OLEH
NAMA-NAMA KELOMPOK :
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di
banyak negara, baik negara maju maupun negara berpendapatan menengah
dan rendah. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada
dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.
Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara
berulang tanpa rencana yang spesipik untuk bunuh diri (Yosep, 2010).
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun
2015, di banyak negara, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor
dua pada penduduk berusia 15-29 tahun. Setiap tahun terdapat 800.000
orang mati karena bunuh diri. WHO juga mencatat, setiap 40 detik satu
orang di dunia meninggal karena bunuh diri dengan rasio 11,4 per 100.000
populasi (Kompas, 2015).
Di Indonesia tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per
100.000 populasi. Pada tahun 2012, Kepolisian Negara Republik Indonesia
mencatat ada 981 kasus meninggal karena bunuh diri. Jumlah ini sedikit
menurun jadi 921 kasus di tahun 2013 dengan rasio 0,4-0,5 kasus per
100.000 populasi (Kompas, 2015).
Untuk usia kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok
usia remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin,
perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali
lebih banyak dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri
pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur,
sedangkan kaum lelaki lebih fatal atau mematikan seperti menggantung diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh
diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol,
orang-orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-
orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah
kumuh dan miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter,
pengacara, dan psikolog.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku
tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku
yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, kedua,
faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang
adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf
yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya
informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan
secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang
maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat,
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri
perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko
bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di
rumah sakit.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah
yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan
dipaparkan mengenai faktor resiko terjadinya bunuh diri, instrument
pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses
keperawatanya.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep atau teoritis asuhan
keperawatan pasien dengan resiko bunuh diri.
2. Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa/i mampu:
a. Pengertian resiko bunuh diri
b. Menyebutkan rentang respon resiko bunuh diri
c. Menyebutkan factor predisposisi dan factor predispitasi resiko
bunuh diri
d. Menyebutkan tanda dan gejala resiko bunuh diri
e. Menjelaskan psikopatologi resiko bunuh diri
f. Menyebutkan diagnosa resiko bunuh diri
g. Menyebutkan penatalaksanaan resiko bunuh diri
h. Menjelaskan pengkajian teori dari askep resiko bunuh diri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2006)
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya
melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-
isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,
atau luka yang menyakiti diri sendiri.
Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat
berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide
Beck, 2008).Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat
1991 : 4). Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan
rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma
– norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan
respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. (2-3 dan kesimpulan)
B. Rentang Respon
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang
diantaranya:
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari
suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan
idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu
menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati.
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah
melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan
dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif
yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya
mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada
umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau
menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena
individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak
berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk
hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik
mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu
ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang
mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan
misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
6. Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini
telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30%
orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini
merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart (2007)
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
E. Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang
yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian
dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat
untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1) Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
2) Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3) Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non verba,
Bunuh diri
F. Diagnosa
a. Diagnosa medis yang mungkin muncul pada prilaku percobaan
bunuh diri : Depresi
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan
bunuh diri :Resiko Bunuh Diri
G. Penatalaksanaan
a. Medis
1. Dengan pemberian obat anti depresan
2. Benzodiazepin dapat digunakan apabila klien mengalami cemas
atau tertekan.
b. Keperawatan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri,
yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
5) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan
cara:
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing
cara penyelesaian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku percobaab
bunuh diri:
1. Resiko bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam
kehidupan
NOC :Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan :Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indikator :
Menyatakan harapannya untuk hidup
Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan
secara asertif.
Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila
pikiran bunuh diri muncul.
Mengidentifikasi alaternatif mekanisme koping
NIC:
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse
Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope
Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Tujuan umum:
Klien tidak melakukan tindakan bunuh diri dan mengungkapkan
kepada seseorang yang dipercaya apabila ada masalah.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
menerapakan prinsip komunikasi terapeutik.
Sapa klien dengan ramah dan sopan.
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya.
Beri perhatian kepda klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan kesal.
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko bunuh
diri
Anjurkan klien mengungkapkan perasaan jengkel.
Observasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
Menyimpulkan bersama sama klien resiko bunuh diri
yang dialami.
3) Klien dapat mengidentifikasi resiko bunuh diri yang biasa
dilakukan.
Menganjurkan percobaan bunuh diri yang biasa
dilakukan.
Berbicara dengan klien apakah cara yang dilakukan
salah.
4) Klien dapat mengidentifikasi akibat resiko bunuh diri.
Bicarakan akibat dan kerugian dari resiko bunuh diri.
Menyimpulkan bersama klien akibat dari resiko bunuh
diri.
5) Klien dapat mengidentifikasi cara berespon resiko bunuh
diri.
Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari
cara yangsehat untuk menghadapi masalah.
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan
resikobunuh diri.
Bantu klien untuk mengatasi masalah.
Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang dipilih.
7) Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara
spiritual : menganjurkan klien untuk berdo’a dan sholat.
8) Klien dapat menggunakan obat secara benar.
Jelaskan cara minum obat dengan klien.
Diskusikan manfa’at minum obat.
9) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
tindakan bunuh diri.
Identifikasi keluarga merawat klien.
Jelaskan cara merawat klien.
10) Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak
melakukan tindakan bunuh diri : Lindungi klien untuk tidak
melakukan bunuh diri.
2. Diagnosa keperawatan Harga diri rendah
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan lain secara
optimaluntuk mengungkapkan sesuatu yang dia rasakan pada
orang yangdipercaya.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya. Bina
hubungan salingpercaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapetik.
Sapa klien dengan ramah secara verbal dan non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukaiklien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya.
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yangdimiliki.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien.
Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Diskusikan penggunaannya.kemampuan yang masih
dapatdigunakan.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
3. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan umum :Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah
yang baik
Tindakan :
1) Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
2) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan
perasaan yang positif
Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya
disyukuri oleh pasien
Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan
cara :
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing
cara penyelesian masalah
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalah yang lebih baik (Stuart, 2009).
4. Terapi
1) Psikoterapi individu atau terapi kelompok
2) Terapi keluarga
3) Terapi obat-obatan sesuai dengan keadaan
Misal untuk pasien dewasa:
Amitriptyline (25-50 mg p.o sehari 3 kali).
Diazepam (2-5 mg p.o sehari 3 kali).
Chlorpromazine ( 50- 100 mg p.o sehari 3 kali).
Strategi Terapi.
Memotong lingkaran pikiran bunuh diri.
Menguatkan kembali ego pasien dan memperbaiki
mekansme pembelaan yang salah.
Membantu pasien agar dapat hidup wajar kembali.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Keterangan :
: perempuan : klien
: laki-laki : tinggal dalam satu rumah
: meninggal
Saat ini klien tinggal seorang diri dan bercerai dengan istrinya, anak –
anak klien tinggal dengan istri klien.
Masalah Keperawatan: isolasi sosial
3) Hubungan sosial
(1) Orang Terdekat
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah ibunya.
(2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan saat di rumah tidak pernah mengikuti
kegiatan/organisasi di lingkungannya. Pada saat di RS klien
mengatakan tidak mau diajak berkumpul dengan klien lain, klien
mengatakan lebih suka menyendiri.
(3) Hambatan dalam bergaul dengan orang lain
Klien mengatakan lebih suka menyendiri daripada bergaul dengan
orang lain. Klien mengatakan waktu di rumah, jarang bergaul dengan
tetangganya karena tetangganya adalah orang yang kaya serta
rumahnya mewah dan pagarnya tinggi-tinggi. Ketika di rumah sakit
klien mengatakan lebih suka menyendiri.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial : menarik diri
4) Spiritual
(1) Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan percaya akan adanya Tuhan.
(2) Kegiatan Ibadah
Klien mengatakan beragama islam dan mengakui melakukan sholat
dan berdoa ketika dirumah. Tetapi klien tidak pernah mengikuti
kegiatan seperti pengajian, yasinan, tahlilan dll. Setelah di RS klien
jarang shalat.
Masalah keperawatan: tidak ada
8. Aktivitas Sehari-Hari
1) Makan
Klien makan 3 kali sehari sesuai diet rumah sakit. Klien dapat makan
sendiri. Klien mengatakan mampu menghabiskan porsi makanan yang
disediakan.
2) BAB/BAK
Klien mampu BAB/BAK sendiri tanpa bantuan.
3) Mandi
Klien mandi 1-2 kali sehari dengan disuruh dan setiap hari sabtu klien
dimandikan dan dikeramasi oleh perawat.
4) Berpakaian/Berhias
Klien mengatakan jarang mandi, jarang gosok gigi dan mencuci rambut.
5) Istirahat dan TidurTidur siang :
Klien mengatakan tidur siang tidak menentu waktunya, kadang-kadang
jam 13.00 atau 14.00 wib.Tidur malam : Klien mengatakan tidur
malamnya tidak menentu, kadang-kadang jam 23.00 atau jm 24.00 wib.
6) Penggunaan obat
Klien minum obat dengan pengawasan petugas, dosisnya 3x1
7) Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan ia percaya kepada perawat untuk menolongnya dn bila
sembuhia akan tetap melanjutkan pengobatannya di RSJ.
8) Aktivitas di Dalam Rumah
Klien mampu mencucui npakaian sendiri dan menyapu.
9) Aktivitas di Luar Rumah
Klien belum dapat melakukan kegiatan dluar rumah.
Masalah Keperawatan:
(1) Defisit perawatan diri berhias dan berpakaian
(2) Issolasi sosial.
9. Mekanisme Koping
Maladaptif : Klien mengatakan menganggap dirinya sebagai orang yang tak
berguna, tidak mau melakukan aktifitas, merasa tidak ada harapan hidup.
Karena tidak ada yang memperhatikannya lagi.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri
10. Masalah Psikososial dan Lingkungan
1) Masalah dengan dukungan kelompok
Klien tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan kelompok di mastyarakat
sepert tahlilan dan kegiatan kemasyarakatan.
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan
Klien mengatakan jarang bergaul dengan tetangga dan cenderung
menyendiri. Klien mengatakan tetangganya adalah orang kaya yang
dikelilingi tembok yang tinggi.
3) Masalah pendidikan
Klien mengatakan sekolah hanya tamat sampai kelas 3 SMU dan tidak
mampu melanjutkan kuliah karena masalah ekonomi.
4) Masalah pekerjaan
Klien mengatakan sudah setahun yang lalu dirinya di PHK dari
tempatnya bekerja dan sampai sekarang tidak punya pekerjaan.
5) Masalah dengan perumahan
Klien mengatakan tinggal sendirian sejak ditinggal istri dan anak-
anaknya. rumah yang di tempati adalah rumah klien sendiri.
6) Masalah ekonomi
Menurut status: Klien berasal dari keluarga yang sederhana. Klien tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
karena tidak memiliki pekerjaan.
Menurut klien: Klien mengatakan tidak mempunyai penghasilan tetap
karena tidak bekerja.
7) Masalah dengan pelayanan kesehatan: ditanggung oleh pemerintah
daerah (SKTM).
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
11. Kurang Pengetahuan Tentang
merawat diri, menghadapi masalah dengan efektif, membangun kepercayaan
diri, mekanisme koping dan pengobatan
Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan tentang penyakitnya.
12. Aspek Medis
Diagnosa medis : Frustasi
Terapi medis : haloperidol 0,5 mg 0-0-1/oral, Merlopam 2 mg 0-1/2-1/oral
13. Analisis Data
DO
- Klien terlihat tenang hanya
saja sering melamun
- Klien sering kali menyendiri
DO
- Klien tampak sering
meyendiri
- Kontak mata tidak focus,
cepat beralih
DS
- Klien sering kali terlihat
melamun dan berdia diri
- Kontak mata tidak focus dan
cepat beralih
Pohon masalah :
Resiko bunuh diri
Isolasi sosial
Sp III Pasien
1. Mengidentisifikasi pola koping
yang biasa diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yng biasa
dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian
Sp IV Pasien
1 Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2 Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang
realistis
3 Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis
SP I Keluarga
1. Mediskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda
dan gejala, resiko bunuh diri
dan jenis perilaku yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien resiko bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses
terjadinya
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga untuk
mempraktekan cara merawat
pasien resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung pasien
resiko bunuh diri
SP III Keluarga
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dan dirumah
termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang dapat dijangkau
oleh keluarga
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan
berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan
mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan dan keluarga korban supaya lebih memahami tanda dan gejala bunuh diri sehingga dapat dicegah
terjadinya kasus bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA