yang utama pada penderita PPOK
yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
Hasil Pengkajian Pada Tn.T :
1. B1 (Breathing) : Dalam pemeriksaan breathing didapatkan hasil bentuk dada
simetris, pasien memiliki kebiasaan merokok 5 batang / hari, batuk berdahak, tidak
terdapat batuk darah (-), tidak ada sianosis (-),tidak ada nyeri dada. Pasien tampak
sesak napas, tipe pernapasan dada dan perut, irama napas tidak teratur, suara napas
vesikular, suara napas tambahan ronchi basah.
Diagnosa Keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Dan Pola Napas
Tidak Efektif
2. B6 (Bone) Tulang, otot dan integument : Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas
seperti biasanya tetapi setelah sakit pasien tidak mampu bekerja sendiri.Namun
setelah sakit pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur dengan posisi semi
folwer.Saat pengkajian pasien tampak lemah, dan sebagian aktivitas pasien tampak
dibantu oleh keluaga skala aktivitas pasien 2 ( pasien memerlukan atau pengawasan
orang lain)
Diagnosa Keperawatan : Intoleransi Aktivitas
4.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu, perawat
juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan
ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai
tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC
NOC. Yogyakarta :
Media Action. Arikunto. 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP.
IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Brashers, Valentina L. 2016. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2. Jakarta :
EGC Buku Kedokteran.
Doenges, Marilynn E. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Engram, Barbara. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta : EGC
Buku Kedokteran.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Barcelona: Medical Communications Resources. Available from: http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kasanah. 2016. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut B Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam

Anda mungkin juga menyukai