Anda di halaman 1dari 16

Makalah Pendidikan Inklusif

“Manajemen Pendidikan Khusus”

Oleh

Kelompok 13

1. M. Alfida Julvi (19129310)


2. Mala Cania (19129254)
3. Nurhasanah (19129146)
4. Ramadhanty Rista Aida (19129153)

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Zulmiyetri, M. Pd.

Kode Sesi :202020030124

Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Negeri Padang
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Manajemen Pendidikan Khusus”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan
Inklusif di Universitas Negeri Padang.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.

Sumatera Barat, 23 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Sekolah Inklusif........................................................................... 3
B. Ruang Lingkup Manajemen Sekolah Inklusif………………………………………....... 3
C. Prinsip Umum Manajemen Sekolah Inklusif…................................................................. 4
D. Kriteria Manajemen Pendidikan Inklusif........................................................................... 4
E. Pelaksanaan Manajemen Sekolah Inklusif………..………………………………...…… 5
F. Aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif Dalam Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus……………………………………………………………………………...…… 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................................................... 12
B. Saran................................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak. (Langeved, 2001:3). Bantuan yang diberikan kepada anak yang dimaksud disini
adalah usaha seseorang untuk mengajarkan atau membina kecerdasan materi, budi pekerti,
perilaku sosial, cara berinteraksi dengan orang lain, dan olah emosional pada diri anak sehingga
anak dapat berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang ada di dalam lingkungan sosialnya.
Pada hakekatnya pendidikan tidak hanya melulu soal teoritis saja akan tetapi usaha pendidik
untuk mendidik peserta didik harus bertanggungjawab terhadap moral peserta didik dan sesuai
dengan manajemen/strategi yang terencana dengan baik sebagai landasan pendidik untuk
membangun karakter peserta didik. Pendidikan dapat berlangsung di dalam lingkungan sosial,
tidak harus dengan lingkup lingkungan sosial yang luas. Ketika anak melakukan sebuah interaksi
dengan orang lain, kepada keluarga, guru, maupun teman-temannya, maka di dalam interaksi
tersebut terdapat kegiatan pendidikan yang berlangsung.

Untuk mengatasi permasalahan pendidikan anak inklusi perlu dikembangkan manajemen


pendidikan inklusi di sekolah dasar. Manajemen pendidikan inklusi yang dimaksud disini
disesuaikan dengan kondisi sekolah yang ada serta kebutuhan pendidikan yang diperlukan oleh
anak inklusi. Peran serta lembaga pendidikan diharapkan mampu menyongsong pendidikan
inklusi secara kompleks. Semestinya kekompleksan permasalahan pendidikan inklusi di sekolah
dasar didukung dengan ketersediaan sekolah menerima anak inklusi bukan sebagai anak yang
merepotkan, anak yang bodoh, anak yang tidak bisa diandalkan, dan 4 anak yang menjadikan
nilai prestasi sekolah menurun. Kesadaran masingmasing guru untuk mendidik anak inklusi
menjadi tanggungjawab besar dan kebiasaan yang harus terorganisir oleh masing-masing guru
kelas maupun guru mapel, khususnya guru pendamping anak inklusi. Upaya ini perlu adanya
dukungan dari kepala sekolah, sebagai kepala sekolah hendaknya mampu mengorganisir
manajemen pendidikan inklusi dan mendayagunakan manajemen sekolah inklusi baik secara
personal maupun material.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari manajemen sekolah inklusif?
2. Bagaimana ruang lingkup dari manajemen sekolah inklusif?
3. Bagaimana prinsip umum dari manajemen sekolah inklusif?
4. Apa saja kriteria dari manajemen pendidikan inklusif?
5. Bagaimana pelaksanaan dari manajemen sekolah inklusif?
6. Bagaimana aplikasi manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan tujuan penulisan sebagai


berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari manajemen sekolah inklusif?
2. Untuk mengetahui ruang lingkup dari manajemen sekolah inklusif?
3. Untuk mengetahui prinsip umum dari manajemen sekolah inklusif?
4. Untuk mengetahui kriteria dari manajemen pendidikan inklusif?
5. Untuk mengetahui pelaksanaan dari manajemen sekolah inklusif?
6. Untuk mengetahui aplikasi manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Sekolah Inklusif

Manajemen pendidikan adalah sebuah proses yang dilaksanakan secara sadar dan
terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran serta mencapai tujuan
pendidikan dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan
menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain untuk mencapai tujuan
organisasi (Maria & Sediyono, 2017). Fungsi pokok manajemen pembelajaran adalah
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan (Sa'ud dan Sumantri dalam
Maria & Sediyono, 2017). Semua satuan pendidikan di Indonesia harus memiliki manajemen
pendidikan yang baik tak terkecuali bagi sekolah luar biasa (SLB). Berbeda dengan satuan
pendidikan regular, istilah manajemen pendidikan di sekolah luar biasa disebut dengan
manajemen pendidikan khusus, yaitu manajemen sekolah untuk pelaksanaan pembelajaran bagi
anak berkebutuhan khusus.

Manajemen pendidikan inklusi yaitu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,


dan pengawasan usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penyelenggaraan pada sekolah inklusi (Mudjito,
2014:35). Manajemen pendidikan di sekolah dasar mengarah kepada manajemen berbasis
sekolah. Sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi di dalamnya mengemas suatu manajemen
pendidikan inklusi di sekolah dasar.

Pengertian dari manajemen pendidikan inklusi dapat disimpulkan sebagai keseluruhan


prosess kerjassama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan
sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sumber yang diharapkan
mencakup prosess perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan
kehidupan bangssa, mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman, bertawa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Aktivitas memadukan sumberssumber pendidikan agar terpusat
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.

B. Ruang Lingkup Manajemen Sekolah Inklusif

Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah


untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah yang bersangkutan.
Komponen-komponen tersebut meliputi:
1. Input siswa (kesiswaan)
2. Kurikulum
3. Tenaga kependidikan
4. Sarana-prasarana
5. Dana
6. Lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat)
7. Kegiatan belajar-mengajar

Komponen-komponen tersebut merupakan sub-sistem dalam sistem pendidikan (sistem


pembelajaran). Bila terdapat perubahan pada salah satu sub-sistem (komponen), maka menuntut
perubahan/ penyesuaian komponen lainnya. Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat
perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya menampung anak normal tetapi juga anak luar
biasa, maka menuntut penyesuaian (modifikasi) pengelolaan kesiswaan, kurikulum (program
pengajaran), tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana, lingkungan, serta kegiatan belajar-
mengajar.

C. Prinsip Umum Manajemen Sekolah Inklusif

1. Manajemen Sekolah bersifat praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi
dan situasi nyata di sekolah.
2. Manajemen Sekolah berfungsi sebagai sumber informasi bagi peningkatan pengelolaan
pendidikan dan kegiatan belajar-mengajar.
3. Manajemen Sekolah dilaksanakan dengan suatu system mekanisme kerja yang menunjang
realisasi pelaksanaan kurikulum.

D. Kriteria Manager Pendidikan Inklusif

Dalam pelaksanaan manajemen, termasuk manajemen pendidikan/ sekolah, perlu seorang


manajer/pemimpin/administrator yang berpandangan luas dan berkemampuan, baik dari segi
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.

Seorang manajer/pemimpin/administrator pendidikan/sekolah diharapkan:


1. Memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan/sekolah yang meliputi kegiatan
mengatur: (a) kesiswaan, (b) kurikulum, (c) ketenagaan, (d) sarana-prasarana, (e) keuangan,
(f) hubungan dengan masyarakat, (h) kegiatan belajar-mengajar.
2. Memiliki keterampilan dalam bidang: (a) perencanaan, (b) pengorganisasian, (c)
pengarahan, (d) pengkoordinasian, (e) pengawasan, dan (f) penilaian pelaksanaan kegiatan
yang ada di bawah tanggungjawabnya.
3. Memiliki sikap: (a) Memahami dan melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh
pimpinan, (b) Menghargai peraturan-peraturan serta melaksanakannya, (c) Menghargai cara
berpikir yang rasional, demokratis, dinamis, kreatif, dan terbuka terhadap pembaharuan
pendidikan serta bersedia menerima kritik yang membangun, dan (d) Saling mempercayai
sebagai dasar dalam pembagian tugas.

E. Pelaksanaan Manajemen Sekolah Inklusif

1. Manajemen Kurikulum

Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan local. Kurikulum


nasional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Sedangkan kurikulum muatan local merupakan kurikulum yang disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disusun oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan/atau
Kabupaten/Kota. Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak normal
(reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik
siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi/materi,
modifikasi proses belajar-mengajar, modifikasi sarana-prasarana, modifikasi lingkungan
belajar, dan modifikasi pengelolaan kelas.

Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah Inklusi meliputi modifikasi


kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa (anak luar biasa),
menjabarkan kalender pendidikan, menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar;
mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan persiapan pelajaran,
mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler, mengatur
pelaksanaan penilaian, mengatur pelaksanaan kenaikan kelas, membuat laporan kemajuan
belajar siswa, mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran. Kurikulum didasarkan
pada model yang mengatur kurikulum agar sesuai dengan apa yang telah drencanakan. Adapun
model kurikulum pendidikan inklusi terdiri dari 3 komponen model yang akan dijelaskan
seperti berikut, yaitu:
a. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya
di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru
pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan
tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa
terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c. Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI), yaitu kurikulum yang
dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang
melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli
lain yang terkait.

2. Manajemen Kesiswaan/Peserta Didik

Manajemen peserta didik bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan peserta didik agar
kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar, tertib, dan teratur, serta mencapai
tujuan yang diinginkan. Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya memberi
kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan
di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap awal, agar memudahkan pengelolaan kelas, seyogianya
setiap kelas inklusi dibatasi tidak lebih dari 2 (dua) jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya
tidak lebih dari 5 (lima) anak. Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain:
a. Penerimaan siswa baru.
b. Program bimbingan dan penyuluhan.
c. Pengelompokan belajar siswa.
d. Bimbingan siswa.
e. Penilaian siswa.

3. Manajemen Sarana dan Prasarana

Di samping menggunakan sarana-prasarana seperti halnya anak normal, anak luar biasa
perlu pula menggunakan saranaprasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan dan kebutuhan
anak. Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan
saranaprasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-
mengajar.

Komponen sarana dan prasarana dalam sistem pendidikan inklusi, menjadi salah satu
komponen yang termasuk penting. Melihat karakteristik anak berkebutuhan khusus, maka
sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan tentunya menyesuaikan dengan kebutuhan
anak. Selain komponen sekolah seperti tanah, gedung, kantor, gedung sekolah, laboratorium,
monumen, tempat tinggal dan sebagainya, diperlukan pula alat-alat spesifik seperti ruang
khusus bagi anak low vision, ruang kedap suara bagi anak tunarungu, berbagai macam alat
peraga bagi anak autis, serta alatalat bantu pembelajaran yang kesemuanya diharapkan dapat
menunjang untuk anak dapat belajar secara efektif dan maksimal.

4. Manajemen Pendidik daan Tenaga Kepenendidikan (teacher development dan staff


development)
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,
mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan
Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar.

Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran
(Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi:
a. Inventarisasi pegawai.
b. Pengusulan formasi pegawai.
c. Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi.
d. Mengatur usaha kesejahteraan.
e. Mengatur pembagian tugas.

5. Manajemen Hubungan Masyarakat

Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.


Lembaga pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam rangka
memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat otonomi daerah dimana pendidikan juga
merupakan salah satu bidang yang di desentralisasikan, maka keterlibatan masyarakat
merupakan suatu keharusan. Dalam rangka menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia
berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan
memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah
dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat
mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.

Sekolah sebagai suatu system social merupakan bagian integral dari system social yang
lebih besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya Sumber Daya Manusia (SDM) pada suatu
daerah, tidak hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun sangat
bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin maju pula sumber
daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat
terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin mundur pula sumber daya manusia pada
daerah tersebut. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam pembangunan
pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan “rasa ikut memiliki” sekolah di
daerah sekitarnya. Maju-mundurnya sekolah di lingkungannya juga merupakan tanggungjawab
bersama masyarakat setempat. Sehingga bukan hanya Kepala Sekolah dan Dewan Guru yang
memikirkan maju mundurnya sekolah, tetapi masyarakat setempat terlibat pula memikirkannya.
Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan
sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara memberitahu masyarakat
mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang
dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang
jelas tentang sekolah yang bersangkutan.

6. Manajemen Pembiayaan

Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan


terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan kata lain,
setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya. Dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain untuk keperluan kegiatan
identifikasi input siswa, modifikasi kurikulum, insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat,
pengadaan sarana-prasarana, pemberdayaan peranserta masyarakat, dan pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar.

Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi, baik
dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan program
selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama orang tua siswa dan masyarakat (Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah daerah dapat menanggulanginya. Dalam
pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator,
ordonator, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk
mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator
adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas
segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan
adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang
serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.

Kepala Sekolah, sebagai manajer berfungsi sebagai otorisator dan dilimpahi fungsi
ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi
bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan
bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi
oordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

7. Manajemen Budaya dan Lingkungan Sekolah

Manajemen budaya dan lingkungan sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mengembangkan karakter positif siswa. Manajemen budaya dan lingkungan sekolah
dilakukan agar lingkungan sekolah dapat menjadi tempat yang kondusif bagi penyemaian dan
pengembangan watak optimisme, mengembangkan penalaran, pencerahan akal budi,
membekali ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk menjadikan siswa yang jujur, sopan
santun, kreatif produktif, mandiri, dan bermanfaat bagi sesamanya. Karena lingkungan sekolah
merupakan salah satu tempat siswa berinteraksi, selain lingkungan keluarga dan masyarakat
untuk melakukan proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.

Sekolah yang notabene sebagai sebuah institusi perlu dikelola dengan cara-cara
pengelolaan yang baik. Manajemen budaya dan lingkungan sekolah mempunyai peluang besar
dalam menghasilkan lulusan yang memiliki karakter nilai-nilai baik agar pendidikan dapat
berlangsung sebagai usaha yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran kondusif sehingga dapat menghasilkan siswa yang tidak hanya cerdas
secara kognitif tetapi siswa yang berkarakter positif.

8. Manajemen Layanan Khusus

Oleh karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak luar
biasa, agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan manajemen layanan
khusus. Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan, hubungan masyarakat, serta budaya dan
lingkungan. Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami kePLB-an,
untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini. Manajemen layanan khusus melibatkan
semua komponen pendidikan dalam kesseluruhan proses mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengelolaan, dan evaluasi, yaitu mengenai guru, peserta didik, orang tua, dan
masyarakat. Orang tua dan masyarakat turut berpartisipasi dalam kesseluruhan proses
pembelajaran. Guru diberikan kesempatan dan tantangan untuk belajar berbagai metode
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak. Guru menggunakan metode pembelajaran
kooperatif yanng melibatkan kerjasama antar anak dan pengajar secara interaktif. Partisipasi
dan kerjasama antar semua komponen semakin ditingkatkan terutama kerjasama antara orang
tua dan guru mulai dari perencanaan pembelajaran sampai pada evaluasi tindak lanjut.

F. Aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif Dalam Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan


Khusus

Manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan luar biasa merupakan suatu proses
keseluruhan kegiatan secara bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan dengan mendayagunakan sumber-sumber yang
ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya berupa material demi tercapainya
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam merencanakan pendidikan
inklusif, sebgai berikut:
1. Identifikasi Kebutuhan Anak
Seluruh anggota tim perlu memahami secara tepat apa yang menjadi kebutuhan anak.
Orang tua diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan jujur mengenai
keberadaan anak mereka. Informasi yang tepat akan sangat membantu terhadap ketepatan
pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
2. Identifikasi Sumber-Sumber Pendukung
Setelah kebutuhan anak telah teridentifikasi kemudian tim membuat daftar semua hal
yang bisa mendukung berhasilnya pelayanan sesuai dengan kebutuhan anak.
3. Memilih Kelas untuk Anak
Setelah diidentifikasi secara tepat kebutuhan anak dan sarana pendukung yang
ada,tim kemudian dapat menentukan kelas yang sesuai untuk anak berkebutuhan khusus.
4. Menyiapkan Program Pembelajaran
Materi yang diberkan nantinya harus sesuai dengan kebutuhan anak dan sarana yang
ada.
5. Membuat Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan sehari-hari meliputi: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
tempat pembelajaran, dan sumber-sumber yang dibutuhkan.
6. Pelatihan Bagi Guru
Setiap guru perlu diberikan pelatihan menyangkut cara menangani anak
berkebutuhan khusus dan cara menciptakan kelas yang kondusif. Jadi melalui manajemen
pendidikan inklusif, anak akan merasa percaya diri, bangga terhadap diri sendiri serta
mampu beradaptasi dengan lingkungan masyarakat umum. Bagi guru, dapat meningkatkan
kemampuan mengajar dengan berbagai model sesuai kebutuhan masing-masing anak. Bagi
orang tua, merasa bangga karena anaknya memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi. Dan
bagi masyarakat, merasa dihargai karena dilibatkan dalam proses Pendidikan Inklusif.
7. Pembinaan Sekolah Inklusi
a. Alternatif 1
Sekolah reguler (SD) yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi bila belum memiliki
Guru Pembimbing Khusus (Guru Tetap), berlokasi tidak lebih dari 5 km dari SDLB/SLB
Basis. Dengan demikian, Guru SDLB/SLB yang diberi tugas sebagai Guru Pembimbing
Khusus di Sekolah Inklusi (mungkin beberapa sekolah) merasa tidak terlalu jauh,
sehingga dapat melaksanakan tugasnya lebih efektif.
b. Alternatif 2
Sekolah reguler (SD) yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi memiliki Guru
Pembimbing Khusus (Guru Tetap) yang berlatar belakang pendidikan luar biasa atau
berlatar belakang pendidikan umum tetapi sudah mendapatkan pelatihan yang memadai
tentang ke-PLB-an, sehingga factor jarak dengan lokasi SDLB/SLB tidak menjadi
pertimbangan, karena Sekolah ini sudah dapat mandiri. Sekolah Dasar ini disebut SD
Inklusi Basis (memiliki Guru Pembimbing Khusus Tetap).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Manajemen Sekolah Inklusif merupakan bagian integral dari penyelenggaran pendidikan


inklusif, karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak
berkebutuhan khusus, sehingga agar anak-anak berkebutuhan khusus tersebut tidak sampai
terabaikan, dapat dilakukan manajemen layanan khusus yang terdapat dalam salah satu
komponen manajemen pendidikan inklusif.

Manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan luar biasa merupakan suatu proses
keseluruhan kegiatan secara bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan dengan mendayagunakan sumber-sumber yang
ada, baik sumber daya manusia maupun sumberdaya lainnya berupa material demi tercapainya
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

B. Saran

Agar dapat terciptanya sekolah inklusif yang efektif dan efisien penulis menyarankan
supaya tiap-tiap sekolah yang menyelenggaraan pendidikan inklusif harus benar-benar
mengetahui dan memahami tentang manajemen sekolah inklusif agar dapat merencanakan,
mengorganisasikan, mengelola, dan mengawasi pendidikan inklusif di sekolah tersebut sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ali Daroni, Gangsar. (2018). Manajemen Pendidikan Khusus di Sekolah Luar Biasa Untuk Anak
Autis. Jurnal Manajemen Pendidikan Volume: 5, No. 2

http://rinitarosalinda.blogspot.com/2015/10/manajemen-sekolah-inklusif.html (diakses 13
Oktober 2015)

Palupi, Isna. (2019). MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI di SD NEGERI SECANG 3


KABUPATEN MAGELANG. Magelang.
(http://eprintslib.ummgl.ac.id/1315/1/15.0305.0101_BAB%20I_BAB%20II_BAB%20III
_BAB%20V_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf)

Anda mungkin juga menyukai