Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

T
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK )
DAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG GARDENIA
RSUD DR.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
NAMA :
SUSED 2018.C.10a.0986

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :


Nama : Sused
Nim : 2018.C.10a.0986
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul :“Asuhan Keperawatan Pada TN.T Dengan Diagnosa Medis Paru
Obstruksif Kronis (PPOK) Dan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang
Gardenia RSUD dr.Doris Sylvanus Eka Harap Palangka Raya”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik Praklinik Keperawatan 1 (PPK 1) Pada Progran Studi Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembibing Akademik Pembibing Klinik

Nia Pristina , S.Kep.,Ners Erika Sihombing, S.Kep,Ners

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ners,


Meilitha Carolina, Ners, M.Kep
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena dengan
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Keperawatan Maternitas II ini.
Adapun Laporan Pendahuluan yang sederhana ini membahas tentang “ASUHAN
KEPERAWATAN PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK )”Laporan Pendahuluan
ini saya susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Asuhan Keperawatan Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) , yang saya sajikan dengan berdasarkan pengamatan  dari
berbagai sumber, walau sedikit ada rintangan namun dengan penuh kesabaran dan
pertolongan dari Tuhan akhirnya Laporan Pendahuluan ini dapat terselesaikan.

          Semoga laporan saya dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada para pembaca .Demi perbaikan laporan ini, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat saya harapkan.

Palangkaraya, 11 Mei 2020

   
                                                                       Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................1
2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................4
2.1.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Paru (PPOK)......................................4
2.1.2 Anatomi Fisologi.....................................................................................4
2.1.3 Etiologi..................................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................11
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...............................................................................12
2.1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................13
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................13
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ......................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .........................................................................15
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ..........................................16
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..................................................................21
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................25
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................25
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................28
3.1 Pengkajian ...................................................................................................28
3.2 Diagnosa ......................................................................................................41
3.3 Intervensi .....................................................................................................42
3.4 Implementasi ...............................................................................................46
3.5 Evaluasi .......................................................................................................46
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................49
4.1 Kesimpulan .................................................................................................49
4.2 Saran ............................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK ) merupakan penyakit kronis saluran
napas yang ditandai dengan hambatan saluran udara khususnya udara ekspirasi dan
bersifat progresif lambat, yaitu semakin lama semakin memburuk.terdapat dua
kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi atau penyakit, yaitu bronkitis kronis
dengan pengeluaran lendir berlebih (hipersekresi mukus) dan emfisema paru yang
ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada. Penyempitan
saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh
perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon radang yang terus-
menerus. PPOK bersifat ireversibel atau tidak bisa kembali karena terjadi perubahan
struktural pada saluran napas kecil, diantaranya: peradangan, fibrosis, metaplasi sel
goblet, dan hipertropi otot polos yang menjadi penyebab utama obstruksi jalan napas.
  Menurut World Health Organization (WHO) mendata sebanyak tiga juta orang
meninggal karena PPOK pada tahun 2016, dan juga menyatakan bahwa pada dua
belas negara di Asia Tenggara ditemukan prevalensi PPOK sedang-berat pada usia
30 tahun ke atas dengan rata-rata sebesar 6,3%. Hongkong dan Singapura memiliki
angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%. Salah satu faktor
risiko yang paling berperan di PPOK adalah merokok dan Di Indonesia, PPOK
menempati urutan kelima sebagai penyakit penyebab kematian 2 dan diperkirakan
akan menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2020 mendatang (Susanti, 2015).
Prevalensi PPOK di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, salah satunya
disebabkan oleh banyaknya jumlah perokok di Indonesia. Secara nasional konsumsi
tembakau di Indonesia cenderung meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi
36.3% pada tahun 2013 (Kusumawardani et al., 2016).dan Jumlah penderita PPOK
meningkat akibat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi
udara. Prevelensi PPOK di indonesia angka tertinggi terdapat di Nusa Tenggara
Timur (10,0%), di ikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat dan Selatan
masing-masing (6,7%), Gorontalo (5,2%), Nusa Tenggara Barat (5,4%), dan provinsi
Kalimantan Selatan menempati urutan ke-6 (5,0%), kemudian Kalimantan Tengah
(4,3%), Kalimantan Barat (3,5%), dan provinsi Kalimantan Timur (2,8%) (Riskesdas,
2013). 3 Menurut data RSUD Dr. H. Moch. Ansari saleh Banjarmasin tahun 2013
kunjungan pasien PPOK ke poliklinik paru berjumlah 255 pasien, tahun 2014
berjumlah 533 pasien, kemudian pada tahun 2015 jumlah kunjungan pasien PPOK
meningkat tajam menjadi 1355 pasien, dan pada tahun 2016 kembali meningkat
menjadi 1599 pasien. Peningkatan ini kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor
yang menjadi pendukung pasien menderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Faktor paparan lingkungan dan faktor host merupakan faktor resiko utama
berkembangnya penyakit ini, faktor yang berhubungan dengan paparan lingkungan
misalnya merokok, pekerjaan, polusi udara dan infeksi. Sedangkan faktor yang
berasal dari host/pasien yaitu usia, jenis kelamin, adanya gangguan fungsi paru yang
sudah terjadi, dan predisposisi genetik (Ikawati, 2016). PPOK Terjadinya
penumpukan sputum di jalan napas akan mengakibatkan jalan napas menyempit,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya obstruksi jalan napas yang dapat
mengganggu pergerakan udara dari dan ke luar paru. Terjadinya gangguan
pergerakan udara dari dan ke luar paru akan mengakibatkan penurunan kemampuan
batuk efektif. Hal tersebut menyebabkan terjadinya masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas. Jika tidak segera di atasi akan menyebabkan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia secara revesible sampai terjadi gangguan pertukaran gas
hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2009 dalam Rahayu, 2016).Pasien dengan
PPOK menunjukkan kelemahan untuk bernapas, mereka yang menderita PPOK akan
menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar oksigen dalam
sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko tinggi terhadap
beberapa kondisi serius lainnya. Akhi-rakhir ini PPOK diketahui juga memiliki efek
sistemik dengan manifestasi ekstra paru. Komplikasi sistemik PPOK terdiri dari
peradangan sistemik, penurunan berat badan, gangguan muskuloskeletal, gangguan
kardiovaskular, gangguan hematologi, neurologi dan psikiatri
Berdasarkan masalah tersebut, saya tertarik untuk memberikan informasi yang
komprehensif tentang “Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik(
PPOK) dan Kebutuhan Dasar Oksigenisasi”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan,rumusan masalah dari laporan
ini,adalah:Bagaimana asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan
gangguan penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK) dan Kebutuhan Dasar Oksigenasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan tentang asuhan keperawatan
KDM pada Tn.T yang komprehensif dengan diagnosa Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK) dan kebutuhan dasar oksigenisasi di ruang Gardenia RSUD
dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar Penyakit Paru Obstruksi Kronik(
PPOK ) ?
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ?
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronik( PPOK ) dan kebutuhan dasar oksigenasi ?

1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.T di ruang


Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi keperawatan pada


Tn.T di ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya

1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn.T di


ruang Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.T di ruang


Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada Tn.T di ruang


Gardenia RSUD dr.Doris Sylavanus Palangka Raya ?

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Untuk Mahasiswa
Mengedukasi pembaca agar lebih memahami dan menjadi bahan referensi bagi
perawat dalam memberikan pendidikan pentingnya pengetahuan tentang asuhan
keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan gangguan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK).
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi atau wawasan bagi
pasien dan Keluarga pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
1.4.4 Untuk IPTEK
Hasil dari laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagii ilmu pengetahuan
dan teknologi khususnya dalam bidang kesehatan terutama untuk fisioterapi
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2.1.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible Pada klien PPOK
paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan
dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru. (Lyndon Saputra, 2016).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD,
2016). Selain itu menurut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten
dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis,
emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2016)
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak
dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan di
kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas
berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan
perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit lain seperti kistik fibrosis,
bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di
klasifikasikan paru kronis, meskipun gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok
singaret, polusi udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi)
merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi
dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
2.1.2 Anatomi Dan Fisiologi
a. Hidung

Gambar 1.1 : Gambar Rongga Hidung


Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk
ke dalam lubang hidung.
b. Faring

Gambar 1.2 : Faring


Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah
ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang
lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal
dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea

Gambar 1.3 : Trakea


Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh
16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku
kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di
belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada
bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru
atau gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua
bronkus utama : bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam
perjalanannya menjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan
beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa
dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang mengandung bahan
tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang
tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus
terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini
membran pelapisnya mulai berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan
sel epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam
dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu . kantong udara atau alveoli itu terdiri
atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung
bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan
pertukaran gas pun terjadi.Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri pulmonaris
membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke
paru-paru; cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang
lagi sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum.
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan
sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru
duduk diatas landae rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk
paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup
sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh
fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap
lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu elastis,berpori, dan seperti spons.
2.1.3 Etiologi
Menurut Oemiati (2016) beberapa faktor risiko antara lain:
a. Pajanan dari partikel antara lain :
1) Merokok

Gambar 1.4 : Asap Rokok


Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan
napas kronik (Oemiati, 2016). Sejumlah zat iritan yang ada di dalam rokok
menstimulasi produksi mucus berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan
inflamasi, serta kerusakan bronkiolus dan dinding alveolus (Elsevier). Perokok pasif
juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan
kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada
saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi
pertumbuhan paru-parunya (Oemiati, 2016)
2) Polusi indoor

Gambar 1.5 : Asap Dapur


Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya
terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi
kontribusi sampai 35%. Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan
rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan
kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan
dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat,
karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta
perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap
kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya16. Pada studi kasus kontrol yang dilakukan
di Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK
(Oemiati, 2016)
3) Polusi outdoor

Gambar 1.6 : Polusi Udara


Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat
menyebabkan PPOK adalah Cadmium,Zinc dan debu.
Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan
sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini, saat ini telah mengkhawatirkan
sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara
dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat
menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi
indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit
kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok (Oemiati, 2016).
4) Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau
racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri
(pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan
kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19% (Oemiati, 2016).

Gambar 1.7 : Polusi Udara di Tempat Kerja


b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK
(Oemiati, 2016 ).
c. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK.
Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan
penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi padasaatdewasa.Terdapat
beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaaan ini, karena
seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya
hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK (PDPI, 2011).
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita
adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi
alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34
– 3,02) (Oemiati, 2016).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson,(2017) :
a. Asma
Asma adalah salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan penyempitan dan
peradangan saluran pernapasan yang mengakibatkan sesak (sulit bernapas)
b. Bronkotos kronic
Bronkitis adalah istilah untuk peradangan pada bronkus. Bronkus sendiri
merupakan saluran napas yang membawa udara ke paru.

Terdapat dua macam bronkitis, yaitu  bronkitis akut dan bronkitis kronis.


Bronkitis kronis adalah salah satu jenis dari penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK). 

Bronkitis kronis berlangsung untuk waktu yang lama dan sering kambuh.
Peradangan bronkus dalam waktu lama ini menyebabkan terbentuknya
mukus lengket pada saluran napas. Hal ini dapat memicu gangguan
pernapasan

c. Emfisema

Emfisema adalah penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau


alveolus pada paru-paru. Seiring waktu, kerusakan kantong udara semakin parah
sehingga membentuk satu kantong besar dari beberapa kantong kecil yang pecah.
Akibatnya, luas area permukaan paru-paru menjadi berkurang yang menyebabkan
kadar oksigen yang mencapai aliran darah menurun. Kondisi ini juga membuat
paru-paru membesar secara perlahan akibat udara yang terperangkap di dalam
kantong dan sulit dikeluarkan.

Emfisema merupakan salah satu dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK ).


Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2017, 4 dari
100 orang di Indonesia menderita PPOK. Penanganan emfisema ditujukan
untuk menghambat perkembangan penyakit tersebut, namun kerusakan pada paru-
paru tidak dapat dipulihkan kembali.
2.1.5 Woc (B1-B6)
2.1.6 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita PPOK yaitu batuk
berdahak, mengi, sesak napas pada aktivitas yang mengeluarkan tenaga terlalu berat.
Adapun tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita PPOK yaitu batuk
berdahak, mengi, sesak napas pada aktivitas yang mengeluarkan tenaga terlalu berat.
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang
yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk
yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan
produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan
yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal
napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas
kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO250 mmHg, serta pH dapat
normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan
atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran
menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi
kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG,
hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
Uji faal paru berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit,
dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif
adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat.
Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan
setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga
mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama pada saat melakukan
manuver tersebut, atau disebut dengan Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio
dari kedua pengukuran inilah (FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru.
Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta nilai
FEV1/FVC < 70%.
1. Stage I : Ringan Pemeriksaan post-bronchodilator dilakukan dengan memberikan
bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan
nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
2. Stage II : Sedang Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara
50-80% dari nilai prediksi.
3. Stage III : Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara
30- 50% dari nilai prediksi.
4. Stage IV : Sangat Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang
dari 30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
b). Foto Torak PA dan Lateral Foto torak PA dan lateral
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit paru lain. Pada penderita
emfisema dominan didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata,
hiperlusensi, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang
menggantung/penduler (memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis
kronis dominan hasil foto thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat
terlihat corakan bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang
hiperlusen.
c). Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah sangat penting dilakukan
dan wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan nilai < 40% dari
nilai prediksi dan secara klinis tampak tandatanda kegagalan respirasi dan gagal jantung
kanan seperti sianosis sentral, pembengkakan ekstrimitas, dan peningkatan jugular
venous pressure. Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda pada
pasien dengan emfisema dominan dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan. Pada
bronkitis kronis analisis gas darah menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat
pada pemberian oksigen 100%. Dapat juga menunjukkan hiperkapnia yang sesuai
dengan adanya hipoventilasi alveolar, serta asidosis respiratorik kronik yang
terkompensasi.
d). Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui pola
kuman dan memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
e). Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus seperti
leukositosis akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik.
f). Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui komplikasi
pada jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal. Pemeriksaan
lain yang dapat namun jarang dilakukan antara lain uji latih kardiopulmoner, uji
provokasi bronkus, CT-scan resolusi tinggi, ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar
alpha-1 antitryipsin.

1.1.9 Penatalaksanaan Medis

1. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi


derajat beratnya penyakit.
2. Anti inflamasi.
3. Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah ekspektoran yang baik,
pemberian cairan yang cukup akan mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan
mukolitik dapat diberikan terutama pada saat eksaserbasi.
4. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat mengurangi keadaan
eksaserbasi akut.

5. Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi.


2.2 Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi
2.2.1 Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon
dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal
pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel.
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas.
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam
tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan
oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan
oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan
kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap
perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya
serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
tesebut.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Stuktur Sistem Pernafasan
1. Sistem pernafasan Atas
Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.
a). Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan,
humidifikasi, dan penghangatan
b). Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan.
Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang
berfungsi menangkap dan dan menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama
udara.
c). Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisadisebut
jakun. Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi mempertahankan
kepatenan dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernafasan Bawah
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan
bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
a). Trakea.
Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
b). Paru.
Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing paru
terdiri atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh
satu bronkus.
Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum
proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system
saraf pusat dan system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu
mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.
2. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul
dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan
rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh
ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
3. Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas pernapasan. Pada
proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut
dari jaringan kembali menuju paru.
b. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada proses metabolisme intra
sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan
menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini
darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai
kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik
dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.

2.2.3 Etiologi
1. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Klien yang
mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernafasan.Kondisi ini
menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.
b. Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan
oksigen.Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, memampukan individu
untuk mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
c. Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, penyakit paru
obstrukti kronis, dan kanker paru.
d. Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan menggganggu
oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki asupan nutrisi yang
buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan asupan makanan kaya gizi yang
kemudian menyebabkan penurunan prosuksi hemoglobin.
2. Faktor Lingkungan
Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di tempat kerja dan
berkembang setelah individu terpapar asbestosis.
a. Ansietas
Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat(Potter & Perry,
2018)
3. Faktor Perkembangan
a. Bayi Prematur Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin,
yang diduga disebabkan defisiensi surfaktan.
b. Bayi dan Todler Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap
dari rokok. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi
berkembang kongesti nasal yang memungkinkan pertumbuhan bakteri.dan
meningkatkan potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering doalami adalah
nasofaringitis, faringitis, influenza, dan tonsillitis.
c. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan factor-
faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.
d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak
factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik,
obat-obatan.
e. Lansia Kompliansi
dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan
osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta.Otot – otot pernapasan melemah
dan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun.
2.2.4 Klasifikasi
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya
sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis
serta persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada
vertebra servikal keempat. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya
perbedaan tekanan, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal
keempat. udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi
tekanan intrapleural lebih negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760
mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli. Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor.

a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan
menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
c. Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
d. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal
interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi,
dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri
pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan
ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus.
Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan
dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-
waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
2. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah
dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah
pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah.
Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan
tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada
tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada
kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah.
Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada
alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

2.2.5 WOC
2.2.6 Manifestasi Klinis
Adanya   penurunan   tekanan   inspirasi/ ekspirasi   menjadi   tanda   gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk 
bernafas,   pernafasan   laring   (nafas   cuping   hidung),   dispnea,   ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan   bibir,   ekspirasi   memanjang,  
peningkatan   diameter   anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas
vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi
gangguan oksigenasi. Selain itu terdapat tanda dan gejala lainnya seperti :
1.      Pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
2.      Suara napas tidak normal.

a.       Stridor : adalah suara yg terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi


yg terjadi baik pada waktu inspirasi ataupun pada waktu ekspirasi, akan terdengar tanpa
menggunakan alat stetoskop, biasanya bunyi ditemukan pada lokasi saluran nafas atas
(laring) atau trakea, disebabkan lantaran adanya penyempitan pada saluran nafas
tersebut. Pada orang dewasa, kondisi ini mengarahkan pada dugaan adanya edema
laring, tumor laring, kelumpuhan pita suara, stenosis laring yg umumnya disebabkan
oleh tindakan trakeostomi atau dapat pula akibat pipa endotrakeal (Nurjanah, 2018).

b.      Wheezing (mengi) : Merupakan bunyi seperti bersiul, kontinu, yg durasinya lebih


lama dari krekels. Terdengar selama : inspirasi & ekspirasi, secara klinis lebih jelas
pada saat melakukan ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yg
menyempit/tersumbat sebagian. Bisa dihilangkan dengan cara batuk. Dengan karakter
suara nyaring, suara terus menerus yg berhubungan dengan aliran udara melalui jalan
nafas yg menyempit (seperti pada asma & bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi
oleh lantaran perubahan temperature, allergen, latihan jasmani, & bahan iritan pada
bronkus.

c.       Ronchi : Merupakan bunyi gaduh yg dalam. Terdengar sewaktu  ekspirasi.


Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yg menyempit akibat terjadi obstruksi
nafas. 
3.      Perubahan jumlah pernapasan.

4.      Batuk disertai dahak.

5.      Penggunaan otot tambahan pernapasan.

6.      Dispnea (sesak napas).

7.      Penurunan haluaran urin..

8.      Takhipnea (Tarwoto & Wartonah, 2017)


2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dari ganguan pemenuhan oksigen adalah:
1.      Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak
terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang
normal.
2.    Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi kurangnya pasokan oksigen di sel dan jaringan tubuh untuk
menjalankan fungsi normalnya. Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat
mengganggu fungsi otak, hati, dan organ lainnya dengan cepat.
3.      Disorientasi
Meliputi disorientasi waktu, tempat, dan orang. Pasien tidak mampu mengenali
kondisi atau suasana yang ada (Nurjanah, 2018).
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1.      Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda asing yang
menghambat jalan nafas.
2.      Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
3.      Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan kontraksi
paru.
4.      CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal.
5.      Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dan karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan  secara efisien
dengan menggunakan masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer yang
berfungsi untuk mencatat volume paru, cadangan inspirasi, volume rasidual dan volume
cadangan ekspirasi (Andarmoyo, 2017).
6.      Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama
ekspirasi dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi
besar (Andarmoyo, 2017).
7.      Pemeriksaan gas darah arteri
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah
arteri yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida dan saturasi hemoglobin, pemeriksaan ini dapat
menggambarkan bagaimana difusigas melalui kapiler alveolar dan keadekuatan
oksigenasi jaringan (Andarmoyo, 2017).
8.      Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan menggunakan
oksimetri. Saturasi oksigen adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
Keuntungannya; mudah dilakukan, tidak invasive, dan dengan mudah diperoleh, dan
tidak menimbulkan nyeri. klien yang bisa dilakuakn pemeriksaan ini adalah klien yang
mengalami kelainan perfusi/ ventilasi, seperti Pneumonia, emfisema, bronchitis kronis,
asma embolisme pulmunar, dan gagal jantung congestive (Andarmoyo, 2017).
9.      Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah
putih per mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel
darah merah. Defisiensi sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang
menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang
terseda untuk mengangkut ke  jaringan lebih sedikit. Apanila jumlah sel darah merah
meningkat kapasitas darah yang mengangkut oksigen meningkat. Namun peningkatan
jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan dan risiko terbentuknya
trombus (Andarmoyo, 2017).
10.  X-Ray Thorax
Pemeriksaan sinar X-Ray terdiri dari radiologi thoraks, yang memungkinkan
perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanay cairan
(misalnya fraktur klavikula dan tulang iga dan proses abnormal lainnya (Andarmoyo,
2017).
11.  Bronskokopi
Bronskokopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobonkeal melalui
bronskokop serat optic yang fleksibel, dan sempit. Bronskokopi dilakukan untuk
memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel sputum untuk mengangkat plak
lender atau benda asing yang menghambat jalan napas (Andarmoyo, 2017).
12.  Pemindaian paru
Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT)
Scan paru. Sebuah pemindaian CT paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal
melalui ukuran dan lokasi tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan maka
harus dilakukan biposi (Andarmoyo, 2017).
13.  Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang
dalam sputum (misalnya TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang
diambil untuk mengidentifikasi kanker pau abnormal dan dengan tipe sel yang ada
didalamnya (Andarmoyo, 2017).
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
1.  Terapi Pemberian Oksigenasi
a. Kateter nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman
serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

b. Kanul nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan


Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir klien.
c. Sungkup muka sederhana : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit):5-8.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan
(L/menit): 8-12.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kecepatan aliran yang
disarankan (L/menit): 8-12 (Asmadi, 2008).
2.  Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamika adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik
melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam
paru-paru).
3.   Pengukuran bronkodilator
Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas permukaan
bronkus dan bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas serapan oksigen
paru-paru meningkat. Senyawa bronkolidator dapat tersedia secara alami dari dalam
tubuh, maupun didapat melalui asupan obat-obatan dari luar.
4.    Pemberian medikasi seperti nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu
pemberian oksigen bila diperlukan.
5.   Penggunaan ventilator mekanik.
Ventilator  mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.
6.   Pelatihan batuk efektif
7.   Fisioterapi dada.
8.    Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase
postural, tepukan dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem
pernafasan. Tujuan Tindakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan
dan membersihkan jalan nafas.
9.   Atur posisi pasien (semi fowler)
10.  Tekhnik bernapas dan relaksasi (Tarwoto & Wartonah, 2018).

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Riwayat Keperawatan
1. Anamnesa, Identitas, Riwayat penyakit Keluhan Utama,
2. Aktivitas dan istirahat :
Gejala : - Keletihan, kelemahan, malaise.
– Ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau
latihan.
Tanda : - Keletihan. - Gelisah, insomnia. - Kelemahan umum atau kehilangan
masa otot.
3. Sirkulasi
Gejala :- Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.

Tanda : - Peningkatan tekanan darah.

- Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.


- Distensi vena leher atau penyakit berat.
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada
- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau
sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
- Pucat dapat menunjukkan anemia.
4. Eliminasi
        Gejala :  ˗ Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
˗ Adanya inkontinensia atau retensi urine
5. Integritas Ego
Gejala : - Peningkatan faktor resiko. - Perubahan pola hidup.
Tanda : - Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
6. Pernafasan
Gejala : - Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan
untuk bernafas (asma).
- Lapar udara kronis.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat
bangun selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak
sekali (bronkhitis kronis).
- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
- Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan
pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu
atau asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
- Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin
(emfisema).
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus

7. Makanan atau Cairan


Gejala : - Mual atau muntah.

- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).


- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).

Tanda : - Mual atau muntah.


- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
8. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : - Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor
lingkungan.
- Adanya atau berulangnya infeksi.
- Kemerahan atau berkeringan (asma)

9. Interaksi Sosial

Gejala : - Hubungan ketergantungan.

- Kurang sistem pendukung.

- Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.


- Penyakit lama atau kemampuan membaik.

Tanda : - Ketidak mampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena


distress pernafasan.

- Keterbatasan mobilitas fisik. - Kelalaian hubungan dengan anggota


keluarga lain

10. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : - Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.

- Kesulitan menghentikan merokok.

- Penggunaan alkohol secara teratur.

- Kegagalan untuk membaik.

11. Hygiene.

Gejala: Penurunan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hygiene.

Tanda: Kebersihan buruk, bau badan

2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6


1. B1 (Breathing)
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta
penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang
tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan
pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif dan
penggunaan otototot bantu nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap
lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-
hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum
purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
Palpasi : Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan
diafrgama menurun
Auskultasi : Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain,
didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar
karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit.
Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk
untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea
eksersorial). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat
ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang
dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi
yang berkepanjangan saat ekspirasi.
2. Kardiovaskuler (B2:Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami
pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
3. Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit
yang serius.
4. Perkemihan (B4: Bladder)
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
5. Pencernaan (B5: Bowel)
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
6. Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity)

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d batuk tidak
efektif,sputum berlebiha,mengi,dispenea,gelisah (halaman ,D.00.6)
2.3.2.2 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan oksigenasi (obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasma bronkus) kerusakan alveoli (halaman 22,D.0003)
2.3.2.3 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dispnea, kelemahan, efek samping obat,
produksi sputum, anoreksia,atau muntah halaman 81.D0032)
2.3.2.4 Ansietas b.d kurangnya informasi terhadap penyakit (halaman 180,D.0080)
2.3.3 Intervansi Keperawatan (SIKI)

Diagnosa Keperawatan 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme


jalan napas d.d batuk tidak efektif ,sputum berlebihan, mengi,dispenea,gelisah

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten
Tujuan : dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien
akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
a). TTV dalam batas normal
b). klien tidak gelisah
c). pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki
Kriteria hasil : bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.

Intervensi :

1). Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi,
krekels, ronkhi.
Rasional : mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi
manifestasi adanya bunyi nafas adventisius
2). Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau
ekspirasi.
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi
akut.
3). Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : mengetahui disfungsi pernapasan.

4). Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional : mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi.

5). Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek,


basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif.
6). Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara
sebagai pengganti makanan.
Rasional : hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,
mempermudah pengeluara
Diagnosa Keperawatan 2 : Gangguan pertukaran gas b.d gangguan oksigenasi
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus) kerusakan alveoli

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan
Tujuan :
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
dan bebas gejala distress pernafasan.

a). TTV dalam batas normal


b). pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Kriteria hasil :

Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori,
nafas bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan
kronisnya proses penyakit.

2). Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir
sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
Rasioanal : posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan
kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

3). Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.
Rasional :warna Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan
beratnya hipoksemia.

4). Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.


Rasional : banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas.
5). Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
Rasional : bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi.

6). Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan


kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di
kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara
bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Rasional : program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan
rasa sehat.
7). Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : akikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung
Diagnosa Keperawatan 3 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,atau muntah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan pasien menunjukkan peningkatan berat badan menuju
Tujuan :
tujuan yang tepat .

a). TTV dalam batas normal


b). Pasien tidak lemah
c). pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola
Kriteria hasil : hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
yang tepat.
Intervensi :

1). Kaji status nutrisi pasien.


Rasional : Membantu mangkali status nutrisi pasien.
2). Kaji tanda-tanda vital pasien
Rasional : Membantu mengetahui keadaan pasien.
3). Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
Rasional : Meningkatkan nafsu makan
4). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi pasien.
Rasioanal : Diet sesuai dengan kebutuhan pasien.

Diagnosa Keperawatan 4 : Ansietas b.d kurangnya informasi terhadap penyakit


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam
diharapkan masalah pengetahuan pasien meningkat.
Tujuan :

a). Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat


b). Klien mampu menangani penyakit yang dideritanya secara
mandiri
Kriteria hasil :

Intervensi :

1). Kaji tingkat pengetahuan


Rasional : Mempermudah penyampain informasi
2). Beri edukasi mengenai penyakit dan cara penanganannya
Rasional : Memberikan infomasi mengenai penyakit yang dideritanya
serta penanganannya secara mandiri
3). Lakukan evaluasi
Rasional :Mengetahui pemahaman pasien setelah diberikan
informasi.
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah
rencana tidankan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme
jalan napas d.d batuk tidak efektif ,sputum berlebihan,
mengi,dispenea,gelisah

Evaluasi : a). TTV dalam batas normal

b). klien tidak gelisah

c). pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki


bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.
Diagnosa Keperawatan 2 : Gangguan pertukaran gas b.d gangguan
oksigenasi (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus) kerusakan
alveoli.
Evaluasi : a). TTV dalam batas normal
b). pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
tingkat kemampuan atau situasi.

Diagnosa Keperawatan 3 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,atau
muntah.
Evaluasi : a). TTV dalam batas normal
b). Pasien tidak lemah
c). pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang
tepat.
Diagnosa Keperawatan 4 : Ansietas b.d kurangnya informasi terhadap
penyakit
Evaluasi : a). Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat
b). Klien mampu menangani penyakit yang dideritanya secara
mandiri
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Sused
Nim : 2018.C.10a.0986
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : Senin,12 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : Senin,12 Mei 2020 Jam 08.00 Wib
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien

3.1.1.1
1)
a)

Nama : Tn.T
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Kristen protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Kuala Kapuas
Tgl MRS : 12 Mei 2020
Diagnosa Medis : Penyakit Paru Obstruksif Kronis (PPOK)
B Riwayat Kesehatan/Perawatan
1. Keluhan Utama
Tn.T mengatakn sesak napas sejak 2 hari yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn T sudah 2 hari batuk berdahak dan sesak disertai perut sakit dan
kembung sudah berobat ke puskesmas,tidak ada perubahan, karena
keluhannya semakin memberat keluarga menyarankan untuk keluarga
menyarankan untuk dibawa ke RSUD Dr. Doris Sylvanus Tindakan di IGD
Apa saja yg di dapatkan
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Tn.T mengatakan tidak pernah menderita batuk dan sesak napas
seperti di alami Tn.T Sekarang ini
Genogram Keluarga

Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. suami Klien
4. Tinggal Serumah

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pasien tampak merasakan sakit Keadaan umum pasien tampak lemah
tingkat kesadaran pasien compos menthis, penampilan pasien tampak rapi
dan bersih.
2. Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk
badan sedang ( kurus), suasana hati sedih, berbicara lancar, fungsi kognitif
orientasi waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam,
orientasi orang pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan,
orientasi tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit.
3. Tanda-Tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 130/100 mmHg,
Nadi 88 x/menit, pernapasan 25 x/menit dan suhu 36 0 C
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris,napas terasa sesak 26x/menit tidak memakai alat
bantu , pasen tampak sesak saat aktivitas, nafas pasien tersengal-sengal cepat
pendek,type pernapasanan klien tampak menggunakan dada, irama
pernapasan teratur dan suara nafas klien vesikuler, ada ada suara nafas
tambahan Ronchi basah.
Masalah Keperawatan :Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif dan Pola
Nafas Tidak Efektif

5. Cardiovasculer (Bleeding)
Tidak Ada nyeri, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak pucat, tidak ada
peningkatan Vena Jugularis, Bunyi Jantung S1 S2 Reguler, irama sinus rythm.

6. Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan
baik ), M 6 (bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal,
kesadaran Tn. T compos menthis, pupil Tn.T isokor tidak ada kelainan,
reflex cahaya kanan dan kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial,
1. saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan menggunakan minyak
kayu putihdengan mata tertutup pasien mampu mengenali bau minyak
kayu putihtersebut.
2. Saraf kranial II (Optikus): pasien mampu membaca nama perawat
dengan baik pada saat perawat meminta pasien untuk membaca
namanya.
3. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapaat mengangkat kelopak
matanya dengan baik.
4. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat menggerakkan bola matanya
(pergerakan bola mata normal).
5. Saraf kranial V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien dapat
mengunyah dengan lancar.
6. Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya
ke kiri dan kekanan.
7. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien dapat membedakan rasa manis dan
asin. Saraf kranial
8. VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana suara
petikan jari perawat kiri dan kanan.
9. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien dapat merasakan rasa asam.
10. Saraf kranial X (Vagus): pada saat makan pasien dapat mengontrol
proses menelan.
11. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien dapat menggerakkan leher dan
bahu.
12. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif;
pasiendapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan
kiri postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif
dengan skala 5,
refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles kanan
dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan
skala 5. Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Tidak ada masalah keperawatan.
7. Eliminasi Alvi (Bladder)
Produksi urine 1200ml/24 jam warna urine kuning, bau urine amoniak.
Eliminasi Tn.T tidak ada masalah atau lancar keluhan dan masalah
keperawatan.
Tidak ada masalah keperawatan.
8. Eliminasi Alvi (Bowel)
Sistem pencernaan, bibir terlihat tampak lembab , tidak ada lesi. Gigi ada yang
tanggal hampir di semua (atas, bawah, kanan dan kiri) tidakada caries, gusi terlihat
tidak ada peradangan dan perdarahan, lidah berwana merah muda dan tidak ada
peradangan, tidak ada perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan pada tonsil,
tidak ada keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan,tidak ada masalah dalam
mengejan.
Tidak ada masalah keperawatan.
9. Tulang Otot Integumen (BONE)
Kemampuan Pergerakan Tn.T bebas tidak terbatas , kekuatan otot atas
ekstermitas atas 5/5 exstermitas bawah 5/5 , kulit (turgor kulit),akral
(hangat).
Tidak ada masalah keperawatan.
10. Kulit-Rambut-Kuku
Riwayat alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi
makanan, Suhu kulit Tn. T hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan,
turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan,
jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut merata,
bentuk kuku simetris tidak ada kelainan
Tidak ada masalah keperawatan.
11. Sistem Pengindraan
Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, visus mata kanan
dan mata kiri normal 5/5, sklera normal/putih, kornea bening. Pasien tidak
memakai kecamata dan tidak keluhan nyeri pada mata. Fungsi pendengaran
baik, penciuman normal, hidung simetris, dan tidak ada polip.
Tidak ada masalah keperawatan.
12. Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
Tidak ada masalah keperawatan.

13. Sistem Reproduksi


Reproduksi tidak di kajikarena pasien menolak untuk di kaji.
Tidak ada masalah keperawatan.

D. Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan ia ingin cepat sembuh dari penyakit yang
dialaminya.
2. Nutrisi dan Metabolisme
Tinggi badan 167 cm, berat badan sebelum sakit 58 kg, berat badan saat
sakit 53 kg terjadi penurunan berat badan . Diet nasi lembek, diet jantung
rendah garam, tidak kesukaran menelan atau normal. IMT : 18, 4 normal.

Pola Makan Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Sehari-hari
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi Setengah porsi 1 piring makan
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, lauk, sayur, buah Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, the
Jumlah 1000 cc/24 jam 1500 cc/24 jam
minuman/cc/24
jam
Kebiasaan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
makan
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

3. Pola istirahat dan tidur


Pasien tidur dengan jam normal
4. Kognitif
Pasien mengatakan “ saya tidak mengerti tentang penyakit yang saya derita saat
ini’’.
Diagnosa Keperawatan : Ansietas b.d kurangnya informasi terhadap penyakit

5. Konsep diri (Gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran )


Gambaran diri: pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri: pasien
ingin cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien
seorang Suami dan Ayah dari anak-anaknya, harga diri: pasien sangat di
perhatikan oleh keluarga, Istri dan merasa di hargai, Peran: pasien adalah
sebagai Suami sekaligus Ayah untuk anaknya.
6. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi setelah
sakit pasien tidak mampu bekerja sendiri.Namun setelah sakit pasien hanya
bisa berbaring ditempat tidur dengan posisi semi folwer.Saat pengkajian
pasien tampak lemah, dan sebagian aktivitas pasien tampak dibantu oleh
keluaga skala aktivitas pasien 2 ( pasien memerlukan atau pengawasan
orang lain)
Diagnosa Keperawatan : intoleransi aktifitas

Koping –Toleransi terhadap Stress


Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada suami dan
keluarganya.
Tidak ada masalah keperawatan.
7. Nilai-Pola Keyakinan
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada tindakan medis yang
bertentangan dengan keyakinan yang dianut.
Tidak ada masalah keperawatan.
E. Sosial-Spritual
1. Kemampuan Berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik meskipun dengan suara
yang pelan.
2. Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak
indonesia.

3. Hubungan dengan keluarga


Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga saat
Tn.T di rawat di ruang Gardenia terlihat keluarga selalu menjenguk.
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan
lingkungannya sekitar, perawat maupun dokter.
5. Orang berarti/terdekat
Orang yang paling dekat dengan Tn.T adalah istri , anak, dan
keluarga
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat di rumah.

F. Data Penunjang (Radiologis Laboratorium,Penunjang Lain)


Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 12 Mei 2020

Jenis Hasil Nilai normal


pemeriksaan
WBC 9, 72 x 10^3ˆ/ul 4.00-10.00
RBC 4.64 x 10^6/ul 3,50-5,50
HGB 13,3 g/dl 11-16
PLT 360 x 10^3/ul 150-400

Pemeriksaan labolatorium Tanggal 12 Mei 2020


N Parameter Hasil Nilai normal
o
1 Glukosa-sewaktu - <200
2 Glukosa puasa 155mg\dl 65-100
3 Glukosa 2 jam PP 263 mg\dl < 140

Pemerksaan Lab kimia klinik tanggal 12 -05 -2020

No Parameter Hasil Satuan Nilai normal


1 Glukosa puasa 158 Mg/dl 65-110
2 Glukosa 2 jam PP 140 Mg/dl <140
3 Asam urat 4,0 Mg/dl L :4,0- 7,0 P :
2,4-5,7
4 Trigliserida 159 Mg/dl <165
5 Kolesterol total 207 Mg /dl <200
6 Kolesterol HDL 50 Mg/dl >40
7 Kolesterol LDL 125 Mg/dl <180

G. Penatalaksanaan Medis

N Nama obat Dosis Rute Indikasi


O
1 Inf . Asering 10 tpm IV Untuk pemenuhan kebutuhan
glukosa dalam tubuh
2 Inj Cefotaxim 2 x 125 IV Adalah obat yang digunakan
mg untuk mengobati infeksi bakteri
seperti infeksi pernapasan bagian
bawah
3 Inj 2x25 Iv Adalah obat untuk mengatasi
Methilprednisolon peradangan yang digunakan
untuk meredakan alergi seperti
asma
4 Inj lasix 1 x 20 PO Digunakan untuk mengurangi
mg cairan yang berlebihan dalam
tubuh (adema)
5 Valsatran 1 X 80 PO Untuk mengobati tekanan darah
mg tinggi
6 Vectrine kapsul 3 X 300 PO Untuk pengencer dahak pada
ml penyakit saluran nafas akut dan
kronik
7 Nebul combivent 2,1/2 ml/ PO Adalah obat untuk mengurangi
8 jam munculnya penyempitan saluran
pernapasan pada penderita ppok
dan asma
8 Nitrokaf 1x2,5 PO Adalah obat untuk nyeri dada
mg (angina pektoris)

Palangka Raya,12 Mei 2020


Mahasiswa,

SUSED

NIM : 2018.C.10a.0986

ANALISA DATA
No DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1. DS : Tn T mengeluh batuk Merokok,polusi
dahak susah keluar,sesak udara,infeksi virus
napas.
DO : Hipersekresi lender
Pemeriksaan TTV
-TD : 130/100 Fungsi silia menurun Bersihan jalan
-Suhu : 36 napas tidak efektif
-Nadi : 88 x/mnt Produksi secret
-RR : 25 x/mnt meningkat
-Terpasang infus asering 12
Tpm Mukus kental

Batuk berdahak

Bersihan jalan napas


tidak efektif
2 DS: Tn T mengeluhkan
perutnya sakit dan terasa Atelektasis paru
kembung.
P : di perut Pertukaran 02 dan
Q : terasa di remas CO2 terganggu
R : Nyeri terlokalisir Gangguan
S ; Skala 2 Hasil AGD pertukaran gas
T : hilang timbul abnormal
DO : -Perut tampak hiperkapnia
kembung
-klien tampak gelisah Gangguann
Pertukaran Gas

3. Ds : Tn.T mengatakan Peningkatan asam Nutrisi kurang


selama sakit napsu makan lambung dari kebutuhan
berkurang,perut tubuh
sakit,kembung. Anoreksia
Do : - Berat badan Tn.T Saat mual,muntah
ini 53 kg dan tinggi badan
167 Ketidak
seimbangan nutrisi
: kurang dari
kebutuhan tubuh
4. Ds : Tn T tidak mengerti
tentang penyakit yang di Ansietas
alaminya sekarang ini. Kurangnya berhubungan
DO -Klien sering bertanya informasi tentang dengan
tentang penyakitnya penyakitnya kurangnya
- Klien tampak kebingungan informasi
terhadap penyakit
PRIORITAS MASALAH

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret yang


berlebihan di tandai dengan Pasien tampak Batuk, Sputum berwarna
Hijau Kental Bunyi napas tambahan
2. Pola Napas tidak efektif.
3. Intoleransi Aktifitas.
Defisit pengetahuan
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn. T
Ruang Rawat : Gardenia

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteri Intervensi Rasioanal


Hasil)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah di lakukan 1. Observasi TTV 1.mengetahui keadaan
b.d penumpukan sekret yang tindakan umum dan mengetahui
berlebihan d.d batuk tidak keperawatan 1x7 adanya abnormal pada
jam di harapkan
efektif,sputum pernapasan
bersihan jalan napas
berlebihan,mengi,dispenea,gelisah 2. Kaji ulang fungsi 2.mengoptimalkan
teratasi pernapasan,bunyi
keseimbangan cairan
kriteria hasil : napas,kecepatan,irama
pernapasan untuk membantu
-klien mengatakan
1 Diagnosa Keperawatan
sudah sudah dapat
mengencerkan dahak
Minimal 6 Intervensi sesuai
mengeluarkan 3. mamastikan
rumus (Gunakan Standar
dahak. kepatenan jalan napas
SIKI)
-klien mengatakan dan pertukaran gas yang
batuk berkurang
O : Observasi
adekuat
-batuk efektif dan N: Nursing (Tindakan
mengeluarkan secret Keperawatan yang bisa di
- TD : lakukan)
120/80 E: Edukasi (PENKES)
mmHg
- N : 60- K: Kolaborasi
2. Gangguan pertukaran gas b.d
100 X /
gangguan oksigenasi menit 1. mengetahui
(obstruksi jalan nafas oleh - RR : 14-20 perkembangan
X/ menit
sekresi, spasma bronkus) - S : 36,0- setiap harinya
37 ,5oC
kerusakan alveoli. Setelah di lakukan 2. Untuk memastikan
tindakan kepatenan jalan napas
keperawatan 2x7 dan pertukaran gas yang
jam ganguan
adekuat
pertukaran gas
3. Memfasilitasi jalan
teratasi
napas
Kriteria hasil :
- Hasil AGD
normal
1. monitor AGD untuk
-
mengetahui terjadinya
penuruhan Ph
2. posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. monitor status
pernapasan
(RR,Nadi,pengguanna
otot bantu pernapasan)
2. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nutrisi 1. Membantu mangkali
kebutuhan tubuh keperawatan selama 2 x 7 pasien. status nutrisi pasien.
b.d dispnea, jam diharapkan masalah 2. Kaji tanda-tanda 2. Membantu
kelemahan, efek nutrisi kurang dari vital pasien mengetahui keadaan
samping obat, kebutuhan tubuh dapat 3. Lakukan atau bantu pasien.
produksi sputum, teratasi. pasien terkait 3. Mulut bersih
anoreksia,atau Kriteria hasil : perawatan mulut meningkatkan nafsu
muntah. 1. Pasien tidak lemah sebelum makan makan
2. Nafsu makan 4. Bantu pasien makan 4. Membantu pasien
meningka jika tidak mampu makan secara optimal
3. Porsi makan 5. Anjurkan pasien 5. Meningkatkan nafsu
bertambah makan sedikit tapi makan
sering 6. Diet sesuai dengan
6. Kolaborasi dengan kebutuhan pasien.
ahli gizi untuk diet
yang tepat bagi
pasien.
4. Ansietas b.d kurangnya Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Mempermudah
informasi terhadap keperawatan selama 1 x 7 jam
pengetahuan penyampain informasi
penyakit diharapkan masalah
pengetahuan pasien meningkat 2. Beri edukasi mengenai 2. Memberikan infomasi
Kriteria hasil :
penyakit dan cara mengenai penyakit
1. Pengetahuan klien
penanganannya yang dideritanya serta
tentang penyakitnya
3. Lakukan evaluasi penanganannya secara
meningkat
mandiri
2. Klien mampu
3. Mengetahui
menangani penyakit
pemahaman pasien
yang dideritanya secara
setelah diberikan
mandiri
informasi.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.T


Ruang Rawat : Gardenia

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat

DX 1 1. Mengobservasi TTV S: Tn T mengatakan batuk sudah


Senin , 12 Mei 2020 2. Melakukan terapi dada pada
Jam 15.00 WIB berkurang dan dahaknya sudah dapat
klien
3. Mengajarkan batuk efektif keluar,dan sesak napas sudah berkurang.
O : TD 130/100,
SUHU 36,5
Nadi 88x/mnt,
RR 20x/mnt
Terpasang infus asering 16 Tpm. Sused
A.Masalah teratasi sebagian
P. Kolaborasi dengan pemberian nebul
combuvent 2.1/2 ml/ 8 jam dan
pemberian vextrim syrup 3x300 ml
DX 2 1.mengajarkan keluarga S : Tn T Mengatakan nyeri di
Senin , 12 Mei 2020
klien ,memberi kompres hangat daerah perut sudah
Jam 16 .00 WIB
di daerah perut yang sakit. berkurang ,dan tidak merasa
2. mengajarkan tehnik napas kembung lagi.
dalam ,untuk mengurangi O :Exspresi wajah rileks,tidak
Sused
perut sakit meringis
A :Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi :
1. Kolaborasi dengan
pemberian obat deuretik
DX 3 1. Mengkaji status nutrisi S : Tn.T Mengatakan napsu
Senin , 12 Mei 2020
pasien. makan meningkat
Jam 17 .00 WIB
2. mengkaji tanda-tanda vital O : Porsi dan nafsu makan
Sused
pasien pasien meningkat
3. Lakukan atau bantu pasien A : Masalah teratasi
terkait perawatan mulut P : Hentikan
sebelum makan
4. Membantu pasien makan
jika tidak mampu
5. Menganjurkan pasien
makan sedikit tapi sering
6. Melakukan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk diet
yang tepat bagi pasien.

DX 4 1. monitor tingkat pengetahuan S : Tn.T mengatakan sudah


Senin , 12 Mei 2020
pasien dan keluarga paham mengenai
Jam 18 .00 WIB
2. pertahankan pengetahuan penyakitnya
pasien dan keluarga O : Pasien dapat mengulang
3. Berikan pendidikan kembali informasi Sused
kesehatan mengenai penyakit yang
dideritanya serta beberpa
cara penanganan secara
mandiri di rumah.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru. Sering
juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan
Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa yang utama pada
penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan
produksi sputum.
Kesimpulan Hasil dari Kasus ASKEP BAYANGAN
3.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh
karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini
melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun
keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan
pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA NIC NOC. Yogyakarta :
Media Action. Arikunto. 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Brashers, Valentina L. 2016. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2.
Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Doenges, Marilynn E. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.
Engram, Barbara. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1.
Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. Barcelona: Medical Communications Resources. Available from:
http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kasanah. 2016. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut B Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam

Anda mungkin juga menyukai