Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit hati adalah suatu istilah untuk sekumpulan kondisi-kondisi, penyakit-penyakit


dan infeksi-infeksi yang mempengaruhi sel-sel, jaringan-jaringan, struktur dan fungsi dari hati.
Efek-efek jangka panjang tergantung dari kehadiran tipe penyakit hatinya. Contohnya, hepatitis
kronis dapat menjurus ke: Gagal hati, Penyakit-penyakit pada bagian lain tubuh, seperti
kerusakan ginjal atau jumlah darah yang rendah, Sirosis hati. Efek-efek jangka panjang lainnya
dapat termasuk: Encephalopathy adalah memburuknya fungsi otak yang dapat berlanjut ke koma,
Gastrointestinal bleeding (perdarahan gastrointestinal). Ini termasuk perdarahan esophageal
varices, yang merupakan pembesaran vena yang abnormal di esophagus dan/atau didalam perut,
Kanker hati, Peptic ulcers, yang mengikis lapisan perut/lambung.

Secara epidemiologi penyebab gagal hati dapat berbeda dari Negara yang satu dengan
Negara yang lainnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sugawara, Nakayama & Mochida
(2012) menemukan bahwa hepatitis akibat infeksi virus merupakan penyebab paling sering
terjadinya gagal hati akut di Jepang, sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat, Injuri hati yang
diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan seperti keracunan acetaminophen menjadi penyebab
utama kejadian gagal hati akut. Mohsenin (2013) mengidentifikasi beberapa yang menjadi faktor
penyebab gagal hati akut yaitu hepatotoksik yang diakibatkan oleh obat-obatan seperti
acetaminophen dan non-acetaminopen, infeksi virus hepatitis B akut, infeksi virus lainnya,
hepatitis autoimun, hepatitis iskemik dan beberapa penyebab lainnya seperti Wilson disease,
gagal hati akut yang berhubungan dengan kehamilan, dan kelainan metabolisme.

Punzalan & Barry (2015) melaporkan bahwa sekitar 65% kasus gagal hati akut
diakibatkan oleh overdosis acetaminophen, dan usia rata-rata pasien dengan kasus overdosis
acetaminophen yaitu 33 tahun, sedangkan menurut Rahimi & Rockey (2016) usia rata-rata
penderita gagal hati akut 38 tahun dengan mayoritas perempuan yaitu sekitar 78% dari total
penderita gagal hati akut.

Manifestasi klinis pada gagal hati akut dan gagal hati kronis sangat sulit untuk dibedakan.
Namun ada beberapa data yang dapat digunakan untuk mengenali gagal hati akut yaitu
koagulapati protrombin time > 15 detik atau berdasarkan acuan international normalized ratio
(INR) ≥ 1.5, sekitar 30% pasien dengan gagal hati akut akan mengalami asites, sekitar 18%
pasien akan mengalami peritonitis bacterial spontan, dan dapat disertai hepatic encelopati.
Berdasarkan hasil pemindaian, dapat dilihat adanya nodular pada permukaan hati yang mana
mengidentifikasi sirosis, asites, spenomegali, dan adanya formasi pembuluh darah kolateral.
Terbentuknya nodular pada permukaan hati dan hipertensi portal sering ditemukan pada pasien
dengan gejala yang semakin berkembang dalam waktu 1-4 minggu. Nodular pada hati
menunjukkan bahwa sel-sel hati mengalami nekrosis secara massif.

1
Hipertensi intracranial ditemukan pada 42% pasien dengan gagal hati akut. Dimana
hipertensi cranial ditegakkan bila tekan intracranial melebihi 20 mmHg. Secara etiologi gagal
hati akut tidak memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi cranial, namun kejadian tersebut
kemungkinan dipicu oleh demam tinggi, agitasi psikomotor, dan hipertensi arterial.

Prognosis gagal hati akut sangat jelek, berdasarkan penelitian rata-rata kematian terjadi
sekitar 40-64% dari total kasus gagal hati akut (Punzalan & Barry, 2015). Beberapa komplikasi
yang berkontribusi sebagai penyebab kematian pada gagal hati akut yaitu udem serebral, herniasi
serebral, sepsis, gagal ginjal, gagal jantung dan sistem sirkulasi dan kegagalan multi organ
(Rahimi & Rockey, 2015). Udem serebral menyebabkan sekitar 71,4% kasus kematian pada
gagal hati akut. Saat ini rasio neutrophil-limfosit dapat juga dijadikan acuan untuk menetapkan
prognosis pasien gagal hati akut. Peningkatakan nilai rasio neutrophil-limfosit menunjukkan
adanya hubungan yang kuat dengan prognosis yang buruk terhadap kondisi pasien, sehingga
nilai neotrofil-limfosit ≥ 5 dapat menjadi predictor indenpen yang potensial terhadap tingkat
kematian pada pasien dengan kondisi akut pada gagal hati kronis (Chen, Lou, Chen & Yang,
2014). Pasien gagal hati akut yang selamat dari kondisi udem serebral akan mengalami deficit
neurologis kronis. Namun bagaimana udem serebral dapat mengakibatkan deficit neurologis
kronis hingga saat ini belum diketahui secara pasti (Leventhal & Liu, 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal hepar?
2. Apa saja etiologi dari gagal hepar?
3. Apa patofisiologi gagal hepar?
4. Apa anatomi fisiologi hepar?
5. Apa saja tanda dan gejala gagal hepar?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik?
7. Bagaimana cara pengobatan gagal hepar?
8. Bagaimana cara melakukan rencana dan tindakan untuk mengatasi gangguan pada gagal
hepar?

C. Tujuan
1. Dapat melakukan pengkajian pada penderita gagal hepar
2. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada penderita gagal hepar
3. Dapat membuat perencanaan pada penderita gagal hepar
4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada penderita gagal hepar
5. Dapat mengevaluasikan semua hasil tindakan pada penderita gagal hepar

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyakit hepar adalah suatu istilah untuk sekumpulan kondisi-kondisi, penyakit-penyakit
dan infeksi-infeksi yang mempengaruhi sel-sel, jaringan-jaringan, struktur dan fungsi dari hati.
Kegagalan hati adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan/kemunduran fungsi hati yang
sangat berat. Penyakit liver adalah suatu istilah untuk sekumpulan kondisi-kondisi, penyakit-
penyakit dan infeksi-infeksi yang mempengaruhi sel-sel, jaringan-jaringan, struktur dan fungsi
dari hati.

B. Etiologi
Gagal hepar dapat disebab oleh kerusakan-kerusakan bawaan sejak lahir atau kelainan-
kelainan hati yang hadir pada kelahiran, kelainan-kelainan metabolisme atau kerusakan dalam
proses dasar tubuh, suatu kondisi yang bervariasi termasuk infeksi virus, serangan bakteri, dan
perubahan kimia atau fisik didalam tubuh. Penyebab yang paling umum dari kerusakan hati
adalah kurang gizi (malnutrition), terutama yang terjadi dengan kecanduan alcohol atau
keracunan oleh racun, Obat-obat terentu yang merupakan racun bagi hati, Trauma atau luka. Jika
hati menjadi radang atau terinfeksi, maka kemampuannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi ini
jadi melemah. Pemicu terjadinya gagal hati ini bisa jadi diakibatkan oleh virus hepatitis, sirosis,
atau akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Sebagian besar hati harus terlebih dahulu
mengalami kerusakan sebelum terjadinya kegagalan hati.

C. Patofisiologi
Pada keadaan normal hati berfungsi menyaring semua sari makanan dan membuang
racun yang terkandungnya dan kemudian dibuang ke saluran pembuangan dalam tubuh. Hati
juga berfungsi mengubah zat gizi untuk dijadikan energi, hormon, dan pembekuan darah serta
kekebalan tubuh. Fungsi lain dari hati yakni menyimpan vitamin, mineral, dan zat gula,
mengatur lemak dalam tubuh. Jika hati tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya, itulah yang
disebut sebagai gagal hati.

D. Anatomi dan Fisiologi Hati (Hepar)


1. Anatomi
Hati adalah organ terbesar dan terpenting di dalam tubuh. Hati adalah organ
intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa
dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan
interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm
dari sistem porta hepatis. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh

3
adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran
kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen
dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena cava
sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya
daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. tidur.

2. Fisiologi
Hati adalah suatu organ penting terletak di kwadran kanan atas abdomen. Dia bertanggung
jawab untuk:
a. Menyaring darah
b. Membuat empedu, suatu zat yang membantu pencernaan lemak
c. Memproses dan mengikat lemak pada pengangkutnya (protein) termasuk kolesterol.
Gabungan lemak dan protein disebut lipoprotein (Chylomicron, VLDL, LDL, HDL),
menyimpan gula dan membantu tubuh untuk mengangkut dan menghemat energi.
d. Membuat protein-protein penting, seperti kebanyakan yang terlibat pada pembekuan
darah
e. Memetabolisme banyak obat-obatan seperti barbiturates, sedatives, and amphetamines
f. Menyimpan besi, tembaga, vitamin A dan D, dan beberapa dari vitamin B
g. Membuat protein-protein penting seperti albumin yang mengatur pengakutan cairan
didalam darah dan ginjal
h. Membantu mengurai dan mendaurulang sel-sel darah merah Jika hati menjadi radang
atau terinfeksi, maka kemampuannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi ini jadi
melemah.

Penyakit hati dan infeksi-infeksi adalah disebabkan oleh suatu kondisi yang bervariasi
termasuk infeksi virus, serangan bakteri, dan perubahan kimia atau fisik didalam tubuh.
Penyebab yang paling umum dari kerusakan hati adalah kurang gizi (malnutrition), terutama
yang terjadi dengan kecanduan alkohol. Gejala-gejala penyakit hati mungkin akut, terjadi tiba-
tiba, atau kronis, berkembang perlahan melalui suatu periode waktu yang lama. Penyakit hati
kronis adalah jauh lebih umum dari pada yang akut. Angka dari penyakit hati kronis dari laki-
laki adalah dua kali lebih tinggi dari wanita. Penyakit hati dapat menjangkau dari ringan sampai
berat tergantung dari tipe penyakit yang hadir.

E. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala sebagian tergantung dari tipe dan jangkaun penyakit hatinya. Pada banyak
kasus, mungkin tidak terdapat gejala. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang umum pada
sejumlah tipe-tipe berbeda dari penyakit hati termasuk:
a. Jaundice atau kekuningan kulit
b. Urin yang coklat seperti teh
c. Mual

4
d. Hilang selera makan
e. Kehilangan atau kenaikan berat tubuh yang abnormal
f. Muntah
g. Diare
h. Warna tinja (feces)yang pucat
i. Nyeri abdomen (perut) pada bagian kanan atas perut
j. Tidak enak badan (malaise) atau perasaan sakit yang kabur
k. Gatal-gatal
l. Varises (pembesaran pembuluh vena)
m. Kelelahan
n. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
o. Demam ringan
p. Sakit otot-otot
q. Libido berkurang (gairah sex berkurang)
r. Depresi

Gejala yang nampak dari penderita gagal hati bisa berupa sakit kuning, mudah
mengalami pendarahan, asistes, gangguan fungsi otak, keadaan kesehatan yang menurun drastis,
penurunan air seni dan panas badan yang merupakan indikasi masuknya virus dalam tubuh.
Suatu bentuk parah yang jarang dari infeksi hati disebut acute fulminant hepatitis, menyebabkan
gagal hati. Gejala gejala dari gagal hati termasuk:
a. Aplastic anemia, suatu keadaan dimana sumsum tulang (bone marrow) tidak dapat
membuat sel-sel darah
b. Ascites, terkumpulnya cairan didalam abdomen
c. Edema atau bengkak dibawah kulit
d. Encephalopathy, kelainan yang mempengaruhi fungsi-fungsi otak
e. Hati yang membesar dan perih (sakit)
f. Limpa membesar
g. Perubahan dalam status mental atau tingkat kesadaran
h. Rentan terhadap perdarahan

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Serologi virus
2. Skrining toksikologi (kadar asetaminofen tiap 1-2 jam hingga puncaknya di tentukan)
3. Pemeriksaan pencitraan(usg pada abdomen kuadran kanan atas atau CT abdomen,
pemeriksaan Doppler terhadap vena porta dan hepatica)
4. Uji lainnya: serologi autoimun,seruloplasmain dan tembaga dalam urin)
5. Biopsi hepar (kecuali ada koagulopati)
6. Perhitungan darah lengkap, yang melihat pada tipe dan jumlah dari sel-sel darah didalam
tubuh

5
7. Scan hati dengan radiotagged substances untuk menunjukan perubahan-perubahan struktur
hati

G. Penatalaksanaan
1. Perawatan setingkat ICU yang potensial meliputi pengawasan dan perawatan ICP,
hemodinamik, dan alat bantu ventilator, anti-koagulopati, pengawasan dan penanganan
secara agresif terhadap infeksi, tetesan D10 untuk hipoglikemia dll
2. Penatalaksanaan penyebab spesifik (N-asetilsistein untuk asetaminofen,kortikosteroid
terhadap hepatitis aotoimun, terapi khelasi terhadap penyakit Wilson dll)
3. Pengobatan bergantung pada penyebab dan gambaran klinis tertentu
4. Makanan di awasi dengan ketat
5. Intake protein di pantau dengan seksama karena terlalu banyak protein akan menyebabkan
kelainan fungsi otak dan terlalu sedikit bisa menyebabkan penurunan berat badan.
6. Intake garam dibatasi untuk mengatasi pengumpulan cairan di perut
7. Alkohol harus di hindari dapat memperburuk kerusakan hati.
8. Transplantasi hepar jika prognosisnya buruk

H. Pengkajian
1. Data Subjektif
a. Keluhan: anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
b. Kebiasaan: merokok, minum alcohol, obat-obatan terlarang,

2. Data Objektif
a. Tanda vital: tekanan darah menunjukkan tekanan darah ortostatik
b. Status cairan dan elektrolit : deficit volume, muntah, pendarahan, dehidrasi akibat asites
dan edema dan kelebihan volume akibat retensi natrium dan air
c. Abdomen: gerakan peristalsis (auskultasi), distensi abdomen, nyeri tekan, pembesaran
hepar dan limpa, asites, dilatasi vena pada abdomen (kaput medusa)
d. Kulit, selaput lendir, sclera: kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua dan
berbuih.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual, gangguan absorbsi
2. Nyeri b.d tegangnya dinding perut (asites)
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2
4. Potensial trauma perdarahan b.d gangguan fungsi metabolism hepar

6
J. Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual, gangguan absorbsi.
Intervensi:
a. Pantau masukan makanan setiap hari,
b. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori,vitamin, mineral(rendah protein dan
garam sesuai keadaan pasien)
c. Makanan rendah serat, tanpa bumbu, tidak pedas

2. Nyeri b.d tegangnya dinding perut (asites)


Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri/kontrol nilai
b. Anjurkan pasien untuk melakukan menejemen nyeri
c. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2


Intervensi:
a. Dorong pasien untuk melakukan apa saja bila mungkin tingkatkan aktivitas sesuai
sesuai kemampuan
b. Pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya perubahan pada TD/frekuensi
jantung/pernapasan
c. Beri oksigen sesuai indikasi

4. Potensial trauma perdarahan b.d gangguan fungsi metabolism hepar.


Intervensi:
a. Pantau kulit, selaput, urine, dan feses
b. Pantau TTV tiap 4 jam, masa protrombin dan trombosit tiap hari.
c. Bantu pasien turun dari tempat tidur

K. Konsep Keperawatan Paliatif

Cobaan tidak bisa kita hindari. Orang-orang yang mengalami cobaan penyakit yang tidak
bisa disembuhkan sungguh berat menjalani hidupnya. Sungguh menjadi dilema antara Dokter,
pasien dan keluarga pasien. Memang berat menerima cobaan demikian.Tapi dengan Perawatan
Paliatif, pasien akan tetap memiliki kualitas hidup yang baik meski penyakitnya tak bisa
disembuhkan. Perawatan paliatif artinya meringankan penderitaan si pasien yang sudah sakit
parah dan tidak dapat disembuhkan seperti misalnya kanker Stadium akhir, pasien penyakit
motor neuron, penyakit degeneratif saraf dan pasien HIV/AIDS. Tujuannya agar penderita dapat
menjalani hari-hari sakitnya dengan semangat dan tidak putus asa serta memberi dukungan agar
mampu melakukan hal2 yang masih bisa dilakukan dan bermanfaat bagi Spiritual pasien. “Pasien
dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan kebanyakan berpikir sudah tidak ada lagi yang

7
bisa dilakukan. Untuk itulah perawatan paliatif dibutuhkan,” ujar Prof Dr dr Akmal Taher,
SpU(K) dalam acara seminar dan konferensi press Memperingati Hari Hospis dan Perawatan
Paliatif Sedunia pada 7 oktober 2010. Perawatan paliatif merupakan metode yang ampuh dalam
membantu pasien lepas dari penderitaannya, baik nyeri berkepanjangan ataupun keluhan lain.
Kondisi ini akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga keluarganya. Pada
awalnya perawatan paliatif ini hanya ditujukan untuk pasien Kanker (kecuali di Afrika Selatan
awalnya untuk pasien HIV/AIDS). Tapi kini perawatan paliatif juga bisa digunakan untuk
penyakit lain seperti paru obstruktif kronis (COPD), stroke, parkinson, gagal jantung, gagal
ginjal, penyakit genetika dan juga infeksi seperti HIV/AIDS.

Seperti apa perawatan paliatif itu?

Intinya perawatan ini lebih berupa dukungan dan motivasi ke pasien. Kemudian setiap
keluhan yang timbul ditangani dengan pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit. Perawatan
paliatif ini bisa mengeksplorasi individu pasien dan keluarganya bagaimana memberikan
perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta kesiapan untuk menghadapi
kematian. Perawatan paliatif dititikberatkan pada pengendalian gejala dan keluhan, serta bukan
terhadap penyakit utamanya karena penyakit utamanya tidak dapat disembuhkan. Dengan begitu
pasien terbebas dari penderitaan akibat keluhan dan bisa menjalani akhir hidupnya dengan
nyaman. “Perawatan paliatif dilakukan dengan kerja sama antara dokter, perawat, terapis, sosial-
media, psikolog, rohaniawan, relawan dan profesi lain yang diperlukan. Hal ini bertujuan untuk
agar pasien bebas dari penderitaan, sehingga kehidupannya tetap berkualitas dan berakhir dengan
tenang,” ujar Prof dr R Sunaryadi Tejawinata, SpTHT(K), FAAO, PGD, PAllMed.

Lebih lanjut Prof Sunaryadi menuturkan dari tahun 1992-2010 pelayanan perawatan
paliatif baru ada di 6 ibukota besar yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
Bali dan Sulawesi Selatan. Perawatan paliatif kebanyakan terdapat di rumah sakit pemerintah
seperti RS Hasan Sadikin Bandung, RSCM, RSK Dharmais, RSU Dr Soetomo Surabaya, RS
Sanglah Bali, RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makasar dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
Sementara Prof Dr I W Suardana, SpTHT(K) menuturkan berbagai keluhan biasanya dirasakan
oleh pasien perawatan paliatif ini. Keluhan yang muncul seperti nyeri, gangguan saluran cerna
(mual, muntah, diare, konstipasi), gangguan kulit (gatal, kering atau akibat berbaring terlalu
lama), kelemahan umum, gangguan respirasi, kelemahan anggota gerak, gangguan saluran kemih
dan juga merasa bingung. Nah, dengan perawatan paliatif pasien diajak untuk lebih bisa
menerima keadaannya sehingga masih bisa menjalani hidupnya meskipun umurnya tak lama
lagi. Karena kebanyakan kualitas hidup pasien dengan penyakit tak bisa disembuhkan akan terus
memburuk atau menurun jika harapan pasien tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. “Jadi
tugas dari tim paliatif adalah memodifikasi ekspektasi dari pasien, sehingga jarak antara harapan
dan kenyataannya menjadi lebih dekat. Bisa dengan cara membangkitkan spirit untuk hidup,
orientasi masa depan, keimanan bahkan tentang seksualitasnya,” ungkap Dr Siti Annisa
Nuhonni, SpKFR(K). Dr Nuhonni menuturkan harapan selalu ada, tapi sebaiknya tidak

8
memberikan harapan yang palsu karena harapan juga harus disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan. Untuk itu keluarga merupakan kunci makna hidup dalam perawatan paliatif.

Tempat untuk melakukan perawatan paliatif beragam, seperti:

1. Rumah sakit, untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan dengan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau meemrlukan peralatan khusus.
2. Puskesmas, untuk pasien yang melakukan rawat jalan.
3. Rumah singgah atau panti (hospis), untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih
memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
4. Rumah Pasien, untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan atau
peralatan khusus, serta keterampilan perawatan bisa dilakukan oleh anggota keluarga.

Selain mengurangi gejala-gejala yang muncul, perawatan paliatif juga memberikan


dukungan dalam hal spiritual dan psikososial. Perawatan ini bisa dimulai saat diagnosis
diumumkan sampai akhir hayat dari si pasien. “Meski pasien telah meninggal dunia, perawatan
paliatif tidak berhenti sampai di situ. Karena relawan paliatif juga akan memberikan dukungan
moral kepada keluarga yang berduka,” ujar Prof Sunaryadi. Bagi seorang dokter, butuh Empati
yang besar dan Ketrampilan Khusus dalam melakukan Paliatif care. Penyampaian kabar buruk
(ketika pasien tidak bisa sembuh dan harus dilakukan paliative care) pun harus ada etikanya.
jangan sampai ketika kita menyampaikan kabar buruk tersebut menimbulkan Stres mendalam
bagi pasien maupun keluarganya yang berakibat semakin cepatnya proses kematian bagi pasien.
Terkadang juga tindakan Euthanasia dilakukan jika tindakan Paliatif sudah dilakukan tapi pasien
masih sangat menderita. Namun perlu dicatat, Tindakan Euthanasia tidak semudah itu dilakukan.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan (permintaan pasien,permintaan keluarga,dasar
hukum,adat istiadat setempat,agama dll).

a. Definisi perawatan paliatif


1. Perawatan untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit,
namun bukan berupaya penyembuhan.
2. Suatu perawatan yang bertujuan mencapai kwalitas hidup optimal bagi ODHA dan
keluarganya, dengan meminimalkan penderitaan dengan perawatan klinis, psikologis,
spiritual, dan sosial sepanjang seluruh perjalanan penyakit HIV.
3. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian, pengobatan
nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan spiritual lainnya .

b. Prinsip perawatan paliatif


1. Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain
2. Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal
3. Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian

9
4. Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari
pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
5. Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif
sampai kematiannya.
6. Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien,
dan sewaktu masa perkabungan

c. Karakteristik perawatan paliatif


1. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
2. Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi perjalanan
penyakit.
3. Merupakan komponen esensial dari perawatan konprehensif kontinyu ODHA
4. Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
5. Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial
6. Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga

d. Manfaat perawatan paliatif


1. Meningkatkan kualitas hidup dan keluarganya
2. Mengurangi penderitaan pasien
3. Mengurangi frekwensi kunjungan ke rumah sakit
4. Meningkatkan kepatuhan pengobatan

e. Syarat perawatan paliatif yang baik


1. Menghargai otonomi dan pilihan pasien
2. Memberi akses sumber informasi yang adekuat
3. Ciptakan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara pasien dengan pemberi
perawatan
4. Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan perawatan
5. Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan / agama, dan adat istiadat

f. Jenis perawatan paliatif


1. Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-gejala lain
2. Perawatan psikososial berupa : psikologis social spiritual kedukaan/berkabung

g. Penatalaksanaan nyeri

Nyeri merupakan masalah utama pada perawatan paliatif

Upaya penatalaksanaan nyeri:

10
1. Tentukan penyebab nyeri:

-sakit kepala berat pada kriptokokus menigitis

-nyeri neurogenik akibat mielopati, efek ARV

2. Tentukan jenis nyeri: somatik, viseral, propioseptif, neurogenik

3. Tentukan beratnya nyeri: numeric rating scale, perilaku non-verbal, Wong Baker Faces
pain scale

Penatalaksanaan nyeri

Gunakan analgesik sesuai panduan penatalaksanaan nyeri dari WHO: “anak tangga analgesic”

a. Step 1: aspirin, parasetamol +adjuvan


b. Step 2: kodein +adjuvan + NSAID
c. Step 3: morfin, pethidin, fentanyl +non-opioid (NSAID)
d. Obat diberikan rutin tiap 3 –6 jam, jangan hanya bila perlu
e. Mulai dengan dosis rendah lalu dititrasi
f. Pada nyeri terobosan, berikan dosis ekstra ( dosis /4 jam)
g. Adjuvan: anti-depresant, steroid, terapi kognitif , akupuncture, TENS, hipnosis, dll.

Penatalaksanaan gejala lain

1. Mual-Muntah

– Penyebab: efek samping obat, infeksi oportunistik, gangguan fungsi hati/ginjal

–Terapi : metoclopamide

2. Lemah

–Penyebab : anemia o.k. ARV, atau Infeksi oportunistik misal TB

–Terapi : testosteron, androgen, transfusi, eritropoetin

h. Pengembangan perawatan paliatif


1. Perlu ada kebijakan nasional perawatan paliatif
Hanya sedikit negara berkembang yang memiliki kebijakan nasional dari Pemerintah/
DepKes
2. Edukasi: pelatihan bagi profesional medis, dan pemberi pelayanan lainnya
3. Pengendalian nyeri:
-Latihan bagi petugas medis dan pemberi pelayanan lainnya untuk penanganan nyeri
-Advokasi untuk melonggarkan sistim hukum yang memungkinkan tersedianya obat
penghilang nyeri

11
L. Prinsip Pelaksanaan Paliatif Care Pada Kasus Gagal Hati

a. Gagal Hati
Kegagalan hati merupakan uatu syndrome yang secara klinis dikarakteristikan sebagai
jaundice, asites, hepatic encelopati, dan resiko pendarahan akibat penurunan fungsi hepar
(Sugawara, Nakayama & Mochida, 2012). Beberapa factor penyebab yang diidentifikasikan
terjadinya kondisi tersebut seperti hepatitis virus, hepatitis autoimun, kerusakan hati akibat
penggunaan obat, penyakit metabolic, dan gangguan metabolik.
Kegagalan hati diklasifikaskan menjadi dua kelompok berdasarkan kondisi klinisnya yaitu:
1. Gagal hati akut
Secara umum seseorang di diagnosis menderita gagal hati akut bila mengalami
kerusakan fungsi hati berat yang ditetapkan berdasarkan gejala klinis, analisis
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Gagal hati akut dapat berlangsung dan
berkembang dalam waktu 24-36 minggu setelah hati mengalami trauma baik secara
fisik, kimiawi maupun biologi dari kondisi normalnya. (Punzalan & Barry 2015)
mejelaskan bahwa gagal hati akut merupakan injuri pada hati yang sifatnya mengancam
jiwa yang mana dapat terjadi tanpa didahului oleh penyakit atau gangguan hati
sebelumnya, gejala awal akan muncul dan berkembang dalam waktu 25 minggu.
Surgen (2010) mengklasifikasikan gagal hati akut kedalam 3 kelompok yaitu:
Definisi Interval watu Resiko udem Prognosis
(jaundice-en- serebral untuk dapat
cepalopati) bertahan
hyperakut < 7 hari Umumnya > 70% Sedang 36%
Akut 8-28 hari Umumnya > 55% Jelek 7%
Subakut 5-12 hari < 15% Jelek 14%

2. Gagal hati kronis


Diagnosis gagal hati kronis ditetapkan bila pasien mengalami inflamasi dan injuri pada
hati yang menetep ditandai dengan adanya kerusakan pada fungsi hati setelah 6 bulan
dari munculnya gejala yang berhubungan dengan gangguan fungsi hati.
Berikut ini beberapa indicator yang dapat dijadikan acuan untuk penetapan kondisi akut
pada gagal hati kronis yaitu:
APASAL EASL – CHC WGA
3. Hepatic akut yang Grade 1 1. Terjadinyan
terjadi dalam 1. Terjadinya gagal dekompensasi
waktu 4 minggu ginjal hepatic akut

12
bersama asites, 2. Disfungsi ginjal 2. Jaundice dan
denngan atau dengan nilai koagulapati
tanpa hepatic kreatinin 1.5 – 3. Terjadi kegagalan
encepalopati. 1.9 mg/dl dengan pada ≥ 1 organ
4. Bilirubin >5 atau tanpa ekstrahepatik
mg/dl atau INR hepatic 4. Meningkatnya
>1.5 encepalopati +1 kejadian kematian
5. Resiko kematian orang yang dalam waktu 28 hari
meningkat dalam mengalami hingga 3 bulan
28 hari kemudian. kegagalan setelah gejala
3. Disfungsi ginjal muncul
dengan nilai
kreatinin 1.5 –
1.9 mg/dl dengan
atau tanpa
hepatic
encepalopati
Grade 2
Terjadi kegagalan
pada ≥ 2 organ tubuh
Grade 3
Terjadi kegagalan
pada ≥ 3 organ tubuh

Hepatic Encepalopati

Merupakan status neuropsikiatrik yang bersifat reversible, haptic encepalopati adalah


komplikasi yang dapat terjadi pada gagal hati akut maupun gagal hati kronis. ( fullwood, sargent,
2014). Hepatic encepalopati dimanifestasikan suatu sindrom dengan gangguan kesadaran
Sebagai akibat dari kerusakan fungsi otak yang semakin memburuk secara progresif. (O’neal
olds & Webster, 2006).

13
Patofisiologi kejadian hepatic encepalopati belum sepenuhnya belum dipahami namun
dipercaya bahwa kejadiannya merupakan akibat multi faktor yang terjadi secara alamiah. Namun
Lee dan kolega (2011, dalam fullwood dan sargent, 2014) menyatakan bahwa kombinasi dari
gangguan ostomtik pada otak, peningkatan aliran darah otak, dan inflamasi merupakan faktor
yang memiliki kmungkinan sebagai penyebab hepatic encepalopati. Gangguan osmotik
kemungkinan disebabkan oleh peningkatan kadar ammonia dimana hal ini sering di temukan
pada pasien dengan gagal hati akut. Ammonia diproduksi melalui proses pemecahan protein dan
asam aminoamino, namun ammonia juga dapat dihasilkan oleh flora pada sistem pencernaan
(zafirova & O'connor, 2010 dalam fullwood & sareng, 2014).

Secara normal ammonia akan di metabolisme di hati menjadi urea dan selanjutnya akan
di sekresi kan oleh ginjal, namun dengan adanya gangguan fungsi hati makan hal tersebut tidak
dapat berlangsung dengan baik. Peningkatan kadar ammonia dalam sirkulasi darah otak akan
memberikan peluang pada ammonia untuk berkaitan dengan glutamate sebagai neurotransmiter
yang bersifat exitatory untuk membentuk glutamin. Peningkatan glutamin akan menyebabkan
akan menyebabkan tekanan osmotik meningkat pada astrosit, sehingga terjadi perpindahan
cairan astrosit ke otak. Lebih lanjut pada keadaan yang sama otak kehilangan kemampuan untuk
mengatur sendiri perduli yang menuju ke otak. Peningkatan perduli akan memicu peningkatan
aliran darah ke otak sehingga hal ini akan menambah dan meningkatkan tekanan
intrakranialintrakranial. Sitokin yang berperan dalam proses inflamasi yang di temukan dalam
sirkulasi juga berkontribusi terhadapa peningkatan kerja ammonia melalui perlengketan dengan
sel endothelial otak yangenyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas sel yang selanjutnya
akan menyebabkan pembengkakan atau udem.

1. Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain


Gunakan analgesik sesuai panduan penatalaksanaan nyeri dari WHO: “anak tangga
analgesic”
a. Step 1. : aspirin, parasetamol +adjuvan
b. Step 2. : kodein +adjuvan + NSAID
c. Step 3. : morfin, pethidin, fentanyl +non-opioid (NSAID)
d. Obat diberikan rutin tiap 3 –6 jam, jangan hanya bila perlu
e. Mulai dengan dosis rendah lalu dititrasi
f. Pada nyeri terobosan, berikan dosis ekstra ( dosis /4 jam)
g. Adjuvan : anti-depresant, steroid, terapi kognitif , akupuncture, TENS, hipnosis, dll.

14
2. Penatalaksanaan gejala lain
a. Muntah –Mual

–Terapi: metoclopamide

b. Lemah

–Penyebab: anemia

–Terapi: transfusi, eritropoetin

3. Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal


4. Tidak bermaksud mempercepat
5. Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari pasien
dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
6. Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai
kematiannya.
7. Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien, dan
sewaktu masa perkabungan

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal hati adalah hati tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya. Hati tidak dapat
bekerja sebagaimana fungsinya sehingga hati paling umum terjadi suatu kerusakan fungsi atau
kerusakan hati adalah kurangnya gizi (malnutrition), maka kemampuannya untuk melaksanakan
fungsi-fungsi ini jadi melemah. Secara epidemiologi penyebab gagal hati dapat berbeda dari
Negara yang satu dengan Negara yang lainnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Sugawara, Nakayama & Mochida (2012) menemukan bahwa hepatitis akibat infeksi virus
merupakan penyebab paling sering terjadinya gagal hati akut di Jepang, sedangkan di Eropa dan
Amerika Serikat, Injuri hati yang diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan seperti keracunan
acetaminophen menjadi penyebab utama kejadian gagal hati akut. Mohsenin (2013)
mengidentifikasi beberapa yang menjadi faktor penyebab gagal hati akut yaitu hepatotoksik yang
diakibatkan oleh obat-obatan seperti acetaminophen dan non-acetaminopen, infeksi virus
hepatitis B akut, infeksi virus lainnya, hepatitis autoimun, hepatitis iskemik dan beberapa
penyebab lainnya seperti Wilson disease, gagal hati akut yang berhubungan dengan kehamilan,
dan kelainan metabolisme.

Manifestasi klinis pada gagal hati akut dan gagal hati kronis sangat sulit untuk dibedakan.
Namun ada beberapa data yang dapat digunakan untuk mengenali gagal hati akut yaitu
koagulapati protrombin time > 15 detik atau berdasarkan acuan international normalized ratio
(INR) ≥ 1.5, sekitar 30% pasien dengan gagal hati akut akan mengalami asites, sekitar 18%
pasien akan mengalami peritonitis bacterial spontan, dan dapat disertai hepatic encelopati.
Berdasarkan hasil pemindaian, dapat dilihat adanya nodular pada permukaan hati yang mana
mengidentifikasi sirosis, asites, spenomegali, dan adanya formasi pembuluh darah kolateral.
Terbentuknya nodular pada permukaan hati dan hipertensi portal sering ditemukan pada pasien
dengan gejala yang semakin berkembang dalam waktu 1-4 minggu. Nodular pada hati
menunjukkan bahwa sel-sel hati mengalami nekrosis secara massif.

Gagal hepar dapat disebabkan oleh:

1. Kerusakan-kerusakan bawaan sejak lahir atau kelainankelainan hati yang hadir pada
kelahiran
2. Kelainan-kelainan metabolisme atau kerusakan dalam proses dasar tubuh
3. Infeksi-infeksi virus atau bakteri
4. Alkohol atau keracunan oleh racun
5. Obat-obat terentu yang merupakan racun bagi hati
6. Kekurangan Gizi (nutrisi)
7. Trauma atau luka

16
DAFTAR PUSTAKA

Anand AC, Nightengale P, Neuberger Jm. Early indicators of prognosis in fulminant hepatic
failure : An assessment of the King’s criteria. J Hepatol, 1997; 26:62.
Guyton A.C.,dan J.e.Hall.1997. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC
Russel GJ, Fitzgerald JF, Clark JH. Fulminant hepatic failure. J Pediatr, 1987; 111: 313.
Yodang.2015. Buku Ajar Keperawatan Paliatif. Jakarta: Trans Info Media

17

Anda mungkin juga menyukai