DISUSUN OLEH
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................4
A. Latar belakang...............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................5
A. Konsep Dasar Kasus autis.............................................................................................5
1. Pengertian autis........................................................................................................5
2. Jenis autis.................................................................................................................5
3. Etiologi.....................................................................................................................6
4. Patofisiologi.............................................................................................................7
5. Penangana anak autis...............................................................................................9
6. Pengertian interaksi sosial......................................................................................11
B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................................12
1. Pengkajian..............................................................................................................12
a. Identitas Klien..................................................................................................12
b. Riwayat Kesehatan...........................................................................................13
2). Riwayat Kesehatan Dahulu........................................................................13
3). Riwayat Kesehatan Sekarang.....................................................................13
4). Riwayat Kesehatan Keluarga......................................................................13
c. Pemeriksaan Fisik............................................................................................13
d. Diagnosa Keperawatan yang Muncul.............................................................14
e. Intervensi Keperawatan...................................................................................15
f. Implementasi ..................................................................................................20
g. Evaluasi...........................................................................................................20
C. Lampiran Mapping Jurnal......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
(WHO, 2019) Jumlah anak autism di dunia memiliki perbandingan 1 dari 160 anak,
Estimasi ini mewaikili angka rata-rata dan pravalensi yang dilaporkan bervariasi secara
substansial diseluruh penelitian didunia. Sedangkan di Indonesia diperkirakan penyandang
autisme yaitu 2,4 juta orang dengan pertambahan penyandang baru 500 orang/tahun
(Kemenpppa, 2018). Menurut data dari kemendikbud (2016) ada sekitar 13 ribu siswa anak
autisme di jawa timur.
Penyebab autis sampai saat ini belum ditemukan, namun sudah dapat dideteksi sejak
masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa yang menyenangkan dengan
mampu melakukan perilaku sosial seperti berempati kepada orang lain, berbagi dengan
sebayanya, peduli dengan memberikan bantuan dan melakukan kegiatan dengan teman
sebayanya. Namun keadaan tersebut tidak ada pada diri anak autis, sehingga masalah ini dapat
mengganggu dan mempengaruhi perkembangan sosial komunikasi dan minat sehingga anak
autis cenderung menyendiri. Dengan hal ini dapat mempengaruhi hubungan dan penerimaan
teman sebaya maupun kegagalan dalam penyesuaian di lingkungannya, sehingga berdampak
terhadap penurunan keterampilan sosial pada anak autis.
Bermain merupakan salah satu perangsang yang didapat dari lingkungan untuk
meningkatkan tumbuh kembang anak (Adimayanti, et al., 2019). Bermain dapat dijadikan
terapi yang sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial pada anak autis (Suryati &
Rahmawati, 2016). Salah satu terapi bermain yang dapat dilakukan pada anak autis adalah
1
terapi bermain flashcard. Menurut (Rapmauli & Matulessy , 2015) dengan adanya terapi
bermain flashcard, anak autis mengalami peningkatan pada kontak mata, respon bahasa
respektif dan kemampuan bahasa ekspresif. Terapi ini dilakukan selama 4x dalam waktu 5 hari
dalam seminggu sampai anak benar-benar memahami instruksi dari terapis (Rapmauli &
Matulessy , 2015). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terapi
bermain flashcard terhadap tingkat keterampilan sosial pada anak autis.
Menurut Harris dalam (Jamaris, 2018) Autisme merupakan keadaan yang adanya
kelainan pada perkembangan otak khususnya yang berkaitan pada neurologika. Autisme
berlangsung sepanjang hidup yang dapat mempengaruhi interaksi dengan lingkungan dan
orang –orang sekitarnya (Jamaris, 2018). Kemampuan dalam berinteraksi sosial, Bahasa dan
komunikasi serta kemampuan akademik terhambat akibat dari keadaan tersebut, gejala
tersebut dapat diketahui pada usia kurang dari tiga tahun (Jamaris, 2018).
Secara umum anak autisme dalam menirukan perilaku, keterampilan dan cara bermain
yang diajarkan kepadanya, keterampilan itu sendiri diajarkan dan dipraktekkan sampai benar-
benar anak autisme dapat melakukannya sendiri (Jamaris, 2018). Maka dari itu, pengajar
maupun orang tua perlu intens dalam melatih anak autisme agar dapat mempraktikkan sampai
benar-benar bisa melakukannya sendiri (Jamaris, 2018).
Sampai saat ini belum ada yang menjelaskan dengan tepat yang melibatkan penyebab
anak autisme dengan berbagai bagian otak dan bagaimana keadaannya (Jamaris, 2018).
Menurut hasil penelitian ahli terkait (Jamaris, 2018) bahwa autisme berkaitan dengan faktor
keuturunan, perubahan dalam gen merupakan faktor yang berhubungan dengan kromosom
dapat menimbulkan autisme (Jamaris, 2018). Walaupun orang tuanya tidak ada yang autis,
perubahan gen pada orang tua dapat menurunkan atas yang mengidap autisme dan kelainan
gen yang terjadi secara spontan pada waktu sel telur dan sel sperma bertemu dan membentuk
embrio (Jamaris, 2018). Faktor lingkungan juga sebagai penyebab autisme dengan adanya
perubahan lingkungan seperti hal nya polusi yang bisa berakibat bayi menjadi autisme pada
saat di dalam kandungan ibu (Jamaris, 2018). Penelitian H.E. Cook & W.S. Scherer dalam
(Jamaris, 2018). Menjelaskan bahwa autisme bisa disebabkan oleh mutasi kromosom dan
penelitian tersebut diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan pada anak kembar yang
menjelaskan hampir 90% autism disebabkan oleh faktor genetik.
Menurut Osland dalam (Agusniatih & Monepa, 2019) keterampilan sosial merupakan
kemampuan menjalin dan memelihara hubungan dengan membangung jaringan berdasarkan
2
kemampuan untuk menemukan tujuan serta membangun hubungan sesama manusia dengan
baik.
Dari beberapa pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampalian
sosial merupakan perilaku yang dapat dipelajari dan digunakan individu dalam melakukan
hubungan interpersonal guna memperoleh pengukuhan dari lingkungan sekitarnya (Agusniatih
& Monepa, 2019).
Menurut penelitian dari (Tri, 2019) keterampilan sosial pada anak memiliki beberapa
indicator : Keterampilan komunikasi, Penerimaan teman sebaya, Membina hubungan dengan
kelompok, Mengatasi konflik saat bermain, Perilaku berhubungan dengan diri sendiri.
Keterampilan sosial mempunyai fungsi untuk sarana memperoleh hubungan yang baik
dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya (Agusniatih & Monepa, 2019). Untuk itu
adanya tujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial yang dilakukan penelitian oleh borba
dalam (Agusniatih & Monepa, 2019) yaitu:
a. Empati, merupakan kemampuan memahami dan merasakan khawatir kepada orang lain.
Terapi bermain merupakan suatu usaha untuk mengubah tingkah laku yang salah,
dengan membawa anak dalam kondisi bermain (Adriana, 2011). Kemampuan fisik,
intelektual, emosional dan sosial merupakan cerminan dari bermain (Adriana, 2011).
Terapi bermain mempunyai banyak manfaat yaitu dapat membuang energi ekstra dan
mengoptimalkan seluruh bagian tubuh, terapi bermain juga dapat mengembangkan berbagai
keterampilan yang sangat berguna sepanjang hidupnya, meningkatkan kreativitas dan
menemukan arti dari benda-benda yang ditemukan anak disekitarnya (Adriana, 2011). Terapi
bermain ini dapat mencegah anak untuk marah dan iri hati kepada orang lain sehingga
mempunyai kesempatan agar dapat bergaul dengan lingkungan sekitarnya (Adriana, 2011).
3
Terapi bermain dapat menciptakan anak usia dini pada tahap praoperasional dimana
anak-anak menunjukan dengan kata-kata, imajinasi dan gambar maka dari itu salah satu terapi
yang sangat cocok adalah terapi bermain flashcard karena dapat sebagai media pembelajaran
yang dapat diambil nilai-nilai pembelajarannya (Nurwidayati, 2015) Flashcard adalah kartu
kecil terdapat gambar, teks maupun tanda yang dapat menuntun anak untuk mengingat dan
menarik perhatian serta dapat mengungkapkan ide-idenya saat melihat gambar tersebut. Hal
ini sesuai dengan susilana dan riyana dalam (Nurwidayati, 2015) flashcard merupakan media
pembelajaran yang berupa kartu berukuran 25x30cm. Gambar yang ada di flashcard memiliki
keterangan dan pesan yang dapat mengeluarkan ide-ide pada anak tersebut (Nurwidayati,
2015)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
e. Kelahiran premature, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu atau
kurang.
6
2.4 Patofisioligi
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa
penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian
membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidak seimbangan biokimia,
faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan
oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit
kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).
7
2.5 Penanganan Anak Autis
Umumnya, kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan
adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan
usaha yang lebih berat lagi untuk dapat mengatasinya. Pada kondisi tertentu, pekerja
sosial juga mengalami kesulitan ketika menangani anak autis. Menurut Mirza Maulana
dalam bukunya “Anak Autis”, penanganan autisme mencakup dua hal, yaitu penanganan
dini dan penanganan terpadu. Untuk penanganan dini, terdiri dari beberapa cara:
8
berbagai cara, yang penting berusaha merangsang anak secara intensif sedini
mungkin agar ia mampu keluar dari dunianya sendiri.
b. Dibantu Terapi di Rumah salah satu metode intervensi dini yang banyak
diterapkan di Indonesiaa adalah modifikasi atau lebih dikenal ABA (aplied
behavior analysis), yang ditemukan oleh psikolog asal Amerika, O. Ivar Lovaas di
tahun 1964. Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berbagai macam
keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomu-nikasi,
berinteraksi, berbicara, berbahasa dan seterusnya. Namun terutama yang perlu
diterapkan adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat
mengubah perilaku seenaknya sendiri menjadi perilaku yang lazim dan diterima
masyarakat. Kelebihan metode intervensi ini adalah pendekatannya yang
sistematis, terstruktur dan terukur pada penyandang autisme untuk mengetahui
ketidakmampuannya.Penanganan Anak Autis dalam Interaksi Sosial (Asrizal)
c. Masuk Kelompok Khusus: Biasanya setelah 1-2 tahun menjalani intervensi dini
dengan baik, si anak siap untuk masuk kekelompok kecil, bahkan ada yang siap
untuk masuk kekelompok bermain. Mereka yang belum siap masuk kekelompok
bermain, bisa diikut-sertakan ke kelompok khusus. Dikelompok ini mereka
mendapatkan kurikulum yang khusus dirancang secara individual, disini pula anak
akan mendapatkan berbagai tenaga ahli, seperti psikiater, psikolog, terapis wicara,
terapis okupasi dan ortopedagog.
9
menggunakan teknik pengajaran reinforcement (penguatan) dan kontrol terhadap
stimulus.
a. Floor time, yaitu berdasar pada teori perkembangan keterampilan kognitif dalam
4-5 tahun pertama kehidupan yang didasarkan pada emosi dan relationship.
Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terpadu untuk
intervensi anak yang mempunyai kesulitan besar dalam berhubungan,
berkomunikasi dan teknik intervensi interaktif yang sistematik. Inilah yang
disebut floor time.
Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu lain. Individu
satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan
yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antar individu dengan individu,
individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.14Interaksi menurut H.
Bonner dalam bukunya “Sosial Psikologi”, mengemukakan bahwa inter-aksi sosial adalah
10
suatu hubungan antara dua individu atau lebih. Satu individu manusia dimana kelakuan
individu tersebut dapat mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu
lain atau sebaliknya.
Pengertian anak autis memiliki banyak makna (multi tafsir), tergantung dari sudut
mana pengertian tersebut diambil. Anak autis sering juga disebut dengan Autisme atau
golongan autis. Secara terminologi, autisme dapat diartikan sebagai, (1) gejala menyendiri
atau menutup diri secara total dari dunia riil dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan
dunia luar, (2) ialah cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri
sendiri, (3) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan, harapan sendiri dan menolak
realitas, dan (4) keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Ditinjau dari segi perilaku, anak-anak penderita autis cenderung untuk melukai
dirinya sendiri, tidak percaya diri, bersikap agresif, menanggapi secara kurang atau
berlebihan terhadap stimulasi eksternal, dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya
secara tidak wajar.10 Autisme memiliki gejala-gejala utama yang menonjol pada diri anak
autis, sehingga bagi orang lain dapat mengenali bahwa anak tersebut adalah anak autis
atau autisme. Gejala-gejala tersebut meliputi gangguan atau keanehan dalam berinteraksi
dengan lingkungan. Autisme juga memiliki gangguan dalam kemampuan berkomunikasi
baik verbal maupun anverbal. Selain itu juga autisme memiliki gangguan keanehan dalam
berperilaku.
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli dan dokter di dunia
masih memperdebatkannya. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan
biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan jiwa. Ahli
lainnya lagi berpendapat karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun sehingga mengakibatkan kerusakan pada usus besar,
kemudian mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik, termasuk autis.
Widyawati mengemukakan bahwa ada berbagai macam teori tentang penyebab autis,
yaitu teori psikososial, teori biologis dan teori imunologi. Gangguan autisme
menyebabkan anak-anak penyandang autis semakin jauh tertinggal apabila dibandingkan
dengan anak-anak non-autis yang sebaya ketika usia mereka semakin bertambah. Apabila
dibandingkan dengan anak normal, anak-anak autis jauh lebih sedikit belajar dari
lingkungannya.Anak-anak autis tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak yang
lain seusianya.
11
Anak autis menunjukkan kegagalan membina hubungan interpersonal yang
ditandai dengan kurangnya respons terhadap lingkungan atau kurangnya minat kepada
orang atau anak di sekitarnya. Kekhususan pada anak autis adalah sulitnya berkonsentrasi,
memiliki dunia sendiri, sehingga anak autis sulit berinteraksi dengan lingkungan. Anak
autis memiliki cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, menolak realitas dan
memiliki keasyikan yang ekstrim dengan pikiran dan fantasinya sendiri
b. Riwayat Kesehatan
12
Anak kurang merespon orang lain.
Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal. Keterbatasan
kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut
Peka terhadap bau.
e. Psikososial
Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
Perilaku menstimulasi diri
Pola tidur tidak teratur
Permainan stereotip
Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
Tantrum yang sering
Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
Kemampuan bertutur kata menurun
Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
Refleks mengisap buruk
Tidak mampu menangis ketika lapar
g. Gastrointestinal
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan
3 Masalah Keperawatan
Hambatan komkunikasi verbal
Resiko Gangguan Perkembangan
4 Intervensi Kepertawatan
Berdasarkan SDKI, SLKI, SIKI
13
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Gangguan Komunikasi Luaran Utama: Intervensi Utama:
Verbal (D.0119) 1. Komunikasi verbal 1. Promosi komunikasi: defisit bicara
(l.13118) (1.13492)
Penyebab: Luaran Tambahan: Intervensi Pendukung:
1. Penurunan sirkulasi 1. Dukungan sosial 1. Dukungan kepatuhan program
serebral (L.13113) pengobatan (1.12361)
2. Gangguan 2. Fungsi sensori 2. Latihan memori (1.06188)
neuromusculer (L.06048) 3. Manajemen medikasi (1.14517)
3. Gangguan pendengaran 3. Harga diri 4. Reduksi ansietas (1.09314)
4. Ganggaun (L.09069) 5. Terapi validasi (1.09332)
musculoskeletal 4. Kesadaran diri
5. Kelainan palatum (L.09072) Promosi komunikasi: defisit bicara
6. Hambatan fisik (mis. 5. Orientasi kognitif Tindakan:
Terpasang trakheostomi, (L.09081) Observasi
intubasi, 1. Monitor kecepatan, tekanan,
krikotiroidektomi) Komunikasi verbal kuantitas, volume, dan diksi bicara
7. Hambatan individu (mis. Tujuan 2. Monitor proses kognitif, anatomis,
Ketakutan, kecemasan, Setelah dilakukan dan fisiologis yang berkaitan
merasa malu, emosional, tindakan keperawatan dengan bicara (mis. Memori,
kurang privasi) selama ….. jam, pendengaran, dan bahasa)
8. Hambatan psikologis komunikasi verbal 3. Monitor frustasi, marah, depresi,
(mis. Gangguan psikotik, meningkat atau hal lain yang mengganggu
gangguan konsep diri, bicara
harga diri rendah, Kriteria Hasil: 4. Identifikasi perilaku emosional
gangguan emosi) 1. Kemampuan dan fisik sebagai bentuk
9. Hambatan lingkungan berbicara komunikasi
(mis. Keitidakcukupan meningkat Terapeutik
informasi, ketiadaan 2. Kemampuan 1. Gunakan metode komunikasi
orang terdekat, mendengar alternatif (mis. Menulis, mata
ketidaksesuaian budaya, meningkat berkedip, papan komunikasi
bahasa asing) 3. Kesesuaian dengan gambar dan huruf, isyarat
10. ................................. ekspresi tangan, dan komputer)
............... wajah/tubuh 2. Sesuaikan gaya komunikasi
meningkat dengan kebutuhan (mis. Berdiri di
Dibuktikan dengan 4. Kontak mata depan pasien, dengarkan dengan
Gejala dan tanda mayor: meningkat seksama, tunjukkan satu gagasan
1. Tidak mampu berbicara 5. Afasia menurun atau pemikiran sekaligus,
atau mendengar 6. Disfasia menurun bicaralah dengan perlahan sambil
2. Menunjukkan respon 7. Apraksia menurun menghindari teriakan, gunakan
tidak sesuai 8. Disleksia menurun komunikasi tertulis, atau meminta
Gejala dan tanda minor: 9. Disatria menurun bantuan keluarga untuk
1. Afasia 10. Afonia menurun memahami ucapan pasien)
2. Disfasia 11. Dislalia menurun 3. Modifikasi lingkungan untuk
3. Apraksia 12. Pelo menurun meminimalkan bantuan
4. Disleksia 13. Gagap menurun 4. Ulangi apa yang disampaikan
5. Disartria 14. Respons perilaku pasien
6. Afonia membaik 5. Berikan dukungan psikologi
7. Dislalia 15. Pemahaman 6. Gunakan juru bicara, jika perlu
8. Pelo komunikasi Edukasi
9. Gagap membaik 1. Anjurkan berbicara perlahan
10. Tidak ada kontak mata 2. Ajarkan pasien dan keluarga
11. Sulit memahami proses kognitif, anatomis, dan
komunikasi fisiologis yang berhubungan
15
12. Sulit mempertahankan dengan kemampuan berbicara
komunikasi
13. Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh
Diagnosa
Luaran Intervensi
Keperawatan
Resiko gangguan Luaran Utama: Intervensi Utama:
perkembangan 1. Status 1. Promosi perkembangan anak ( I.10340)
(D.0107) perkembangan 2. Promosi perkembangan Remaja
(L.10101) (I.10341)
Faktor resiko: Luaran Intervensi Pendukung:
1. Ketidakadekuatan Tambahan: 1. Dukungan kelompok (I.12380)
nutrisi 1. Dukungan 2. Edukasi nutrisi anak (I.12396)
2. Ketidakadekuatan keluarga 3. Manajemen perilaku (I.12463)
perawatan (L.13112) 4. Promosi koping (I.09312)
prenatal 2. Kinerja 5. Terapi keluarga (I.09322)
3. Keterlambatan pengasuhan Promosi perkembangan anak
perawatan (L.13117) Tindakan:
prenatal 3. Kontrol resiko Observasi
4. Usia hamil (L.14128) 1. Identifikasi kebutuhan khusus anak dan
dibawah 15 tahun 4. Organisasi kemampuan adaptasi anak
5. Usia hamil diatas perilaku bayi
35 tahun (L.05043) Terapeutik
6. Kehamilan tidak 5. Tingkat 1. Fasillitasi hubungan anak dengan teman
terencana pengetahuan sebaya
7. Kehamilan tidak (L.12111) 2. Dukung anak berinteraksi dengan anak
diinginkan lain
8. Gangguan Status 3. Dukung anak mengekspresikan
endokrin Perkembangan perasaannya secara positif
9. Prematuritas Tujuan: 4. Dukung anak dalam bermimpi atau
10.Kelainan genetic/ Setelah dilakukan berfantasi sewajarnya
congenital tindakan 5. Bernyanyi bersama anak lagu lagu yang
11.Kerusakan otak keperawatan disukai
12.Penyakit kronis selama ……. . 6. Bacakan cerita atau dongeng untuk anak
13.Infeksi status 7. Berikan mainan yang sesuai dengan usia
15
14.Efek samping perkembangan anak
terapi membaik 8. Diskusikan dengan remaja tujuan dan
15.Penganiayaan harapannya
16.Ganguuan Kriteria Hasil: 9. Sediakan kesempatan dan alat alat untuk
pendengaran 1. Ketrampilan/ menggambar, melukis, dan mewarnai
17.Gangguan perilaku sesuai
penglihatan usia meningkat Edukasi
18.Penyalahgunaan 2. Kemampuan 1. Jelaskan nama nama benda objek yang
zat melakukan ada di sekitar
19.Ketidakmampuan perawatan diri 2. Ajarkan perkembangan dan perilaku
belajar meningkat yang dibentuk
20.Anak adopsi 3. Respon sosial 3. Ajarkan sikap kooperatif, bukan
21.Kejadian bencana meningkat kompetisi diantara anak
22.Ekonomi lemah 4. Kontak mata 4. Ajarkan cara anak meminta bantuan dari
meningkat anak lain
5. Kemarahan 5. Ajarkan teknik asertif pada anak dan
menurun remaja
6. Regresi menurun 6. Demonstrasikan kegiatan yang dapat
7. Afek membaik meningkatkan perkembangan
8. Pola tidur 7.
membaik
1. asi Keperawatan
5 Implementasi Keperawatan
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua
perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam
implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan
kepada perawat lain yang dipercaya
6 Evaluasi:
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan, bagaimana
reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang telah diberikan dan menetapkan
apa yang menjadi sasaran dan perencanaan keperawatan.
1 Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan
keluarga segera pada saat dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan
keperawatan, dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan
2 Evaluasi sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan
rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah.
Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan
adalah nutrisinya sesuai dengan usian
15
MAPING JURNAL
NO NAMA PENULIS JUDUL JURNAL METODE HASIL PENELITIAN
PENELITIAN
1 YustinaYettieWanda Perkembangan interaksi social Metode Kualitatif Pada tahun pertama di sekolah inklusi, K masih belum
nsari (2018) anak autis disekolah inklusi melakukan kontak social juga, tapi saat mulai duduk di kelas 3,
ditinjau dari persepektif ibu. K mulai melakukan kontak social dengan teman-temannya. Saat
berbicara dengan orang lain, K mau memandang mata lawan
bicaranya dan K juga sudah dapat mengenali semua teman-
teman dan juga gurunya.
15
strategi yang dilakuka noleh orang tua pada aspek bahasa dan
komunikasi yaitu menggunakan strategi menirukan apa yang
3 Aisti Rahayu Strategi pengajaran interaksi Penelitian kualitatif ini, diucapkan oleh informan serta menempelkan tulisan di atas meja
Kharisma Siwi social kepada anak autis peneliti mengunakan studi belajar
kasus
2018
15
2019 AUTIS DALAM INTERAKSI
SOSIAL (KasusAnakAutis di
SekolahInklusi, SD
NegeriGiwanganKotamadya
Yogyakarta)
Metode yang
KARAKTERISTIK
digunakanadalahdeskriptif
6 Jendriadi PROSOSIAL ANAK AUTIS
kualitatifdenganpengambil
Banoet,2019 USIA DINI DI KUPANG
an data
menggunakanobservasiana
kdanwawancaradengan
orang tua MS adalah anak laki-laki yang berusia 9 tahun yang saat ini
duduk di bangkudasar II[rendah]. Gerakan motoric kasar pada
MS masih tampa tujuan. Perilaku motoric kasar tampa tujuan
adalah berlarisen diri diluar kelas sembari teriak, berjalan sambil
“bengong” dan mengayungkan tangan, melompat-lopmpat
seperti kanguru, duduk sambil memukul-mukul meja. Saat
pembelajaran di kelasmaupun di rumah, Subjek di damping oleh
guru pendamping khusus
15
sih, 2020 psikoterapi bagian akautis pada dengan metode deskriptif
masa pandemic covid 19
15
2019 Pengaruh peran orang tua pada dengan pendekatan cross social pada anak autis
terapi wicara terhadap sectional
kemampuan bicara pada anak
penderitaautis di SDK STA
Maria assumpta dan pusat
layanan autis naimata kota
Kupang Metode penelitian ini
Bayu Ajie menggunakan 10 artikel
Syahputra, 2020 Pengaruh terapi bermain
yang didapatkan dari
10 flashcard terhadap tingkat
pencarian sistematis
keterampilan social pada anak
database e- resources
autis
Perpusnas , PMC, Ebsco,
ProQuest dan Google
scholar (2015-2020).
Jurnal hasil dari screening
ini telah sesuai dengan
kriteria inklusi dan kriteria
dimana artikel ini
merupakan hasil dari
penelitian dengan data
primer.
15
BAB 3
3.1 Pembahasan
15
Hasil penelitian yang dilakukan pada orang tua yang memiliki anak autis
menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki peran baik berjumlah 27 orang (77,1%)
dan peran kurang berjumlah 8 orang (22,9%). Peran orang tua pada terapi bicara
sebagian besar berada pada kategori baik dikarenakan sebagian besar orang tua
melalukan pengawasan yang membimbing seperti mengajarkan kalimat sederhana,
memberi penjelasan pada setiap kegiatan pada anak, pemberian contoh yang baik
seperti menggunakan isyarat untuk memperjelas pembicaraan atau perintah,
mengulangi kata-kata agar anak dapat mengingat dan meniru kata-kata yang
disampaikan dan melakukan pendekatan pribadi seperti selalu mengadakan kontak
mata, memberi sentuhan serta memberi pujian pada anak.
15
BAB 4
15
DAFTAR PUSTAKA
Susanti, K. d., wijaya, a. & ike, h., 2019. pengaruh terapi bermain flashcard terhadap
perkembangan anak usia pra sekolah. jurnal kesehatan.
Adimayanti, E., Siyamti, D. & Susilo, T., 2019. Program Bimbingan Melalui Terapi Bermain
Untuk Mengembangkan Perilaku Adaptif Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Pengabdian Kesehatan, 2(2).
Adriana, D., 2011. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Agusniatih, A. & Monepa, J. M., 2019. Keterampilan Sosial Anak Usia Dini (Teori dan metode
pengembangan). Tasikmalaya: EDU PUBLISHER.
Diahwati, R., Hariyono & Hanurawan, F., 2016. Keterampilan Sosial Siswa Berkebutuhan
Khusus Di Sekolah Dasar Inklus. Jurnal Pendidikan, 1(8), p. 1612—1620.
Fitriani, 2016. Pengaruh Terapi Bermain Flashcard Terhadap Kemampuan Komunikasi.
Guivarch, J. et al., 2017. Impact of an implicit social skills training group in children with autism
spectrum disorder without intellectual disability: A before-and-after stud. jurnal ilmiah.
Handojo, Y., 2003. Autisma. jakarta: PT Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.Hariyono,
Romli, L. Y. & Indrawati, U., 2020. Buku pedoman penyusunan Literature Review.
Jombang: s.n.
Jamaris, M., 2018. Anak Berkebutuhan Khusus. bogor: Ghalia Indonesia.
James, L. F., 2009. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta: Think.
Kemenpppa, 2018. Hari Peduli Autis Sedunia : Kenali Gejalanya, Pahami Keadaannya. [Online]
Available at: kemenpppa.go.id[Accessed 08 maret 2020].
Levy ,J. & Dunsmuir, S., 2020. Lego Therapy: Building social skills for adolescents with an
autism spectrum disorder. 37(1).
Nurwidayati, A., 2015. Peningkatan perkembangan kognitif anak usia dini melalui permainan
flashcard di pos PAUD catleya 60 di kabupaten jember.
Okuno, H. et al., 2016. Simultaneous Training for Children with Autism Spectrum Disorder and
Their Parents with a Focus on Social Skills Enhancement.
Pittala, E. T. et al., 2018. Clinical outcomes of interactive, intensive and individual (3i) play
therapy for children with ASD: a two-year follow-up study. jurnal ilmiah.
Rapmauli, T. D. & Matulessy , A., 2015. Pengaruh Terapi Bermain Flash Card Untuk
Meningkatkan Interaksi Sosial Pada Anak Autis Di Miracle Center Surabaya. Jurnal
Psikologi Indonesia, 4(01), pp. 51-60.
Roderick, K. C. R. et al., 2017. Effects of a Social Skills Intervention on Children with Autism
Spectrum Disorder and Peers with Shared Deficits. jurnal ilmiah, 40(2).
sagita, e. l., 2017. Peningkatan Kemampuan Berbicara Menggunakan Media Flash Card Bagi
Anak Autis Kelas Tk B Di Slb Citra Mulia Mandiri Yogyakarta.
septiany, M., 2015. MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA. Setyaningsih, W., 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua
15
Dengan Perkembangan Sosial Anak Autisme Di Slb Harmoni Surakarta. Jurnal Kesehatan,
VI(2), pp. 123-129.
Suharminir, T., Purwandari, Mahabbati, A. M. & Purwanto, H., 2017. 11PENGEMBANGAN
PENGUKURAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR INKLUSIF
BERBASIS DIVERSITY AWARENESS. JURNAL PENELITIAN ILMU PENDIDIKAN,
10(1).
suraya, c., 2020. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Interaksi Sosial Anak Autisme Di Sekolah
Luar Biasa (Slb). Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan , 12(1).
Suryati, 2016. PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ANAK
AUTIS DI SDLB PROF. DR. SRI SOEDEWI MASJCHUN SOFWAN, SH JAMBI
TAHUN 2014. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1).
Suryati & Rahmawati, 2016. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di
SDLB PROF. DR. SRI SOEDEWI MASJHUN SOFWAN, SH JAMBI TAHUN
2014. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1).
Sutinah, 2017. Terapi bermain berpengaruh terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak
autis. riset informasi kesehatan, 6(1).
Syamsiatin, E., 2018. Bermain dan Permainan AUD. Banten: Universitas Terbuka.
Tri, H., 2019. TINGKAT KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR SETELAH
MENERIMA PEMBELAJARAN PERMAINAN TRADISIONAL DI SD NEGERI
NGRANCAH BANTUL TAHUN AJARAN 2018/2019. jurnal pendidikan.
15