Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS EFUSI PLEURA DAN


KEBUTUHAN OKSIGENISASI DI RUANG GARDENIA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh:

FITRIALIYANI 2018.C.10a.0967

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Tn. R dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura dan Kebutuhan Dasar Manusia
tentang Oksigenasi di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Gardenia RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di ruang Gardenia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 07 Mei 2020

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Fitrialiyani
NIM : 2018.C.10a.0967
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. R
dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura dan Kebutuhan Dasar
Manusia tentang Oksigenasi di Ruang Gardenia RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Nia Pristina, S. Kep., Ners Erika Sihombing, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................1
2.1 Konsep Penyakit ...............................................................................................4
2.1.1 Definisi Efusi Pleura................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisologi.....................................................................................4
2.1.3 Etiologi..................................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................11
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...............................................................................12
2.1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................13
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................13
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ......................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .........................................................................15
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) ..........................................16
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..................................................................21
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................25
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................25
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................27
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................28
3.1 Pengkajian ...................................................................................................28
3.2 Diagnosa ......................................................................................................41
3.3 Intervensi .....................................................................................................42
3.4 Implementasi ...............................................................................................46

iii
3.5 Evaluasi .......................................................................................................46
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................49
4.1 Kesimpulan .................................................................................................49
4.2 Saran ............................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan


dalam rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis
(Muttaqin, 2012). Oksigenasi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam
menjaga kestabilan hemodinamik. Rongga pleura dalam keadaan normal terisi
oleh sedikit cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk menghindari
friksi saat proses insiprasi dan ekspiras (Sherwood, 2010).
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat
diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat
320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta
orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI ( 2006 ), kasus
efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya.
Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat efusi pleura masih
sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang
tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi
sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang
dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan. Di Indonesia,
tuberkolosis paru adalah penyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan.
Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura di dapatkan lebih banyak pada
wanita dari pada pria. Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkolosis paru lebih
banyak dijumpai pada pria dari pada wanita. Umur terbanyak untuk efusi pleura
karena tuberkolosis adalah 21-30 tahun (30,26%).
Kelebihan cairan dalam rongga pleura dapat secara langsung menyebabkan
gangguan pernapasan karena menghambat ekspansi paru pada proses ventilasi.
Gangguan pada proses ventilasi dapat mengakibatkan gangguan pertukaran gas

1
(The British Thoracic Society, 2010). Oleh karena itu, penanganan yang tepat
sangat diperlukan untuk menghindari komplikasi dan kegawatan napas akibat
efusi pleura.
Penanganan efusi pleura dilakukan dengan cara pengambilan cairan efusi
pleura, atau yang sering disebut dengan tindakan fungsi pleura. Torasentesis
dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan specimen untuk analisis, dan
menghilangkan dispnea. Penanganan lain adalah memberikan obat-obatan sesuai
dengan penyebab efusi pleura. Obat-obatan dimasukkan ke dalam ruang pleural
untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. R dengan diagnosa medis Efusi
Pleura dan Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan
pada Tn. R dengan diagnosa Efusi Pleura dan kebutuhan oksigenasi di ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Efusi Pleura
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi )
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada
pasien Efusi Pleura dan kebutuhan dasar oksigenasi
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Tn. R
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. R
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu

2
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Efusi Pleura secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Epusi Pleura dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Efusi pleura melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis
(Muttaqin, 2012).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015). Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015).
Wedro (2014) menyebutkan bahwa efusi pleura adalah kelebihan cairan
antara dua membran pleura yang menyelimuti paru. Rubins (2013) menyebutkan
efusi pleura merupakan manifestasi klinis paling umum dari berbagai kelainan di
pleura yang disebabkan oleh berbagai kondisi mulai dari kelainan
kardiopulmonal, penyakit inflamasi, hingga penyakit keganasan. Kondisi tersebut
dapat menyebabkan terganggunya kemampuan membran pleura menyerap
kelebihan cairan sehingga mengakibatkan akumulasi cairan di rongga pleura
(Pratomo & Yunus, 2013).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efusi pleura adalah
kondisi dimana terjadi penumpukan cairan di rongga pleura sebagai akibat
ketidakseimbangan produksi dan reabsorbsi cairan di pleura.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi Sistem pernafasan
1. Rongga hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung termasuk alat pernapasan pada manusia paling luar, dan
merupakan alat pernapasan paling awal. Udara dari luar akan masuk lewat
rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di
dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar

4
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda
asing yang masujk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga
rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak
kapiler darah yag berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah
rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang
disebut choanae.
2. Faring
Dari rongga hidung udara yang hangat dan lembab selanjutnya masuk ke
faring. Faring adalah suatu saluran yang menyerupai tabung sebagai
persimpangan tempat lewatnya makanan dan udara. Faring terletak
diantara rongga hidung dan kerongkongan. Pada bagian ujung bawah
faring terdapat katup yang disebut epiglotis. Epiglotis merupakan katup
yang mengatur agar makanan dari masuk ke kerongkongan, tidak ke
tenggorokan. Pada saat menelan , epiglotis menutup laring. Dengan cara
ini, makanan atau cairan tidak bisa masuk ke tenggorokan.
3. Laring
Antara faring dan tenggorokan terdapat struktur yang disebut laring.
Laring merupakan tempat melekatnya pita suara. Pada saat kamu
berbicara, pita suara akan mengencang atau mengendor. Suara dihasilkan
apabila udara bergerak melewati pita suara dan menyebabkan terjadinya
getaran. Pita suara pada laki-laki lebih panjang dibanding pita suara
perempuan.
4. Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokoan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm.
Di paru-paru trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding
tenggorokan terdiri atas tiga lapisan berikut:
(1) Lapisan paling luar terdiri atas jarigan ikat.
(2) Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan. Trakea
tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Bagian
belakang cincin tulang rawan i ni tidak tersambung dan menenmpel pada
esofagus. Hal ini berguna untuk mempertahankan trakea tetap terbuka

5
(3) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang
menghasilkan banyak lendir. Lendir ini berfungsi menangkap debu dan
mikroorganisme yang masuk saat menghirup udara. Selanjutnya, debu dan
mikroorganisme tersebut didorong oleh gerakan silia menuju bagian
belakang mulut. Akhirnya, debu dan mikroorganisme tersebut dikeluarkan
dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing
yang masuk bersama udara pernapasan.
5. Cabang tenggorokan (Bronkus)
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri.
Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada
yang ke arah kanan. Hal ini yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih
mudah terserang penyakit. Struktur dinding bronkus hampir sama dengan
trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal dripada dinding bronkus.
Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan bercabang
menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus.
6. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia.
Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus.
7. Alveolus
Bronkiolus bermuara pada alveol (tunggal: alveolus), struktur berbentuk
bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel
pipih yang melapisi alveoli memudahkan di dalam kapiler-kapiler darah
mengikat oksigen dari udara dalam rongga alveolus.
8. Paru-paru
Paru-paru terletak didalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi
oleh suatu sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah yaitu paru-
paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir
(lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah, dan gelambir bawah.

6
Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas dan
gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru
(pleura). Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar 3,5 liter.
9. Pleura
Merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura,
secara embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik terdiri dari
pleura viseral dan pleura parietal (Pratomo & Yunus, 2013). Dugdale
(2012) dalam US International Libray of Medicine menyebutkan pleura
adalah membran yang membatasi paru dan dinding dada. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pleura adalah lapisan jaringan tipis
yang dalam keadaan normal melindungi paru-paru dari gesekan dengan
dinding dada saat terjadi ventilasi.

Gambar 2.2 (a) Anatomi Pleura normal; (b) Efusi Pleura

Rongga pleura adalah celah antara pleura viseral dan parietal


(Rubins, 2013). Struktur anatomi pleura normal seperti terlihat pada
gambar 2.1 Pleura terdiri dari lapisan eksternal dan internal. Lapiran
internal adalah pleura viseral yaitu lapisan yang langsung menempel pada
dinding pulmo. Lapisan eksternal adalah pleura parietal yaitu bagian luar
yang berbatasan langsung dengan dinding thorak (Celli, 2011). Rongga
pleura berperan penting dalam proses respirasi dengan dua cara yaitu; (1)
Ruang intrapleura yang relatif vakum mempertahankan jarak antara kedua
lapisan, (2) rongga pleura berisi sejumlah kecil cairan yaitu sekitar 0.13
ml/kgBB berperan sebagai pelumas agar tidak terjadi friksi pada dinding
paru saat proses ventilasi berlangsung (Costanzo, 2012). Volume cairan

7
intrapleura ini dipertahankan oleh tekanan hidrostatik, onkotik, dan
drainase limfatik sehingga adanya gangguan di salah satunya dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan pleura (Sherwood, 2010).
2.2.1.2 Fisiologi pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun secara
tidak sadar. Pernapasan secara sadar terjadi jika kita melakukan
pengaturan-pengaturan saat bernapas, misalnya pada saat latihan dengan
cara menarik napas panjang, kemudian menahannya beberapa saat, lalu
mengeluarkannya. Pernapasan secara tidak sadar yaitu pernapasan yang
dilakukan secara otomatis dan dikendalikan oleh saraf di otak, mislanya
pernapasan yang terjadi saat kita tidur.
Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup
udara). Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat
terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme pernapasan, yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut.
1) Pernapasan dada
Proses inspirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus
interkostalis (otot antartulang rusuk), sehingga menyebabkan
terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada
membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembang
menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih renda dari
tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-
paru.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada
menjadi lebih kecil darpada tekanan di luar sehingga udara luar
yang kaya oksigen masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang

8
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan
luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya akan karbon
dioksida keluar.
2) Pernapasan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan
berkontraksinya otot diafragma yang semula melengkung berubah
menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga
dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara yang rendah dalam
paru-paru menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.
Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni
sebagai berikut:
a) Fase inspirasi
Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi
kecil sehingga udara luar masuk.
b) Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma
(kembali keposisi semula, mengembang) sehingga rongga dada
mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar
dari paru-paru.
3) Pertukaran O2 dan CO2
a) Udara masuk ke alveolus (ke kapiler-kapiler darah) secara difusi.
b) Terjadi proses oksihemoglobin, yaitu hemoglobin (Hb) mengikat
O2.
c) O2 diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan tubuh.
d) Darah melepaskan O2 sehingga oksihemoglobin menjadi
hemoglobin.
e) O2 digunakan untuk oksidasi menghasilkan energi + CO2+ uap air.
f) CO2 larut dalam darah dan diangkut darah ke paru-paru, masuk ke
alveolus secara difusi.
g) CO2 keluar melalui alat pernapasan di rongga hidung.

9
2.1.3 Etiologi
Penyebab efusi pleura dibedakan atas :
a. Transudat
Pleuritis serosa, serofibronosa dan fibrinosa semuanya disebabkan oleh
proses yang pada hakikatnya sama. Eksudasi fibrinosa umumnya pada fase
perkembangan awal, mungkin bermanifestasi sebagai eksudat serosa atau
serofibrinosa, tetapi akhirnya akan muncul reaksi eksudativa yang lebih parah.
Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli paru, sirosishati
(penyakit intrabdominanl), dialisis peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik,
glomerulonefritis akut, retensi garam, atau pasca by-pass koroner.
b. Eksudat
Penimbunan non-inflamatorik cairan serosa di dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Eksudat terjadi akibat peradangan dan infiltrasi pada pleura atau
jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah
menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh darah
dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah
neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit, intraabdominal, dan
imunologik. Bendungan pada pembuluh limfa juga dapat menyebabkan efusi
pleura eksudatif. Klitotoraks adalah penimbunan cairan seperti susu, biasanya
berasal dari pembuluh limfa, di rongga pleura. Kilus tampak putih susu karena
mengandung emulsi halus lemak.
c. Penyebab lain
- Gagal jantung
- Kadar protein darah yang rendah
- Sirosis
- Pneumonia
- Blastomikosis
- Emboliparu
- Perikarditis
- Tumor Pleura

10
- Pemasangan NGT yang tdk baik.

2.1.4 Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

11
2.1.5 Patofisiologi ( WOC)

12
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau  jika mekanika
paru terganggu klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami
keluhan:
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil,
dam nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkolosis) banyak keringat, batuk,
g. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi  jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
h. Pada pemeriksaan fisik :
- Inflamasi dapat terjadi friction rub
- Atelektaksis kompresif  (kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan
bunyi napas bronkus.
- Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk
akan berlainan karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang
sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan.
- Focal fremitus melemah pada perkussi didapati pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis ellis damoiseu)
- Didapati segitiga garland yaitu daerah yang diperkussi redup
timpani dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-
rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain. Pada auskulutasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronchi.
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Fibro thoraks|

13
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditanganidengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis akibat efusi pleura yang tidak ditangani dengan drainase yang baik. jika
fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya pembedahan pengupasan (dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2.1.7.2 Atelektaksis
Atelektasis merupakan pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
2.1.7.3 Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atelektaksis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian  jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
2.1.7.4 Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi ada fluoroskopi maupun foto thorak PA cairan yang
kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya
berupa penumpukan sostophrenicus apabila cairan tidak tampak pada foto
posterior-anterior (PA) maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral.
Dengan foto toraks posisi lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam
rongga pleura sebanyak paling sedikit 70 cc, sedangkan dengan posisi PA paling
tidak cairan dapat diketahui sebanyak 300 cc.
2.1.8.2 Biopsi pleura
Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritistuberkolosis dan
tumor pleura. Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura

14
melalui biopsi jalur perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks,
hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor dinding dada.

2.1.8.3 Analisa cairan pleura


Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Warna cairan
- Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama
disebabkan oleh tuberkolosis.
- Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi padakeadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia,
dan perikarditis konstriktif.
- Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien
dengan keganasan ekstrapulmoner.
2. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
3. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau
dominasi sel tertentu untuk melihat adanya keganasan
4. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen.
Efusi yang  purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob
ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan adalah
Pneumococcus, E.coli, clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
2.1.8.3 CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea
serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan
jaringan toraks lainnya.
2.1.8.4 Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan
sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan
pleura pada torakosentesis.

15
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila
tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat
dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis.
Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela
iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
d. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen
(analisis), menghilangkan dyspnea. Pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang di masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga
pleura, misalnya push pada emfhisema atau untuk mengeluarkan udara
yang terdapat di dalam rongga pleura.
e. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage)
jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll.
Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
f. Antibiotika jika terdapat empiema.
g. Operatif.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)
2.2.1 Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk

16
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan
untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan
kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang
adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran
sel).

Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam


mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan
transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas
dan mengurangi stress pada miokardium.
2.2.2 Fisiologi
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
1. Menghirup udara (inspirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui
saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga
dada naik/lebih besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
2. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan
pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume
rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
2.2.3 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2013),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas
tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan, kerusakan
neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi,

17
obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya
perubahan membrane kapiler-alveoli.
2.3.4 Klasifikasi
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan,
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
1. Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat,
maka tekanan udaranya semakin rendah.
2. Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang
di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
b. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru
dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1. Luasnya permukaan paru-paru.
2. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
3. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O²
dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena
vulmonalis.
4. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
c. Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan
tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1) curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.

18
2) kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.
2.2.5 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2016).
2.2.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)

1. Suara napas tidak normal.


2. Perubahan jumlah pernapasan.
3. Batuk disertai dahak.
4. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
5. Dispnea.
6. Penurunan haluaran urin.
7. Penurunan ekspansi paru.
8. Takhipnea
2.2.7 Komplikasi
1. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat defisiensi oksigen.
2. Perubahan Pola Nafas
1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/
menit karena paru-paru terjadi emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.

19
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme
yang terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga
terjadi jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2
dengan cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki
alveoli dalam penggunaan O2.
6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk
atau berdiri.
8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran nafas
3. Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang
mengalami ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif.
Hal ini dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat
infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan.
4. Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2
maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
4. Pemeriksaan sinar X dada

20
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
5. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
8. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
2.2.9 Penatalaksanaan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
2. Pola Nafas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Riwayat Keperawatan
Pengkajian pada efusi pleura ini mengacu pada 11 pola Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

21
 Data subjektif : riwayat kebiasaan penggunaan obat-obatan,
merokok, minum alcohol.
 Data objektif : ada obat-obatan
b. Pola nutrisi dan metabolik
 D ata subjektif : kebiasaan makan dan minum, terjadinya
penurunan nafsu makan
 Data objektif : turgor kulit jelek, mukosa kering dan penurunan
berat badan
c. Pola eliminasi
 data subjektif : penurunan frekuensi BAB, penurunan
peristaltik usus, otot-otot traktus digestivusdan peningkatan
BAK
 data objektif : perubahan jumlah urine yang meningkat
d. Pola aktifitas dan latihan
 data subjektif : sesak napas, kelelahan, nyeri dada, penurunan
aktifitas
 data objektif : penurunan aktifitas secara mandiri
e. Pola tidur dan istirahat
 d ata subjektif : sulit tidur, penurunan kebutuhan tidur karena
adanya sesak, nyeri dada dan peningkatan suhu tubuh.
 Data objektif : palpebra inferior warna gelap dan wajah
mengantuk
f. Pola persepsi dan kognitif
 Data subjektif : perasaan nyeri
 Data objektif : bingung dan gelisah
g. Pola hubungan dan peran
 Data subjektif : perubahan peran interpersonal
 Data objektif : kurang berinteraksi
h. Pola persepsi dan konsep diri
 Data subjektif : perubahan persepsi diri
 Data objektif : perhatian kurang, kontak mata

22
i. Pola mekanisme koping
 Data subjektif : stress, bertanya-tanya tentang penyakitnya
 Data objektif : ansietas
j. Pola reproduksi dan seksualitas
 Data subjektif : penurunan libido
 Data objektif : keterbatasan gerak
k. Pola system dan kepercayaan
 d ata subjektif : kemampuan pasien dalam menjalankan ibadah,
tanggapan pasien atau keluarga mengenai agamanya
 data objektif : agama yang dianut oleh pasien.
2.3.1.2 Pengkajian fisik (B1-B6)
a) B1 (Breathing)
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam
posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

23
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e
artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara
e sengau, yang disebut egofoni.
b) B2 (Blood)
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS
– 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras.
c) B3 (Brain)
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan. Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 – 5 – 6.
d) B4 (Bladder)
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri
tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi

24
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor). Adanya nafsu makan menurun,
anoreksia, berat badan turun.
e) B5 (Bowel)
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada Pasien dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat
adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-
kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang. Pada kulit
terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan. Adanya
keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari
yang kurang meyenangkan.
2.3.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
b. Biopsi pleura
c. Analisa cairan pleura
d. CT Scan Thoraks
e. Ultrasound
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
tertahan dijalan nafas dibuktikan dengan massa di broncus (D.0001; hal
18)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
dibuktikan dengan RR meningkat ( D.0005 ; hal 26)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
sekunder dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
(D.0056 ; hal 128)

25
4. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding pleura dibuktikan
dengan pasein mengeluh nyeri (D. 0077 ; hal 172)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
tertahan dijalan nafas dibuktikan dengan massa di broncus
Tujuan :
a. Pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh
pencegahan Aspirasi; Status pernapasan: Kepatenan Jalan Napas;
dan Status Pernapasan: Ventilasi tidak terganggu
Kriteria Hasil :
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan sekret secara efektif
3. Mempunyai jalan napas yang efektif
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mamu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
(Wilkinson, 2015, hal. 39)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
dibuktikan dengan RR meningkat
Tujuan :
a. Pola pernapasan efektif, yang dibuktikan oleh Status Pernapasan:
Status Ventilasi dan Pernapasan yang tidak terganggu: kepatenan
jalan napas; dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang
normal.
Kriteria hasil
1. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator
mekanis
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
3. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4. Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
5. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah

26
6. Mengidentifikasi faktor (mis, alergen) yang memicu ketidakefektifan
pola napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
(Wilkinson, 2015, p. 101)
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan suplai O2 ke jaringan sekunder
dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
Tujuan :
Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibutuhkan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik,
energy psikomotorik, dan perawatan-diri: aktivitas kehidupan sehari-hari
(dan AKSI)
Kriteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan
peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan
oksigen, obat, dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa
bantuan (misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke
kamar mandi)
6. Menampilkan manajemen pemeliharan rumah dengan beberapa
bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap
minggu)
(Wilkinson, 2015, pp. 26-27)
4. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding pleura dibuktikan
dengan pasein mengeluh nyeri
Tujuan :
a. Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil :

27
b. Menyangkal nyeri
c. Melaporkan perasaan nyaman
d. Ekpresi wajah dan tubuh rileks
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan
pada langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP.

28
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Fitrialiyani

NIM : 2018.C.10a.0967

Ruang Praktek : Gardenia

Tanggal Praktek : Senin 4 - 9 Mei 2020

Tanggal & Jam Pengkajian : Selasa, 5 Mei 2020 (12.30 WIB)

2.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

29
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Kasongan

Tgl MRS : 4 - 5 - 2020

Diagnosa Medis : Efusi Peura

1.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


1.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak nafas
1.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari RSUD Mas Amsyar Kasongan dengan keluhan sesak
pada bulan februari 2018. Sesak hilang timbul, di sertai nyeri dada
terutama saat beraktifitas dan terkadang juga pada malam hari sesak timbul
kembali, ketika pasien sesak pasien mencoba tidur dengan posisi duduk.
Sebelum sesak pasien mengeluh batuk selama kurang lebih selama satu
bulan. Batuk tanpa disertai dahak, dan mengkonsumsi obat batuk namun
tidak sembuh. Karena sesak bertambah hebat, pasien ke UGD RSUD Mas
Amsyar Kasongan dan setelah di sana kurang lebih 1,5 jam pasien dirujuk
ke RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya karena di RSUD Mas Amsyar
Kasongan semua ruang rawat inap telah penuh.
1.2.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan pada tahun 2018 pasien pernah masuk RSUD Mas
Amsyar Kasongan dan dilakukan pengisapan cairan karena terdapat cairan
di paru sebelah kanan
1.2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

30
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga seperti
penyakit keturunan., DM, Hivertensi, sroke dan penyakit menular lainnya,
HIV/AIDS, Hepatitis.

GENOGRAM KELUARGA

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan

: Klien

1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos menthis, posisi berbaring semi
fowler dengan badan terlentang, pasien tampak sesak.
3.1.3.2 Status Mental :

Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekpresi wajah pasien tampak meringis,
bentuk badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara jelas,
suasana hati klien gelisah, penampilan klien cukup rapi, klien mengetahui waktu
pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta

31
mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, dan mekanisme pertahanan diri
klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :

Saat pengkajian TTV klien tanggal 06 Mei 2020 pukul 15:00 WIB, suhu tubuh
klien/ S = 37,0 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 96 x/menit dan
pernapasan/ RR = 26 x/menit, tekanan darah TD = 90/70 mmhg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)

Bentuk dada klien teraba simetris, klien memiliki kebiasaan merokok = ±1


bungkus/hari, klien mengalami batuk sejak ± 1 bulan yang lalu, tidak ada sputum,
tidak sianosis, tidak terdapat nyeri, pasen tampak sesak saat aktivitas, nafas pasien
tersengal-sengal cepat pendek, type pernapasanan klien tampak menggunakan
dada, irama pernapasan teratur dan suara nafas klien vesikuler, ada ada suara
nafas tambahan Ronchi basah.
Keluhan lainnya : Tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada retraksi otot
bantu nafas serta terdapat cairan di kavum pleura sebanyak 500 cc.

Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif dan Pola Nafas
Tidak Efektif

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)

Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing
finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada
pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik,
tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 90 cm, ictus cordis klien tidak
terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien
(S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)

32
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien
merasakan nyeri muka dan tangan kanan, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak
aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan
tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
1. Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
2. Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3. Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
4. Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya ke
atas dan ke bawah.
5. Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
6. Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
7. Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
8. Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter, perawat
dan keluarganya.
9. Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa pahit
dan manis.
10. Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
11. Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
12. Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan
tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep
kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skala 1,

33
patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1,
serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1.
Keluhan lainnya : Nyeri
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut
3.1.3.7 Eliminasi Uri (bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin normal,
klien tidak mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria,
tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien
merah, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan,
rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 1x/hari warna kecoklatan
dengan konsistensi lunak, tidak diarem tidak konstipasi, tidak kembung, dan tidak
ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : nafsu makan menurun
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di bagian
muka dan tangan kanan, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada
flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris.
Keluhan lainnya :
Pasien mengalami intoleransi aktivitas dan timbul sesak jika terlalu banyak
bergerak
Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan
lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur

34
halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut
halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
a. Mata/Penglihatan

Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah

b. Telinga / Pendengaran :
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.

c. Hidung / Penciuman:

Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi tidak ada, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe


Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
a. Reproduksi Pria

Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada
discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan
lainnya.

35
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :

Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada muntah,
tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.
3.4.1.2 Nutrisi dan Metabolisme

Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada
muntah, tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa
haus.
TB : 163 Cm
BB sekarang : 59 Kg
BB Sebelum sakit : 59 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 59
(163)²
= 22,3 ( normal)
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur :
Pasien mengatakan tidur 8 jam/hari dan pasien mengatakan tidak
mengalami gangguan pola tidur.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.4.4 Kognitif :
Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan
ingin cepat beraktivitas seperti biasanya”
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,

36
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang ayah, klien
orang yang ramah, klien adalah seorang kepala keluarga”.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat setelah beraktifitas
pasien merasa sesak
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan
kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Tn. R
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.8 Nilai-Pola Keyakinan :
Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan yang di anut.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.5 Sosial – Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga
setiap saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn. R selama
diarawat di rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :

37
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah anak dan istri/
keluarga
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang : -
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Pasien mengatakan shalat 5 waktu dan menjalankan kewajibannya
sebagai umat muslim

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)

Tanggal Pemeriksaan Hasil


7-5-2020 Foto thorax Efusi pleura dextra
20-10-2018 CT-SCAN Ca paru dextra

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis :-

Palangka Raya, 7 Mei 2020

Mahasiswa

(Fitrialiyani )

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASAL AH
PENYEBAB
OBYEKTIF
Data Subjektif : Ca paru Bersihan jalan nafas

38
 Pasien mengatakan
Massa di broncus
batuk sesekali
Data Objektif
 Sesekali batuk tapi
respon silia berusaha
tidak efektif
menghilangkan massa
 Terdapat ronkhi dengan hipersekresi tidak efektif
pada bagian apeks mukus
dextra
 Sekret (+) putih
kekuningan, kental sekret/mucus tertahan
 Batuk produktif
tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Data Subjektif : Efusi pleura
Pasien mengeluh sesak
nafas saat bernafas
Data objektif : Akumulasi cairan pada

 RR =26x/ menit rongga pleura

 Nadi = 96x/menit
 Pasien bernafas
Ekspansi paru menurun
tersengal-sengal
Pola nafas tidak efektif
cepat, pendek
 ICS melebar dextra RR meningkat
 Retraksi (-) otot
bantu nafas (-)
 Fremitus raba Pola nafas tidak efektif

menurun
 Perkusi redup

Data subjektif : Efusi pleura Intoleransi aktifitas

39
Ekspansi paru tidak
maksimal

Suplai oksigen menurun

 Pasien mengeluh
nyeri dada sesak
RR meningkat
ssat beraktifitas
yang berat
Data objektif : Distribusi oksigen ke
 Pasien tampak seluruh tubuh menurun
lemah
 Sesak nyeri
bertambah sasat Terjadi metabolisme

dipindahkan anaerob dalam tubuh

posisinya dari duduk


ke berdiri
Timbul asam laktat

Nyeri

Intoleransi aktifitas
Data subjektif : Efusi pleura Nyeri

 Pasien
mengeluh nyeri
Cairan menekan pada
pada bagian
dinding pleura
dada (D)

P : perpindahan posisi
Rangsangan pada

40
Q : nyeri sedang

R : dada (D)

S:5

T : muncul saat
aktivitas nosiseptor nyeri

Data Objektif :

 Nadi 96x/menit, Nyeri


ekspresi wajah
kesakitan saat
dipindahkan
posisinya dari duduk
ke berdiri

41
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
tertahan dijalan nafas dibuktikan dengan massa di broncus (D.0001; hal 18)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
dibuktikan dengan RR meningkat ( D.0005 ; hal 26)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
sekunder dibuktikan dengan pasien mengeluh sesak setelah beraktivitas
(D.0056 ; hal 128)
4. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding pleura dibuktikan
dengan pasein mengeluh nyeri (D. 0077 ; hal 172)

42
PRIORITAS MASALAH

43
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien: Tn. R

Ruang Rawat : Gardenia

Diagnosa Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan hasil)
Bersihan jalan Tujuan : 7x24 jam 1. berikan posisi semi 1. peninggian kepala
nafas tidak efektif bersihan jalan nafas powler (30-45) tempat idur mempermudah
b.d adanya sekret efektif fungsi pernafasan dengan
2. ajarkan pasien untuk
tertahan dijalan menggunakan gravitasi
Kriteria hasil : sekret nafas dalam batuk
nafas dan untuk meningkatkan
bisa keluar (+), ronkhi efektif
ekspansi paru
(-), RR : 16-20x/menit
3. lakukan postural
2. nafas dalam membantu
drainase
memenuhu kecukupan o2
4. kolaborasi dan memobolitas sekret
pemberian ekspetoran untuk membersihkan jalan
pada pasien nafas dan membantu

5. anjurkan banyak mencegah komplikasi

minum, terutama air pernafasan

hangat 3. obat yang membantu


untuk mengencerkan
dahak sehingga mudah
dikeluarkan

4. untuk mengencerkan
secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan
Pola nafas tidak Tujuan : 1. Kolaborasi : oksigen 1. Meningkatkan suplai
efektif b.d tambahan dengan oksigen
 Sesak berkurang
penurunan indikasi 2. Mengatur irama nafas
 RR = 16-

44
ekspansi paru 20x/menit 2. ajarkan pola nafas sehingga meningkatkan
 Retraksi otot efektif(tehnik nafas suplai O2
bantu nafas(-) dalam) 3. Pasien patuh terhadap
 Pernafasan terapi
3. berikan HE
cuping hidung 4. Memantau pola nafas
penyebab sesak
berkurang pasien
4. observasi TTV 5. Mengurangi cairan
 Pengembangan
terutama RR dan Nadi pada kavum pleura
dinding dada
serta status pernafasan sehingga ekspansi paru
simetris
cuping hidung, retraksi bisa maksimal dan
 Cairan punsi
otot bantu nafas, sesak berkurang
pleura (-)
kesimetrisan dinding
 Nadi : 60-
dada
100x/menit
5. kolaborasi : lakukan
torakosistensis ulang
atau pemasangan WSD
Intoleransi Tujuan : 7x24 jam 1. rancang jadwal 1. meningkatkan toleransi
aktifitas b.d meningkatkan toleransi pasien aktivitas pasien
penurunan suplai aktifitas pasien
2. anjurkan pasien 2. meningkatkan perfusi
O2 ke jaringan
Kriteria hasil : untuk istirahat 1 jam jaringan dan
sekunder
kelelahan berkurang, setelah makan meningkatkan suplai
toleransi aktivitas (misalnya berbaring oksigen
meningkat dan mampu atau duduk)
3. evaluasi kelemahan
beraktivitas secara
3. tingkatkan aktivitas dan tingkat toleransi
mandiri
secara bertahap dengan aktivitas pasien
periode istirahat
diantara dua aktivitas
misalnya duduk dulu
sebelum tidur dan
berjalan setelah tidur

4. kolaborasi

45
pemberian oksigen
setelah beraktivitas bila
terjadi peningkatan
status pernafasan

5. observasi respon
individu terhadap
aktivitas (status
pernafasan dan pucat)

 Mencegah
aktivitas fisik
yang berlebihan
 Meningkatkan
complai paru-
paru dan
mencegah
kelelahan yang
berlebihan
Nyeri akut b.d Tujuan : nyeri 1.mengajarkan tehnik 1.evaluasi karakteristik
penekanan berkurang sampai relaksasi nafas dalam/ PQRST
dinding pleura dengan hilang 7x24 jam distraksi
2. Mengalihkan perhatian
Kriteria hasil : 2. anjurkan pasien pasien terhadap nyeri yang
untuk melakukan tirah sedang dirasakan
 nyeri berkurang
baring
skala 0-1 3. untuk meminimalkan
 nadi 60x/menit 3. kolaborasi mobilitas pasien
pemberian obat diharapkan agar nyeri
analgestik dapat berkurang

4. untuk mengetahui
perubahan karakteristik
nyeri setelah dilakukan
penatalaksanaan

46
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda

Hari/Tanggal, tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama
Perawat
1. 06 Mei 2020 Memberikan posisi S: Fitrialiyani
semi powler (30-45)
Mengajarkan pasien
O : RR=23x/menit
untuk nafas dalam
batuk efektif A : Masalah belum
teratasi

47
P : intervensi
dilanjutkan
S : pasien
 mengajarkan pola
mengatakan Sesak
nafas
berkurang
efektif(tehnik
nafas dalam) O:
 memberikan HE
 RR = 16-
penyebab sesak
20x/menit
 mengbservasi TTV
 Retraksi
terutama RR dan
otot bantu
1.06 Mei 2020 Nadi serta status Fitrialiyani
nafas(-)
pernafasan cuping
 Pernafasan
hidung, retraksi
cuping
otot bantu nafas,
hidung
kesimetrisan
berkurang
dinding dada
A : masalah teratasi

P : intervensi
terselesaikan
2. 07 Mei 2020  menganjurkan S: Fitrialiyani
pasien untuk
 pasien
istirahat 1 jam
mengatakan
setelah makan
lelah setelah
(misalnya berbaring
beraktifitas
atau duduk)
 tingkatkan aktivitas O: pasien tampak

secara bertahap lemah

dengan periode A: masalah belum


istirahat diantara dua teratasi intervensi
aktivitas misalnya dilanjutkan
duduk dulu sebelum

48
tidur dan berjalan
setelah tidur
 mengobservasi
respon individu
terhadap aktivitas
P:
(status pernafasan
dan pucat)

3. 08 Mei 2020  ajarkan tehnik S : pasien


relaksasi nafas mengatakan nyeri
dalam/ distraksi berkurang
 anjurkan pasien
O : skala nyeri=2
untuk melakukan
N=60x/menit
tirah baring Fitrialiyani
 Bekolaborasi A : masalah teratasi
pemberian obat
P : Intervensi
analgestik (Aspirin
dihentikan
500 mg pemberian
injeksi diberikan
melalui I, 3-4
kali/hari

49
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan
pleura viseralis (Muttaqin, 2012).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain (Amin Huda, 2015). Efusi pleura adalah kondisi dimana udara
atau cairan berkumpul dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru
kolaps sebagian atau seluruhnya (Muralitharan, 2015).
Penyebab efusi pleura dibedakan atas :
1. Transudat
2. Eksudat
3. Penyebab lain
- Gagal jantung
- Kadar protein darah yang rendah
- Sirosis
- Pneumonia
- Blastomikosis

50
- Emboliparu
- Perikarditis
- Tumor Pleura
- Pemasangan NGT yang tdk baik.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada
penderita penyakit paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit
primer paru agar efusi yang terjadi tidak terlalu lama menginfeksi pleura.

DAFTAR PUSTAKA

Irman, Soemantri. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan


Keperawatan. Pasien Dengan Gangguan efusi pleura. Jakarta:FKUI

Muttaqin, Arif. (2012). Buku ajar Asuhan keperawatan klien dengan


gangguan sistem kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba
Medika

Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit


Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan


Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2)

Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC


NOC : Edisi 9. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather.(2015). NANDA International Inc. Nursing


diagnosises; definitions and classification 2015-2017. Jakarta : EGC

Tarwonto dan Wartonah.2016. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

51

Anda mungkin juga menyukai