Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR”

Disusun Oleh:

Muhammad fajri 21033026

Silfa Aulia 21329144

Dosen Pengampu :

Dr.Nurfarhanah,S.Pd,M.Pd,Kons

Sesi:

202211270180

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah psikologi pendidkan
,materi " Perbedaan Individu dalam Belajar". Dengan tepat waktu.selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang peranan kreativitas dalam belajar.

Kami selaku kelompok penyaji sangat berterimakasih kepada ibu


“Dr.Nurfarhanah,S.Pd,M.Pd,Kons” selaku dosen pembimbing kami pada matakuliah
psikologi pendidikan.dan terimakasih juga kepada setiap orang yang terlibat dalam
penyusunan makalah kami.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Yang sifatnya membangun
sehingga nantinya kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi sumber bacaan yang lebih
baik lagi.

Padang, 22 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 1
C. TUJUAN ..................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. Pengertian Perbedaan Individual Peserta didik ........................................................................... 2
B. Gaya Belajar................................................................................................................................ 3
C. Siswa Beresiko ............................................................................................................................ 5
D. Anak Berkebutuhan Khusus........................................................................................................ 8
E. Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Keberagaman Peserta Didik ....................................... 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 14
B. Saran ......................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap anak adalah unik. Ketika kita memperhatikan anak-anak didalam ruang
kelas, kita akan melihat perbedaan individual yang sangat banyak. Bahkan anak-anak
dengan latar belakang usia hampir sama, akan memperlihatkan penampilan,
kemampuan, tempramen, minat dan sikap yang sangat beragam.
Dalam kajian psikologi, masalah individu mendapat perhatian yang besar,
sehinga melahirkan suatu cabang psikologi yang dikenal dengan individual
psychology, atau differential psychology, yang memberikan perhatian besar terhadap
penelitian tentang perbedaan antar individu. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa di
dunia ini tidak ada dua orang yang persis sama. Bahkan anak kembar sekalipun masih
ditemukan adanya beberapa dimensi perbedaan antara keduanya.
Untuk itu kelompok kami membahas mengenai perbedaan individual pada
peserta didik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Perbedaan Individual pada Peserta Didik?
2. Bagaimana Gaya belajar berdasarkan Keberagaman Peserta didik?
3. Bagaimana Siswa Beresiko berdasarkan Keberagaman Peserta didik?
4. Bagaimana Anak Berkebutuhan Khusus berdasarkan Keberagaman Peserta didik?
5. Bagaimana Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik?

C. TUJUAN
1. Mengetahui tentang Perbedaan Individual pada Peserta didik.
2. Mengetahui tentang Gaya belajar berdasarkan Keberagaman Peserta didik.
3. Mengetahui tentang Siswa Beresiko berdasarkan Keberagaman Peserta didik.
4. Mengetahui tentang Anak Berkebutuhan Khusus berdasarkan Keberagaman
Peserta didik.
5. Mengetahui tentang Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta
didik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perbedaan Individual Peserta didik

Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau


perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan,
berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu
berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan
individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut Landgren
(1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun
psikologis.

Ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik individual ini dapat berupa karakterisstik


bawaan sejak lahir dan dapat pula berupa karakteristik yang diperoleh dari hasil
pengaruh lingkungan. Seorang bayi yang baru lair misalnya, merupakan hasil dari dua
garis keturunan, keturunan ayah dan keturunan ibu. Sejak masa konsepsi awal di
dalam kandungan ibu, secara berkesinambunagan ia pengaruhi oleh bermacam-
macam factor lingkungan yang merangsang. Masing – masing perangsang tersebut,
baik secara terpisah ataupun secara bersama-sama dengan perangsang lain,
mempengaruhi perkembangan potensi-potensi biologis, yang pada gilirannya
menjelma menjadi suatu pola tingkah laku yang dapat mewujudkan seseorang
menjadi individu yang berkarakteristik berbeda dengan individu-individu lain.

Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan secara


umum disebabkan oleh dua factor, yakni factor bawaan dan factor lingkungan. Factor
bawaan merupakan factor biologis yang diturunkan melalui pewaris genetic oleh
orang tua. Factor lingkungan yang menyebabkan terjadinya perbedaan individual
diantaranya sstatus social ekonomi orang tua, budaya, dan urutan kelahiran .
Perbedaan-perbedaan yang tampak diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin dan
gender, perbedaan kemampuan, perbedaan kepribadian, serta perbedaan gaya belajar,
perbedaan tersebut sedikit banyak berpengaruh terhadap proses-proses pembelajaran.
Perbedaan individu diantara anak didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari,
karena hamper tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu
sendiri. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka

2
atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut. Setiap orang,
apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada didalam suatu
kelompok atau seorang diri, ia disebut individu.

B. Gaya Belajar
1. Pengertian
Gaya belajar adalah segala faktor yang mempermudah dan mendorong
siswa/mahasiswa untuk belajar dalam situasi yang telah ditentukan (Kosasih A
Jahiri, 1978,h.7). Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari
bahwa bagaimana seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan
berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan(Nunan, 1991:
168).
Setiap anak atau peserta didik memiliki cara belajar sendiri yang di pandang
efektif dalam belajar. Cara belajar atau kesenangan belajar yang sering juga
disebut gaya belajar (learning style) diartikan sebagai karakteristik dan preferensi
atau pilihan individu mengenai cara mengumpulkan infomasi, menafsirkan,
mengorganisasi, merespon, dan memikirkan informasi tersebut.
Gaya belajar dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama Gaya belajar visual: yaitu
gaya belajar yang lebih banya menggunakan alat indra penglihatan sebagai alat
untuk memperoleh pengetahuan. Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar
visual ialah mudah memperoleh pengetahuan terhadap apa yang dilihatnya, suka
membaca, teliti, dan menyukai metode demonstrasi serta kurang menyukai
metode ceramah. Kedua Gaya belajar auditorial: yaitu gaya belajar yang lebih
banyak menggunakan indra pendengaran untuk memperoleh pengetahuan.
Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar auditorial ialah mudah memperoleh
pengetahuan terhadap apa yang didengarnya, sulit menulis tetapi mudah bercerita,
senang bersuara keras ketika sedang membaca, lebih suka gurauan dari pada
membaca buku, dan menyukai metode ceramah. Ketiga Gaya belajar kinestetik:
yaitu gaya belajar yang lebih menekan geralk atau praktek langsung atas apa yang
sedang dipelajarinya. Karakteristik anak yang memiliki gaya belajar kinestetik
ialah suka mengerjakan sendiri atau praktek langsung, banyak bererak, ketika
membaca menggunakan jari sebagai penunjuk, menyukai permainan yang
menyibukkan, dan ingin selalu melakukan sesuatu. Dengan adanya tiga gaya

3
tersebut, guru dapat mengidentifikasi gaya belajar peserta didiknya, sehingga
dapat memberikan layanan kepada peserta didiknya sesuai dengan gaya belajar
masing-masing peserta didik. Dengan demikian masing-masing peserta didik
dapat belajar dengan optimal.
2. Dikotomi Gaya Belajar dan Berpikir

Dua dikotomi gaya yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang
pembelajaran adalah gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.

Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid


cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu
untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965).
Murid yang impulsif seringkali lebih banyak melakukan kesalahan ketimbang
murid yang reflektif. Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif
lebih mungkin melakukan tugas berikut :

a. Mengingat informasi yang terstruktur


b. Membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks
c. Memecahkan problem dan membuat keputusan

Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif juga lebih mungkin
untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang
relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi.

Gaya mendalam/dangkal. Maksudnya adalah sejauh mana murid mempelajari


materi belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami makan
materi tersebut (gaya mendalam), atau sekedar mencari apa-apa yang perlu untuk
dipelajari (gaya dangkal). Murid yang belajar menggunakan gaya dangkal tidak
bisa mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang
lebih luas. Mereka cenderung belajar secara pasif, seringkali hanya mengingat
informasi. Pelajar mendalam (deep learner) lebih mungkin untuk secara aktif
memahami apa-apa yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa yang
perlu diingat. Jadi, pelajar mendalam menggunakan pendekatan konstruktivis
dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih mungkin
memotivasi diri sendiri untuk belajar, sedangkan pelajar dangkal (surface learner)

4
lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar, serta
pujian dan tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, &Jackson, 1996).

C. Siswa Beresiko

Abdurrahman (2009:284), menjelaskan bahwa istilah beresiko digunakan


untuk menunjukkan bahwa melakukan identifikasi anak berkesulitan belajar pada
masa prasekolah merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Anak-anak tersebut belum
mengalami kegagalan di sekolah tetapi mungkin memiliki potensi untuk mengalami
kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Ada tiga alasan untuk
menyatakan bahwa anak memiliki potensi untuk gagal di sekolah atau memiliki
potensi untuk menjadi anak berkesulitan belajar, (1) hasil pemeriksaan medis, (2)
resiko bilogis, dan (3) risiko lingkungan.

Melalui pemeriksaan medis pada masa bayi dan masa kanak-kanak dapat
diprediksi adanya kemungkinan kelak menjadi anak berkesulitan belajar. Prediksi
ilmiah tidak selamanya tepat tetapi dapat meningkatkan kewaspadaan orang tua untuk
melakukan usaha yang lebih intensif untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang
tidak diinginkan pada aak di masa datang.

Prediksi tentang kemungkinan timbulnya kesulitan belajar di sekolah biasanya


didasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap perkembangan, penyakit, atau situasi
traumatik yang dialami oleh anak pada masa prasekolah. Adanya kelambatan
perkembangan motorik, bahasa dan emosi sering dijadikan acuan prediksi bahwa anak
kelak akan mengalami kesulitan belajar di sekolah.

Risiko biologis menunjukkan pada suatu kemungkinan yang didasarkan atas


riwayat medis dan kesehatan yang dapat menimbulkan kesulitan belajar di sekolah.
Contoh resiko biologis adalah prematuritas dan orang tua yang berkesuitan belajar.
Tidak semua anak yang lahir premature akan berkesulitan belajar di sekolah.
Meskipun demikian, cukup banyak kasus kesulitan belajar yang berlatar belakang
prematuritas.

Risiko lingkungan terkait dengan adanya kekurangan stimulasi lingkungan


sosial yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak tidak optimal.
Stimulasi tersebut mencakup fisik, emosi, kognitif, dan intuisi. Abdurrahman
(2009:286) mengutip pendapat Clark yang menjelaskan bahwa inteligensi tidak hanya

5
terkait dengan fungsi kognitif tetapi juga fisik, emosi, dan intuisi dan anak dapat
digolongkan berbakat kalau semua fungsi tersebut tumbuh dan berkembangan secara
terintegrasi hingga taraf yang tinggi.

1. Tipe Kepribadian
Kepribadian atau personalitas adalah pemikiran, emosi, dan perilaku
tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi dunianya.
Lima faktor utama dalam kepribadian yaitu openness, conscientiousness,
extraversion, agreableness, dan neuroticsm.

1) Openness (keterbukaan kepada pengalaman)


• Imajinatif atau praktis
• Tertarik pada variasi atau rutinitas
• Indenpenden atau mudah menyesuaikan diri

2) Conscientiousness (kepatuhan)
• Rapi atau tidak rapi
• Perhatian atau cereboh
• Disiplin atau impulsif

3) Extraversion
• Terbuka secara sosial atau menyendiri
• Suka bersenang atau bersedih
• Kasih sayang atau sebaliknya

4) Agreableness (kepekaan nurani)


• Berhati lembut atau kasar
• Percaya atau curiga
• Membantu atau tidak kooperatif

5) Neuroticism (stabilitas emosional)


• Tenang atau cemas
• Merasa aman atau tidak aman

6
• Puas pada diri atau mengasihani diri sendiri
Menurut konsep interaksi orang-situasi, cara terbaik untuk mengkarakterisi
kepribadian individual bukan hanya berdasarkan pada ciri bawaan personal
atau karakter saja, namun juga dengan situasinya. Interaksi orang-situasi
adalah pandangan yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk
mengkonseptualisasikan kepribadian bukan hanya dari segi ciri atau
karakteristik pesonal saja, tetapi juga dari segi situasinya. Teori interaksi
orang-situasi memperkirakan bahwa murid yang ekstravert akan mampu
beradaptasi dengan baik jika dia diminta untuk bekerja sama dengan murid
lain, sedangkan murid yang introvert akan mampu beradaptasi dengan
lebih baik jika dia diminta mengerjakan tugas secara sendirian. Murid
ekstravert akan lebih senang apabila bersosialisasi dengan banyak orang di
sebuah pesta, sedangkan murid introvert lebih senang duduk sendiri atau
sekedar bercakap dengan satu teman. Kesimpulannya, jangan menganggap
bahwa kepribadian itu akan selalu membuat seseorang berperilaku tertentu
di semua situasi. Konteks atau situasi juga penting (Burger,2000; Derlega,
Winstead, & Jones, 1999). Pantau situasi dimana murid dengan berbagai
karakternya yang berbeda tampak merasa nyaman, dan beri mereka
kesempatan untuk belajar dalam situasi tersebut.

2. Latar belakang sosial-ekonomi


Meliputi tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan
penghasilan orang tua. Tingkat orang tua berbeda satu dengan lainnya.
Meskipun tidak mutlak tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi sikap
orang tua terhadap pendidikan anak serta tingkat aspirasinya terhadap
pendidikan anak. Demikian juga dengan pekerjaan dan penghasilan orang
tua yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan membawa implikasi pada
berbedanya aspirasi orang tua terhadap pendidikan anak, aspirasi anak
terhadap pendidikannya, fasilitas yang diberikan pada anak dan mungkin
waktu disediakan untuk mendidik anak-anaknya. Demikian juga perbedaan
status ekonomi dapat membawa implikasi salah satunya pada perbedaan
pola gizi yang diterapkan dalam keluarga.
Ada beberapa faktor yang menghambat prestasi berkaitan dengan
sosial ekonomi antara lain:

7
a. Rendahnya nutrisi
b. Emotional stress
c. Sedikitnya pengalaman awal yang mendukung kesiapan sekolah
d. Penolakan dari teman sebaya
e. Rendahnya Kualitas Sekolah yang dimasuki
f. Aspirasi dan ekspektansi yang rendah
g. Kurangnya keterlibatan Orangtua dalam pendidikan anak

Tidak semua faktor terkait status sosial ekonomi menjadi penghambat


mutlak dalam proses belajar anak. Ada juga siswa dengan status sosial
ekonomi rendah namun memiliki orang tua yang peduli dengan pendidikan
anaknya sehingga mereka berupaya agar anaknya tetap bisa memperoleh
pendidikan yang memadai dan juga bisa berprestasi. Meskipun secara
umum anak dengan status sosial ekonomi rendah prestasi akademiknya
cenderung lebih rendah mereka biasanya pandai dan kuat dalam
menghadapi problema hidup seperti:
a. Jika dia bekerja paruh waktu maka dia dapat memahami bagaimana
dunia kerja
b. Jika mereka anak single parent mereka mungkin menguasai pekerjaan
rumah seperti memasak Mengurus adik dan sebagainya
c. Jika kekurangan finansial mereka bisa merasakan bagaimana rasa lapar
sehingga mereka mempunyai apresiasi terhadap basic human
needs(kebutuhan dasar manusia)

Sebagai guru perlu Mengingat bahwa anak dengan status sosial


ekonomi rendah mempunyai pengetahuan dan keterampilan serta
pengalaman yang tidak dimiliki anak-anak yang beruntung hal ini bisa
dijadikan sumber pembelajaran di kelas sekaligus menanamkan perlunya
kerjasama dan saling mendukung dengan anak-anak yang lain.
D. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus dulu disebut sebagai anak luar biasa,.Sesuai


dengan arti kata „exceptional‟, anak luar biasa diartikan sebagai individu-individu
yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang

8
normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus, anak luar biasa
menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau
lebih tinggi dari anak normal sebayanya, atau berada di luar standar norma-norma
yang berlaku di masyarakat itu menyimpang „ke atas‟ maupun „ke bawah‟ baik dari
segi fisik, intelektual maupun emosional sehingga mengalami kesulitan dalam meraih
sukses baik dari segi sosial, personal maupun aktivitas pendidikan. (Tahlib,
2010:245).

Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan


keluarbiasaan, yaitu: disabled, impaired, disordered, handicap, atau exsepsionalitas.
Disabled secara umum merujuk pada pribadi yang mengalami gangguan fungsional
sebagai akibat dari deviasi fisik, problem belajar yang serius, atau penyesuaian sosial.
Disabled pada umumnya digunakan untuk menggambarkan deviasi fisik, seperti cacat
anggota badanm kerusakan otak, kelumpuhan, dan cacat fisik lainnya. Impaired
biasanya digunakan untuk menggambarkan deviasi yang berhubungan dengan
pancaindra, misalnya gangguan pendengaran atau penglihatan. Disordered, juga
sering digunakan untuk merujuk pada problem belajar atau perilaku sosial. Handicap,
mengacu pada kesulitan merespons atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
disebabkan oleh deviasi fisik, intelektual dan emosional. Namun, istilah exceptional
tampaknya mengandung pengertian yang lebih luas ketimbang istilah-istlah lainnya,
di mana istilah exceptional itu mencakup juga anak yang gifted (cerdas) dan talented
(berbakat).

Menurut Murtie anak berkebutuhan khusus dibedakan menjadi 2 (dua)


karakteristik yang berbeda, pertama, anak dengan karakteristik fisik yang berbeda:
tunadaksa, tunanetra, tunarungu. Kedua, anak dengan karakteristik psikis yang
berbeda; tunagrahita, learning disability, autis, tunalaras, gifted. Karakteristik setiap
anak berbeda, begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus. Karakteristik tersebut
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang mempunyai gangguan gerakan yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular atau struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan. Individu tunadaksa di
antaranya adalah celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.

9
2. Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan pada indera
penglihatan yang menyebabkan anak tersebut terhambat dalam
penglihatannya. Secara harfiah tunanetra berasal dari dua kata yaitu “tuna”
yang berarti rugi, rusak hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki
kemudian “netra” yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu adanya kerugian
yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata baik
anatomis maupun fisiologis.
3. Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu” tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak
mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat
secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada
umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut
mengalami tunarunguan.
4. Tunagarhita
Tunagrahita atau hambatan perkembangan, dikenal juga dengan berbagai
istilah yang selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan layanan
terhadapnya. Istilah yang berkaitan dengan pemberian label terhadap
tunagrahita antara lain: mentally retarded, mental retardation, students with
learning problem, intelectual disability, feeblemindedness, mental
subnormality, amentia, dan oligophrenia. Istilah-istilah tersebut sering
dipergunakan sebagai “label” terhadap mereka yang mempunyai kesulitan
dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep dan
keterampilan akademik (membaca, menulis, dan menghitung angka).
5. Learning disability (kesulitan belajar)
Kesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuahan khusus
ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Ginitasasi
menjelaskan bahawa, Learning disability merupakan salah satu istilah
yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang
berkaitan dengan masalah akademis, kesulitan bidang akademik di sekolah
yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis atau bidang akademik
seperti berhitung (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan

10
menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (dysphasia), kesulitan tidak
terampil (dispraksia), dsb.
6. Anak Autis
Sejarah munculnya terminology autis pertama kali dicetuskan oleh Eugeun
Bleuler seorang psikiatik Swiss pada tahun 1991, dimana terminology ini
digunakan pada penderita schizophrenia anak remaja barulah pada tahun
1943 Dr. Leo Kanner mendeskripsikan tentang autis pada masa anakanak
awal (infantile autism).
Saat itu, Leo Kanner mendiskripsikan gangguan auti sebagai ketidak
mampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa
ditunjukkan dengan penguasaan tertunda echolalia (meniru), pembalikan
kalimat, adanya aktifitas bermain yang repetitive dan stereotif, rute ingatan
yang kuat dan keinginan obsesif mempertahankan keteraturan dalam
lingkungannya. Dari deskripsi tersebut muncullah istilah autis.
7. Tunalaras
Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang bererti kurang dan “laras”
yang berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras dapat diartikan bertingkah laku
kurang atau tidak sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku pada masyarakat
tempatnya berada. Anak tunalaras sering disebut tunasosial karena tingkah
laku yang ditunjukkan bertentangan secara terus-menerus terhadap norma-
norma masyarakat. Adapun contoh perilaku tunalaras berwujud mencuri,
mengganggu teman, menyakiti orang lain, dan sebagainya.
8. Giftedness atau Cerdas Istimewa
Menurut Feldhusen, anak cerdas istimewa adalah anak yang diidentifikasi
oleh seorang ahli dengan kualifikasi personal sebagai anak yang
mempunyai kemampuan menonjol dan diharapkan potensi tersebut
menunjukkan prestasi yang tinggi Anak-anak yang berkecerdasan tinggi
meliputi mereka yang telah mampu menunjukkan prestasinya maupun
yang belum menunjukkan pretasi. Prestasi itu berupa potensi kemampuan
pada beberapa bidang, seperti intelegensi umum, akademik khusus,
berpikir produktif atau kreatif, kepemimpinan, seni dan psikomotor.
E. Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Keberagaman Peserta Didik

11
Keberagaman adalah untuk melayani kebutuhan belajar peserta didik tertentu
atau kelompok kecil peserta didik, dari pola pembelajaran yang lebih khusus untuk
seluruh kelas agar peserta didik menyukainya. Beberapa prinsip mendasar yang
mendukung keberagaman.

1. Kelas dengan kondisi peserta didik yang beragam. Guru dan peserta didik
memahami materi, cara mengelompokkan peserta didik, cara mengases
pembelajaran dan elemen kelas lainnya merupakan alat yang bisa digunakan
dalam berbagai cara untuk menunjukkan keberhasilan individu dan seluruh kelas.
2. Keberagaman datang dari hasil penilaian yang efektif dan terus menerus dari
kebutuhan belajar peserta didik. Dalam kelas yang bervariasi, perbedaan peserta
didik diharapkan dapat dihargai dan didokumentasikan sebagai dasar untuk
merencanakan pembelajaran. Prinsip ini mengingatkan kita akan hubungan dekat
antara penilaian dan tugas. Kita bisa mengajar lebih efektif jika kita tahu
kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam kelas yang bervariasi, seorang
guru melihat semua hal yang dikatakan peserta didik atau menciptakan
informasi yang berguna untuk dipahami peserta didik.
3. Semua peserta didik mempunyai pekerjaan yang sesuai. Dalam kelas yang
bervariasi, tujuan guru adalah agar setiap peserta didik merasa tertantang terus,
sehingga pekerjaannya menarik atau menyenangkan.
4. Guru dan peserta didik dapat bekerja sama dalam pembelajaran. Guru mengakses
kebutuhan belajar, memfasilitasi pembelajaran dan merencanakan kurikulum yang
efektif. Dalam kelas diferensiasi, guru mempelajari peserta didiknya dan terus
melibatkan mereka untuk membuat keputusan tentang kelas. Hasilnya peserta
didik menjadi pembelajar yang lebih mandiri.

Pemenuhan Kebutuhan yang Beragam.

Dalam suatu kelas diferensiasi yang baik, fakta penting, materi harus dipahamani dan
keterampilan tetap konstan untuk semua peserta didik. Apa yang biasanya
berubah dalam kelas yang beragam adalah bagaimana peserta didik mendapatkan
akses materi pelajaran yang dipelajari. Beberapa cara guru bisa mendiferensiasi akses
terhadap isi termasuk dalam hal :

1. Menggunakan objek dengan beberapa peserta didik untuk membantu


temannya memahami konsep matematika atau IPA;

12
2. Menggunakan teks lebih dari satu sebagai bahan bacaan;
3. Menggunakan variasi pengaturan mitra membaca untuk mendukung
dan memberikan tantangan kepada peserta didik yang bekerja dengan materi teks;
4. Mengulang kembali pembelajaran untuk peserta didik yang membutuhkan dengan
cara lain; dan
5. Menggunakan teks, tape recorder, poster dan video sebagai cara
untuk menyampaikan konsep utama kepada berbagai peserta didik.
6. Aktivitas. Suatu kegiatan yang efektif meliputi kemampuan
menggunakan keterampilan untuk memahami ide utama dan mempunyai tujuan
pembelajaran.
7. Hasil/produk. Guru dapat membedakan hasil belajar yang dicapai peserta didik.

Berbagai hasil belajar tersebut dapat digunakan peserta didik untuk menunjukkan apa
yang telah dipelajari dan dipahami. Misalnya, sebuah produk bisa berupa portofolio
karya peserta didik, penampilan solusi dari suatu soal/masalah, laporan akhir, soal-
soal eksplorasi. Hasil belajar yang baik membuat peserta didik memikirkan
kembali apa yang telah dipelajari, menerapkan apa yang dapat dilakukan, dan
memperluas pemahaman dan ketrampilan.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau


perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan,
berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu
berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan
individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut Landgren
(1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun
psikologis.

Perkembangan Individual meliputi gaya belajar, Siswa beresiko ,Tipe


kepribadian, Latar belakang sosial- ekonomi, Anak berkebutuhan khusus (ABK),
Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik.

B. Saran

Kami menyadari, penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan


serta jauh dari kata sempurna. Kami mengharapkan ada masukan-masukan, kritik
serta saran yang bersifat membangun agar kedepannya penyajiaan makalah
berikutnya menjadi lebih baik lagi. Adapun nantinya kami akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedomaan dari beberapa sumber
dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:Rineka
Cipta.

Kholidah, Nur Enik. 2012. Psikologi Pendidikan.Yogyakarta:UPY.

Makmun, Abin Syamsuddin.1999.Psikologi Kependidikan.Bandung:Remaja Rosdakarya.

Munthe, Berwawy dkk.2008.Sukses di Perguruan Tinggi.Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan.Yogyakarta:UNY Press

Suryabrata,Sumadi.2004.Psikologi Pendidikan.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Thalib, Syamsul Bachri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Jakarta:Kencana.

Turhusna, D., & Solatun, S. (2020). Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran. As-
Sabiqun, 2(1), 18-42.

Wardan, K. (2022). PSIKOLOGI PENDIDIKAN (Konsep Dasar, Teori, dan Implikasinya


dalam Pembelajaran). CV Literasi Nusantara Abadi.

15

Anda mungkin juga menyukai