Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


AUTISME PADA ANAK
(DISUSUN GUNA MEMENUHI MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK)

DISUSUN OLEH

1. DEWI HANDAYANI 14201.12.20058


2. DEWI KURNIAWATI 14201.12.20059
3. DIMAS ALFAN R 14201.12.20060
4. DIMAS BIMA FANDI A 14201.12.20061
5. DWI AGUNG W 14201.12.20063
6. DWY AGUSTINA 14201.12.20064

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT


Bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata pelajaran Keperawatan anak dengan membuat
Asuhan Keperawatan Autisme pada anak, dalam bentuk makalah. Dalam penyusunan tugas
makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata pelajaran Keperawatan Anak di Stikes Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................4
A. Latar belakang...............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................5
A. Konsep Dasar Kasus autis.............................................................................................5
1. Pengertian autis........................................................................................................5
2. Jenis autis.................................................................................................................5
3. Etiologi.....................................................................................................................6
4. Patofisiologi.............................................................................................................7
5. Penangana anak autis...............................................................................................9
6. Pengertian interaksi sosial......................................................................................11
B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................................12
1. Pengkajian..............................................................................................................12
a. Identitas Klien..................................................................................................12
b. Riwayat Kesehatan...........................................................................................13
2). Riwayat Kesehatan Dahulu........................................................................13
3). Riwayat Kesehatan Sekarang.....................................................................13
4). Riwayat Kesehatan Keluarga......................................................................13
c. Pemeriksaan Fisik............................................................................................13
d. Diagnosa Keperawatan yang Muncul.............................................................14
e. Intervensi Keperawatan...................................................................................15
f. Implementasi ..................................................................................................20
g. Evaluasi...........................................................................................................20
C. Lampiran Mapping Jurnal......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Autisme merupakan kondisi yang terdapat pada seseorang sejak lahir atau balita yang
membuat penderita tidak bisa melakukan hubungan sosial atau komunikasi secara normal,
sehingga anak autis cenderung dijauhi dari manusia yang normal dan terjerumus dalam dunia
repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif (Setyaningsih, 2015). Karakteristik dari anak
penyandang autisme ada yang lain yaitu cuek dengan sekitar, diam ketika dipanggil dan
berbicara yang tidak diketahui orang lain sehingga mempengaruhi masalah keterampilan
social. Anak autis mengalami gangguan yang kompleks pada keterampilan sosial yang
meliputi gangguan perkembangan komunikasi, gangguan sosial dan gangguan keterlambatan
untuk berimajinasi.

(WHO, 2019) Jumlah anak autism di dunia memiliki perbandingan 1 dari 160 anak,
Estimasi ini mewaikili angka rata-rata dan pravalensi yang dilaporkan bervariasi secara
substansial diseluruh penelitian didunia. Sedangkan di Indonesia diperkirakan penyandang
autisme yaitu 2,4 juta orang dengan pertambahan penyandang baru 500 orang/tahun
(Kemenpppa, 2018). Menurut data dari kemendikbud (2016) ada sekitar 13 ribu siswa anak
autisme di jawa timur.

Penyebab autis sampai saat ini belum ditemukan, namun sudah dapat dideteksi sejak
masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa yang menyenangkan dengan
mampu melakukan perilaku sosial seperti berempati kepada orang lain, berbagi dengan
sebayanya, peduli dengan memberikan bantuan dan melakukan kegiatan dengan teman
sebayanya. Namun keadaan tersebut tidak ada pada diri anak autis, sehingga masalah ini dapat
mengganggu dan mempengaruhi perkembangan sosial komunikasi dan minat sehingga anak
autis cenderung menyendiri. Dengan hal ini dapat mempengaruhi hubungan dan penerimaan
teman sebaya maupun kegagalan dalam penyesuaian di lingkungannya, sehingga berdampak
terhadap penurunan keterampilan sosial pada anak autis.

Bermain merupakan salah satu perangsang yang didapat dari lingkungan untuk
meningkatkan tumbuh kembang anak (Adimayanti, et al., 2019). Bermain dapat dijadikan
terapi yang sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial pada anak autis (Suryati &
Rahmawati, 2016). Salah satu terapi bermain yang dapat dilakukan pada anak autis adalah

1
terapi bermain flashcard. Menurut (Rapmauli & Matulessy , 2015) dengan adanya terapi
bermain flashcard, anak autis mengalami peningkatan pada kontak mata, respon bahasa
respektif dan kemampuan bahasa ekspresif. Terapi ini dilakukan selama 4x dalam waktu 5 hari
dalam seminggu sampai anak benar-benar memahami instruksi dari terapis (Rapmauli &
Matulessy , 2015). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terapi
bermain flashcard terhadap tingkat keterampilan sosial pada anak autis.

Menurut Harris dalam (Jamaris, 2018) Autisme merupakan keadaan yang adanya
kelainan pada perkembangan otak khususnya yang berkaitan pada neurologika. Autisme
berlangsung sepanjang hidup yang dapat mempengaruhi interaksi dengan lingkungan dan
orang –orang sekitarnya (Jamaris, 2018). Kemampuan dalam berinteraksi sosial, Bahasa dan
komunikasi serta kemampuan akademik terhambat akibat dari keadaan tersebut, gejala
tersebut dapat diketahui pada usia kurang dari tiga tahun (Jamaris, 2018).

Secara umum anak autisme dalam menirukan perilaku, keterampilan dan cara bermain
yang diajarkan kepadanya, keterampilan itu sendiri diajarkan dan dipraktekkan sampai benar-
benar anak autisme dapat melakukannya sendiri (Jamaris, 2018). Maka dari itu, pengajar
maupun orang tua perlu intens dalam melatih anak autisme agar dapat mempraktikkan sampai
benar-benar bisa melakukannya sendiri (Jamaris, 2018).

Sampai saat ini belum ada yang menjelaskan dengan tepat yang melibatkan penyebab
anak autisme dengan berbagai bagian otak dan bagaimana keadaannya (Jamaris, 2018).
Menurut hasil penelitian ahli terkait (Jamaris, 2018) bahwa autisme berkaitan dengan faktor
keuturunan, perubahan dalam gen merupakan faktor yang berhubungan dengan kromosom
dapat menimbulkan autisme (Jamaris, 2018). Walaupun orang tuanya tidak ada yang autis,
perubahan gen pada orang tua dapat menurunkan atas yang mengidap autisme dan kelainan
gen yang terjadi secara spontan pada waktu sel telur dan sel sperma bertemu dan membentuk
embrio (Jamaris, 2018). Faktor lingkungan juga sebagai penyebab autisme dengan adanya
perubahan lingkungan seperti hal nya polusi yang bisa berakibat bayi menjadi autisme pada
saat di dalam kandungan ibu (Jamaris, 2018). Penelitian H.E. Cook & W.S. Scherer dalam
(Jamaris, 2018). Menjelaskan bahwa autisme bisa disebabkan oleh mutasi kromosom dan
penelitian tersebut diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan pada anak kembar yang
menjelaskan hampir 90% autism disebabkan oleh faktor genetik.

Menurut Osland dalam (Agusniatih & Monepa, 2019) keterampilan sosial merupakan
kemampuan menjalin dan memelihara hubungan dengan membangung jaringan berdasarkan

2
kemampuan untuk menemukan tujuan serta membangun hubungan sesama manusia dengan
baik.

Dari beberapa pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampalian
sosial merupakan perilaku yang dapat dipelajari dan digunakan individu dalam melakukan
hubungan interpersonal guna memperoleh pengukuhan dari lingkungan sekitarnya (Agusniatih
& Monepa, 2019).

Menurut penelitian dari (Tri, 2019) keterampilan sosial pada anak memiliki beberapa
indicator : Keterampilan komunikasi, Penerimaan teman sebaya, Membina hubungan dengan
kelompok, Mengatasi konflik saat bermain, Perilaku berhubungan dengan diri sendiri.

Keterampilan sosial mempunyai fungsi untuk sarana memperoleh hubungan yang baik
dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya (Agusniatih & Monepa, 2019). Untuk itu
adanya tujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial yang dilakukan penelitian oleh borba
dalam (Agusniatih & Monepa, 2019) yaitu:

a. Empati, merupakan kemampuan memahami dan merasakan khawatir kepada orang lain.

b. Bertanggung jawab, menuntun anak agar dapat menyelesaikan tugasnya.

Terapi bermain merupakan suatu usaha untuk mengubah tingkah laku yang salah,
dengan membawa anak dalam kondisi bermain (Adriana, 2011). Kemampuan fisik,
intelektual, emosional dan sosial merupakan cerminan dari bermain (Adriana, 2011).

Terapi bermain mempunyai banyak manfaat yaitu dapat membuang energi ekstra dan
mengoptimalkan seluruh bagian tubuh, terapi bermain juga dapat mengembangkan berbagai
keterampilan yang sangat berguna sepanjang hidupnya, meningkatkan kreativitas dan
menemukan arti dari benda-benda yang ditemukan anak disekitarnya (Adriana, 2011). Terapi
bermain ini dapat mencegah anak untuk marah dan iri hati kepada orang lain sehingga
mempunyai kesempatan agar dapat bergaul dengan lingkungan sekitarnya (Adriana, 2011).

Bermain merupakan aktivitas alamiah dalam perkembangan dan pertumbuhan pada


manusia (Syamsiatin, 2018). Berdasarkan pandangan dari ahli kegiatan bermain pada anak
adalah bagian dari proses perkembangan yang dilakukan oleh anak (Syamsiatin, 2018).
Kegiatan bermain pada anak selalu berubah sesuai dengan usia dan pengalaman pada anak
(Syamsiatin, 2018).

3
Terapi bermain dapat menciptakan anak usia dini pada tahap praoperasional dimana
anak-anak menunjukan dengan kata-kata, imajinasi dan gambar maka dari itu salah satu terapi
yang sangat cocok adalah terapi bermain flashcard karena dapat sebagai media pembelajaran
yang dapat diambil nilai-nilai pembelajarannya (Nurwidayati, 2015) Flashcard adalah kartu
kecil terdapat gambar, teks maupun tanda yang dapat menuntun anak untuk mengingat dan
menarik perhatian serta dapat mengungkapkan ide-idenya saat melihat gambar tersebut. Hal
ini sesuai dengan susilana dan riyana dalam (Nurwidayati, 2015) flashcard merupakan media
pembelajaran yang berupa kartu berukuran 25x30cm. Gambar yang ada di flashcard memiliki
keterangan dan pesan yang dapat mengeluarkan ide-ide pada anak tersebut (Nurwidayati,
2015)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Autisme


Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek
bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalamannya. Anak-anak
autis biasanya kurang dapat merasakan kontak sosial. Anak autis menganggap bahwa
segala sesuatu yang ditunjukkan kepadanya merupakan hal buruk yang perlu mereka
hindari. Sehingga mereka cenderung enggan melakukan berbagai aktifitas bermain secara
normal yang memerlukan keterampilam dan koordinasi motorik yang baik.
(Veskarisyanti, 2018).
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi
perkembangn bahasa dan kemampuan seorang anak untuk berkomunikasi, berinteraksi,
serta berprilaku (medical news today, 2019). Istilah autis hingga kini masih banyak
masyarakat yang belum mengenal secara baik apa yang dimaksud autis, sehingga
seringkali permasalahan autisme ini dianggap sebagai suatu hal yang negatif.

Autisme adalah sekelompok gangguan perkembangan yang berpengaruh hingga


sepanjang hidup yang memiliki dasar penyebab gangguan perkembangan di otak
(neurodevelopmental) (Margaretha,2019). Autisme sekarang disebut sebagai gangguan
spektrum autism atau autism spectrum disorder (ASD) karena gejala dan tingkat
keparahannya bervariasi pada setiap penderita.

2.2 Faktor resiko Autisme


Faktor-faktor yang jadi pemicu autisme:
a. Jenis kelamin. Anak laki-laki memiliki resiko hingga 4 kali lebih tinggi mengalami
autis di bandingkan dengan anak perempuan.
b. Faktor keturunan. Orang tua yang mengidap autis beresiko memiliki anak dengan
kelainan yang sama.
c. Penularan selama dalam kandungan. Contohnya, efek samping terhadap minuman
beralkohol atau obat-obatan (terutama obat epilepsy untuk ibu hamil) selama dalam
kandungan.
d. Pengaruh gangguan lainnya, seperti sindrom down, distrofi otot, neurofibromatosis,
sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy) serta sindrom rett.

5
e. Kelahiran premature, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu atau
kurang.

2.3 Tanda dan Gejala Autisme


Gejala autisme digolongkan dalam dua kategori yaitu :
1. Kategori pertama : kategori ini merujuk pada penyandang autism dengan gangguan
dalam melakukan interaksi social dan berkomunikasi. Gejala ini dapat meliputi
masalah kepekaan terhadap lingkungan social dan gangguan penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal.
2. Kategori kedua : penyandang autisme dengan gangguan yang meliputi pola pikir,
minat dan perilaku berulang yang kaku. Contoh gerakan berulang, misalnya mengetuk-
ngetuk atau meremas tangan, serta merasa kesal saat rutinitas tersebut.
Umumnya, penyandang autism cenderung memiliki masalah dalam belajar dan kondisi
kejiwaan lainnya, seperti gangguan hiperaktif atau disebut juga Attention Deficit
Hiperactivity Disorder (ADHD), kecemasan dan depresi.
Tanda Autisme berbeda pada setiap interval umumnya :
a) Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun , anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat, cuek menghadapi orang tuanya, tidak bersemangat dalam permainanan
sederhana ( cilik baa atau kiss bye ), anak tidak berupaya menggunakan kata-kata.
Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau mainan untuk
bayi,menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tidak
tertarik pada kedua tangannya sendiri.
b) Pada usia 2- 3 tahun, dengan gejala suka mencium atau menjilati benda-benda disertai
kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat , menolak
untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas,serta relative cuek
menghadapi kedua orang tuanya.
c) Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu, bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau
berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia( mengulang-ulang apa yang diucapkan orang
lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara
yang aneh,biasanya bernada tinggi dan monoton, kontak mata terbatas, walaupun dapat
diperbaiki, tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan
merangsang diri sendiri.

6
2.4 Patofisioligi
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa
penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian
membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidak seimbangan biokimia,
faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan
oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit
kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).

7
2.5 Penanganan Anak Autis
Umumnya, kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan
adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan
usaha yang lebih berat lagi untuk dapat mengatasinya. Pada kondisi tertentu, pekerja
sosial juga mengalami kesulitan ketika menangani anak autis. Menurut Mirza Maulana
dalam bukunya “Anak Autis”, penanganan autisme mencakup dua hal, yaitu penanganan
dini dan penanganan terpadu. Untuk penanganan dini, terdiri dari beberapa cara:

a. Intervensi dini Autisme memang merupakan gangguan neurobioligis yang


menetap. Gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan
perilaku. Gangguan neurobiligis tidak bisa diobati, tetapi gejala-gejalanya bisa
dihilangkan atau dikurangi, sampai orang awam tidak lagi dapat membedakan
mana anak non-autis dan mana anak autis. Semakin dini terdiagnosis dan ter-
intervensi, semakin besar kesempatan untuk “sembuh”. Penyandang autisme
dinyatakan sembuh bila gejalanya tidak kentara lagi sehingga ia mampu hidup dan
berbaur secara normal dalam masyarakat luas. Intervensi ini bisa dilakukan dengan

8
berbagai cara, yang penting berusaha merangsang anak secara intensif sedini
mungkin agar ia mampu keluar dari dunianya sendiri.

b. Dibantu Terapi di Rumah salah satu metode intervensi dini yang banyak
diterapkan di Indonesiaa adalah modifikasi atau lebih dikenal ABA (aplied
behavior analysis), yang ditemukan oleh psikolog asal Amerika, O. Ivar Lovaas di
tahun 1964. Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berbagai macam
keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomu-nikasi,
berinteraksi, berbicara, berbahasa dan seterusnya. Namun terutama yang perlu
diterapkan adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat
mengubah perilaku seenaknya sendiri menjadi perilaku yang lazim dan diterima
masyarakat. Kelebihan metode intervensi ini adalah pendekatannya yang
sistematis, terstruktur dan terukur pada penyandang autisme untuk mengetahui
ketidakmampuannya.Penanganan Anak Autis dalam Interaksi Sosial (Asrizal)

c. Masuk Kelompok Khusus: Biasanya setelah 1-2 tahun menjalani intervensi dini
dengan baik, si anak siap untuk masuk kekelompok kecil, bahkan ada yang siap
untuk masuk kekelompok bermain. Mereka yang belum siap masuk kekelompok
bermain, bisa diikut-sertakan ke kelompok khusus. Dikelompok ini mereka
mendapatkan kurikulum yang khusus dirancang secara individual, disini pula anak
akan mendapatkan berbagai tenaga ahli, seperti psikiater, psikolog, terapis wicara,
terapis okupasi dan ortopedagog.

Menurut Abdul Hadis dalam bukunya “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Autistik” mengistilahkan dengan layanan pendidikan, yaitu meliputi layanan pendidikan
awal dengan program intervensi dini, dengan program terapi penunjang dan layanan
pendidikan lanjutan. Depdiknas dalam hal memberikan layanan pendidikan awal dengan
program penanganan dini, mengemukakan bahwa program penanganan dini untuk anak
autis mencakup Discrete Trial Training (DTT) dari lovaas, program yang didasari oleh
model perilaku “operant conditioning” yaitu pemberian hadiah atau penguatan terhadap
perilaku positif yang terjadi dan dikehendaki oleh guru, orang tua dan masyarakat, agar
perilaku baik itu diulang-ulang atau dipertahankan. Intervensi learning experience and
alternative program for preschooler and parent (LEAP). Program LEAP adalah
perkembangan sosial anak (kekurangan sosial yang dialami anak autistik). Model LEAP

9
menggunakan teknik pengajaran reinforcement (penguatan) dan kontrol terhadap
stimulus.

a. Floor time, yaitu berdasar pada teori perkembangan keterampilan kognitif dalam
4-5 tahun pertama kehidupan yang didasarkan pada emosi dan relationship.
Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terpadu untuk
intervensi anak yang mempunyai kesulitan besar dalam berhubungan,
berkomunikasi dan teknik intervensi interaktif yang sistematik. Inilah yang
disebut floor time.

b. Treatment and Education of autistik and Re-lated Comunication Handicapped


Children (TEACH). Penanganan dalam program ini termasuk diagnosa, terapi,
konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, karena telah dipandang sebagai
keluarga dan komunitas yang hamonis,26 tunjangan hidup dan tenaga kerja dan
berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang khusus para
terapis, dalam program TEACH harus memiliki pengetahuan dalam berbagai
bidang termasuk speech pathology, lembaga kemasyarakatan, intervensi dini,
pendidikan luar biasa dan psikologi. Konsep pembelajaran dari model atau
pendekatan TEACH berdasarkan pada tingkah laku, perkembangan dan dari sudut
pandang teori ekologi yang berhubungan dengan dasar autisme.

Penanganan kedua yang dilakukan adalah penangan terpadu. Penanganan terpadu


bagi anak autis merupakan sebuah keharusan apabila penanganan dini tidak berhasil
secara objektif, apalagi orang tua menginginkan anaknya dapat sembuh dari gangguan
autis. Selain pekerja sosial, orang tua memiliki peran penting karena dibutuhkan
pemahaman, kasabaran dan konsistensi dalam upaya penyembuhan anak dari gangguan
autis. Proses pendidikan dan pengajaran yang didapatkan oleh anak dari orang tua, seko-
lah, dan lingkungan sangat berpengaruh pada keberhasilan penanganan autis pada anak. B

2.6 Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu lain. Individu
satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan
yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antar individu dengan individu,
individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.14Interaksi menurut H.
Bonner dalam bukunya “Sosial Psikologi”, mengemukakan bahwa inter-aksi sosial adalah

10
suatu hubungan antara dua individu atau lebih. Satu individu manusia dimana kelakuan
individu tersebut dapat mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu
lain atau sebaliknya.

Pengertian anak autis memiliki banyak makna (multi tafsir), tergantung dari sudut
mana pengertian tersebut diambil. Anak autis sering juga disebut dengan Autisme atau
golongan autis. Secara terminologi, autisme dapat diartikan sebagai, (1) gejala menyendiri
atau menutup diri secara total dari dunia riil dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan
dunia luar, (2) ialah cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri
sendiri, (3) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan, harapan sendiri dan menolak
realitas, dan (4) keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Ditinjau dari segi perilaku, anak-anak penderita autis cenderung untuk melukai
dirinya sendiri, tidak percaya diri, bersikap agresif, menanggapi secara kurang atau
berlebihan terhadap stimulasi eksternal, dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya
secara tidak wajar.10 Autisme memiliki gejala-gejala utama yang menonjol pada diri anak
autis, sehingga bagi orang lain dapat mengenali bahwa anak tersebut adalah anak autis
atau autisme. Gejala-gejala tersebut meliputi gangguan atau keanehan dalam berinteraksi
dengan lingkungan. Autisme juga memiliki gangguan dalam kemampuan berkomunikasi
baik verbal maupun anverbal. Selain itu juga autisme memiliki gangguan keanehan dalam
berperilaku.
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli dan dokter di dunia
masih memperdebatkannya. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan
biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan jiwa. Ahli
lainnya lagi berpendapat karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun sehingga mengakibatkan kerusakan pada usus besar,
kemudian mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik, termasuk autis.
Widyawati mengemukakan bahwa ada berbagai macam teori tentang penyebab autis,
yaitu teori psikososial, teori biologis dan teori imunologi. Gangguan autisme
menyebabkan anak-anak penyandang autis semakin jauh tertinggal apabila dibandingkan
dengan anak-anak non-autis yang sebaya ketika usia mereka semakin bertambah. Apabila
dibandingkan dengan anak normal, anak-anak autis jauh lebih sedikit belajar dari
lingkungannya.Anak-anak autis tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak yang
lain seusianya.

11
Anak autis menunjukkan kegagalan membina hubungan interpersonal yang
ditandai dengan kurangnya respons terhadap lingkungan atau kurangnya minat kepada
orang atau anak di sekitarnya. Kekhususan pada anak autis adalah sulitnya berkonsentrasi,
memiliki dunia sendiri, sehingga anak autis sulit berinteraksi dengan lingkungan. Anak
autis memiliki cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, menolak realitas dan
memiliki keasyikan yang ekstrim dengan pikiran dan fantasinya sendiri

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)


Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya
autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya
autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi
(nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan,
lamanya persalinan, letak plasenta bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( <
2500 gram)

2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)


Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang
lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak
mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan
ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari
pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang
memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda
tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan
baik, secara fisik terlalu lemah.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)


Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan
atauketurunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan
c. Status perkembangan anak..

12
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal. Keterbatasan
kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus

f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

g. Gastrointestinal
 Penurunan nafsu makan
 Penurunan berat badan

3 Masalah Keperawatan
 Hambatan komkunikasi verbal
 Resiko Gangguan Perkembangan

4 Intervensi Kepertawatan
Berdasarkan SDKI, SLKI, SIKI

13
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Gangguan Komunikasi Luaran Utama: Intervensi Utama:
Verbal (D.0119) 1. Komunikasi verbal 1. Promosi komunikasi: defisit bicara
(l.13118) (1.13492)
Penyebab: Luaran Tambahan: Intervensi Pendukung:
1. Penurunan sirkulasi 1. Dukungan sosial 1. Dukungan kepatuhan program
serebral (L.13113) pengobatan (1.12361)
2. Gangguan 2. Fungsi sensori 2. Latihan memori (1.06188)
neuromusculer (L.06048) 3. Manajemen medikasi (1.14517)
3. Gangguan pendengaran 3. Harga diri 4. Reduksi ansietas (1.09314)
4. Ganggaun (L.09069) 5. Terapi validasi (1.09332)
musculoskeletal 4. Kesadaran diri
5. Kelainan palatum (L.09072) Promosi komunikasi: defisit bicara
6. Hambatan fisik (mis. 5. Orientasi kognitif Tindakan:
Terpasang trakheostomi, (L.09081) Observasi
intubasi, 1. Monitor kecepatan, tekanan,
krikotiroidektomi) Komunikasi verbal kuantitas, volume, dan diksi bicara
7. Hambatan individu (mis. Tujuan 2. Monitor proses kognitif, anatomis,
Ketakutan, kecemasan, Setelah dilakukan dan fisiologis yang berkaitan
merasa malu, emosional, tindakan keperawatan dengan bicara (mis. Memori,
kurang privasi) selama ….. jam, pendengaran, dan bahasa)
8. Hambatan psikologis komunikasi verbal 3. Monitor frustasi, marah, depresi,
(mis. Gangguan psikotik, meningkat atau hal lain yang mengganggu
gangguan konsep diri, bicara
harga diri rendah, Kriteria Hasil: 4. Identifikasi perilaku emosional
gangguan emosi) 1. Kemampuan dan fisik sebagai bentuk
9. Hambatan lingkungan berbicara komunikasi
(mis. Keitidakcukupan meningkat Terapeutik
informasi, ketiadaan 2. Kemampuan 1. Gunakan metode komunikasi
orang terdekat, mendengar alternatif (mis. Menulis, mata
ketidaksesuaian budaya, meningkat berkedip, papan komunikasi
bahasa asing) 3. Kesesuaian dengan gambar dan huruf, isyarat
10. ................................. ekspresi tangan, dan komputer)
............... wajah/tubuh 2. Sesuaikan gaya komunikasi
meningkat dengan kebutuhan (mis. Berdiri di
Dibuktikan dengan 4. Kontak mata depan pasien, dengarkan dengan
Gejala dan tanda mayor: meningkat seksama, tunjukkan satu gagasan
1. Tidak mampu berbicara 5. Afasia menurun atau pemikiran sekaligus,
atau mendengar 6. Disfasia menurun bicaralah dengan perlahan sambil
2. Menunjukkan respon 7. Apraksia menurun menghindari teriakan, gunakan
tidak sesuai 8. Disleksia menurun komunikasi tertulis, atau meminta
Gejala dan tanda minor: 9. Disatria menurun bantuan keluarga untuk
1. Afasia 10. Afonia menurun memahami ucapan pasien)
2. Disfasia 11. Dislalia menurun 3. Modifikasi lingkungan untuk
3. Apraksia 12. Pelo menurun meminimalkan bantuan
4. Disleksia 13. Gagap menurun 4. Ulangi apa yang disampaikan
5. Disartria 14. Respons perilaku pasien
6. Afonia membaik 5. Berikan dukungan psikologi
7. Dislalia 15. Pemahaman 6. Gunakan juru bicara, jika perlu
8. Pelo komunikasi Edukasi
9. Gagap membaik 1. Anjurkan berbicara perlahan
10. Tidak ada kontak mata 2. Ajarkan pasien dan keluarga
11. Sulit memahami proses kognitif, anatomis, dan
komunikasi fisiologis yang berhubungan

15
12. Sulit mempertahankan dengan kemampuan berbicara
komunikasi
13. Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh

Diagnosa
Luaran Intervensi
Keperawatan
Resiko gangguan Luaran Utama: Intervensi Utama:
perkembangan 1. Status 1. Promosi perkembangan anak ( I.10340)
(D.0107) perkembangan 2. Promosi perkembangan Remaja
(L.10101) (I.10341)
Faktor resiko: Luaran Intervensi Pendukung:
1. Ketidakadekuatan Tambahan: 1. Dukungan kelompok (I.12380)
nutrisi 1. Dukungan 2. Edukasi nutrisi anak (I.12396)
2. Ketidakadekuatan keluarga 3. Manajemen perilaku (I.12463)
perawatan (L.13112) 4. Promosi koping (I.09312)
prenatal 2. Kinerja 5. Terapi keluarga (I.09322)
3. Keterlambatan pengasuhan Promosi perkembangan anak
perawatan (L.13117) Tindakan:
prenatal 3. Kontrol resiko Observasi
4. Usia hamil (L.14128) 1. Identifikasi kebutuhan khusus anak dan
dibawah 15 tahun 4. Organisasi kemampuan adaptasi anak
5. Usia hamil diatas perilaku bayi
35 tahun (L.05043) Terapeutik
6. Kehamilan tidak 5. Tingkat 1. Fasillitasi hubungan anak dengan teman
terencana pengetahuan sebaya
7. Kehamilan tidak (L.12111) 2. Dukung anak berinteraksi dengan anak
diinginkan lain
8. Gangguan Status 3. Dukung anak mengekspresikan
endokrin Perkembangan perasaannya secara positif
9. Prematuritas Tujuan: 4. Dukung anak dalam bermimpi atau
10.Kelainan genetic/ Setelah dilakukan berfantasi sewajarnya
congenital tindakan 5. Bernyanyi bersama anak lagu lagu yang
11.Kerusakan otak keperawatan disukai
12.Penyakit kronis selama ……. . 6. Bacakan cerita atau dongeng untuk anak
13.Infeksi status 7. Berikan mainan yang sesuai dengan usia

15
14.Efek samping perkembangan anak
terapi membaik 8. Diskusikan dengan remaja tujuan dan
15.Penganiayaan harapannya
16.Ganguuan Kriteria Hasil: 9. Sediakan kesempatan dan alat alat untuk
pendengaran 1. Ketrampilan/ menggambar, melukis, dan mewarnai
17.Gangguan perilaku sesuai
penglihatan usia meningkat Edukasi
18.Penyalahgunaan 2. Kemampuan 1. Jelaskan nama nama benda objek yang
zat melakukan ada di sekitar
19.Ketidakmampuan perawatan diri 2. Ajarkan perkembangan dan perilaku
belajar meningkat yang dibentuk
20.Anak adopsi 3. Respon sosial 3. Ajarkan sikap kooperatif, bukan
21.Kejadian bencana meningkat kompetisi diantara anak
22.Ekonomi lemah 4. Kontak mata 4. Ajarkan cara anak meminta bantuan dari
meningkat anak lain
5. Kemarahan 5. Ajarkan teknik asertif pada anak dan
menurun remaja
6. Regresi menurun 6. Demonstrasikan kegiatan yang dapat
7. Afek membaik meningkatkan perkembangan
8. Pola tidur 7.
membaik

1. asi Keperawatan
5 Implementasi Keperawatan
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua
perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam
implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan
kepada perawat lain yang dipercaya

6 Evaluasi:
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan, bagaimana
reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang telah diberikan dan menetapkan
apa yang menjadi sasaran dan perencanaan keperawatan.
1 Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan
keluarga segera pada saat dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan
keperawatan, dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan
2 Evaluasi sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan
rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah.
Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan
adalah nutrisinya sesuai dengan usian

15
MAPING JURNAL
NO NAMA PENULIS JUDUL JURNAL METODE HASIL PENELITIAN
PENELITIAN
1 YustinaYettieWanda Perkembangan interaksi social Metode Kualitatif Pada tahun pertama di sekolah inklusi, K masih belum
nsari (2018) anak autis disekolah inklusi melakukan kontak social juga, tapi saat mulai duduk di kelas 3,
ditinjau dari persepektif ibu. K mulai melakukan kontak social dengan teman-temannya. Saat
berbicara dengan orang lain, K mau memandang mata lawan
bicaranya dan K juga sudah dapat mengenali semua teman-
teman dan juga gurunya.

Penangan anautis mencakup dua hal, yaitu penanganan dini dan


penanganan terpadu. Untuk penanganan dini, terdiri dari
Penanganan Anak Autis dalam Metode penulisan dalam beberapa cara, seperti intervensi dini, dibantu terapi di rumah,
Azrizal (2017) Interaksi Sosial karya ilmiah ini adalah dan masuk kelompokk husus. Adapun penanganan terpadu
2 studi kepustakaan (library bagiana kautis menjadi sebuah keharusan apabila penanganan
reserch) atau studi dini tidak berhasil secara objektif
dokumentasi

Analisis terdapat beberapa strategi pendampingan orang tua


dalam mengajarkan interaksi social kepada anak autis yaitu

15
strategi yang dilakuka noleh orang tua pada aspek bahasa dan
komunikasi yaitu menggunakan strategi menirukan apa yang
3 Aisti Rahayu Strategi pengajaran interaksi Penelitian kualitatif ini, diucapkan oleh informan serta menempelkan tulisan di atas meja
Kharisma Siwi social kepada anak autis peneliti mengunakan studi belajar
kasus
2018

Hasil yang didapatkan sesudah dilakukan terapi bermain lego


didapatkan 10 orang yang telah mengalami interaksi social.
Setelah penelitimelakukanterapibermainlegokepadaanak yang
menderitaautispenelitimendapatkanperubahan,
contohnyayaituterdapatkontakmatasaatpenelitimemanggilanakte
rsebut, dananak yang
Penelitian kuantitatif menderitaautisjugamaubermaindenganteman-
Dewi tian sabarus, Pengaruh terapi bermain lego dengan desain quasy temannyadanpeneliti
4 Citra anggraini, terhadap interaksi social anak eksperimen (pre
autis di SLB 011700 kisaran expremental design) Kemampuankomunikasinon verbal AS,
2019 naga kecamatan kisaran timur saatmelakukankomunikasi AS
dengan one grup pretest-
kabupat enasahan tahun 2019 posttest melakukansentuhanuntukbeberapahalsepertisalamanselebihnyati
dak. Kemampuankontakmata AS masih 60
memerlukanbimbingankarenabelumbisamelakukankontakmatad
enganbaik. Ekspresiwajah AS
Fitri Rahayu saatberkomunikasicenderungtidakadakarenaekspresinyaselaludat
5 KEMAMPUAN MetodeKualitatif arataukurang pas dengantopikkomunikas
KOMUNIKASI ANAK

15
2019 AUTIS DALAM INTERAKSI
SOSIAL (KasusAnakAutis di
SekolahInklusi, SD
NegeriGiwanganKotamadya
Yogyakarta)

Subjek berinisial S, anak perempuan berumur hampir delapan


tahun yang sekarang bersekolah di SLB Pembina Kupang di
kelas 1 SD. Menurut klafisikasi SLB tempat anak bersekolah, S
termasuk dalam kebutuhan khusus autis ringan. Dilihat dari
segifisik anaknya seperti anak normal lainnya namun anak
tersebut mempunyai kelainan tingkah laku yaitu tidak bisa diam
dan lebih sering menyendiri

Metode yang
KARAKTERISTIK
digunakanadalahdeskriptif
6 Jendriadi PROSOSIAL ANAK AUTIS
kualitatifdenganpengambil
Banoet,2019 USIA DINI DI KUPANG
an data
menggunakanobservasiana
kdanwawancaradengan
orang tua MS adalah anak laki-laki yang berusia 9 tahun yang saat ini
duduk di bangkudasar II[rendah]. Gerakan motoric kasar pada
MS masih tampa tujuan. Perilaku motoric kasar tampa tujuan
adalah berlarisen diri diluar kelas sembari teriak, berjalan sambil
“bengong” dan mengayungkan tangan, melompat-lopmpat
seperti kanguru, duduk sambil memukul-mukul meja. Saat
pembelajaran di kelasmaupun di rumah, Subjek di damping oleh
guru pendamping khusus

Abdul Rahim, Strategi pembelajaran motoric


7 EndangHangestining kasar berbasis metode
Pendekatan kualitatif

15
sih, 2020 psikoterapi bagian akautis pada dengan metode deskriptif
masa pandemic covid 19

Dari hasil uji statistic pada penelitian ini menunjukkan p<0,05


(0,027), dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima
berarti ada pengaruh terapi music Mozart terhadap perubahan
potensi kreativitas pada anaka utisusia 5-6 tahun di klinik terapi
wicara fastabikulkhoirotbedalilawang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki


peran baik berjumlah 27 orang dan peran kurang berjumlah 8
Pengaruhterapimusik Mozart orang. Peran orang tua pada terapi wicara sebagian besar berada
8 Ari damayanti terhadapperubahanpotensikreat Rancangan pra pada kategori baik dikarenakan srbagian besar orang tua
wahyuningrum, ivitasanakautisusia 5-6 tahun di eksperimental one grup pre melakukan pengawasan yang membimbing seperti mengajarkan
2017 klinik terapi wicara post test design kalimat sederhana dan memberikan penjelasan.
fastabikulkhoirotbedalilawing
Berdasarkan literature review dari 10 jurnal penelitian dapat
diambil kesimpulan bahwa terapi bermain memiliki berbagai
macam model, bisa melalui bermain peran dengan media
flashcard , bermain lego dan terapi bermain yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam terapi bermain ini terbukti
Desain penelitian yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara maupun interaksi
digunakan adalah social dimana semua itu termasuk dalam indicator keterampilan
9 Desliya rambu leki, penelitian analitik korelasi

15
2019 Pengaruh peran orang tua pada dengan pendekatan cross social pada anak autis
terapi wicara terhadap sectional
kemampuan bicara pada anak
penderitaautis di SDK STA
Maria assumpta dan pusat
layanan autis naimata kota
Kupang Metode penelitian ini
Bayu Ajie menggunakan 10 artikel
Syahputra, 2020 Pengaruh terapi bermain
yang didapatkan dari
10 flashcard terhadap tingkat
pencarian sistematis
keterampilan social pada anak
database e- resources
autis
Perpusnas , PMC, Ebsco,
ProQuest dan Google
scholar (2015-2020).
Jurnal hasil dari screening
ini telah sesuai dengan
kriteria inklusi dan kriteria
dimana artikel ini
merupakan hasil dari
penelitian dengan data
primer.

15
BAB 3

3.1 Pembahasan

3.1.1 Menurut jurnal Bayu Ajie Syahputra menjelaskan tentang komunikasi


Berdasarkan 10 jurnal yang telah di review dikatagorikan 6 jenis terapi
bermain flashcard dan 4 jenis keterampilan sosial. Berdasarkan dari hasil yang
ditemukan terdapat berbagai macam model terapi bermain seperti terapi bermain peran
menggunakan media flashcard yang dilakukan oleh peneliti (septiany, 2015) dalam
terapi ini anak melakukan permainan peran dari media bergambar tersebut sehingga
dalam bermain peran anak didapatkan adanya peningkatan dalam kemampuan
berbicara. Penilaian tingkat kemampuan berbicara ini menurut peneliti (sagita, 2017)
terdiri dari adanya kontak mata, kejelasan artikulasi dan kelancaran dalam berbicara
sehingga didapatkan hasil serupa yaitu adanya pengaruh terhadap tingkat kemampuan
bicara anak. Selain terapi bermain peran ada bermacam lagi terapi bermain yang
digunakan, seperti halnya penelitian (suraya, 2020) yang melakukan terapi bermain
menggunakan desain pre test post test adanya perbedaan dari sebelum dilakukan terapi
bermain dengan sesudah dilakukan terapi bermain dalam hal tingkat interaksi sosial
pada anak. Interaksi social pada anak pun salah satu indicator dari keterampilan social,
sehingga sesuai dengan penelitian dari ( Sutinah,2017) juga adanya perbedaan setelah
dilakukan intervensi terapi bermain.

3.1.2 Menurut jurnal Desliyane rambu leki menjelaskan tentang perkembangan


Peran orang tua dalam perkembangan dan pertumbuhan optimal sangatlah
menentukan, sebab orang tua adalah pembimbing dan penolong yang baik dan
berdedikasi tinggi (Maulana dalam Khotimah, 2010). Mulyadi (2013) menyatakan
terdapat 3 alasan mengapa orang tua turut berperan penting dalam program terapi
anak, antara lain waktu orang tua dengan anak lebih banyak, kedekatan psikologis
orang tua dengan anak, dan motivasi orang tua untuk keberhasilan terapi lebih besar.
Pertumbuhan dan perkembangan anak khususnya proses be;ajar komunikasi dengan
orang lain diperoleh dari orang terdekat anak seperti orang tua. Anak membutuhkan
bimbingan dari orang tuanya sendiri dimasa yang akan dating (Rachmah, 2016).

15
Hasil penelitian yang dilakukan pada orang tua yang memiliki anak autis
menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki peran baik berjumlah 27 orang (77,1%)
dan peran kurang berjumlah 8 orang (22,9%). Peran orang tua pada terapi bicara
sebagian besar berada pada kategori baik dikarenakan sebagian besar orang tua
melalukan pengawasan yang membimbing seperti mengajarkan kalimat sederhana,
memberi penjelasan pada setiap kegiatan pada anak, pemberian contoh yang baik
seperti menggunakan isyarat untuk memperjelas pembicaraan atau perintah,
mengulangi kata-kata agar anak dapat mengingat dan meniru kata-kata yang
disampaikan dan melakukan pendekatan pribadi seperti selalu mengadakan kontak
mata, memberi sentuhan serta memberi pujian pada anak.

15
BAB 4

4.1 Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan literature review dari 10 jurnal penelitian dapat diambil kesimpulan


bahwa terapi bermain memiliki berbagai macam model, bisa melalui bermain peran dengan
media flashcard, bermain lego dan terapi bermain yang dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari, dalam terapi bermain ini terbukti berpengaruh terhadap kemampuan berbicara maupun
interaksi sosial dimana semua itu termasuk dalam indicator keterampilan sosial pada anak
autis.

Diharapkan sebagai pendidik sesering mungkin memberikan terapi yang berupa


terapi bermain secara teratur karena terapi bermain sangat efektif untuk meningkatkan
keterampilan sosial pada anak autis. Tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga bisa
dilakukan di rumah apalagi pada saat pandemic covid-19 ini. Pendidik harus lebih
mengawasi anak dirumah dengan bekerja sama bersama orang tua agar anak terpantau dalam
menjalani terapi bermain.

15
DAFTAR PUSTAKA
Susanti, K. d., wijaya, a. & ike, h., 2019. pengaruh terapi bermain flashcard terhadap
perkembangan anak usia pra sekolah. jurnal kesehatan.
Adimayanti, E., Siyamti, D. & Susilo, T., 2019. Program Bimbingan Melalui Terapi Bermain
Untuk Mengembangkan Perilaku Adaptif Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Pengabdian Kesehatan, 2(2).
Adriana, D., 2011. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Agusniatih, A. & Monepa, J. M., 2019. Keterampilan Sosial Anak Usia Dini (Teori dan metode
pengembangan). Tasikmalaya: EDU PUBLISHER.
Diahwati, R., Hariyono & Hanurawan, F., 2016. Keterampilan Sosial Siswa Berkebutuhan
Khusus Di Sekolah Dasar Inklus. Jurnal Pendidikan, 1(8), p. 1612—1620.
Fitriani, 2016. Pengaruh Terapi Bermain Flashcard Terhadap Kemampuan Komunikasi.
Guivarch, J. et al., 2017. Impact of an implicit social skills training group in children with autism
spectrum disorder without intellectual disability: A before-and-after stud. jurnal ilmiah.
Handojo, Y., 2003. Autisma. jakarta: PT Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.Hariyono,
Romli, L. Y. & Indrawati, U., 2020. Buku pedoman penyusunan Literature Review.
Jombang: s.n.
Jamaris, M., 2018. Anak Berkebutuhan Khusus. bogor: Ghalia Indonesia.
James, L. F., 2009. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta: Think.
Kemenpppa, 2018. Hari Peduli Autis Sedunia : Kenali Gejalanya, Pahami Keadaannya. [Online]
Available at: kemenpppa.go.id[Accessed 08 maret 2020].
Levy ,J. & Dunsmuir, S., 2020. Lego Therapy: Building social skills for adolescents with an
autism spectrum disorder. 37(1).
Nurwidayati, A., 2015. Peningkatan perkembangan kognitif anak usia dini melalui permainan
flashcard di pos PAUD catleya 60 di kabupaten jember.
Okuno, H. et al., 2016. Simultaneous Training for Children with Autism Spectrum Disorder and
Their Parents with a Focus on Social Skills Enhancement.
Pittala, E. T. et al., 2018. Clinical outcomes of interactive, intensive and individual (3i) play
therapy for children with ASD: a two-year follow-up study. jurnal ilmiah.
Rapmauli, T. D. & Matulessy , A., 2015. Pengaruh Terapi Bermain Flash Card Untuk
Meningkatkan Interaksi Sosial Pada Anak Autis Di Miracle Center Surabaya. Jurnal
Psikologi Indonesia, 4(01), pp. 51-60.
Roderick, K. C. R. et al., 2017. Effects of a Social Skills Intervention on Children with Autism
Spectrum Disorder and Peers with Shared Deficits. jurnal ilmiah, 40(2).
sagita, e. l., 2017. Peningkatan Kemampuan Berbicara Menggunakan Media Flash Card Bagi
Anak Autis Kelas Tk B Di Slb Citra Mulia Mandiri Yogyakarta.
septiany, M., 2015. MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA. Setyaningsih, W., 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua

15
Dengan Perkembangan Sosial Anak Autisme Di Slb Harmoni Surakarta. Jurnal Kesehatan,
VI(2), pp. 123-129.
Suharminir, T., Purwandari, Mahabbati, A. M. & Purwanto, H., 2017. 11PENGEMBANGAN
PENGUKURAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR INKLUSIF
BERBASIS DIVERSITY AWARENESS. JURNAL PENELITIAN ILMU PENDIDIKAN,
10(1).
suraya, c., 2020. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Interaksi Sosial Anak Autisme Di Sekolah
Luar Biasa (Slb). Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan , 12(1).
Suryati, 2016. PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ANAK
AUTIS DI SDLB PROF. DR. SRI SOEDEWI MASJCHUN SOFWAN, SH JAMBI
TAHUN 2014. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1).
Suryati & Rahmawati, 2016. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Interaksi Sosial Anak Autis di
SDLB PROF. DR. SRI SOEDEWI MASJHUN SOFWAN, SH JAMBI TAHUN
2014. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1).

Sutinah, 2017. Terapi bermain berpengaruh terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak
autis. riset informasi kesehatan, 6(1).

Syamsiatin, E., 2018. Bermain dan Permainan AUD. Banten: Universitas Terbuka.

Tri, H., 2019. TINGKAT KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR SETELAH
MENERIMA PEMBELAJARAN PERMAINAN TRADISIONAL DI SD NEGERI
NGRANCAH BANTUL TAHUN AJARAN 2018/2019. jurnal pendidikan.

WAHYUNI, C. & MANGUNSONG, F. M., 2018. Peran Keterampilan Sosial dalam


Meningkatkan Prestasi Akademik SiswaBerkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Inklusif.
9(2), p. 146 –164.WHO, 2019. Autism Spectrum Disorders. [Online] Availableat:

who.int[Accessed 08 maret 2020].Wilkes-Gillan,, S. et al., 2016. A Randomised Controlled Trial


of a Play Based Intervention to Improve the Social Play Skills of Children with Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). jurnal ilmiah

15

Anda mungkin juga menyukai