Anda di halaman 1dari 6

TUGAS REVIEW FILM “TAARE ZAMEEN PAR”

OLEH KELOMPOK 4

Nama Anggota : -Ladi Ladita Sigalingging 1191111036


-Citra Lestari 1192411004
- Gita Laurenza. S 1192411009
Kelas : PGSD REG B 2019
Dosen Pengampu : Laurensia M Perangin Angin, M.Pd.
Mata Kuliah : Strategi Belajar Mengajar.

Berdasarkan film “ Taare Zameen Par” yang telah kami tonton, maka hasil diskusi dan
analisis kami mengenai aspek lingkungan pendidikan (Tri Pusat Pendidikan) dan Strategi
pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Aspek Lingkungan Pendidikan
a. Lingkungan Sekolah
Bagi seumuran siswa SD kelas 3, Ishaan menghadapi permasalahan pelik yaitu
kesulitan membaca dan menulis. Alhasil, dalam semua mata pelajaran, Ishaan selalu
gagal sebab dia tidak memahami apa yang ia baca dan tidak ada yang bisa memahami
ketidak tahuan ishaan.
Ishaan sang dyslexia inipun memasuki sekolah asrama yang begitu kaku dalam sistem
pengajaran di kelas. Guru menjadi sumber ilmu utama, buku adalah sumber bacaan
utama, dan meniru ucapan guru adalah kewajiban utama. Seperti burung beo, begitulah
guru mengkondisikan siswa-siswanya. Jawaban yang tidak sama dengan guru adalah
salah, seberapapun logisnya itu. Gambar yang tidak sama dengan guru berarti hukuman.
Ishaan menjadi semakin depresi hingga seorang guru Seni pengganti mengenali gejala
dyslexia Ishaan. Dengan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan, sang guru ini
berhasil mengajarkan baca tulis kepada Ishaan melalui cara yang sangat kreatif, sesuai
dengan bakat alami Ishaan, yaitu menggambarkan
multiple intelegences dalam diri Ishaan
Di luar kesulitan membaca dan menulisnya, Ishaan yang dianggap anak keterbelakangan
mental ini, mempunyai beberapa tipe kecerdasan yang tidak diapresiasi oleh lingkaran
pendidikan di sekolah dan di rumah (oleh sang Ayah). Mengambil istilah multiple
intelegences yang digagas oleh Howard Gardner, Ishaan sang dyslexia mempunyai
beberapa kecerdasan yang luar biasa di antaranya:
1. Kecerdasan Visual
Ishaan mempunyai kemampuan menggambar dan melukis (painting) di atas rata-rata.
Goresan kuasnya sangat tegas dan perpaduan warnanya sangat unik. Sangat superb. Dia
juga memvisualisasikan apa yang dia pelajari melalui imajinasinya yang sangat kreatif.
2. Kecerdasan Natural
Ikan, anjing, burung, sangat disukai Ishaan. Ia sayang sekali pada binatang dan
memelihara ikan di akuariumnya. Ia sering memperhatikan tingkah laku binatang dan
takjub akannya.
3. Kecerdasan Sosial
Bisa dibilang Ishaan berasal dari keluarga ekonomi menengah atas India yang cukup
sejahtera. Namun, ia begitu peduli pada orang-orang yang kurang beruntung di
sekitarnya. Ia begitu empati pada anak-anak asongan, para buruh kasar, pedagang-
pedagang kaki lima, hingga para gelandangan. Ia bisa menatapi mereka selama beberapa
saat dengan tatapan ingin menolong.
4. Kecerdasan interpersonal
Ishaan adalah seorang perenung dan pemikir. Ketika ia melihat gerak polah ikan, atau
melihat induk burung yang sedang memberi makan anak-anaknya. Perasaannya juga
sangat sensitif, ia memikirkan apa yang salah dengan dirinya hingga semua orang
mengecapnya buruk, kecuali ibunya yang juga tidak tahu kelainan apa yang dia alami.
5. Kecerdasan eksistensial
Hampir sama dengan kecerdasan interpersonal, namun lebih menyangkut pada hal lain di
luar diri pribadinya. Terlihat ketika Ishaan menginterpretasikan sebuah puisi yang
dibacakan oleh salah seorang teman di kelasnya. Ishaan menjelaskan puisi itu seperti
seorang sastrawan atau filsuf. Sayangnya, gurunya menolak jawaban Ishaan.
Jadi, Ishaan hanya lemah dalam Kecerdasan Linguistik, khususnya untuk membaca dan
menulis. Dalam mendengarkan dan berbicara, Ishaan tidak mengalami kendala.
Sayangnya, hanya karena lemah dalam satu jenis kecerdasan ini ditambah dengan sistem
pendidikan yang hanya mengapresiasi baca tulis hitung sebagai ukurannya, Ishaan dicap
sebagai anak berketerbelakangan mental, bodoh, atau idiot. Padahal, ia unggul di lebih
banyak jenis kecerdasan daripada teman-temannya
b. Lingkungan Keluarga
Setiap anak itu berbeda, masing-masing memiliki karakteristik dan potensi yang
berbeda beda pula. Setiap anak memiliki cara mereka sendiri dalam memahami suatu hal,
dalam menyerap informasi dan juga dalam mendapatkan suatu ilmu. Dan tugas seorang
gurulah untuk membimbing mereka, mengarahkan mereka, dan memberikan layanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Begitu juga dengan anak berkebutuhan khusus
“disleksia” mereka memiliki kesulitan belajar membaca, tapi banyak dari mereka yang
memiliki potensi luar biasa salah satunya dalam bidang seni. Inilah yang ingin
digambarkan dalam film “ Taare Zameen Par”.
Sang ibu yang telaten mengajari Ishaan menulis pun putus asa pada anak tersebut.
Tetapi ibu mengira Ishaan tidak mau bersungguh-sungguh belajar menulis. Ibu tidak
pernah tau bahwa ada permasalahan yang lebih pelik yang dialami Ishaan. Ishan juga
Tertekan oleh sikap sang Ayah yang selalu bangga ketika anaknya memenangkan
kompetisi, tertekan oleh guru dan teman-teman di sekolah, tertekan oleh teman-teman
sebayanya di lingkungan tempat tinggalnya, Ishaan menjadi semakin tertutup. Hingga
suatu hari sang kepala sekolah memanggil orang tua Ishaan untuk memindahkan Ishaan
ke sekolah lain. Ayah yang tidak pernah mendukung hobbi dan semua kegiataan yang
ishaan lakukan hal ini membuat ihsaan down dan tidak semangat dalam menjalani
kehidupannya.
Ishaan sang dyslexia inipun memasuki sekolah asrama yang begitu kaku dalam
sistem pengajaran di kelas. Guru menjadi sumber ilmu utama, buku adalah sumber
bacaan utama, dan meniru ucapan guru adalah kewajiban utama. Seperti burung beo,
begitulah guru mengkondisikan siswa-siswanya. Jawaban yang tidak sama dengan guru
adalah salah, seberapapun logisnya itu. Gambar yang tidak sama dengan guru berarti
hukuman.
Dari hal diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa sebagai orang tuaita harus
pengertian dengan anak anak kita, kita harus mengetahui sifat dan karakteristik anak anak
kita, jangan sampai melakukan hal yang sampai membuat down anak sepeti selalu
menyalahkan, dan tidak pernah memuju apa yang telah anak kita capai. Sebagai orang
tua, kita harus mendukung semua hal yang disukai oleh anak anak, demi kelancaran dia
menuangkan si fikirannya ke manapun dia mau sebagai hobinya.
c. Lingkungan Sosial/Masyarakat:
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan keluarga dan
sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah di mulai ketika anak-anak
lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Corak dan ragam
pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala
bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Untuk
agak memperjelas pengertian kita tentang lingkungan itu, baiklah kita jangan terlalu
terikat pada “tempat”. Kita adakan tinjauan tentang lingkungan bukan atas dasar tempat,
melainkan atas dasar “peranan” orang-orang yang berada dalam lingkungan-lingkungan
itu. Jika orang tua atau anggota keluarga yang lain, tidak berperan lagi terhadap anak,
artinya tidak mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku perbuatan anak, maka dapat
dikatakan bahwa anak tersebut tidak berada dalam lingkungan keluarga. Biarpun ia
mungkin masih berada di halaman rumahnya. Misalnya ia sedang bermain-main dengan
kawan-kawan sebayanya. Sebaliknya, biarpun ia tidak berada di sekitar halaman
rumahnya, akan tetapi orang tua atau anggota keluarga yang lain masih mengadakan
pengawasan terhadap tingkah laku perbuatan anak, maka dapat dikatakan, bahwa anak itu
berada di dalam lingkungan keluarga. Misalnya mereka sedang berjalan-jalan di sebuah
taman, mereka pergi ke tempat-tempat hiburan dan sebagainya. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan anak berada di dalam lingkungan masyarakat, apabila anak itu tidak
berada di bawah pengawasan orang tua atau anggota keluarga yang lain, dan tidak berada
di bawah pengawasan guru atau petugas sekolah yang lain.
Sementara itu, berdasarkan hasil analisis terhadap film “ Taare Zameen Par”, ada
beberapa scene yang menunjukkan adanya pendidikan yang diperoleh Ihsan dari
lingkungan social/masyarakat. Dapat kita lihat pada menit ke-12:54 yang menunjukkan
Ihsan sedang bermain bersama teman-temanya di sekitar lingkungan rumahnya. Saat itu,
terjadi perkelahian antara Ihsan dan teman-temannya. Perkelahian tersebut sebenarnya
dipicu oleh teman Ihsan yang lebih dulu berlaku kasar pada Ihsan. Ihsan pun membalas
perlakuan kasar temannya tersebut hingga terjadilah perkelahian. Sehubungan dengan
situasi tersebut, pengaruh lingkungan masyarakat sebenarnya ada yang bersifat positif
dan negatif. Pengaruh positif ialah segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap
pendidikan dan perkembangan anak. Yaitu pengaruh-pengaruh yang menuju kepada hal-
hal yang baik dan berguna bagi anak itu sendiri maupun bagi kehidupan bersama.
Sedangkan pengaruh negatif ialah pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang tidak baik
dan merugikan. Baik, merugikan bagi pendidikan dan perkembangan anak maupun
merugikan kepada kehidupan bersama. Dalam hal ini, Ihsan jelas menerima pengaruh
yang negatif dari lingkungan social pertemanannya. Ia belajar untuk memperlakukan
temannya sebagaimana ia diperlakukan. Sekalipun sebenarnya itu adalah bentuk
pembelaan diri yang ia lakukan. Kemudian pada menit ke- 28:12, terdapat scene yang
benar-benar menunjukkan bahwa seorang anak akan sangat tertarik dengan apa yang
dilihatnya dari lingkungan sosialnya. Ketika itu Ihsan memutuskan untuk bolos sekolah
lalu pergi berjalan-jalan mengitari jalanan kota. Tampak ia mengamati orang-orang
disekitarnya, mulai dari pedagang. Menit ke-28:57, Ihsan mengamati buruh bangunan
yang sedang mengecat, mengamati pajangan lukisan, hingga ikut mengamati eskavator
yang sedang mengeruk tanah ketika kerumunan orang sedang mengamati eskavator
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, anak-anak cenderung merasa penasaran akan suatu hal
yang dilihatnya dari orang-orang di sekitanya. Dan salah satu scene yang paling
mencolok bahwa anak belajar dari lingkungannya adalah di menit 31:07, ketika itu Ihsan
melihat orang dewasa yang sedangn minum dengan cara menenggaknya, Ihsan pun turut
menirukan hal tersebut. Tampak jelas anak belajar dari apa yang dilihatnya. Kemudian
menit 32:29, Ihsan mengamati anak jalanan yang sedang bermain, buruh bangunan kasar
dan para pegawai kantoran. Dalam hal tersebut Ihsan belajar bahwa ada
kesenjangan/perbedaan sosial yang mencolok antara dia dengan anak-anak jalanan, dan
buruh kasar dengan pegawai kantoran bdapat dilihat dari segi pakaiannya saat itu. Ihsan
merasa empati dengan apa yang dilihatnya. Dan terakhir pada menit 1:35:48, Pak Guru
juga merasakan adanya kesenjangan social ketika seorang anak kecil yang seharusnya
mengenyam pendidikan malah bekerja. Tetapi anak tersebut tetap gigih dan semangat
serta bersyukur atas apapun yang terjadi dalam hidupnya.

2. Strategi Pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai