Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH

1. MUHAMMAD ROFIQ

2.MURNIATY SIPAYUNG

3.NUR SYAMSU

4.PENI SURYA YULI PURWANTI

5.RENITA ANGGRAINI

6. RENNY NORMA MELASARI

7.YENI NOVITASARI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas mata pelajaran Keperawatan anak dengan membua Asuhan Keperawatan kejang demam ,
dalam bentuk makalah. Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
pelajaran Keperawatan Anak di Stikes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam (febrile convulsion,feris seizure ) ,ialah perubahan aktivitas


motorik dan / behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat
dari adanya aktivitas listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu
tubuh. Kejang pada anak umunya diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari
otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kpala, hipokia, keracunan atau
aritmia jantung. Setiap anak dengan kejang demam perlu diperiksa dengan
seksama untuk mencari bila terdapat sepsis, meningitis bakteri , atau penyakit
serius lainnya. (Widagdo,2012)
Pengobatan kejang demam ditunjukan pertama untuk segera mengatasi
kejang yang terjadi pemberian diazepam 1 mg/kg 24 jam dalam 3 dosis ,biasanya
selama 2-3 hari, dan antipireik untuk segera menurunkan peningkatan suhu
tubuh.pemberian antikonvulsan untuk upaya pencegahan di anggap kontroveri
karena kurang efektif dan pengaruh efek samping yang tak dikehendaki .jika deam
(38,5 0c atau lebih ) untuk mencegah terjadinya kejang dapat diberi antipiretik.
Prognosis untuk fungsi neurologic adalah sangat baik. (Widagdo,2012)

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan


pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan
kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan
aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual, ( Medula, 2013)

Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian
cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi
terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya
metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah
dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau
pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat
(tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan
lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit
melalui proses penguapan. (IDAI, 2014).

B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a. Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya
terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang
demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki (Judha & Rahil, 2011).
B. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak
spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya
yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang pada bayi dan anak
disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut,
bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang
demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan


penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan
pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah
menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi
saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang
demam yang paling sering (Jessica 2011).

C. Klasifikasi

Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang demam
sederhana (70-75%) kejang deamam kpmpeks (20-25 %),dan kejang sistomik ( 5 %) .
kejang demam sederhana (simple febris convulsion )biasanya terdapat pada anak umur 6
bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥39 0C kejang
bersifat umum dan tonik klinik ,umunya berlangsung beberapa menit atau detk yang jarang
sampai 15 menit ,pada akhir demam kemudian diakhiri dengan keadaan singkat seperti
mengantuk (drowsiness) dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali dalam 24 jam anak
tidak mempunyai kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat normal dan
demam ukan disebabkan oleh menigititis ,ensefalitis atau penyakit lain dari otak.
(Widagdo,2012)
Kejang demam kompleks (complexor complited febrile convulsion ) dengan sifat berupa
lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang lagi daam 24 jam atau terdapat kejang
fokal atau temuan fokal dan masa pasca bangkitan(pos-tistal period ) umur pasien ,status
neurogik dan sifat demam adalah sama degan pada kejang demam sederhana Kejang demam
sistomatik atau symptomatic febrile seizure dengan sifat yaitu umur dan sifat demam dalah
sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak telah mengalami
kelainanneurologi atau penyakit akut. (Widagdo,2012)

D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit
lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan


konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke
seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan
suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di
bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang
lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak
mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan
jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2007).
A. PATHWAY
E. Manifestasi klinik
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :

a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.


b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persarafan.

c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,


cahaya (penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone
juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang
demam. Ada 7 kriteria antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.


2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja ).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu
atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil,
2011)
F. Penatalaksanaan
1. Primary Survey :
 Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir
dan dengarkan bunyi nafas.
 Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
 Circulation : nilai denyut nadi
 Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental
lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :
a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
 Buka seluruh pakaian klien
 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila
sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)
dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan
kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan
kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang,
maka :

a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang


b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
c. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari
pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya.

d. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan
otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati
penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan
lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium,
natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa


penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara


perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10
kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-
rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan
maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian
tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama
diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan
injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila
masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi
miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak
membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu
dihindari.

5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode


konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke
benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak
seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan
dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6 mg/kg BB/hari
(terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan
obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala
hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan
craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15°
(posisi tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan
dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun,
75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian
intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan
dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian)
hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.

8. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang


adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran
pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto
rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok
diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
9. Terapi obat-obatan
Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara
intensif untuk penatalaksanaan yang adekut. Tindakan yang utama
untuk kasus anak dengan kejang ialah secara simultan mengatasi kejang
(simtomatik) sekaligus juga menghilangkan penyebab penyakit primer
(kausatif). Bila penyakit primer sudah dapat diatasi maka diharapkan
gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami eksaserbasi. Tetapi yang
lain adalah bersifat suportif/resusiatif sesuai dengan indikasi. (Widagdo,
2012)
Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang
dalam keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan
kesehatan, ialah.
1. Memposisikan anak secara lateral decubitus
2. Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran
nafas tetap terbuka
3. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak yang sedang
mengalami kejang
4. Menjaga agar lidah tidak tergigit
5. Secepatnya membawa anak ke Unit Gawat darurat (UGD) terdekat
untuk penanganan lebih lanjut. (Widagdo, 2012)
Menurut (Widagdo, 2012) Obat-obat anti konvulsi yang dapat
diberikan atas indikasi sesuai dengan temuan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis termasuk penunjang. Obat dimaksud antara lain ialah:
a. Benzodiazepine: diazepam intravena digunakan sebagai terapi awal
untuk status epileptikus.
• Clonazepam
• Nitrazepam
• Clobazam
• Carbamazepine
• Ethosuximide
• Phenytoin (dilantin) digunakan untuk kejang umum tonik-klonik
primer atau sekunder, kejang parsial, dan status epileptikus.
• Tiagabine digunakan untuk pengobatan kejang parsial kompleks
sebagai obat tambahan.
• Topiramate, digunakan untuk sebagai obat tambahan pada terapi
kejang kompleks refrakter dengan atau tanpa generalisasi.
• Valproic acid (depakene, Depakote), adalah sebagai antikolvulsan
dengan spectrum luas, termasuk kejang umum tonik-klonik, kejang
absans, dan kejang mioklonik.
• Vigabatrin, adalah efektif untuk spasme infantile dan sclerosis
tuberosa, dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan kasus kejang
yang kurang respons terhadap pemberian antikolvunsan lain.
• Oxcarbazepine (trileptal) mempunyai beberapa persamaan dengan
carbamazepine, diberikan sebagai tambahan kepada terapi kejang
parsial, tidak untuk absans.
• Zonisamide (zonegran), mekanisme kerja obat belum diketahui,
diberikan untuk tambahan pengobatan pada kejang parsial dan kejang
mioklonik.
• ACTH, paling sesuai untuk pengobatan spasme infantile, dan sama
efektifnya dengan prednisone untuk pengobatan kejang kriptogenetik
dan simtomatik
Terapi diet ketogenik dengan tinggi lemak, relative rendah
karbohidrat, dan pengaturan ketat terhadap kalori cairan, dan protein.
Tindakan bedah, ditunjukkan kepada kasus yang tidak respons
terhadap pengobatan, pada kasus dengan kejang yang persisten atau
dengan kejang yang frekuen dan tidak berhasil diatasi dengan
sedikitnya 3 macam obat antikolvunsan, adalah merupakan kasus yang
perlu dipertimbangan mendapat terapi pembedahan. (Widagdo,2012)
Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara
intermiten dapat menurangi kejang setelah 12 bulan terapi. Rangsangan
listrik secara intermiten dapat dilakukan dengan menanam pacemaker
sebagai stimulator dibawah kulit pada bagian atas dada kiri yang diikat
pada kabel yang ditempatkan dileher. (Widagdo,2012)
Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada
kasus kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan tindakan
untuk mengatasi gejala demam yang tinggi atau menyebabkan anak
rewel dan tidak tenang. (Widagdo,2012)
a. Acetaminophen
b. Ibuprofen
Terapi kausal yang utama ialah antimokrobial untuk mengatasi
infeksi sebagai penyebab terbanyak (>80%) dari kejang yang
dipergunakan adalah sesuai indikasi/hasil uji restitensi, diantara lain
yaitu:
1. Ampicillin
2. Oxacillin
3. Cefotaxim
4. Ceftriaxone
Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan pada
kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang dilakukan pada
kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone sebagai penyakit
primernya seperti pada defisiensi ACTH atau defisiensi hormone
adrenal. (Widagdo,2012)
Terapi lain adalah bersifat suportif, dengan tujuan memperbaiki dan
mempertahankan keadaan umum pasien seoptimal mungkin termasuk
memberikan kecukupan akan kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit,
inhalasi oksigen, dan lain-lain yang dilaksanakan dalam perawatan
secara regular maupun intensif. (Widagdo,2012)

F. Komplikasi

a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.

G. Pemeriksaan penunjang

Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium ,fungsi lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis . pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2015)

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari etiologi
dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada
kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama
adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan masa prottombin,
pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika
dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah kultur
cairan selebrospinal . pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR ) terhadap virus
herpes simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2015)

b. Fungsi lumbal

Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai penurunan


kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit ,kaku kuduk,kejang lama,gjala
infeksi,paresis,peningkatan sel darah putih ,atau pada kaus yang tidak didapatkan factor
pencetus yang jelas fungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam setelah
fungsi lumbal yang pertama yang memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat. Bila
didapatkan kelainan neurlogis fokal dan peningkatan tekanan intracranial ,dilanjutkan
melakuka pemeriksaan ct-scan kepala berlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi,
(Antonius, 2015)

The American Academy of pediatrics merekmendasikan bahwa pemeriksaan fungsi


lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama disertaia demam pada anak usis
dibawah 12 bulan karena manifestasi klinis meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada
.pada anak usia 12-18 bulan dianjurkan melakukan fungsi lumbal , sedangkan pada usia
lebih dari 18 bulan fungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya infeksi
intracranial ( meningitis ), (Antonius, 2015)

c. Elektroensefalografi

Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform.


Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khusunya intetiktral EEG . beberapa anak
tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform,
sedangkan anak lain degan epilepsy berat mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang
normal. Sensitivitas EGG interiktal bervariasi. Hanya sindrom epilepsy saja yang
menunjukkan kelainan EGG yang khas, abnormalitas EGG berhubungan dengan
manifestasi klinis kejang, daapat berupa gelombang paku tajam dengan /gelombang
lambat. Kelainan dapat bersifat umum,multifocal,atau fokal pada daerah temporal
maupun frontal. (Antonius, 2015)

Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep deprivation
dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan EGG tidak selalu
berhubungan dengan beratnya klinis . gambaran EEG yang normal atau memperhatikan
kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat ant
epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015)

d. Pencitraan neurologis

Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukan
adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma tulang kepal
dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat ditemkan pada pasien
kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan
pola kejang-kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal
dan riwayat keganasan. (Antonius, 2015)
Magnestic resonance imaging (MRI ) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau daerah yang tertutup
struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak . MRI dipertimangkan pada anak
dengan kejang yang sulit diatasi ,epilepsy lobus temporalis,perkembangan terlamabat tanpa
adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan.
(Antonius, 2015)
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya
meliputi:

a. Darah
a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

(N<200mq/dl)
b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e) Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
c. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala
e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral

oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering
menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan
dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau
output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-
inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls
menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf
jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat
lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung
beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang
timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah
lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung


lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na
meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya
asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia

C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan


hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena
itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal
Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :
a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit
teraba hangat
e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan
berat badan
f. Adanya kelemahan dan keletihan
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya
peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat
dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat
penurun panas
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :
a. Fungsi lumbal
b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur
darah
c. Bila perlu : CT-scan dan EEG

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul
pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan bd kondisi demam
3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke
otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya
informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan
kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam
Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Turgor kulit membaik
b. Membran mukosa lembab
c. Fontanel rata
d. Nadi normal sesuai usia
e. Intake dan output seimbang
3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang
norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan
tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan
reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal ,
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk,
berdiri NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi
prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : dieases process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat

D. EVALUASI
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien
Kejang Demam meliputi pola pernafasan kembali efektif,
suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa
nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan
cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Komponen tahapan evaluasi :
a) Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan
meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah
dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis
di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan
merevisi rencana asuhan keperawatan.
b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian
kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses
keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam
pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap
dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan
kriteria hasil pada tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana
asuhan keperawatan tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima

Anda mungkin juga menyukai