T DENGAN
DIAGNOSA MEDIS PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK )
DAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG GARDENIA
RSUD DR.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Disusun Oleh :
NAMA :
SUSED 2018.C.10a.0986
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui,
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena dengan rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah PKK 1
ini.
Adapun Laporan Pendahuluan yang sederhana ini membahas tentang “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada TN.T Dengan Diagnosa Medis Paru Obstruksif Kronis
(PPOK) Dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr.Doris
Sylvanus Eka Harap Palangka Raya” Laporan Pendahuluan ini saya susun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Asuhan Keperawatan Paru Obstruktif Kronis (PPOK) , yang saya
sajikan dengan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber, walau sedikit ada rintangan
namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Tuhan akhirnya Laporan Pendahuluan ini
dapat terselesaikan.
Semoga laporan saya dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada para pembaca .Demi perbaikan laporan ini, kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat saya harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................1
2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................4
2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Paru (PPOK)......................................4
2.1.2 Anatomi Fisologi.....................................................................................4
2.1.3 Etiologi..................................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................11
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...............................................................................12
2.1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................13
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................13
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ......................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .........................................................................15
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ..........................................16
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..................................................................21
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................25
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................25
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK ) merupakan penyakit kronis saluran napas yang
ditandai dengan hambatan saluran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat,
yaitu semakin lama semakin memburuk.terdapat dua kondisi pada PPOK yang menjadi dasar
patologi atau penyakit, yaitu bronkitis kronis dengan pengeluaran lendir berlebih (hipersekresi
mukus) dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang
ada. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan
oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon radang yang terus-menerus.
PPOK bersifat ireversibel atau tidak bisa kembali karena terjadi perubahan struktural pada
saluran napas kecil, diantaranya: peradangan, fibrosis, metaplasi sel goblet, dan hipertropi otot
polos yang menjadi penyebab utama obstruksi jalan. Oksigenasi merupakan kebutuhan yang
sangat penting dalam menjaga kestabilan hemodinamik Saturasi oksigen adalah kandungan
oksigen dalam arteri yang terjadi karena afinitas hemoglobin, pada pasien PPOK terjadi
penurunan saturasi oksigen diakibatkan oleh tumpukan mukus yang kental menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Penurunan saturasi oksigen akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
berlanjut menjadi hipoksia yang akan mengakibatkan aktivitas fungsional sehari – hari pasien
PPOK menjadi menurun. Selama ini tindakan yang sudah diberikan selain memberikan terapi
medis juga dilakukan chest terapi namun petugas fisioterapi tidak mengukur dengan oximetry 4
sehingga tidak diketahui berapa saturasi oksigen (O2) pasien PPOK tersebut.
Menurut World Health Organization (WHO) mendata sebanyak tiga juta orang meninggal
karena PPOK pada tahun 2016, dan juga menyatakan bahwa pada dua belas negara di Asia
Tenggara ditemukan prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun ke atas dengan rata-rata
sebesar 6,3%. Hongkong dan Singapura memiliki angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Salah satu faktor risiko yang paling berperan di PPOK adalah merokok
dan Di Indonesia, PPOK menempati urutan kelima sebagai penyakit penyebab kematian 2 dan
diperkirakan akan menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2020 mendatang (Susanti, 2015).
Prevalensi PPOK di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, salah satunya disebabkan oleh
banyaknya jumlah perokok di Indonesia. Secara nasional konsumsi tembakau di Indonesia
cenderung meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36.3% pada tahun 2013
(Kusumawardani et al., 2016).dan Jumlah penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola
hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara. Prevelensi PPOK di indonesia angka
tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), di ikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi
Barat dan Selatan masing-masing (6,7%), Gorontalo (5,2%), Nusa Tenggara Barat (5,4%), dan
provinsi Kalimantan Selatan menempati urutan ke-6 (5,0%), kemudian Kalimantan Tengah
(4,3%),Kalimantan Barat (3,5%),dan provinsi Kalimantan Timur (2,8%) (Riskesdas, 2013). 3
Menurut data RSUD Dr. H. Moch. Ansari saleh Banjarmasin tahun 2013 kunjungan pasien
PPOK ke poliklinik paru berjumlah 255 pasien, tahun 2014 berjumlah 533 pasien, kemudian
pada tahun 2015 jumlah kunjungan pasien PPOK meningkat tajam menjadi 1355 pasien, dan
pada tahun 2016 kembali meningkat menjadi 1599 pasien. Peningkatan ini kemungkinan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang menjadi pendukung pasien menderita penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
Faktor paparan lingkungan dan faktor host merupakan faktor resiko utama berkembangnya
penyakit ini, faktor yang berhubungan dengan paparan lingkungan misalnya merokok, pekerjaan,
polusi udara dan infeksi. Sedangkan faktor yang berasal dari host/pasien yaitu usia, jenis
kelamin, adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi, dan predisposisi genetik (Ikawati,
2016). PPOK Terjadinya penumpukan sputum di jalan napas akan mengakibatkan jalan napas
menyempit, sehingga dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas yang dapat
mengganggu pergerakan udara dari dan ke luar paru. Terjadinya gangguan pergerakan udara dari
dan ke luar paru akan mengakibatkan penurunan kemampuan batuk efektif. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Jika tidak segera di atasi
akan menyebabkan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara revesible sampai terjadi
gangguan pertukaran gas hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2009 dalam Rahayu,
2016).Pasien dengan PPOK menunjukkan kelemahan untuk bernapas, mereka yang menderita
PPOK akan menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar oksigen dalam
sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko tinggi terhadap beberapa kondisi
serius lainnya. Akhir-akhir ini PPOK diketahui juga memiliki efek sistemik dengan manifestasi
ekstra paru. Komplikasi sistemik PPOK terdiri dari peradangan sistemik, penurunan berat badan,
gangguan muskuloskeletal, gangguan kardiovaskular, gangguan hematologi, neurologi dan
psikiatri
Berdasarkan masalah tersebut, saya tertarik untuk memberikan informasi yang komprehensif
tentang “Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK) dan Kebutuhan Dasar
Oksigenisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagiamana asuhan keperawatan pada Tn.T Dengan Diagnosa Medis Paru Obstruksif Kronis
(PPOK) Dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr.Doris
Sylvanus Eka Harap Palangka Raya”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan tentang asuhan keperawatan kebutuhan
dasar manusia pada Tn.T dengan diagnosa medis Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dan kebutuhan
dasar oksigenisasi di ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar Penyakit Paru Obstruksi Kronik
( PPOK ) ?
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ?
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien Penyakit
Paru Obstruksi Kronik( PPOK ) dan kebutuhan dasar oksigenasi ?
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.T di ruang Gardenia
RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi keperawatan pada Tn.T di
ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.T di ruang Gardenia RSUD
dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada Tn.T di ruang Gardenia
RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri adanya
keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible Pada klien PPOK paru-paru klien
tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang
menumpuk pada paru-paru. (Lyndon Saputra, 2016).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2016). Selain itu menurut
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang
mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. Arita Murwani (2016)
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih
sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon
inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru.
Penyakit lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya diklasifikasiakan
dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun gejala tupang tindih dengan
COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-
bijian padi) merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi
dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan
PPOK adalah Cadmium,Zinc dan debu.
Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan sepeda
motor di jalan raya pada dekade terakhir ini, saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah
polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah
dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradisional dengan
minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi
kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak
merokok (Oemiati, 2016).
4) Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-
racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan,
industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta,
sebagainya diperkirakan mencapai 19% (Oemiati, 2016).
Gambar 1.7 : Polusi Udara di Tempat Kerja
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK (Oemiati, 2016).
c. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi
bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan
eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan
meningkatkan gejala respirasi padasaatdewasa.Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat
menjelaskan penyebab keadaaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai
penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK
(PDPI, 2011).
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah
2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77
(95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02) (Oemiati, 2016).
2.1.4 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
2.1.4.1 Bronchitis Kronis
1. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2013).
2. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
Alergi
Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3. Manifestasi klinis
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan
mekanisme pembersihanmukus. Oleh karena itu, "mucocilliarydefence"dari paru mengalami
kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat.
Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara
besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal
dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan
asidosis.
Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.Selama infeksi klien mengalami reduksi pada
FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.
2.1.4.2 Emfisema
1. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2013).
2. Etiologi
Faktor tidak diketahui:
1) Predisposisi genetic
2) Merokok
3) Polusi udara
3. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
2.1.4.3 Asthma Bronchiale
1. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner &
Suddarth, 2013).
2. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa
berat),wheezing,batuk non produktif
3) Takikardi
4) Takipnea
2.1.5 Woc (B1-B6)
Defisit nutrisi
1. Bersihan jalan
napas tidak
efektif
2. Pola napas
tidak efetif
2.1.6 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita PPOK yaitu batuk
berdahak, mengi, sesak napas pada aktivitas yang mengeluarkan tenaga terlalu berat. Adapun
tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita PPOK yaitu batuk berdahak, mengi,
sesak napas pada aktivitas yang mengeluarkan tenaga terlalu berat.Manifestasi klinis pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah Perkembangan gejala-gejala yang
merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi
awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di
saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan
produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang
disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang
cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah,
penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan
pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien
dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam
melakukan pernafasan.
2.1.7 Komplikasi
1. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO 2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
2. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan
kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
3. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama
pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
4. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
5. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat
berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
Uji faal paru berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit, dan
menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya
obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat.
Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah
inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga mengukur volume
udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan manuver tersebut, atau
disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran inilah
(FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Penderita PPOK secara khas akan
menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta nilai FEV1/FVC < 70%.
1. Stage I : Ringan Pemeriksaan post-bronchodilator dilakukan dengan memberikan
bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
2. Stage II : Sedang Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80%
dari nilai prediksi.
3. Stage III : Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-
50% dari nilai prediksi.
4. Stage IV : Sangat Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari
30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
b). Foto Torak PA dan Lateral Foto torak PA dan lateral
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit paru lain. Pada penderita emfisema
dominan didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi,
ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler
(memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan hasil foto
thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat terlihat corakan bronkovaskuler
yang meningkat disertai sebagian bagian yang hiperlusen.
c). Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah sangat penting dilakukan dan
wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan nilai < 40% dari nilai
prediksi dan secara klinis tampak tandatanda kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan
seperti sianosis sentral, pembengkakan ekstrimitas, dan peningkatan jugular venous pressure.
Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda pada pasien dengan emfisema
dominan dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan. Pada bronkitis kronis analisis gas
darah menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat pada pemberian oksigen 100%.
Dapat juga menunjukkan hiperkapnia yang sesuai dengan adanya hipoventilasi alveolar, serta
asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi.
d). Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui pola kuman
dan memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab
utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
e). Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus seperti
leukositosis akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik.
f). Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui komplikasi pada
jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal. Pemeriksaan lain yang
dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus,
CT-scan resolusi tinggi, ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi
derajat beratnya penyakit.
2. Anti inflamasi.
3. Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah ekspektoran yang baik, pemberian
cairan yang cukup akan mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan mukolitik dapat
diberikan terutama pada saat eksaserbasi.
4. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat mengurangi keadaan eksaserbasi
akut.
5. Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi.
2.2 Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi
2.2.1 Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika).
Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan
tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak.
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas.
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam
tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan
bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan
garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan manisfestasi
tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang
terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Stuktur Sistem Pernafasan
1. Sistem pernafasan Atas
Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.
a). Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan, humidifikasi, dan
penghangatan
b). Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring
terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi
menangkap dan dan menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama udara.
c). Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisadisebut jakun.
Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan
dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernafasan Bawah
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan
bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
a). Trakea.
Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincinkartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
b). Paru.
Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri.Masing-masing paru terdiri
atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu
bronkus.
Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum proses ini
berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi sehingga
terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system saraf pusat dan
system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi
dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.
2. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari
area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah.
Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan
membran serta perbedaan tekanan gas.
a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan menghalangi
masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal
interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana
pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung.
Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan
oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari
curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah
yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan
darah sistemik.
3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah pergerakan
molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi
terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran
respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli
sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga
oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2
dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar
alveoli.
2.2.5 WOC
2.2.6 Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan laring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan
dada, nafas pendek, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter
anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala
adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi. Selain itu
terdapat tanda dan gejala lainnya seperti :
1. Pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
2. Suara napas tidak normal.
a. Stridor
adalah suara yg terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi yg terjadi baik
pada waktu inspirasi ataupun pada waktu ekspirasi, akan terdengar tanpa menggunakan alat
stetoskop, biasanya bunyi ditemukan pada lokasi saluran nafas atas (laring) atau trakea,
disebabkan lantaran adanya penyempitan pada saluran nafas tersebut. Pada orang dewasa,
kondisi ini mengarahkan pada dugaan adanya edema laring, tumor laring, kelumpuhan pita
suara, stenosis laring yg umumnya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat pula
akibat pipa endotrakeal (Nurjanah, 2018).
b. Wheezing (mengi)
Merupakan bunyi seperti bersiul, kontinu, yg durasinya lebih lama dari krekels.
Terdengar selama : inspirasi & ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat melakukan
ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yg menyempit/tersumbat sebagian.
Bisa dihilangkan dengan cara batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yg
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yg menyempit (seperti pada asma &
bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh lantaran perubahan temperature, allergen,
latihan jasmani, & bahan iritan pada bronkus.
c. Ronchi
Merupakan bunyi gaduh yg dalam. Terdengar sewaktu ekspirasi. Penyebab : gerakan
udara melewati jalan napas yg menyempit akibat terjadi obstruksi nafas.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dari ganguan pemenuhan oksigen adalah:
1. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/
tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal.
2. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk
menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat
mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat.
3. Disorientasi
Meliputi disorientasi waktu, tempat, dan orang. Pasien tidak mampu mengenali kondisi
atau suasana yang ada (Nurjanah, 2018).
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda asing yang
menghambat jalan nafas.
2. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
3. Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan kontraksi paru.
4. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal
5. Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran
oksigen dan karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan secara efisien dengan menggunakan
masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume
paru, cadangan inspirasi, volume rasidual dan volume cadangan ekspirasi (Andarmoyo,
2017).
6. Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama
ekspirasi dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi
besar (Andarmoyo, 2017).
11. Hygiene.
Intevensi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku yang hidup tidak bersih
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan susuai kesepakatan
4. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
6. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
informasi yang belum dipahami
6.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).
6.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani,
2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Sused
Nim : 2018.C.10a.0986
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : Senin,12 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : Senin,12 Mei 2020 Jam 08.00 Wib
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn.T
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Kristen protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Kuala Kapuas
Tgl MRS : 12 Mei 2020
Diagnosa Medis : Penyakit Paru Obstruksif Kronis (PPOK)
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak nafas setelah beraktivitas
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 12 Mei 2020, dirumah sepulang kerja, pasien mengeluhkan sesak nafas
pada saat selesai aktivitas seperti tersengah – sengah . Kemudian pada hari itu juga pasien
langsung dibawa ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus. Selama di IGD pasien mendapatkan terapi
O210lpm dan terapi infus nacl 15 tpm, setelah dilakukan pemeriksaan, pasian menderita penyakit
PPOK. Kemudian pasien dianjurkan dirawat inap diruang Gardenia selama keadaan pasien
membaik.
3.1.2.3 Riwayat penyakit Dahulu (Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi) :
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya, pasien
mengatakan tidak ada riwayat operasi, karena pasien baru kali ini masuk RSUD dr Doris
Sylvanus.
1.1.2.4 Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga
GENOGRAM KELUARGA
Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. suami Klien
4. Tinggal Serumah
3.1 Pemerikasaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit sedang, pasien tampak terbaring terlentang setengah duduk
( semi fowler ),pasien tampak sesak, pasien tampak terpasang O2 nasal kanul 6 Lpm, pasien
terpasang infus Nacl 09 % 15 tpm disebelah kiri.
3.1.3.2 Status Mental :
Pada pemeriksaan tingkat kesadaran pasien compos menthis, ekspresi wajah
meringis, bentuk badan ideal, cara berbaring semi fowler, suasana hati tampak sedih,
berbicara jelas, penampilan cukup rapi, fungsi kognitif normal, pasien tidak memiliki
halusinasi dengan/akustic dll, insight baik, dan mekanisme pertahanan adaptif.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital saat pengkajian didapatkan hasil Suhu: 36,7 0C
(axila), Nadi : 90 x/menit, Respirasi : 24 x/menit, Tekanan Darah: 130/90mmHg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Dalam pemeriksaan breathing didapatkan hasil bentuk dada simetris, pasien
memiliki kebiasaan merokok 5 batang / hari, batuk berdahak, tidak terdapat batuk darah (-),
tidak ada sianosis (-),tidak ada nyeri dada. Pasien tampak sesak napas, tipe pernapasan dada
dan perut, irama napas tidak teratur, suara napas vesikular, suara napas tambahan ronchi
basah.
Masalah Keperawatan :Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif dan Pola Nafas Tidak
Efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Tidak Ada nyeri, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada peningkatan Vena
Jugularis, Bunyi Jantung S1 S2 Reguler, irama sinus rythm.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ), M 6
(bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal, kesadaran Tn. T compos menthis,
pupil Tn.T isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri positif.
Jenis
pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 9, 72 x 10^3ˆ/ul 4.00-10.00
RBC 4.64 x 10^6/ul 3,50-5,50
HGB 13,3 g/dl 11-16
PLT 360 x 10^3/ul 150-400
Mahasiswa,
SUSED
NIM : 2018.C.10a.0986
ANALISA DATA
No DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1. Data Subjektif: Merokok,polusi
Pasien mengatakan sesak nafas udara,infeksi virus
Data Objektif:
Hipersekresi lender Bersihan jalan
- Pasien tampak sesak nafas nafas tidak
- Posisi tidur terlentang efektif
Fungsi silia menurun
- Terpasang O2 nasal kanul 6
lpm
Produksi secret
- Irama pernafasan tidak
meningkat
teratur
- Suara napas tambahan
Mukus kental
wheezing
- Pasien tampak terpasang
Batuk berdahak
infus nacl 09% 15 tpm
- TTV: TD : 130/90 mmHg
Bersihan jalan
N : 90x/m
napas tidak efektif
S : 36,5 C
RR :24 x/m
2. Data Subjektif :
- Pasien mengeluh sesak
Efusi pleura
nafas Setelah beraktivitas
Akumulasi cairan pada
Data objektif :
rongga pleura
- RR =26x/ menit
Ekspansi paru
- Nadi = 90x/menit
menurun
- Pasien bernafas tersengal-
RR meningkat
sengal cepat, pendek
- Suara napas tambahan Pola nafas tidak efektif
wheezing Pola nafas tidak
Hasil keterangan foto efektif
rontgen thorax :
- Kualitas foto baik
- Paru : corakan
bronkovaskuler
menigkat,infiltrat di paru
kiri
- Jantung : CTR < 50 %
- Diafragma : sudut
costofrenikus lancip
- Hiperinflasi paru
-Diagnosa medis penyakit
obstruksi paru kronik
(PPOK)
3. Data subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri dada Ekspansi paru tidak
maksimal
sesak saat beraktifitas yang
berat Suplai oksigen
menurun
Data objektif :
- Pasien tampak lemah
RR meningkat
- Sesak nyeri bertambah Intoleransi
sasat dipindahkan Distribusi oksigen ke aktifitas
seluruh tubuh
posisinya dari duduk ke
menurun
berdiri
Terjadi metabolisme
- Pasien tampak dibantu
anaerob dalam tubuh
oleh kelurganya pada saat
Timbul asam laktat
beraktivitas
- kesadaran compos metis
Intoleransi aktifitas
- skala aktivitas 2 ( pasien
memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain.)
4. Data Subjektif :
-Pasien mengatakan tidak
mengetahui dan mengerti
tentang penyakitnya Kurangnya informasi Defisit
Data Objektif : yang didapatkan pengetahuan
-Pasien tampak diam saat tentang penyakit
ditanya tentang penyakit
-Pasien tampak bingung
-Pasien hanya lulusan SMP
Prioritas Masalah
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret yang
berlebihan di tandai dengan Pasien tampak Batuk, Sputum berwarna Hijau Kental
Bunyi napas tambahan .
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru dibuktikan
dengan RR meningkat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
sekunder dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap penyakit
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn. T
Ruang Rawat : Gardenia
2. 2. Pola nafas tidak efektif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan 1x7jam diharapkan pola vital perkembangan lebih lanjut
penurunan ekspansi paru nafas efektif 2. Mengatur irama nafas
dibuktikan dengan RR Kriteria hasil : sehingga meningkatkan
meningkat 1.Sesak berkurang 2. Ajarkan pola nafas suplai O2
2. Pasien tidak tampak gelisah. efektif(tehnik nafas 3. Untuk mengetahui
3.TTV dalam batas normal dalam) perkembangan status
1) RR = 16-20x/menit 3. Monitor pola nafas kesehatan pasien
2) Nadi = 60 100x/menit
4.Retraksi otot bantu nafas(-) 4. Meningkatkan suplai
5.Pernafasan cuping hidung berkurang oksigen
sesak terapi
5. Kolaborasi : oksigen
tambahan dengan indikasi 6. Mengurangi cairan pada
5. Meningkatkan istirahat
untuk menurunkan
kebutuhan oksigen
4. Ciptakan lingkungan tubuh
yang terapeutik
6. Kolaborasi pemberian
oksigen setelah
beraktivitas bila terjadi
peningkatan status
pernafasan
4. 4. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mempermudah
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 jam kemampuan menerima penyampain informasi
kurangnya informasi terhadap diharapkan masalah informasi
penyakit pengetahuan tentang penyakit 2. Identifikasi faktor- 2. Memberikan infomasi
pasien meningkat. faktor yang dapat mengenai penyakit yang
Kriteria hasil : meningkatkan dan dideritanya serta
1. Pengetahuan klien tentang menurunkan motivasi penanganannya secara
penyakitnya meningkat perilaku yang hidup mandiri
2. Klien mampu menangani tidak bersih
penyakit yang dideritanya 3. Jadwalkan pendidikan 3. Mengetahui pemahaman
secara mandiri kesehatan sesuai pasien setelah diberikan
3.Perilaku sesuai anjuran kesepakatan informasi.
meningkat
4. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi menurun
5. Persepsi yang keliru terhadap 4.Mempermudah
4. Ajarkan perilaku hidup
masalah menurun penyampaian informasi
bersih dan sehat
6. Menjalani pemeriksaan yang untuk tetap hidup bersih
tidak tepat menurun dan seha
DX 1 S:
Senin , 12 Mei 2020
Jam 15.00 WIB Pasien mengatakan sesak nafas
1. Menganjurkan pasien
minum air hangat O:
2. Mengukur TTV pasien 1. TTV :
3. Mengauskultasikan napas TD : 130/90 mmHg Sused
pasien RR : 26x/m
4. Memberikan pasien posisi
nyaman atau posisi semi 2. Irama nafas tidak teratur
fowler 3. Terpasang O2 nasal kanul 6
5. Berkalaborasi dalam lpm
pemberian o2 4. Posisi tidur semi fowler
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Mengukur TTV pasien
2. Mengauskultasikan napas pasien
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC
NOC. Yogyakarta :
Media Action. Arikunto. 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP.
IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Brashers, Valentina L. 2016. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2. Jakarta :
EGC Buku Kedokteran.
Doenges, Marilynn E. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Engram, Barbara. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta : EGC
Buku Kedokteran.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Barcelona: Medical Communications Resources. Available from: http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kasanah. 2016. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut B Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam