PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Disusun Oleh:
Dosen Pengampu :
Dr.Nurfarhanah,S.Pd,M.Pd,Kons
Sesi:
202211270180
2022
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah psikologi pendidkan
,materi " Perbedaan Individu dalam Belajar". Dengan tepat waktu.selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang peranan kreativitas dalam belajar.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Yang sifatnya membangun
sehingga nantinya kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi sumber bacaan yang lebih
baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 1
C. TUJUAN ..................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. Pengertian Perbedaan Individual Peserta didik ........................................................................... 2
B. Gaya Belajar................................................................................................................................ 3
C. Siswa Beresiko ............................................................................................................................ 5
D. Anak Berkebutuhan Khusus........................................................................................................ 8
E. Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Keberagaman Peserta Didik ....................................... 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 14
B. Saran ......................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap anak adalah unik. Ketika kita memperhatikan anak-anak didalam ruang
kelas, kita akan melihat perbedaan individual yang sangat banyak. Bahkan anak-anak
dengan latar belakang usia hampir sama, akan memperlihatkan penampilan,
kemampuan, tempramen, minat dan sikap yang sangat beragam.
Dalam kajian psikologi, masalah individu mendapat perhatian yang besar,
sehinga melahirkan suatu cabang psikologi yang dikenal dengan individual
psychology, atau differential psychology, yang memberikan perhatian besar terhadap
penelitian tentang perbedaan antar individu. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa di
dunia ini tidak ada dua orang yang persis sama. Bahkan anak kembar sekalipun masih
ditemukan adanya beberapa dimensi perbedaan antara keduanya.
Untuk itu kelompok kami membahas mengenai perbedaan individual pada
peserta didik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Perbedaan Individual pada Peserta Didik?
2. Bagaimana Gaya belajar berdasarkan Keberagaman Peserta didik?
3. Bagaimana Siswa Beresiko berdasarkan Keberagaman Peserta didik?
4. Bagaimana Anak Berkebutuhan Khusus berdasarkan Keberagaman Peserta didik?
5. Bagaimana Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik?
C. TUJUAN
1. Mengetahui tentang Perbedaan Individual pada Peserta didik.
2. Mengetahui tentang Gaya belajar berdasarkan Keberagaman Peserta didik.
3. Mengetahui tentang Siswa Beresiko berdasarkan Keberagaman Peserta didik.
4. Mengetahui tentang Anak Berkebutuhan Khusus berdasarkan Keberagaman
Peserta didik.
5. Mengetahui tentang Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta
didik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut. Setiap orang,
apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada didalam suatu
kelompok atau seorang diri, ia disebut individu.
B. Gaya Belajar
1. Pengertian
Gaya belajar adalah segala faktor yang mempermudah dan mendorong
siswa/mahasiswa untuk belajar dalam situasi yang telah ditentukan (Kosasih A
Jahiri, 1978,h.7). Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari
bahwa bagaimana seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan
berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan(Nunan, 1991:
168).
Setiap anak atau peserta didik memiliki cara belajar sendiri yang di pandang
efektif dalam belajar. Cara belajar atau kesenangan belajar yang sering juga
disebut gaya belajar (learning style) diartikan sebagai karakteristik dan preferensi
atau pilihan individu mengenai cara mengumpulkan infomasi, menafsirkan,
mengorganisasi, merespon, dan memikirkan informasi tersebut.
Gaya belajar dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama Gaya belajar visual: yaitu
gaya belajar yang lebih banya menggunakan alat indra penglihatan sebagai alat
untuk memperoleh pengetahuan. Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar
visual ialah mudah memperoleh pengetahuan terhadap apa yang dilihatnya, suka
membaca, teliti, dan menyukai metode demonstrasi serta kurang menyukai
metode ceramah. Kedua Gaya belajar auditorial: yaitu gaya belajar yang lebih
banyak menggunakan indra pendengaran untuk memperoleh pengetahuan.
Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar auditorial ialah mudah memperoleh
pengetahuan terhadap apa yang didengarnya, sulit menulis tetapi mudah bercerita,
senang bersuara keras ketika sedang membaca, lebih suka gurauan dari pada
membaca buku, dan menyukai metode ceramah. Ketiga Gaya belajar kinestetik:
yaitu gaya belajar yang lebih menekan geralk atau praktek langsung atas apa yang
sedang dipelajarinya. Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar kinestetik
ialah suka mengerjakan sendiri atau praktek langsung, banyak bererak, ketika
membaca menggunakan jari sebagai penunjuk, menyukai permainan yang
menyibukkan, dan ingin selalu melakukan sesuatu. Dengan adanya tiga gaya
3
tersebut, guru dapat mengidentifikasi gaya belajar peserta didiknya, sehingga
dapat memberikan layanan kepada peserta didiknya sesuai dengan gaya belajar
masing-masing peserta didik. Dengan demikian masing-masing peserta didik
dapat belajar dengan optimal.
2. Dikotomi Gaya Belajar dan Berpikir
Dua dikotomi gaya yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang
pembelajaran adalah gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.
Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif juga lebih mungkin
untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang
relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi.
4
lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar, serta
pujian dan tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, &Jackson, 1996).
C. Siswa Beresiko
Melalui pemeriksaan medis pada masa bayi dan masa kanak-kanak dapat
diprediksi adanya kemungkinan kelak menjadi anak berkesulitan belajar. Prediksi
ilmiah tidak selamanya tepat tetapi dapat meningkatkan kewaspadaan orang tua untuk
melakukan usaha yang lebih intensif untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang
tidak diinginkan pada aak di masa datang.
5
terkait dengan fungsi kognitif tetapi juga fisik, emosi, dan intuisi dan anak dapat
digolongkan berbakat kalau semua fungsi tersebut tumbuh dan berkembangan secara
terintegrasi hingga taraf yang tinggi.
1. Tipe Kepribadian
Kepribadian atau personalitas adalah pemikiran, emosi, dan perilaku
tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi dunianya.
Lima faktor utama dalam kepribadian yaitu openness, conscientiousness,
extraversion, agreableness, dan neuroticsm.
2) Conscientiousness (kepatuhan)
• Rapi atau tidak rapi
• Perhatian atau cereboh
• Disiplin atau impulsif
3) Extraversion
• Terbuka secara sosial atau menyendiri
• Suka bersenang atau bersedih
• Kasih sayang atau sebaliknya
6
• Puas pada diri atau mengasihani diri sendiri
Menurut konsep interaksi orang-situasi, cara terbaik untuk mengkarakterisi
kepribadian individual bukan hanya berdasarkan pada ciri bawaan personal
atau karakter saja, namun juga dengan situasinya. Interaksi orang-situasi
adalah pandangan yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk
mengkonseptualisasikan kepribadian bukan hanya dari segi ciri atau
karakteristik pesonal saja, tetapi juga dari segi situasinya. Teori interaksi
orang-situasi memperkirakan bahwa murid yang ekstravert akan mampu
beradaptasi dengan baik jika dia diminta untuk bekerja sama dengan murid
lain, sedangkan murid yang introvert akan mampu beradaptasi dengan
lebih baik jika dia diminta mengerjakan tugas secara sendirian. Murid
ekstravert akan lebih senang apabila bersosialisasi dengan banyak orang di
sebuah pesta, sedangkan murid introvert lebih senang duduk sendiri atau
sekedar bercakap dengan satu teman. Kesimpulannya, jangan menganggap
bahwa kepribadian itu akan selalu membuat seseorang berperilaku tertentu
di semua situasi. Konteks atau situasi juga penting (Burger,2000; Derlega,
Winstead, & Jones, 1999). Pantau situasi dimana murid dengan berbagai
karakternya yang berbeda tampak merasa nyaman, dan beri mereka
kesempatan untuk belajar dalam situasi tersebut.
7
a. Rendahnya nutrisi
b. Emotional stress
c. Sedikitnya pengalaman awal yang mendukung kesiapan sekolah
d. Penolakan dari teman sebaya
e. Rendahnya Kualitas Sekolah yang dimasuki
f. Aspirasi dan ekspektansi yang rendah
g. Kurangnya keterlibatan Orangtua dalam pendidikan anak
8
normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus, anak luar biasa
menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau
lebih tinggi dari anak normal sebayanya, atau berada di luar standar norma-norma
yang berlaku di masyarakat itu menyimpang „ke atas‟ maupun „ke bawah‟ baik dari
segi fisik, intelektual maupun emosional sehingga mengalami kesulitan dalam meraih
sukses baik dari segi sosial, personal maupun aktivitas pendidikan. (Tahlib,
2010:245).
1. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang mempunyai gangguan gerakan yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular atau struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan. Individu tunadaksa di
antaranya adalah celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
9
2. Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan pada indera
penglihatan yang menyebabkan anak tersebut terhambat dalam
penglihatannya. Secara harfiah tunanetra berasal dari dua kata yaitu “tuna”
yang berarti rugi, rusak hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki
kemudian “netra” yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu adanya kerugian
yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata baik
anatomis maupun fisiologis.
3. Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu” tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak
mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat
secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada
umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut
mengalami tunarunguan.
4. Tunagarhita
Tunagrahita atau hambatan perkembangan, dikenal juga dengan berbagai
istilah yang selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan layanan
terhadapnya. Istilah yang berkaitan dengan pemberian label terhadap
tunagrahita antara lain: mentally retarded, mental retardation, students with
learning problem, intelectual disability, feeblemindedness, mental
subnormality, amentia, dan oligophrenia. Istilah-istilah tersebut sering
dipergunakan sebagai “label” terhadap mereka yang mempunyai kesulitan
dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep dan
keterampilan akademik (membaca, menulis, dan menghitung angka).
5. Learning disability (kesulitan belajar)
Kesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuahan khusus
ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Ginitasasi
menjelaskan bahawa, Learning disability merupakan salah satu istilah
yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang
berkaitan dengan masalah akademis, kesulitan bidang akademik di sekolah
yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis atau bidang akademik
seperti berhitung (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan
10
menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (dysphasia), kesulitan tidak
terampil (dispraksia), dsb.
6. Anak Autis
Sejarah munculnya terminology autis pertama kali dicetuskan oleh Eugeun
Bleuler seorang psikiatik Swiss pada tahun 1991, dimana terminology ini
digunakan pada penderita schizophrenia anak remaja barulah pada tahun
1943 Dr. Leo Kanner mendeskripsikan tentang autis pada masa anakanak
awal (infantile autism).
Saat itu, Leo Kanner mendiskripsikan gangguan auti sebagai ketidak
mampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa
ditunjukkan dengan penguasaan tertunda echolalia (meniru), pembalikan
kalimat, adanya aktifitas bermain yang repetitive dan stereotif, rute ingatan
yang kuat dan keinginan obsesif mempertahankan keteraturan dalam
lingkungannya. Dari deskripsi tersebut muncullah istilah autis.
7. Tunalaras
Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang bererti kurang dan “laras”
yang berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras dapat diartikan bertingkah laku
kurang atau tidak sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku pada masyarakat
tempatnya berada. Anak tunalaras sering disebut tunasosial karena tingkah
laku yang ditunjukkan bertentangan secara terus-menerus terhadap norma-
norma masyarakat. Adapun contoh perilaku tunalaras berwujud mencuri,
mengganggu teman, menyakiti orang lain, dan sebagainya.
8. Giftedness atau Cerdas Istimewa
Menurut Feldhusen, anak cerdas istimewa adalah anak yang diidentifikasi
oleh seorang ahli dengan kualifikasi personal sebagai anak yang
mempunyai kemampuan menonjol dan diharapkan potensi tersebut
menunjukkan prestasi yang tinggi Anak-anak yang berkecerdasan tinggi
meliputi mereka yang telah mampu menunjukkan prestasinya maupun
yang belum menunjukkan pretasi. Prestasi itu berupa potensi kemampuan
pada beberapa bidang, seperti intelegensi umum, akademik khusus,
berpikir produktif atau kreatif, kepemimpinan, seni dan psikomotor.
E. Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Keberagaman Peserta Didik
11
Keberagaman adalah untuk melayani kebutuhan belajar peserta didik tertentu
atau kelompok kecil peserta didik, dari pola pembelajaran yang lebih khusus untuk
seluruh kelas agar peserta didik menyukainya. Beberapa prinsip mendasar yang
mendukung keberagaman.
1. Kelas dengan kondisi peserta didik yang beragam. Guru dan peserta didik
memahami materi, cara mengelompokkan peserta didik, cara mengases
pembelajaran dan elemen kelas lainnya merupakan alat yang bisa digunakan
dalam berbagai cara untuk menunjukkan keberhasilan individu dan seluruh kelas.
2. Keberagaman datang dari hasil penilaian yang efektif dan terus menerus dari
kebutuhan belajar peserta didik. Dalam kelas yang bervariasi, perbedaan peserta
didik diharapkan dapat dihargai dan didokumentasikan sebagai dasar untuk
merencanakan pembelajaran. Prinsip ini mengingatkan kita akan hubungan dekat
antara penilaian dan tugas. Kita bisa mengajar lebih efektif jika kita tahu
kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam kelas yang bervariasi, seorang
guru melihat semua hal yang dikatakan peserta didik atau menciptakan
informasi yang berguna untuk dipahami peserta didik.
3. Semua peserta didik mempunyai pekerjaan yang sesuai. Dalam kelas yang
bervariasi, tujuan guru adalah agar setiap peserta didik merasa tertantang terus,
sehingga pekerjaannya menarik atau menyenangkan.
4. Guru dan peserta didik dapat bekerja sama dalam pembelajaran. Guru mengakses
kebutuhan belajar, memfasilitasi pembelajaran dan merencanakan kurikulum yang
efektif. Dalam kelas diferensiasi, guru mempelajari peserta didiknya dan terus
melibatkan mereka untuk membuat keputusan tentang kelas. Hasilnya peserta
didik menjadi pembelajar yang lebih mandiri.
Dalam suatu kelas diferensiasi yang baik, fakta penting, materi harus dipahamani dan
keterampilan tetap konstan untuk semua peserta didik. Apa yang biasanya
berubah dalam kelas yang beragam adalah bagaimana peserta didik mendapatkan
akses materi pelajaran yang dipelajari. Beberapa cara guru bisa mendiferensiasi akses
terhadap isi termasuk dalam hal :
12
2. Menggunakan teks lebih dari satu sebagai bahan bacaan;
3. Menggunakan variasi pengaturan mitra membaca untuk mendukung
dan memberikan tantangan kepada peserta didik yang bekerja dengan materi teks;
4. Mengulang kembali pembelajaran untuk peserta didik yang membutuhkan dengan
cara lain; dan
5. Menggunakan teks, tape recorder, poster dan video sebagai cara
untuk menyampaikan konsep utama kepada berbagai peserta didik.
6. Aktivitas. Suatu kegiatan yang efektif meliputi kemampuan
menggunakan keterampilan untuk memahami ide utama dan mempunyai tujuan
pembelajaran.
7. Hasil/produk. Guru dapat membedakan hasil belajar yang dicapai peserta didik.
Berbagai hasil belajar tersebut dapat digunakan peserta didik untuk menunjukkan apa
yang telah dipelajari dan dipahami. Misalnya, sebuah produk bisa berupa portofolio
karya peserta didik, penampilan solusi dari suatu soal/masalah, laporan akhir, soal-
soal eksplorasi. Hasil belajar yang baik membuat peserta didik memikirkan
kembali apa yang telah dipelajari, menerapkan apa yang dapat dilakukan, dan
memperluas pemahaman dan ketrampilan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:Rineka
Cipta.
Thalib, Syamsul Bachri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Jakarta:Kencana.
Turhusna, D., & Solatun, S. (2020). Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran. As-
Sabiqun, 2(1), 18-42.
15