Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN

DENGAN ATRESIA ANI

Disusun Oleh :
Kelompok 9
1. Laila Riza Adam
2. Nur Khumiati
3. Refan Sungsoro
4. Turmudzi
5. Wiwik Arisanti

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
ridho-Nya penulis dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada An. A Dengan Atresia Ani ” mata kuliah Keperawatan Anak.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan,
namun dengan bimbingan serta pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahawa makalah ini jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
sebelumnya.

Tegal, Januari 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang................................................................................................ 4
1.2. Tujuan............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi........................................................................................................... 2
2.2. Etiologi .......................................................................................................... 2
2.3. Patofisiologi.................................................................................................... 3
2.4. Klasifikasi....................................................................................................... 5
2.5. Gambaran klinik............................................................................................. 6
2.6. Pemeriksaan diagnosis.................................................................................... 7
2.7. Penatalaksanaan.............................................................................................. 7
2.8. komplikasi...................................................................................................... 10
2.9. Askep.............................................................................................................. 10
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1. Identitas.......................................................................................................... 20
3.2. Anamnesis...................................................................................................... 20
3.3. Pemeriksaan fisik............................................................................................ 21
3.4. Pemeriksaan penunjang.................................................................................. 24
3.5. Analisa data.................................................................................................... 24
3.6. Diagnosa keperawatan.................................................................................... 24
3.7. Intervensi........................................................................................................ 25
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan..................................................................................................... 26
4.2. Saran............................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada
anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperporata adalah
malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang ke luar (Wong,2004).
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi keseluruhan
kelainan kongenital didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia
ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul
sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih
banyak di temukan daripada pasien perempuan.
Insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi
Atresia Ani di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia,
insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.Kejadian di Amerika
Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani
timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran. (Ranjan L. Fernando, 2001).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup
besar. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar antara
5-25%. Penelitian dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang sangat
bervariasi tergantung pada tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( Soemoharjo, 2008).

1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan teoritis pada pasien
dengan atresia ani.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui tinjauan teoritis pada paisen dengan atresia ani yang
meliputi definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
WOC, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan atresia
ani yang meliputi, pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, dan
intervensi keperawatan teoritis.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus. Atresia ani
atau anus imperforadis adalah suatu keadaan dimana lubang anus tidak berlubang.
Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan “trepsis” yang
artinya nutrisi atau makanan. Menurut istilah kedokteran atresia ani adalah suatu
keadaaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan yang normal.
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada
anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperporata adalah
malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang ke luar (Wong,2004).
Atresia ani/Atresia rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rektal secara
kongenital (Dorland, 1998).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan, atresia ani adalah kelainan
kongenital pada perkembangan abnormal anorektal disaluran gastrointestinal, dimana
lubang anus tidak berlubang.

2.2. Etiologi
Atresia ani ini dikarenakan oleh ketidaknormalan perkembangan janin dalam
rahim selama kehamilan, kelainan ini karena tidak berfungsinya secara penuh saluran
anus dan akan menjadi kelainan bawaan. Dikatakan kelainan bahwa karena kelainan
ini terjadi pada bayi yang didapat segera setelah bayi lahir.
Anus imperporata terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana pada saat
perkembangan embrionik tidak sempurna pada saat proses perkembangan anus dan
rektum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor belakang berkembang menjadi
kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitourinaria dan struktur anorektal.
Atresia ani disebabkan karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur
kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut
juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan
vagina atau juga pada proses obstruksi pada anus imperporata yang dapat terjadi

5
karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan
feses tidak dapat dikeluarkan.
Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa kasus,
atresia ani kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (seperti
peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan) namun hal ini
masih belum jelas (Bobak, 2005).
Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada minggu
kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan pemisahan kloaka
menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan
septum urogenital.
Atresia ani biasanya merupakn kelainan bawaan dimana sewaktu dalam
kandungan dalam rahim ibu perkembangan organ reproduksi yaitu pembuangan tinja
tidak sempurna. Pada bayi wanita mekonium akan keluar melalui vagina sedangkan
pada bayi laki-laki akan keluar melalui penis.

2.3. Patofisiologi
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran urinari,
genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal membagi kloaka
menjadi sinus urogenital anterior dan intestinal posterior. Usia gestasi minggu ke-7,
terjadi pemisahan segmen rektal dan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi
minggu ke-9, bagian urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus
tertutup oleh membrane. Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan pada proses
tersebut. Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan
kemudian menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan untuk
buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot tersebut membantu
mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi dengan malformasi anorektal
(atresia ani) terjadi beberapa kondisi abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit
atau salah letak di depan tempat semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan
anal, rectum tidak terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan saluran kemih
atau sistem reproduksi melalui fistula, dan tidak terdapat pembukaan anus.

6
Pathway - Gg.Pertumbuhan

-Fusi

-Pembentukan anus dari


tonjolan embriogenik

ATRESIA ANI

Feses tdk keluar Vistel rektovaginal

Feses maasuk ke uretra


Feses menumpuk
Mikroorganisme masuk
saluran kemih
Peningkatan Reabsorbsi sisa
tekanan intra metabolisme oleh tubuh Dysuria
abdominal

Gg. Rasa Resiko Gg.elimina


Operasi : anoplasti, Mual, muntah nyaman nyeri si BAK
colostomi
Resiko nutrisi
Risiko
kurang dr
kekurangan
Perubahan defekasi kebutuhan
volume

Pengeluaran tdk Trauma jaringan


terkontrol

Iritasi mukosa
Nyeri Perawatan di rumah tidak adekuat

Resiko kerusakan Resiko infeksi


integritas kulit
Kurang pengetahuan

7
2.4. Klasifikasi
1. Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciricirinya adalah
rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan internal
berkembang sempurna dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus
levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan
rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula
( untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk
perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke
perineal, vestibular atau vaginal).
2. Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri-cirinya adalah
ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak menembusnya,
rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal,
ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet antara lain,
untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong
rektal ke bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan
bisa rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan rektovestibular fistula.
3. Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator). Kelainan tinggi
mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada anorektal agenesis,
rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada hubungan dengan saluran
urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum berakhir diatas muskulus puborektal
dan muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan ada anorektal
agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina
posterior. Pada laki dan perempuan biasanya rectal atresia.

8
Klasifikasi Berdasarkan Wingspread
Kelompok Kelainan Tindakan
I Laki-laki : Fistel urin, atresia rektum, perineum datar, Kolostomi
fistel tidak ada, invertogram:udara >1 cm dari kulit. neonatus; operasi
Perempuan : Kloaka, fistel vagina, fistel anovestibular/ definitif pada usia
rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada, 4-6 bulan
invertogram:udara >1 cm dari kulit. Kolostomi neonatus
II Laki-laki : Fistel perineum, membran anal, stenosis Operasi langsung
anus, fistel tidak ada, invertogram:udara <1 cm dari pada neonatus
kulit.
Perempuan : Fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak Operasi langsung
ada, invertogram: udara <1 cm dari kulit pada neonatus

2.5. Gambaran Klinik


Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Ladd dan Gross
(1966) membagi anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus.
2. Membran anus menetap.
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum.
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum yang rektum yang buntu.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina)
dan jarang rektoperineal; tidak pernah rektourinaris dan berakhir di kandung kemih
atau uretra dan ujung rekto-perineal.
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi lahir harus dilakukan
colok anus dengan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2cm ke dalam
anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika
terdapat kelainan maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat
normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
Pada pemeriksaan radiologi dengan posisi ‘tegak serta terbalik’ (dijungkir) dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan. Foto ini dilakukan setelah bayi berumur

9
lebih dari 24 jam, karena pada umur tersebut dalam keadaan normal seluruh traktus
digestivus sudah berisi udara (bayi dibalik selama 5 menit). Pemeriksaan urin perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium di dalamnya sehingga fistula
dapat diketahui lebih dini.
Menurut Linda A. Sowden, gambaran klinik yang ditimbulkan yaitu konjungtiva
pucat (hemoglobin [hb] 6 sampai 10 g/dl), telapak tangan pucat (hb di bawah 8 g/dl),
iritabilitas dan anoreksia (hb 5 g/dl atau lebih rendah), takikardia, murmur sistolik,
letargi, kebutuhan tidur meningkat, kehilangan minat terhadap mainan atau aktivitas
bermain.

2.6. Pemeriksaan diagnosis


Penetapan diagnosis untuk atresia ani dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan
diagnostik. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan penampilan fisik anus, dan
pembukaan anus. Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk menetapkan
diagnosis atresia ani antara lain urinalisis, abdominal X-Ray, pyelogram intravena,
USG abdomen, CT-Scan, MRI, kolonogram distal, aspirasi jarum, dan radiografi
invertografi.

2.7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami
malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau
beberapa kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk
operasi yang pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk
anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly), rektovaginal fistula,
rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil
jarak udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di perineum
pada radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 :
transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman
adalah stoma laras ganda.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum
dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu
setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan
10
setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan
pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia12-15 bulan
b. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh
perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian
dilakukan mandiri. Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x
sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi
dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan
dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal.
Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa
minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan. Dilatasi anal
dilakukan dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan
Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang
lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat
ditutup, namun dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
Ukuran Hegar Dilator:
Umur Anak Hegar Dilator
1-4 bulan 12

4-12 bulan 13

8-12 bulan 14

1-3 tahun 15

3-12 tahun 16

>12 tahun 17

c. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan tanpa
kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak
11
mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal
fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular, fistula, rektouretral fistula, atresia
rektum.
d. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional
Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan anus.
2. Penatalaksanaan Non Medis
a. Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang sama
dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk berlubang untuk
eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi
yang tidak ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa aman.
Menjejakkan kaki le lantai juga memfasilitasi defekasi (Stark, 1994 dalam
Hockenberry,2009).
b. Bowel Management
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
c. Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buah-buahan dan
sayuran mentah. Menghindari makanan yang memproduksi gas/menyebabkan
kram, seperti minuman karbonat, permen karet, buncis, kol, makanan pedas,
pemakaian sedotan.
d. Diet Laksatif/Tinggi Serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan seperti
ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering, makanan tinggi
lemak, coklat, dan kafein.
(a) Dilakukan pembedahan untuk membentuk lubang anus
(b) Jika terdapat fistula juga dilakukan penutupan fistula
(c) Dilakukan rujukan untuk dilakukan foto neontgend
(d) Dokter bedah akan membuatkan lubang dubur sementara, mengenai
tempat tergantung jarak usus yang mampat
(e) Apabila ususnya pendek maka akan ditarik dan akan di buat lubang,
apabila ususnya panjang biasanya dibuatkan dulu lubang lewat dinding
perut, pada usia 5 bulan dapat dibuat cara pembuatan luang dubur atau
tergantung dari kondisi anak.
12
2.8. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani adalah asidosis
hiperkloremi, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan, dan kerusakan uretra.
Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi antara lain eversi mukosa anal,
stenosis, infaksi dan kostipasi, masalah toilet training, prolaps mukosa anorectal, dan
fistula kambuhan. Komplikasi lainnya antara lain obstruksi intestinal dan
inkontinensia bowel.
a) Obstruksi intestinal atau persumbatannya saluran pencernaan
b) Bowl ineontinence atau konstipasi

2.9. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Atresia Ani/ Anus
Imperforata
1. Pengkajian
(1) Identitas pasien
Perawat mengkaji identitas pasien meliputi: nama anak, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku, nomor register, diagnosa medis, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
(2) Identitas penanggung jawab
Perawat mengkaji identitas penanggung jawab pasien meliputi: nama
orang tua/pengasuh/penanggung jawab, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat, sumber biaya.
(3) Keluhan utama
a. Konjungtiva dan telapak tangan tampak pucat
b. Klien muntah-muntah dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
c. Klien tidak terdapat defekasi mekonium
d. Klien mengalami takikardia

(4) Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang


Mual dan muntah dalam waktu 2x24 jam, konjungtiva pucat, klien
tampak demam, kebutuhan tidur klien meningkat, klien kehilangan minat
terhadap mainan atau aktivitas bermain.
13
(5) Riwayat kesehatan masa lalu
Pada keluarga apakah ada yang mengalami atresia ani
(6) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
(7) Pola nutrisi – Metabolik ( Doengoes Merillyn, E. 2000. )
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan
atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
(8) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari
produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang
pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
(9) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka inisisi.
(10) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karenadampak luka
jahitan operasi.
(11) Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

(12) Pemeriksaan fisik


Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
Data umum:
a. Keadaan umum klien : lemas dan nyeri di abdomen bagian kiri
14
b. Tanda-tanda vital :
- TD :50-70 mmHg
- Nadi :120-160 kali/menit
- Respirasi : 40-60 kali/menit
- Suhu : 36,5-37,5
c. Kesadaran klien : compos mentis
d. TB dan BB : tinggi badan dibawah normal dan berat badannya
dibawah normal (kurus).
e. Pengkajian persistem :
a) Sistem penglihatan : konjungtiva anemis.
b) Sistem pendengaran
- Inspeksi keadaan telinga : simetris, tidaknya secret.
- Palpasi daun telinga dan tragus : tidak ada nyeri
- Inspeksi dan palpasi daerah tulang mastoid : tidak ada
kemerahan, tidak ada nyeri.
c) Leher : tidak ada JVD dan JPV
d) Sistem pernafasan
- Keadaan hidung : bersih, pernapasan normal, tidak
nyeri pada saat bernapas.
- Bentuk dada : funnel chest, barrel chest, dll
- Postur tulang belakang : normal
- Gerakan dada : simetris kanan dan kiri
- Penggunaan otot-otot pernafasan : tidak ada
- Pernapasan : ronkhi, weezing, bronkhial, dll
- Palpasi daerah paru : pergerakan simetreis kanan dan
kanan, taktil premitus
- Perkusi : resonan/tidak
- Auskultasi: terdengar/tidak bronchial, bronchovesikuler,
vesikuler, ronchi, rales, wheezing

e) Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi getaran iktus kordis (PMI Point of Maksimum
Ictuskordis)
- Palpasi daerah katup-katup jantung; teraba getaran
15
- Perkusi daerah jantung; ada pembesaran
- Auskultasi S1, S2, apakah ada suara tambahan; tidak gallof
atau murmur
- Cafilarry refill; 2 detik, clubbing finger : tidak, spinter
haemorhagi : tidak.
f) Sistem pencernaan
- Daerah mulut; bibir apakah kering, warna lidah dan rongga
mulut apakah putih, gigi lengkap/tidak, apakah tidak ada
caries, stomatitis, keadaan pharynx dan tonsil apakah ada
tanda infeksi: tidak.
- Reflek mengunyah/menelan: terganggu karena anoreksia
- Abdomen : distensi abdomen
- Perkusi daerah hati pekak, suara timpani daerah lambung
tympani
- Palpasi apakah ada pembesaran hati:tidak , limpa: normal
masa daerah abdomen: ada/tidak ada.
- Apakah ada nyeri tekan daerah epigastrium: ada, nyeri
tekan abdomen bawah: ada.
g) Sistem perkemihan dan genetalia
Anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak
ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus
tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik
usus , tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja
dalam urin dan vagina (Doengoes Merillyn, E. 2000).
h) Sistem persarafan
Pengkajian nervus kranialis
- N I (olfaktorius) : dapat membedakan bau
- N II (optikus) : penglihatan terganggu, reflek pupil :
terganggu
- N III (okulomotorius) : mengangkat kelopak mata atas
(normal), kontraksi pupil (terganggu), pergerakan bola
mata (normal), reaksi cahaya (terganggu)
- N IV (troklear) : pergerakan bola mata ke kiri dan kanan
(normal)
16
- N V (trigeminus) : menutup rahang dan mengunyah
(terganggu)
- N VI (abduscent) : menggerakan mata ke atas dan ke
bawah (normal)
- N VII (fasial) : otot ekspresi wajah (normal), dahi
dapat digerakan (normal), otot sekitar mulut dapat
digerakan (normal)
- N VIII (akustikus) : fungsi keseimbangan diperiksa dengan
tes Romberg, penderita berdiri tegak dengan mata tertutup,
bila pasien terhuyung-huyung dan jatuh berarti alat
keseimbangan tidak baik (tes Romberg positif),
keseimbangan juga diperiksa dengan berdiri satu tumit atau
berjalan pada garis lurus (tidak mampu). Memeriksa
pendengaran dengan garpu tala (tes Rinne (BC > AC), dan
Weber (telinga kiri sakit, lateralisasi kanan), schwabach
(memendek))
- N IX (glossopharingeus) N X (vagus) : saraf-saraf ini
diuji bersamaan karena secara anatomi dan fungsinya saling
terkait. Ini di uji dengan gag refleks atau mengamati elevasi
bilateral langit-langit lunnak dengan cara pasien disuruh
mengatakan “ah”. (normal)
- N XI (accessorius) : diperiksa dengan kemampuan
mengangkat bahu kiri dan kanan (kontraksi muskuilus
trapezius) dan gerakan kepala (normal)
- N XII (hypoglosus) : diperiksa dengan menjulurkan
lidah, amati kesimetrisannya (simetris), gerakan lidah
mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam (normal)

i) Sistem muskuloskeletal
- Inspeksi dan palpasi struktur otot dan tulang pada daerah dada
dan punggung; Bentuknya tulang vertebrata
kifosis/skleroosis/lordosis.
- Keadaan ekstremitas bawah
17
Inspeksi : warna kulit sawo matang
j) Sistem integumen
Amati warna (sawo matang), turgor (menurun), kelembaban
(kering), tekstur (edema di abdomen), Kuku pucat.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a) Diagnosa Keperawatan: Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual
dan muntah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan hasil nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi /berkurang.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Mual dan muntah (-)
- Klien tidak lemah
- Kaji/catat pemasukan diet.
- Berikan makanan sedikit tapi sering.
- Timbang BB tiap hari bila memungkinkan.
Kolaborasi:
- Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin, serum,
transferin, natrium dan kalium.
- Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi.
- Berikan kalori tinggi, diet rendah/sedang protein.
- Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dari kebutuhan diet.
- Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, anoreksia, gangguan rasa)
dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan
- Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik/menurunkan peristaltik.
- Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari.
- Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan
keseimbangan cairan.
- Menurunkan distensi dan iritasi gaster

18
- Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan
dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh
tambahan oral, makanan selang, hiperalimentasi.
- Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal kecuali
pada pasien dialisis.
- Karbohidrat memnuhi kebutuhan energi dan memenuhi jaringan
katabolisme, mencegah pembentukan asam keton dari oksidasi
protein dan lemak.

b) Diagnosa Keperawatan : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan


dengan menurunnya intake, muntah.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan a:suhan keperawatan diharapkan hasil Klien
dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria Hasil :
- Output urin 1-2 ml/kg/jam
- Capillary refill 3-5 detik
- Turgor kulit baik
- Membrane mukosa lembab
Intervensi :
- Monitor intake-output cairan
- Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
- Pantau TTV
- Ukur dan catat BB klien
- Berikan cairan sedikit tapi sering
- Berikan perawatan mulut dan bibir dengan sering
- Observasi membrane mukosa dan turgor kulit
- Jelaskan agar menghindar makanan yang berbau dan merangsang
mual.
- Dapat mengidentifikasi status cairan klien
- Mencegah dehidrasi
- Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
- Peningkatan BB indicator adanya kelebihan cairan dalam tubuh
- Untuk meminimalkan kehilangan cairan
19
- Meminimalkan terjadinya luka pada mukosa mulut da bibir
- Perubahan dari normal tanda tersebut indikasi tidak adekuatnya
sirkulasi perifer dan dehidrasi seluler
- Menghindari adanya pengeluaran cairan peroral atau muntah.

c) Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan


dengan kebutuhan perawatan di rumah.
Tujuan :
Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah, dengan kriteria
hasil keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata
untuk bayi di rumah.
Intervensi :
- Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan.
- Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu
dilaporkan perawat.
- Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan
melakukan dilatasi pada anal secara tepat.
- Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
- Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
- Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya
serat).

d) Diagnosa Keperawatan : Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan iritasi mukosa akibat pengeluaran feses tidak terkontrol.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien dan
keluarga dapat melakukan perawatan pada kulit supaya tidak terjadi
kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:
- tidak terjadi kerusakan integritas kulit
- menjaga keutuhan kulit
- tidak terdapat eritema pada kulit
Intervensi:
20
- lakukan perawatan kulit secara rutin dan optimal
- ubah dan atur posisi pasien saat BAB
- lindungi pasien dari kontaminasi feses

e) Diagnosa Keperwatan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan suhan keperawatan pada klien nyeri akan
berkurang.
Kriteria hasil:
- Nyeri yang dirasakan klien akan berkurang
- Mencegah bertambahnya rasa nyeri
- Klien dapat memengendalikan nyeri
- Kolaborasi: berikan obat analgetik yang sesuai untuk pasien.
Intervensi:
- Bantu pasien melakukan tindakan kenyamanan yang efektif pada
saat nyeri seperti menggunakan teknik relaksasi, distraksi, dan
kompres hangat/dingin.
- Atur posisi pasien supaya tetap nyaman dan dapat mengurangi nyeri.
- Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri
dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui
televisi, radio, tape, dan interaksi dengan keluarga.

3. Implementasi
Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari :
validasi rencana keperawatan, dokumentasi rencana keperawatan dan
melakukan tindakan keperawatan.
a) Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah
menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi.
Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian.

b) Dokumentasi rencana keperawatan

21
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus
mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat
hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk
membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.
c) Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang
maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang
direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat
maupun situasi.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan
pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah menilai
apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

BAB III
22
TINJAUAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : An. A
Usia : 4 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 13 Maret 2009
Alamat : Pemalang
Agama : Islam
No RM : 381-68-77
Masuk RS : 6 Januari 2014

3.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada orangtua pasien tanggal 21 Januari
2014
1. Keluhan Utama : Pasien tidak memiliki anus sejak lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diketahui tidak memiliki anus sejak lahir. Kondisi ini diketahui pada saat
pasien berusia 3 hari oleh dokter di Pemalang yang merawat pasien. Menurut
orangtua pasien, sejak lahir sampai diketahui tidak memiliki anus, pasien tidak
pernah buang air besar dari daerah anus, tidak ada bercak kotoran di pembalut
yang digunakan pasien. Pada usia 6 hari, pasien menjalani operasi kolostomi
dan dipasang stoma di rumah sakit di Jakarta.
Sejak operasi stoma hingga saat ini, BAB pasien keluar melalui stoma dan
ditampung di kantong kolostomi. Kantong penampung dibersihkan setiap 3 - 4
hari oleh ibu pasien. Riwayat perdarahan, infeksi, dan keluhan terkait stoma
pada pasien disangkal. Riwayat demam, muntah kehijauan, nyeri perut hebat,
perut yang membesar, tidak BAB lebih dari 3 hari disangkal. Riwayat keluar
kotoran dari lubang kencing saat BAK atau tanpa BAK disangkal, tidak ada
keluhan BAK lainnya. Pasien dapat beraktivitas seperti anak anak seusianya.
Saat ini pasien telah menjalani operasi pembuatan anus di RSCM.

3. Riwayat Kehamilan dan Perkembangan


23
Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien berusia 38 tahun saat mengandung
pasien, ayah berusia 58 tahun. Menurut ibu pasien, dia rutin memeriksakan
kehamilan di bidan sesuai jadwal yang diberikan dan mengonsumsi obat yang
diberikan kepadanya. Riwayat penggunaan obat-obatan tanpa resep, konsumsi
jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada perut disangkal. Pasien lahir cukup
bulan menurut dokter, melalui operasi sectio secarea, karena bukaan leher rahim
yang tidak maju setelah diberikan obat. Ketika lahir pasien langsung menangis,
tidak biru, namun ditempatkan di incubator terlebih dahulu. Berat lahir pasien
3000 gram. Orangtua tidak mengingat panjang badan pasien.
Pasien telah diimunisasi lengkap di Puskesmas sesuai program yang diberikan
pada ibu pasien. Pasien memiliki perkembangan yang setara dengan anak anak
seusianya, lincah dan aktif, saat ini sudah mampu berbicara dengan lancar dan
tidak ada keluhan terkait masalah kesehatan fisik dan mental.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah dirawat selama 3 hari di rumah sakit karena diare. Riwayat
penyakit campak, cacar, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit kuning, luka
sukar sembuh disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Sepupu dari ibu pasien diketahui juga memiliki kelainan tidak memiliki anus
sejak lahir, telah dioperasi dan saat ini tidak ada keluhan. Riwayat alergi, asma,
luka sukar sembuh, penyakit jantung, penyakit kuning disangkal.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : baik
Tekanan darah : 95/55 mmHg
Nadi : 110 kali per menit
Suhu : 360C
Pernapasan : 24 kali per menit
Berat Badan :15,5kg
Tinggi Badan :104cm
Kepala : normosefal, tidak tampak kelainan
24
Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB
Paru : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur maupun gallop
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi feses positif.
Auskultasi : bising usus positif, normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa
Perkusi : timpani
Anus : Terdapat anal dimple
Ekstremitas : Akral hangat, Crt <2 detik, tidak ada edema, tidak tampak
deformitas
Foto pasien (preoperasi)

25
Kondisi Post Operasi : Kesadaran : kompos mentis, Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Terpasang NGT, IV line dan kateter urin. Tekanan darah : 90/50 mmHg, Nadi : 106 kali per
menit, Suhu : 36,80C, Pernapasan : 22 kali per menit. Kepala : normosefal, tidak tampak
kelainan, Leher : tidak tampak kelainan, tidak teraba pembesaran KGB, Paru : vesikuler,
tidak terdapat ronki maupun wheezing, Jantung : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur
maupun gallop, Abdomen : Inspeksi : datar, lemas. Stoma kesan vital, produksi feses positif.,
Auskultasi : bising usus positif normal, Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Perkusi : timpani .
Anus : Tampak luka dan jahitan pada anus, tidak tampak perdarahan atau pus pada luka dan
sekitarnya. Tidak ada keluhan nyeri pada luka. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2
detik,tidak ada edema, tidak tampak deformitas
Foto pasien (post operasi hari pertama)

26
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 9.9g 11.5 – 14.5 g/dL
Hematokrit 30,2 33 – 43 %
Eritrosit 4.14 3.9 – 5.3 x 106 /μL
MCV 76,5 76 – 90 fL
MCH 25,1 25 – 31 pg
MCHC 32.8 32 – 36 g/dL
Leukosit 24,77 4 – 12 x 103/μL
Trombosit 374 150 – 400 x 103/μL
PT 12,5(11,5) 9.8 – 12.6 s
APTT 40,4(32,6) 31 – 47 s
SGOT 22 <56 U/L
SGPT 10 <39 U/L
Kreatinin darah 0,5 0.8 – 1.3 mg/dL
Ureum darah 19 <50 mg/dL
Glukosa sewaktu 75 <140 mg/dL
Natrium darah 132 132 – 147 mEq/L
Kalium darah 4,89 3.3 – 5.4 mEq/L
Klorida darah 96,5 94 – 111 mEq/L

3.5. ANALISA DATA


DATA PROBLEM ETIOLOGI
DS : - kerusakan Prosedur bedah
DO : tampak luka dan jahitan pada anus, tidak integritas
tampak perdarahan atau pus pada luka jahitan jaringan
disekitarnya, tidak ada keluhan nyeri pada
luka.

3.6. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Kerusakan integritas jaringan b.d. prosedur bedah

27
3.7. INTERVENSI
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KH INTERVENSI
KEPERAWATAN
Kerusakan setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi (6550)
integritas jaringan keperawatan, kulit kembali 1. Monitor adanya tanda dan
berhubungan normal dengan kriteria gejala infeksi sistemik dan
dengan prosedur hasil : lokal
bedah Penyembuhan luka : primer 2. Periksa kondisi setiap
(1102) sayatan bedah atau luka
1. Memperkirakan 3. Tingkatkan asupan nutrisi
(kondisi) kulit (110201) yang cukup
(3) 4. Ajarkan pasien dan anggota
2. Pembentukan bekas keluarga bagaimana cara
luka (110214) (3) menghindari infeksi
Status nutrisi (1004) 5. Jaga penggunaan antibiotik
1. Asupan gizi (100401) dengan bijaksana
(4) Manajemen nutrisi (1100)
2. Hidrasi (100411) (5) 1. Tentukan status gizi pasien
dan kemampuan (pasien)
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Tentukan apa yang menjadi
preferensi makanan bagi
pasien
3. Beri obat obatan sebelum
makan, jika diperlukan
4. Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan ntuk memenuhi
persyaratan gizi
5. Ciptakan lingkkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
BAB VI

28
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar. Atresia ani kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan walaupun belum pasti. Prinsip penatalaksanaan atresia ani tergantung
klasifikasinya. Prinsip asuhan keperawatan baik pre operasi maupun post operasi
tutup kolostomi adalah mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan.

4.2. Saran
Melalui makalah ini kami sebagai penyusun menyarankan kepada pembaca
untuk memperhatikan bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
atresia ani, sebagai salah satu asuhan keperawatan yang bisa terjadi pada anak yang
baru lahir.

DAFTAR PUSTAKA
29
Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas.
Edisi 4. Jakarta: EGC

Betz, Cecily L dan Sowden Linda A.2002.Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC

Doenges, M. E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C.( 2000). Rencana asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC

Donna L.Wong.2004.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Sudarti . 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi Dan Anak.Yogyakarta : Nuha Medika

Lampiran

30
1.1. Gambar – Gambar Atresia Ani

31
32
WOC ATRESIA ANI - Gg.Pertumbuhan

-Fusi

-Pembentukan anus dari


tonjolan embriogenik

ATRESIA ANI

Feses tdk keluar Vistel rektovaginal

Feses maasuk ke uretra


Feses menumpuk
Mikroorganisme masuk
saluran kemih
Peningkatan Reabsorbsi sisa
tekanan intra metabolisme oleh tubuh Dysuria
abdominal

Gg.eliminasi BAK
Operasi : anoplasti, Mual, muntah
colostomi Manajemen cairan (4120)
Manajemen nutrisi (1100) 1. Hitung / timbang
Resiko nutrisi 1. Tentukan status gizi & kemampuan utk memenuhi gizi popok dgn baik
kurang dr 2. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi 2. Monitor TTV
3. Ciptakan lingkungan yg optimal 3. Berikan terapi IV
Perubahan defekasi kebutuhan 4. Beri obat – obatan sebelum makan, jika diperlukan 4. Monitor status gizi
5. Monitor kalori dan asupan makanan 5. Dukung pasien &
keluarga utk
Pengeluaran tdk Trauma jaringan membantu dlm
terkontrol pemberian makan
dgn baik

Iritasi mukosa
Nyeri Perawatan di rumah tidak adekuat

Resiko kerusakan Manajemen nyeri (1400) infeksi


Resiko
integritas kulit 1. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
2. Observasi adanya Resiko kurang pengetahuan
Perlindungan infeksi (6550) petunjuk non verbal
1. Monitor adanya tanda dan
3. Pastikan perawatan
analgesik bagi
gejala infeksi sistemik dan Pendidikan kesehatan (5510)
pasien dilakukan
lokal dgn pemantauan 1. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup
perilaku saat ini pd individu dan keluarga
2. Periksa kondisi setiap sayatan ketat
2. Rumuskan tujuan dlm program pendidikan
4. Berikan informasi
bedah atau luka kesehatan
mengenai nyeri
3. Gunakan ceramah utk menyampaikan informasi dlm
3. Tingkatkan asupan nutrisi 5. Bantu keluarga dlm
jumlah besar
mencari dan
yang cukup
menyediakan 4. 33 berbagai strategi dan intervensi utama dlm
Gunakan
4. Ajarkan pasien dan anggota dukungan program pendidikan
5. Rencanakan tindaklanjut jangka panjang utk
keluarga bagaimana cara
memperkuat perilaku kesehatan
menghindari infeksi

Anda mungkin juga menyukai