Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia billiaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistem
billier ekstrahepatic. Atresia billiaris merupakan proses inflamasi progresif
yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran
tersebut (Donna L. Wong, 2008).
Atresia billiaris terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus billier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Karakteristik dari atresia
billiaris adalah tidak terdapatnya sebagian sistem billier antara duodenum
dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu dan menyebabkan
gangguan fungsi hati tetapi tidak menyebabkan kern icterus karena hati
masih tetap membentuk konjugasi bilirubin dan tidak dapat menembus
blood brain barier. Penyebab atresia billiaris belum dapat dipastikan.
Atresia billiaris akan mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia
yang sangat dini, bila tidak ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan
maka angka keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan
rata-rata meninggal pada usia 12 bulan. Tindakan operatif atau bedah
dapat dilakukan untuk penatalaksanaannya.
Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia billiaris
sekitar 1:1000-15000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita daripada
laik-laki. Rasio atresia billiaris antara anak perempuan dan laki-laki 1,41:1
dan angka kejadian lebih sering pada bangsa Asia. Di Belanda, dilaporkan
kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup, di Perancis
5,1 dari 100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari 100.000
kelahiran hidup. Di Texas tercatat 6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari
100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000 kelahiran hidup di
USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di Jepang

1
menderita atresia billier. Dari 904 kasus atresia billier yang terdaftar di
lebih 100 institusi, atresia billier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%),
berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian amerika
(1,5%). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta penyebab
kolestasis obstruktif yang paling banyak dilaporkan (90%) adalah atresia
billiaris dan pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau 23%
dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati Sedangkan di
RSU Dr. Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari
19.270 penderita rawat inap di Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96
penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan 9
(9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010).
Deteksi dini kemungkinan adanya atresia billiaris sangat penting sebab
keberhasilan pembedahan hepato-portoenterostomi (Kasai) akan menurun
apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Keberhasilan operasi sangat
ditentukan terutama usia saat dioperasi, yaitu bila dilakukan sebelum usia
2 bulan, keberhasilan mengalirkan empedu 80%, sementara sesudah usia
tersebut hasilnya kurang dari 20%. Bagi penderita atresia billiaris prosedur
yang baik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke
usus. Selain itu, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting
bagi anak yang menderita atresia billiris. Penyuluhan yang meliputi semua
aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan
dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera
sesudah pembedahan portoenterostomi, asuhan keperawatannya sama
dengan yang dilakukan pada setiap pembedahan abdomen yang berat.
Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang
benar, termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin serta
mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin menjadi
persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan
seperti mandi rendam atau memotong kuku jari-jari tangan (Donna L.
Wong, 2008)

2
B. Tujuan
1. Mengetahui Defenisi Atresia Ductus Hepaticus
2. Mengetahui Etiologi Atresia Ductus Hepaticus
3. Mengetaui Faktor Predisposisi Atresia Ductus Hepatucus
4. Mengetahui Tanda Dan Gejala Atresia Ductus Hepaticus
5. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Atresia Ductus Hepaticus
6. Mengetahui Penatalaksanaan Atresia Ductus Hepaticus
7. Mengetahui Komplikasi Atresia Ductus Hepaticus
8. Mengetahui Askep Atresia Ductus Hepaticus

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi
Atresia bilier adalah penyakit saluran empedu langka yang hanya
menyerang bayi. Saluran empedu pada hati, disebut juga dengan duktus
hepatikus, berfungsi untuk menghancurkan lemak, menyerap vitamin larut
lemak, serta membawa racun dan produk sisa keluar tubuh.
Atresia Bilier suatu defek kongenital, yang terjadi akibat tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih kandung empedu ekstrahepatik atau
intrahepatik, yang menyebabkan penyimpanan drainase kandung empedu
(Morgan Speer, 2008)
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen
pada traktusekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu
atau karena adanya prosesinflamasi yang berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepartik
sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang mengakibatkan
terjadinya penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubindirek
dalam hati dan darah (Julinar, dkk, 2009).
Atresia Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-
saluran yangmembawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung
empedu (gallbladder).Ini merupakan kondisi kongenital, yang berarti
terjadi saat kelahiran. Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif
yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran
tersebut (Donna L. Wong, 2008).
B. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh
suatu proses inflamasiyang merusak duktus bilier dan juga akibat dari

4
paparan lingkungan (disebabkan olehvirus) selama periode kehamilan dan
perinatal (Sodikin, 2011).
C. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
atresia bilier adalah:
1. Infeksi virus atau bakteri setelah lahir, seperti cytomegalovirus,
retrovirus atau rotavirus.
2. Masalah sistem imun, seperti saat sistem imun menyerang hati atau
saluran empedu tanpa alasan.
3. Mutasi genetik, yang membuat perubahan permanen pada struktur
genetik.
4. Masalah saat perkembangan hati dan saluran empedu dalam rahim.
D. Tanda dan Gejala
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah
hidup. Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin
yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
2. Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum
pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama
sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier
biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua
atau tiga minggu setelah lahir
3. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk
pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian
disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
4. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan
bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga,
perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
5. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus
meningkat

5
6. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus,
dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan
lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi
malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
2. Gatal-gatal
3. Rewel
4. splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi
portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
E. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkankerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkanhambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian ataukeseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemiaterkonjugasi yang
disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapattotal
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik.
Penyebabtersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri,striktura pasca peradangan atau operasi.Obstruksi
pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi alirannormal
empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk
sumbatandan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan
menyebabkan peradangan,edema, degenerasi hati. Dan apabila asam
empedu tertumpuk dapat merusak hati.Bahkan hati menjadi fibrosis dan
cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yangmenekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akanmengakibatkan gagal

6
hati.Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun
mekanisme imun atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif
yang menimbulkanobliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan
menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir
mati (stillbirth) atau bayi baru lahir, keadaanini menunjukkan bahwa
atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal
dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudahdilahirkan.
Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi
danfibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan
terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus berat.
Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif
harus dilaksanakan dalam periode2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar
kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.(Sumber: Wong, Donna
L.(et.al). 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.Jakarta: EGC).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi alirannormal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu
dan usus. Akhirnyaterbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke
hati. Ini akan menyebabkan peradangan , edema, dan degenerasi hati.
Bahkan hati menjadi fibrosis, sirosis, danhipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan
kulit, akan menyebabkan rasagatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga
akan dikeluarkan ke dalam alirandarah, yang dapat mewarnai kulit dan
bagian putih mata sehingga berwarna kuning.Degenerasi secara gradual
pada hati menyebabkan joundice, ikterik danhepatomegaly. Karena tidak
ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak danvitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaituvitamin A,
D,E,K dan gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga
memerlukan lemak agar dapatdiserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-
vitamin tersebut akan disimpan dalam hatidan lemak didalam tubuh,
kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapimengkonsumsi berlebihan
vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga

7
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalahhati dan
jantung.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sodikin (2011), Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan
untuk mendeteksi atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan serum darah Pada setiap kasus kolestasis harus
dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain
itudilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan
gamma-GT.Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total.Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan
pcningkatan gamma-GT <5 kali, lebih mengarah ke suatu
kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali
dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebihmengarah ke
kolestasis ekstrahepatik.
b. Pemeriksaan Urine
Keluar ke aliran darah dan kulitPriuritisIkterus
MK : Kerusakanintegritas kulit
MK : Gg.Pertumbuhandanperkembangan
Urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus, tetapiurobilin dalam urine negatif, hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluranempedu total.
c. Pemeriksaan fecesWarna tinja pucat karena yang memberi warna
pada tinja/stercobilin dalamtinja berkurang karena adanya
sumbatan.
2. Biopsi hatiBiopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
sumbatan dari hati yangdilakukan dengan pengambilan jaringan hati.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa

8
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+
K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral.
Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak
tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat
metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan
secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya
dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti
vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier
dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan

9
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan
ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya
perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi
Hati Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi
untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi
meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena
hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami
tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu
2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan
dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan
kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang
dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok.
Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari
hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
1. Palliative treatment Dilakukan home care untuk meningkatkan
drainase empedu denganmempertahankan fungsi hati dan mencegah
komplikasi kegagalan hati.
2. Supportive treatmenta)
a) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin
K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam,
kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijautua adalah sumber
terbaik vitamin ini.
b) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia
bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga

10
menyebabkanlemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi. Oleh karena itudiberikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT)seperti minyak kelapa.
c) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik
yangmenyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan
gatal (pruiritis) padakulit.
d) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga
turutmembantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan
pertumbuhanklien.
H. Komplikasi
1. Kolangitis: komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke
usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan
ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu
pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60%
kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-
tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu),
ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut.
Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak
setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah
varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau
prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic
shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya,
hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal
dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab
kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini
dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat

11
membalikan shunts,dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke
tahap semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat
timbul padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.
Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak
lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.
5. Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk
memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup)
untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih
dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-
kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana
pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang
rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai
komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
6. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat
dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit
kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak
dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan
meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang
mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi >
60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak

12
adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit
hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya.
Hal ini dilakukan sebagai standar prosedur yang harus dilakukan
untuk mengkaji keadaan pasien. Umumnya Atresia billiaris lebih
banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1
dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan
dan anak laki-laki adalah 2:1.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice
dalam 2 minggu sampai 2 bulan Jaundice adalah perubahan warna
kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi
karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen
berwarna kuning pada sel darah merah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi
dalam 2 minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar
tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami distensi
abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum
dan kadang disertai letargi (kelemahan).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah
dengan kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi
empedu ektrahepatik. yang akhirnya menimbulkan masalah dan
menjadi factor penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini.
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG,
DPT, Hepatitis, dan Polio.
e. Riwayat Perinatal

13
1) Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah
menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella
2) Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran
bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
3) Post natal:
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang
memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya.
Selain itu kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi
lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya
pada ibu pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas
HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella.
Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat
menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu
terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu
terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
g. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial,
motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan
pada pasien atresia biliaris dapat dikaji melalui tingkah laku pasien
maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan
atresia biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang
optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya
sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.
h. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada
anak yaitu pola kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua

14
jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya.
Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga
kurang diperhatikan.
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak
dengan atresia biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan
anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau
kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris
adalah ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih,
ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia
biliaris yaitu terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai
dengan urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna
dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan
atresia biliaris dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris
ditandai dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-
muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk
gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
5) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai
pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien
6) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
7) Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat
dibutuhkan dalam merawat dan mengobati anak dengan atresia
biliaris.
8) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat
gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi
sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris biasanya tidak
ada gangguan dalam reproduksi.

15
9) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan
dukungan dan semangat sembuh bagi anak.
10) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa
agar penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.
j. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu
berupa:
1) Air kemih bayi berwarna gelap
2) Tinja berwarna pucat
3) Kulit berwarna kuning
4) Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan
berlangsung lambat
5) Hati membesar.
6) Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala
berikut:
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gatal-gatal
c. Rewel
d. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah
yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa
ke hati).
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Kepala dan leher
c) Bibir dan mulut
d) Dada
e) Abdomen
f) Kulit
g) Ekstremitas
k. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

16
2. Pemeriksaan diagnostik
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai oleh
berat badan turun dan konjungtiva anemis
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi
abdomen ditandai oleh adanya perasaan sesak pada pasien
c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan
progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea
dan vomitting pada pasien ditandai oleh tingginya frekuensi mual
dan muntah pasien
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan: Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan
lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Tujuan: 1. Kaji distensi abdomen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Pantau masukan nutrisi dan
2 x 24 jam selama proses keperawatan, perhatikan frekuensi muntah
diharapkan pola nutrisi pasien menjadi klien
adekuat 3. Timbang BB setiap hati
Kriteria Hasil: 4. Berikan diet yang sedikit namun
BB pasien stabil sering
a. Konjungtiva tidak anemis 5. Atur kebersihan oral sebelum
makan
6. Konsulkan dengan ahli diet
sesuai indikasi
7. Berikan diet rendah lemak,
tinggi serat, dan batasi makanan

17
penghasil gas
8. Kolaborasikan pemberian
makanan yang mengandung
MCT sesuai indikasi
9. Monitor kadar albumin, protein
sesuai programBerikan vitamin-
vitamin larut lemak (A, D, E, K)

b. Diagnosa keperawatan: Pola nafas tidak efektif berhubungan


dengan peningkatan distensi abdomen ditandai oleh adanya
perasaan sesak pada pasien
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: 1. Kaji distensi abdomen
Setelah dilakukan perawatan 2 x 24 2. Kaji RR, kedalaman nafas, dan kerja
jam, diharapkan pasien menunjukkan pernafasan
tanda-tanda pola nafas yang efektif 3. Awasi klien agar tidak sampai
Kriteria Hasil: mengalami leher tertekuk
RR mencapai 30-40 napas/mnt 4. Posisikan klien semi ekstensi atau
Kedalaman inspirasi dan kedalaman eksensi pada saat beristirahat
bernafas 5. Kolaborasikan operasi apabila
Tidak ada penggunaan otot bantu nafas dibutuhkan
pada pasien

c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan


progresif pada duktusbilier ekstrahepatik, ditandai oleh
peningkatan suhu tubuh, dan pasien demam
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: 1. Berikan kompres air biasa pada
setelah dilakukan pemeriksaan daerah aksila, kening, leher, dan
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan lipatan paha

18
suhu tubuh pasien akan kembali 2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam
menjadi normal sekali disesuaikan dengan kebutuhan
Kriteria Hasil: 3. Berikan pasien pakaian tipis
Nadi dan pernapasan dalam rentang 4. Menipulasi lingkungan menjadi
normal senyaman mungkin seperti
Suhu normal 36,50 – 37,50 penggunaan kipas angin atau AC
5. Kolaborasikan pemberian obat anti
piretik sesuai kebutuhan

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea


dan vomitting pada pasien ditandai oleh tingginya frekuensi mual
dan muntah pasien
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: 1. Pantau asupan dan carian pasien
pasien akan mempertahankan keseimbangan perjam (cairan infus, susu per
cairan dan elektrolit setelah dilakukan NGT, atau jumlah ASI yang
perawatan didalam rumah sakit selama 2 x diberikan
24 jam 2. Periksa feses pasien tiap
Kriteria Hasil: harinya
Kembalinya pengisian kapiler darah kurang 3. Pantau lingkar perut pasien
dari 3 detik 4. Observasi tanda-tanda dehidrasi
Turgor kulit membaik 5. Kolaborasikan pemeriksaan
c. Produksi urin 1-2ml/kgBB/jam elektrolit pasien, kadar protein
total, albumin, nitrogen urea
darah dan kreatinin serta darah
lengkap

4. Implimentasi Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai oleh
berat badan turun dan konjungtiva anemis

19
1) mengkaji adanya distensi pada abdomen pasien
2) memantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah
3) menimbang berat badan pasien
4) mengkolaborasikan pemberian diet pada pasien sedikit
namun sering
5) mempertahankan kebersihan oral pasien sebelum makan
6) mengkonsultasikan dengan ahli diet sesuai indikasi
7) memberikan diet rendah lemak, tinggi serat, dan batasi
makanan penghasil gas
8) memberikan makanan mengandung MCT sesuai indikasi
9) memonitor laboratorium untuk kadar albumin dan protein
sesuai program
10) memberikan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi
abdomen ditandai oleh adanya perasaan sesak pada pasien
1) mengkaji ada tidaknya distensi abdomen klien
2) mengkaji RR, kedalaman nafas, dan kerja pernafasan
3) mengawasi leher klien agar tidak tertekuk atau memosisikan
leher klien semi ekstensi saat istirahat
4) mempersiapkan operasi apabila diperlukan
c. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan
progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
1) memberikan kompres air biasa pada aksila, kening, leher, dan
lipatan paha
2) memantau suhu minimal setiap 2 jam sekali sesuai kebutuhan
3) memberikan pasien pakaian tipis
4) memanipulasi lingkungan senyaman mungkin bagi pasien
dengan penggunaan AC / kipas angin
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea
dan vomitting pada pasien ditandai oleh tingginya frekuensi mual
dan muntah pasien

20
1) memantau asupan dan cairan pasien perjam
2) memeriksa feses pasien setiap hari
3) memantau lingkar perut bayi\
4) mengobservasi tanda-tanda dehidrasi pada pasien
5) mengkolaborasikan pemeriksaan elektrolit, kadar protein
total termasuk albumin, nitrogen urea, darah dan kreatinin
serta darah lengkap
5. Evaluasi
a. Diagnosa 1: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai
oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
S: Orang tua pasien mengatakan jika sang anak tidak mau
menghabiskan makanannya
O: BB menurun, Muntah, dan konjungtiva tampak anemis
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
b. Diagnosa 2: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan distensi abdomen ditandai oleh adanya perasaan
sesak pada pasien
S: Orang tua mengeluhkan anaknya sering sesak
O: adanya sesak nafas, RR: 60 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
c. Diagnosa 3: Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat
kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
S: Pasien mengatakan tubuhnya panas
O: suhu meningkat, takikardi, dan RR meningkat
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

21
d. Diagnosa 4: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
tingginya nausea dan vomitting pada pasien ditandai oleh
tingginya frekuensi mual dan muntah pasien
S: Keluarga mengatakan sejak pagi pasien muntah-muntah
setelah makan
O: muntah sebanyak ¼ gelas kecil, wajah terlihat pucat dan
sianosis
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

22
WOC

23
EBP

A. Analisis Jurnal
Judul :
ATRESIA BILIER
Penulis :
Julinar, Yusri Dianne Jurnalis, Yorva Sayoeti
Pendahuluan :
Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada
traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam
hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Penyebab atresia bilier belum dapat dipastikan. Atresia
bilier akan mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia yang sangat
dini, bila tidak ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan, maka angka
keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata - rata
meninggal pada usia 12 bulan.
Kasus :
Seorang anak laki-laki A, berumur 6 minggu, dirawat di IRNA D IKA
RSUP Dr. M. Djamil Padang dari tanggal 15 Juli 2008 s/d 19 Juli 2008,
MR 601044, rujukan dari RSUD Painan dengan keterangan suspek
kolestasis. keluhan waktu masuk rumah sakit tampak kuning sejak usia 3
minggu.
Penatalaksanaan :
Terapi suportif berupa Asam ursodeoksikolat 3x20 mg, dan diberikan ASI
on demand. Konsultasi ke Bagian Bedah Anak, anjuran operasi Kasai.
Operasi Kasai dilakukan tanggal 30 Juli 2008. Pada saat operasi tidak
ditemukan kandung empedu, dilakukan Roux n-Y anastomase
/hepatoporto jejunostomi (gambar 2), kemudian diambil jaringan hati

24
untuk pemeriksaan patologi anatomi. Diberikan terapi Glukosa 5% : NaCl
0,9% 105 cc/kg BB/hari, Asam ursodeoksikolat 3 x 20 mg, Fosfomycin 2
x 250 mg, Roboransia (Vitamin A,D,E), Vitamin K1 2.5 mg, anak
dipuasakan sementara.
Diskusi :
Dari alloanamnesis didapatkan anak tampak kuning sejak usia 3 minggu,
buang air besar berwarna pucat (seperti dempul), buang air kecil berwarna
gelap. Jika gejala ini muncul pada usia lebih 2 minggu maka harus
dicurigai kemungkinan atresia billier.(5) Pada kasus ini bayi tampak
kuning pada usia 3 minggu.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari
tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006).
Penyebab atresia bilier tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat
proses inflamasi yang destruktif. Atresia biliar terjadi karena adanya
perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam maupun diluar hati.
Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum diketahui secara pasti,
tetapi diduga karena kelainan kongenital, didapat dari proses-proses
peradangan, atau kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.Dalam hal
ini pengobatan tidak memberikan efek yang terlalu besar. Satu-satunya
terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia biliar adalah
pembedahan. Secara historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk
reseksi hepatik parsial dengan drainase luka permukaan, penusukan hepar
dengan tabung hampa, dan pengalihan duktus limfatik torasikus kedalam
rongga mulut. Dalam hal pencegahannya perawatdiharapkan dapat
memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi
setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran
empedu), dengan keadaan fisik yang menunjukan anak tampak ikterik,
feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). (Sarjadi,2000)
B. Saran
Saran bagi perawat, sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakan
asuhan keperawatan kepada klien atresia biliaris sesuai dengan indikasi
penyakit, dan sebaiknya dengan baik dan benar sesuai standar.

26
DAFTAR PUSTAKA

Sodikin. (2011)Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal


dan Hepatobilier Jakarta: Salemba Medika
Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik
dengan Clinical Pathways.Jakarta: EGC
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru
Lahiryangberkepanjangan
Wilkinson, Judith M.2007. Buku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai