Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AUTISM
“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi”

DOSEN PEMGAMPU:

Dr., Riana Mashar, S.Psi., M.Si., Psiko

Disusun Oleh :

1. Lailina Lutfiyah Ningrum 1900005110


2. Budiyono 1900005119
3. Andesta Wahyu Ardhana 1900005128
4. Fauziyah Inas Handayani 1900005138
5. Reina Ashly Purnamasari 1900005148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

i
2020/2021

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“AUTISM” dengan baik. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang
telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu semua, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bantul, 17 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I ............................................................................................................ 1
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan....................................................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................... 3

PEMBAHASAN............................................................................................ 3

A. Pengertian dan Karakteristik Anak Autism.............................................. 3


B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Autism............................................ 5
C. Klasifikasi Gangguan Autism.................................................................. 8
D. Treatmen atau Tindakan Untuk Autism................................................... 9
E. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Autis............................................. 14

BAB III .......................................................................................................... 18

PENUTUP...................................................................................................... 18

A. Kesimpulan.............................................................................................. 17
B. Saran......................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan
penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu,
autisme juga menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat penderitanya.
Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala. Autis
merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan
berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk
berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya
perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan
ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya di masa anak balita
lain mulai belajar bicara anak autis tidak menampakan tanda-tanda perkembangan
bahasa.
Autis dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat
pendidikan, sosial dan ekonomi. Autis bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti
yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Hanya
saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu,
autisme merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan
hanya 2-4 penyandang autism, Tetapi sekarang terjadi peningkatan jumlah
penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka
kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme
pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900 anak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Autism dan Bagaimana Karakteristiknya?
2. Bagaimana Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Autism?
3. Apa saja Klasifikasi Gangguan Autism?
4. Bagaimana Treatmen atau Tindakan Untuk Autism?

1
5. Bagaimana Cara Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Autis?

C. TUJUAN MASALAH
1. Dapat mengetahui Apa itu Autism dan Karakteristiknya
2. Dapat mengetahui Apa saja Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Autism
3. Dapat menegtahui apa saja Klasifikasi Gangguan Autism
4. Dapat mengetahui Treatmen atau Tindakan Untuk Autism
5. Dapat mengetahui Cara Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Autis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Karakteristik Anak Autism


Istilah autisme dalam kenyataannya terdapat bermacam-macam, seperti: autis
merupakan gangguan kognitif, tingkah laku dan gangguan verbal (bahasa). Dan autistik
adalah gejala /perilaku yang tampak, sedangkan autisme adalah orang yang mengalami
gangguaan kognitif, tingkah laku dan verbal (bahasa). Padahal Istilah ini “autisme”
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Kanner secara etimologis kata
“autisme” berasal dari “auto” dan “isme”. Auto berarti diri sendiri, sedangkan “isme”
berarti aliran/paham.
Depdiknas dalam Abdul (2006:43) mengemukakan autistik adalah suatu ganguan
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, aktifitas
imajinasi. Dan anak autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau ganguan dalam
bidang komunikasi, interaksi, sosial, ganguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan
emosi. Dan selanjutnya Ranuh dalam Agus (2004:12) mengatakan autis adalah
“gangguan kognitif (kemampuan untuk mengerti), gangguan tingkah laku sosial, dan
gangguan verbal”. Dalam seminar autis oleh Budiman dalam Agus (2004:13)
menguraikan autis sebagai “gangguan Jurnal Pendidikan Khusus Volume:I Nomor:I
September 2012 perkembangan yang luas dan berat”.
Beragam definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasif yang
secara menyeluruh menggangu fungsi kognitif dan mempengaruhi kemampuan bahasa,
komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan tersebut mencakup bidang komunikasi,
imajinasi, interaksi dan prilaku. Gejala ini timbul pada anak usia 3 tahun. Pada sebagiaan
anak gajala tersebut sudah tampak sejak lahir.
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak
bayi. Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang
sangatminim terhadap ibunya atau pengasuhnya ciri ini semakin jelas dengan
bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”. tetapi kemudian pada suatu saat

3
sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak
tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.
Adapun karakteristik anak autis dapat dilihat berdasarkan jenis masalah serta
gangguan yang dialaminya. Hal ini dinyatakan Hadis (2006:46) yang mendeskripsikan
enam karakteristik anak autistik sebagai berikut:
1. Masalah di bidang Komunikasi.
Perkembangan bahasa anak autis sangat lambat bahkan tidak ada, gangguan
bahasa anak ini menyebabkan mereka terlihat seperti tuli, atau tidak bisa bicara.
Anak autis juga sering mengoceh secara berulang-ulang dengan bahasa yang
artinya tidak dapat dimengerti. Selain itu, anak autis juga lebih banyak
menggunakan bahasa tubuh, anak autis sering menariknarik tangan orang lain untuk
menunjukkan sesuatu atau meminta orang tersebut melakukan apa yang
diinginkannya.
2. Masalah di bidang interaksi social.
Dari segi interaksi sosial, anak autis tidak dapat melakukan kontak mata dan
menghindari tatap muka dengan orang lain, tidak tertarik jika diajak bermain
bersama teman-temannya dan lebih suka bermain sendiri.
3. Masalah di bidang kemampuan Sensoris.
Anak autis tidak peka sentuhan, bahkan tidak suka dipeluk, bereaksi (spontan
menutup telinga) bila mendengar suara keras. Selain itu, mereka juga senang
mencium dan menjilati mainan atau benda yang menarik perhatiannya.
4. Masalah di bidang pola bermain.
Anak autis tidak memiliki daya imajinasi dan tidak kreatif dalam bermain, mereka
tidak suka bermain dengan teman sebaya. Anak autis tidak bisa bermain sesuai
dengan fungsi mainannya, tertarik dengan mainan yang berputar seperti roda
sepeda. Bila menyukai suatu mainan, maka akan dibawa kemana-mana.
5. Masalah perilaku.
Anak autis sering memperlihatkan perilaku yang berlebihan (hiperktif),
berputar-putar, berlari-lari serta melakukan gerakan tertentu secara beruang-ulang.
Anak autis juga memiliki tatapan mata yang kosong.

4
6. Masalah emosi.
Dari segi emosi anak autis sering terlihat marah-marah, tertawa dan menangis
tanpa alasan. Bila dilarang, anak autis akan mengamuk dan dapat merusak benda-
benda yang ada disekitarnya. Anak autis juga sering menyakiti diri sendiri
(tantrum) misalnya membenturkan kepalanya ke dinding.

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Autism


Faktor Penyebab Anak Autis Menurut Gayatri Pamoedji (2007) penyebab autis
adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi
susunan otak. Penyebab utama dari gangguan ini hingga saat ini masih terus diselidiki
oleh para ahli meskipun beberapa penyebab seperti keracunan logam berat, genetik,
vaksinasi, populasi, komplikasi sebelum dan setelah melahirkan disebut-sebut memiliki
andil dalam terjadinya autisme.Menurut Para ahli penyebab autis dan diagnosa medisnya
adalah:
1. Konsumsi obat pada ibu menyusui Obat migrain, seperti ergotamine obat ini
mempunyai efek samping yang buruk pada bayi dan mengurangi jumlah ASI.
2. Faktor Kandungan (Pranatal).
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Pemicu autisme
dalam kandungan dapat disebabkan oleh virus yang menyerang pada trimester
pertama. Yaitu syndroma rubella
3. Faktor Kelahiran
Bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, dan lama dalam kandungan
(lebih dari 9 bulan) beresiko mengidap autis. Selain itu bayi yang mengalami
gagal napas (hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami autis.
4. Peradangan dinding usus
Sejumlah anak penderita gangguan autis, umumnya, memiliki pencernaan buruk
dan ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan tersebut diduga disebabkan
oleh virus.
5. Faktor Genetika

5
Gejala autis pada anak disebabkan oleh factor turunan. Setidaknya telah
ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan autisme. Akan tetapi, gejala
autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen.
6. Keracunan logam berat
Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi logam berat dari
tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam berat,seperti arsetik(As),
antimony (Sb), Cadmium (Cd), air raksa (Hg),dan timbale (Pb),adalah racun yang
sangat kuat.
7. Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan.
Salah satunya pestisida yang terpapar pada sayuran. Diketahui bahwa pestisida
mengganggu fungsi gen pada saraf pusat,menyebabkan anak autis. Menurut
Handojo (2008) penyebab autis adalah: a. Pada kehamilan trimester pertama,
yaitu 0-4 bulan, faktor pemicu inibisa terdiri dari: infeksi (toksoplasmosis,
rubella, candida, dsb),logam berat,obat-obatan, muntah-muntah
hebat(hiperemesis), perdarahan berat. b. Proses kelahiran Proses kelahiran yang
lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin. c.
Sesudah lahir (post partum) Infeksi berat-ringan pada bayi, imunisasi MMR dan
Hepatitis B, logam berat, MSG, pewarna, zat pengawet, protein susu sapi (kasein)
dan protein tepung terigu.
Etiologi dan Patofisiologi Menurut Sari ID (2009) Autis merupakan penyakit yang
bersifat multifactor. Teori pengenai penyebab dari autis diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Faktor genetika

Faktor genetik diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan


autisme, walaupun bukti kongkrit masih sulit ditemukan. Hal tersebut diduga
karena adanya kelainan kromosom pada anak autisme, namun kelainan itu tidak
selalu berada pada kromosom yang sama. Penelitian masih terus dilakukan
sampai saat ini. Jumlah anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita autis lebih
banyak dibandingkan perempuan, hal ini diduga karena adanya gen pada
kromosom X yang terlibat dengan autis. Sejumlah penelitian menyimpulkan

6
bahwa gen pada kromosom X bukanlah penyebab utama autis, namun suatu gen
pada kromosom X yang mempengaruhi interaksi sosial dapat mempunyai andil
pada perilaku yang berkaitan dengan autis (Wargasetia, 2003).

2. Kelainan anatomis otak


Kelainan anatomis otak ditemukan khususnya di lobus parietalis, serta
pada sistem limbiknya. Sebanyak 43% penyandang autisme mempunyai kelainan
di lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak tampak acuh terhadap
lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama
pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris,
daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Jumlah sel
Purkinye di otak kecil juga ditemukan sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dandopamin, menyebabkan gangguan atau kekacauan
lalu lintas impuls di otak. Kelainan khas juga ditemukan di daerah sistem limbik
yang disebuthipokampus dan amigdala. Kelainan tersebut menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat
mengendalikan emosinya, sering terlalu agresif atau sangat pasif.Amigdala juga
bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensorisseperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan rasatakut. Hipokampus bertanggung
jawab terhadap fungsi belajar dan dayaingat. Gangguan hipokampus
menyebabkan kesulitan penyimpanan informasi baru, perilaku diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif.
3. Disfungsi metabolik
Disfungsi metabolik terutama berhubungan dengan kemampuan memecah
komponen asam amino phenolik. Amino phenolik banyak ditemukan di berbagai
makanan dan dilaporkan bahwa komponen utamanya dapat menyebabkan
terjadinya gangguan tingkah laku pada pasien autis. Sebuah publikasi dari
Lembaga Psikiatri Biologi menemukan bahwa anak autis mempunyai kapasitas
rendah untuk menggunakan berbagai komponen sulfat sehingga anak-anak
tersebut tidak mampu memetabolisme komponen amino phenolik. Komponen
amino phenolik merupakan bahan baku pembentukan neurotransmiter, jika
komponen tersebut tidak dimetabolisme baik akan terjadi akumulasi katekolamin

7
yang toksik bagi saraf. Makanan yang mengandung amino phenolik itu adalah
:terigu (gandum), jagung, gula, coklat, pisang, dan apel.

4. Teori kelebihan opioid dan hubungan antara diet protein kasein dangluten.
Pencernaan anak autis terhadap kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua
protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein
tersebut terserap ke dalam aliran darah dan menimbulkan “efek morfin” di otak
anak. Pori-pori yang tidak lazim kebanyakan ditemukan di membran saluran
cerna pasien autis, yang menyebabakan masuknya peptida ke dalam darah. Hasil
metabolisme gluten adalah protein gliadin.Gliadin akan berikatan dengan reseptor
opioid C dan D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku.
Diet sangat ketat bebas gluten dan kasein menurunkan kadar peptida opioid serta
dapat mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Sehingga, implementasi
diet merupakan terobosan yang baik untuk memperoleh kesembuhan pasien.

C. Klasifikasi Gangguan Autism


Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe),
sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau
ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian.
Menurut Cohen & Bolton (1994) dalam Hadrian J (2008), autism dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Klasifikasi ini dapat
diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini menilai derajat
kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi
respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan
respon visual, pendengaran, pengecap, penciuman dan sentuhan. Selain itu, Childhood
Autism Rating Scale juga menilai derajat kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah
melakukan komunikasi verbal dannon verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual
serta penampilan menyeluruh. Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
1. Autis Ringan.
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun
tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika

8
dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi
secara dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali. Tindakan-tindakan yang
dilakukan masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah. Karena biasanya
perilaku ini dilakukan masih sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk
mengendalikannya.
2. Autis Sedang.
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik cenderung agak
sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis Berat.
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok
secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha
mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan
dalam kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan
kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur.
Kondisi yang lainnya yaitu, anak terus berlarian didalam rumah sambil menabrakkan
tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga larut malam, keringat sudah bercucuran di
sekujur tubuhnya, anak terlihat sudah sangat kelelahan dan tak berdaya. Tetapi masih
terus berlari sambil menangis. Seperti ingin berhenti, tapi tidak mampu karena semua
diluar kontrolnya. Hingga akhirnya anak terduduk dan tertidur kelelahan.

D. Treatmen atau Tindakan Untuk Autism.


Autisme adalah gangguan perkembangan yang bersifat kompleks dan berawal
pada masa kanak-kanak. Kondisi ini memengaruhi perilaku dan kemampuan anak dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun non-lisan, serta cara anak bersosialisasi. Sasaran
utama penanganan autisme adalah untuk meningkatkan kemampuan anak dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun non-lisan, serta cara anak bersosialisasi. Sasaran
utama penanganan autisme adalah untuk meningkatkan kemampuan anak secara
menyeluruh. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan kini telah ada berbagai macam

9
terapi yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan anak penderita autis. Macam terapi
yang sering dilakukan yaitu:

1. Applied Behavioral Analysis (ABA)


Terapi ini memang di desain khusus untuk anak dan sudah mengalami beberapa
rangkaian pengujian pada anak dengan gejala autisme. Terapi ini paling banyak
digunakan di Indonesia. Sistem ini dilakukan dengan memberikan pelatihan khusus
terhadap anak dalam bentuk hadiah/pujian serta mengukur kemajuan dari anak tersebut.
Terapi Analisis Perilaku Terapan membantu penderita berperilaku positif pada segala
situasi. Terapi ini juga membantu penderita mengembangkan kemampuannya dalam
berkomunikasi dan meninggalkan perilaku negatif.
2. Terapi Wicara
Sebagian besar anak dengan autisme mengalami kesulitan berbicara. Pada kasus
lain, mereka bisa berbicara, tapi tidak mampu berinteraksi atau berkomunikasi secara
normal dengan orang lain. Di sinilah pentingnya peranan terapi wicara, terapi wicara
membantu penderita autis untuk belajar mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
3. Terapi Okupas
Terapi ini berguna untuk dapat melatih otot-otot halus yang ada pada anak.
Menurut penelitian yang ada, hampir semua kasus anak autisme memiliki
keterlambatan pada perkembangan motorik halus. Gerak geraiknya cenderung sangat
kasar dan kaku, mereka juga kesulitan dalam memegang benda dengan benar, sulit
melakukan aktivitas semisal menyuapkan makanan dan lainnya. Sehingga dengan
adanya terapi ini akan membuat anak-anak terlatih agar dapat membuat segala otot-otot
di dalam tubuh dapat berfungsi dengan tepat. Terapi okupasi digunakan untuk
memperbaiki perkembangan motorik halus pada anak dengan autis yang memang
banyak mengalami keterlambatan. Terapi okupasi mendorong penderita untuk hidup
mandiri, dengan mengajarkan beberapa kemampuan dasar, seperti berpakaian, makan,
mandi, dan berinteraksi dengan orang lain.
4. Terapi Fisik
Beberapa orang yang menyandang autisme biasanya mengalami gangguan pada
perkembangan motorik kasarnya. Kadang kala tonus otot menjadi lembek sehingga

10
membuat penderita tidak kuat berjalan. Keseimbangan tubuh juga menjadi kurang baik
dan lainnya. Fisioterapi serta terapi integrasi sensoris akan membantu banyak dalam
menguatkan otot-otot tersebut serta memperbaiki keseimbangan dari tubuh anak.
5. Terapi Bermain
Terapi ini merupakan pemanfaatan dari pola permainan sebagai sebuah media
di dalam terapis, melalui ekspresi diri dan eksplorasi. Dalam terapi ini terapis akan
bermain dengan menggunakan kekuatan terapiutik permainan yang dapat membantu
dalam menyelesaikan kesulitan psikososial serta mencapai pertumbuhan dan
perkembangan optimal.
6. Terapi Perilaku
Terapi ini lebih memfokuskan dalam pemberian reinforecement positif dalam
setiap kali anak merespon benar sesuai dengan instruksi yang sudah diberikan. Tidak
ada hukuman atau punishment di dalam menjalankan terapi ini. Namun jika anda
menjawab salah maka dirinya akan mendapat reinforcement positif yang anak suaki.
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman serta kepatuhan anak kepada
aturan-aturan yang ada. Untuk mendapatkan hasil yang siginifikan tentu saja hal ini
harus diterapkan secara intensif. Umumnya anak-anak dengan autis merasa sangat
sensitif kepada cahaya, suara, dan sentuhan. Ahli terapi akan membantu menemukan
latar belakang perilaku tersebut untuk kemudian memberikan solusi secara spesifik.
7. Terapi Perkembangan
Terapi ini memiliki dasar jika keadaan anak autisme membuat anak melewatkan
sedikit bahkan banyak sekali kemampuan dalam bersosialisasi. Yang termasuk di
dalam terapi perkembangan ini antara lain adalah Floortime, yang mana dapat
dilakukan orang tua agar membantu interaksi serta kemampuan bicara anak menjadi
lebih berkembang.
8. Terapi Visual (Treatment and education of autistic and related communication-
handicapped children (TEACCH)
Anak yang memiliki gejala autisme akan lebih mudah belajar dengan cara
melihat. Sehingga hal ini yang melatarbelakangi terapi ini digunakan dalam
penyembuhan gejala autismen. Terapi visual merupakan cara atau metode belajar
berkomunikasi dengan menggunakan gambar serta beberapa video game suntuk

11
pengembangan ketrampilan komunikasi anak. Terapi ini menggunakan petunjuk visual
seperti gambar yang menunjukkan tahapan melakukan sesuatu. TEACCH akan
membantu penderita memahami bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya
untuk berganti pakaian.
9. Terapi Biomedik
Terapi biomedik ini dikembangkan oleh sekelompok dokter yang dinamakan
Defeat Autism Now. Dalam terapi ini lebih memfokuskan pada pembersihan dari
fungsi-fungsi abrormal yang ada di dalam otak. Dalam terapi ini diharapkan dapat
membuat fungsi dari susunan syaraf bekerja optimal sehingga nantinya gejala gejala
pada autism akan lebih berkurang bahkan dapat menghilang. Terpai biomedik ini
biasanya melengkapi terapi terapi lainnya yang mana dengan cara memperbaiki dari
dalam. Obat-obatan yang digunakan pun juga berada dalam pengawasan dokter
spesialis yang memang mempelajari tentang autism.
10. Terapi Pendidikan
Program ini melibatkan tim pakar yang menerapkan beragam aktivitas yang
meningkatkan kemampuan komunikasi, sosial, dan tingkah lakunya. Umumnya anak-
anak dengan autisme dapat berkembang dengan program pendidikan yang terarah dan
terstruktur dengan baik.
11. The picture exchange communication system (PECS)
Terapi ini juga menggunakan petunjuk visual seperti TEACCH. Namun PECS
menggunakan simbol, untuk membantu penderita berkomunikasi dan belajar
mengajukan pertanyaan. Terapi tersebut didapatkan setelah melakukan riset dan
menemukan bahwa gejala autis ternyata diperparah oleh gangguan metabolisme yang
akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Selain terapi umum di atas, ada rangkaian
perawatan alternatif lain yang dapat digunakan untuk menangani autisme seperti
akupuntur dan terapi khelasi untuk pembuluh darah. Tindakan-tindakan yang dapat
diberikan kepada anak autism antara lain:
a. Bekerja sama dengan anggota keluarga
Anak dengan autis bukan berarti tidak perlu diikut sertakan ke dalam
aktivitas sehari-hari keluarganya. Namun sebaliknya, sangat penting mengajak
keluarga untuk membiasakan diri berinteraksi dengannya. Selain bermanfaat untuk

12
perkembangan anak, situasi saling mendukung berperan penting agar orangtua,
sebagai ayah atau ibu tidak merasa sendiri. Berikut ini adalah beberapa kondisi
yang dapat dikembangkan di rumah bersama anggota keluarga:
 Hindari memaksa anak. Anak dengan autisme sering kali tidak mampu
mengomunikasikan kebutuhannya melalui bahasa verbal, namun bisa melalui
gerak tubuh, menunjuk benda, atau bahasa isyarat. Misalnya ketika akan berjalan-
jalan, Orang tua bisa menyampaikan pada anak sambil menunjukkan gambar
mobil.
 Jauhkan anak dari contoh perilaku kasar. Anak dengan autisme cenderung meniru
perilaku dan kata-kata orang di sekitarnya.
 Buatlah jadwal kegiatan yang dapat diikuti anak secara rutin untuk
membiasakannya beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain secara terstruktur.
 Biarkan dia tetap memiliki kesempatan untuk meluangkan waktu menyendiri.
b. Pengobatan
Obat-obatan dapat diberikan untuk meringankan gejala autisme. Dokter
biasanya akan memberikan obat-obatan untuk menangani gejala yang berhubungan
dengan autisme seperti depresi, susah tidur, perilaku agresif, ataupun epilepsi.
Terdapat beberapa metode alternatif lain yang dapat Anda coba untuk
menangani autisme. Cara-cara ini belum terbukti secara ilmiah dapat menangani
autisme dengan efektif. Sehingga penerapannya sebaiknya dikonsultasikan terlebih
dahulu kepada dokter:
 Akupuntur, Meski belum terbukti efektif, akupuntur kadang digunakan sebagai
perawatan penunjang dalam mengurangi gejala autisme.
 Pola makan, Meski belum terbukti secara medis, namun Anda sebaiknya
mengurangi makanan yang mengandung zat aditif seperti bahan pengawet dalam
pola makan anak. Selain itu, ada beberapa studi yang menyatakan bahwa
beberapa pola makan tertentu bisa membantu meringankan gejala autis, tapi
keefektifannya masih belum terbukti sepenuhnya.
 Terapi berbasis sensor, Didasar kan pada teori bahwa anak dengan autisme
mengalami gangguan memproses rangsangan seperti suara dan sentuhan, terapi

13
ini bertujuan untuk membantu penderita autis dalam mengatur informasi yang
diterima dari sensor-sensor tubuhnya.
 Terapi kreatif. Terapi seperti musik dan seni dapat mengurangi sensitivitas anak
terhadap rangsangan bunyi dan sentuhan.

E. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Autis


1. Pendekatan TEACCH
Cakupan program TEACCH bersifat internasional dan telah sukses menyediakan
pendekatan terstruktur untuk anak-anak autis sehingga mereka dapat mengatasi
perubahan lingkungan di sekolah.
 Susunan ruangan kelas
Kebanyakan anak autis merasa sangat terganggu jika kelas tidak
terstruktur dengan baik. Susunan ruangan kelas dapat memberi batasan pada anak
autis dan juga meminimalkan gangguan dan rangsangan lain yang dapat
mengalihkan fokus mereka saat belajar. Susunan ruangan kelas juga harus
memberikan petunjuk kontekstual sehingga anak dapat merasakan dunianya.
Contoh, menempatkan benda-benda tertentu di tempat yang sama secara
konsisten. Anak akan merasa stres jika hal ini tidak dilakukan.
 Jadwal Harian
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan perilaku tidak
pantas dari anak autis adalah dengan memberikan struktur yang jelas dari hari ke
hari, memberi awal dan akhir yang jelas untuk setiap sesi atau tugas yang
diberikan. Hal ini dapat dilakukan dengan menunjukkan gambar-gambar atau
kata-kata, tergantung kebutuhan individu anak. Beberapa anak mungkin
membutuhkan sebuah sistem. Contoh, setelah tugas diselesaikan, kata atau
gambar dihilangkan dari jadwal agar mereka memahami bahwa mereka telah
selesai mengerjakan tugas tersebut. Hal ini sangat penting karena anak autis
sering bergantung pada rangsangan visual, yaitu mengasosiasikan tindakan
dengan gambar yang ditunjukkan.
 Sistem Kerja

14
Sistem kerja memungkinkan anak autis memiliki cara kerja yang
sistematik. Hal ini termasuk sistem kerja tertulis, yang menyediakan instruksi
tertulis untuk menegaskan apa yang harus dilakukan, dan sistem pencocokan,
dimana anak diharapkan dapat mencocokkan angka dengan tugas untuk
menunjukkan bahwa tugasnya telah selesai. Penting untuk menggunakan metode
apapun yang dapat ditawarkan, karena anak autis hanya akan tertarik pada materi
yang memotivasi dirinya.
2. Pendekatan Terstruktur
Pendekatan yang terstruktur dan terpadu sangat penting untuk memberikan
pengalaman belajar yang efektif bagi anak autis. Level kegelisahan mereka akan
berkurang jika kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang dapat diprediksi serta
memberi tahu apa yang akan terjadi dan kapan. Guru harus dapat mengenali segala
pemicu perilaku dan mengenalkan strategi untuk meminimalisasi hal tersebut.
 Bahasa
Saat menangani anak autis, berikan instruksi yang jelas dan sederhana,
serta pastikan anda berkomunikasi dalam level yang bisa dimengerti anak. Kita
dapat menggunakan simbol atau gambar untuk membantunya memahami apa
yang diharapkan darinya. Kita juga harus memberikan kesempatan kepadanya
untuk mengembangkan bahasa, contohnya melalui permainan.
 Komunikasi
Peningkatan kemampuan komunikasi, seperti dengan PECS (picture
exchange communication system), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan
gambar dalam berkumunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
 Terapi yang bersifat sensoris
Meliputi terapi tidak terbatas pada occupational therapy (OT), sensory
integration therapy, (SI) dan auditory integration training (AIT). Dengan adanya
berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi
mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan
fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Terapi
harus disesuaikan dengan kebutuhan anak berdasarkan pada potensinya,
kekurangannya, dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus

15
dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan okupasi terapi, terapi
wicara, dan terapi perilaku sebagai basisnya.
Dalam pengaplikasian pembelajaran tentu saja seorang guru harus memiliki
model pembelajaran terutama di dalam kelas inklusi, guru kelas hendaknya
menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Yang tidak hanya merangsang
pemikiran anak normal, melainkan anak autis juga.ada beberapa model pembelajaran
yang dapat diaplikasikan untuk kelas inklusi antara lain adalah :
1. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Dengan CTL ini anak-anak diajak untuk berpikir sesuai dengan kehidupan
nyata mereka sehingga lebih mempermudah untuk memahami materi
pembelajaran.Model ini paling sering digunakan karena anak autism lebih
mudah dijelaskan sesuai apa yang mereka alami dan model ini juga paling
diminati anak.
2. Direct Learning
Model Pembelajaran Langsung adalah model pembelajaran yang menekankan
pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan
pendekatan deduktif. Anak autis diharapkan dapat merespon atau setidaknya
mengerti poin-poin yang penting dalam materi pembelajaran.
3. Two Stay Two Stray serta Talking Stick
Saat anak-anak sudah mampu kalo disuruh menjelaskan materi ke temennya,
selain CTL dan Direct Learning ada model pembelajaran Two Stay Two Stray.
Jadi setiap 2 anak yang sudah paham dengan materi pembelajaran mereka
menjelaskan ke teman yang lainnya. Dengan model yang bervariasi tiap
pertemuan membuat anak autis semangat mengerjakan tugasnya. Ya meskipun
butuh bimbingan
4. SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually)
Merupakan model pembelajaran melalui mendengarkan, menyimak,
berbicara dan mengemukakan pendapat. Dengan metode ini anak autis dilatih
menggunakan seluruh alat indera, agar terbiasa dan mampu menyelesaikan
masalah yang ada di dalam pembelajaran.
5. Examples non examples

16
Model pembelajaran ini melibatkan anak autis bergabung dalam suatu
kelompok yang mengharuskan mereka untuk bekerja satu sama lain. Terbukti
pada pembelajaran yang menggunakan model ini, banyak anak yang antusias,
saling tolong menolong ,dan membaur menjadi satu . Setidaknya anak autis sudah
bisa dimasukkan dalam suatu kelompok.

6. Talking Stick
Model pembelajaran satu ini termasuk menjadi kesukaan anak-anak autis.
Metode ini tidak hanya digunakan untuk mengajarkan atau memahamkan materi
saja, akan tetapi menunjukkan kemampuan anak autis untuk bernyanyi dan fokus
(konsentrasi).

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan
penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Adapun karakteristik
anak autis dapat dilihat berdasarkan jenis masalah serta gangguan yang dialaminya dibagi
menjadi 6: masalah dibidang komunikasi, bidang interaksi sosial, bidang kemampuan
sensoris, bidang pola bermain, masalah perilaku, masalah emosi.
Penyebab utama dari gangguan ini hingga saat ini masih terus diselidiki oleh para
ahli meskipun beberapa penyebab seperti konsumsi obat, factor kandungan, factor
kelahiran, peradangan dinding usus, factor makanan, keracunan logam berat, genetik,
vaksinasi, populasi, komplikasi sebelum dan setelah melahirkan disebut-sebut memiliki
andil dalam terjadinya autisme.
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah
(severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah
atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian.
Treatmen atau Tindakan untuk Autism, banyak jenis terapi yang digunakan
dengan teknik konvensional atau yang biasa dilakukan, seperti terapi gelombang otak,
terapi wicara, terapi fisik, terapi musik yang telah ditulis di atas dan masih banyak lagi
yang biasa digunakan di sekolah khusus anak autisme.
Dalam pengaplikasian pembelajaran tentu saja seorang guru harus memiliki
model pembelajaran terutama di dalam kelas inklusi. Ada beberapa model pembelajaran
yang dapat diaplikasikan untuk kelas inklusi antara lain adalah: CTL, Direct Learning,

18
Two Stay Two Stray serta Talking Stick, SAVI (Somatic, Auditory, Visualization,
Intellectually), Examples non examples, Talking Stick.
B. SARAN
Saran yang berikan adalah agar penulis, pembaca, dan masyarakat tidak langsung
(judge) anak autis adalah anak yang bodoh, agresif, dan tidak sopan sebelum betul-betul
memahami kondisi anak autis tersebut, dan sebaiknya keluarga dan masyarakat
dilingkungannya lebih memperhatikan tindakan pengobatan bagi anak autis.
DAFTAR PUSTAKA

1. SpA,Arfianto. 2012. Orang tua Cermat,Anak Sehat. Jakarta:Transmedia


2. Van Tiel,Julia Maria. 2007. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta:Pernada
3. Adriana S. Ginanjar, Panduan Praktis Mendidik Anak Autis Menjadi Orang Tua Istimewa,
(Jakarta : PT Dian Rakyat)
4. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/viewFile/822/679
5. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031-
MOHAMAD_SUGIARMIN/INDIVIDU_DENGAN_GANGGUAN_AUTISME.pdf
6. http://etheses.uin-malang.ac.id/2273/6/08410062_Bab_2.pdf
7. http://journals.ums.ac.id/index.php/bioeksperimen/article/download/5177/3851&ved=2ah
UKEwjOkYr0nrnsAhWalEsFHSz-
C_k4FBAWMAh6BAgDEAE&usg=AOvVaw3DK5lJBujmcMYTJiX7gco
8. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011-
MUSYAFAK_ASSYARI/Pendidikan_Anak_Autis/Sebab-
sebab_autis.pdf&ved=2ahUKEwiW7_zSnrnsAhUVSX0KHRyoDCs4ChAWMAh6BAgC
EAE&usg=AOvVaw0QKaEf1Wlxvut15cq0yXFZ
9. https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798&ved=2ahUKEwiTt
qqUoLnsAhUQXisKHTY4AMQQFjAIegQIBRAB&usg=AOvVaw0cFPPrHZnYvtPQ6s0
s82zG
10. http://repository.unimus.ac.id/2712/4/14.%20BAB%20II.pdf
11. http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpk/article/download/5680/4229/
12. https://www.neliti.com/publications/185038/pengalaman-ibu-dalam-merawat-anak-autis-
usia-sekolah
13. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/risalah/article/view/8510

19
14. http://etheses.uin-malang.ac.id/14617/1/16761008.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai