DISUSUN OLEH
1. MUHAMMAD ROFIQ
2.MURNIATY SIPAYUNG
3.NUR SYAMSU
5.RENITA ANGGRAINI
7.YENI NOVITASARI
Bismillahirrahmaanirrahiim. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas mata pelajaran Keperawatan anak dengan membua Asuhan Keperawatan kejang demam ,
dalam bentuk makalah. Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata
pelajaran Keperawatan Anak di Stikes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian
cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi
terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya
metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah
dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau
pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat
(tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan
lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit
melalui proses penguapan. (IDAI, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a. Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya
terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang
demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki (Judha & Rahil, 2011).
B. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak
spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya
yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang pada bayi dan anak
disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut,
bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang
demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
C. Klasifikasi
Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang demam
sederhana (70-75%) kejang deamam kpmpeks (20-25 %),dan kejang sistomik ( 5 %) .
kejang demam sederhana (simple febris convulsion )biasanya terdapat pada anak umur 6
bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥39 0C kejang
bersifat umum dan tonik klinik ,umunya berlangsung beberapa menit atau detk yang jarang
sampai 15 menit ,pada akhir demam kemudian diakhiri dengan keadaan singkat seperti
mengantuk (drowsiness) dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali dalam 24 jam anak
tidak mempunyai kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat normal dan
demam ukan disebabkan oleh menigititis ,ensefalitis atau penyakit lain dari otak.
(Widagdo,2012)
Kejang demam kompleks (complexor complited febrile convulsion ) dengan sifat berupa
lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang lagi daam 24 jam atau terdapat kejang
fokal atau temuan fokal dan masa pasca bangkitan(pos-tistal period ) umur pasien ,status
neurogik dan sifat demam adalah sama degan pada kejang demam sederhana Kejang demam
sistomatik atau symptomatic febrile seizure dengan sifat yaitu umur dan sifat demam dalah
sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak telah mengalami
kelainanneurologi atau penyakit akut. (Widagdo,2012)
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit
lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
F. Komplikasi
a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.
G. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium ,fungsi lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis . pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2015)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari etiologi
dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada
kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama
adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan masa prottombin,
pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika
dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah kultur
cairan selebrospinal . pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR ) terhadap virus
herpes simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2015)
b. Fungsi lumbal
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep deprivation
dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan EGG tidak selalu
berhubungan dengan beratnya klinis . gambaran EEG yang normal atau memperhatikan
kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat ant
epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015)
d. Pencitraan neurologis
Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukan
adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma tulang kepal
dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat ditemkan pada pasien
kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan
pola kejang-kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal
dan riwayat keganasan. (Antonius, 2015)
Magnestic resonance imaging (MRI ) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau daerah yang tertutup
struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak . MRI dipertimangkan pada anak
dengan kejang yang sulit diatasi ,epilepsy lobus temporalis,perkembangan terlamabat tanpa
adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan.
(Antonius, 2015)
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya
meliputi:
a. Darah
a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e) Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
c. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala
e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering
menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan
dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau
output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-
inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls
menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf
jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat
lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung
beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang
timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah
lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul
pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan bd kondisi demam
3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke
otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya
informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan
kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam
Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Turgor kulit membaik
b. Membran mukosa lembab
c. Fontanel rata
d. Nadi normal sesuai usia
e. Intake dan output seimbang
3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang
norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan
tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan
reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal ,
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk,
berdiri NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi
prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : dieases process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat
D. EVALUASI
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien
Kejang Demam meliputi pola pernafasan kembali efektif,
suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa
nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan
cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Komponen tahapan evaluasi :
a) Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan
meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah
dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis
di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan
merevisi rencana asuhan keperawatan.
b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian
kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses
keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam
pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap
dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan
kriteria hasil pada tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana
asuhan keperawatan tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima