Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“ Perbedaan Individu Dalam Belajar”

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Daharnis, M.Pd, Kons

Disusun Oleh Kelompok 13 :

1. Fifi Latifah Nur Hasanah (21003026)


2. Mutia Adelina (21129434)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Pendidikan yang berjudul
“Perbedaan Individu Dalam Belajar” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Psikologi pendidikan. Dari makalah ini kami mengetahui tentang perbedaan individu
dalam belajar. Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Daharnis, M.Pd, Kons selaku
dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini

Padang 22 Mei 2023

Kelompok 13

i
DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................ ii

BAB I Pendahuluan .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan ............................................................................................. 2
A. Gaya belajar ...................................................................................................... 2
B. Siswa beresiko .................................................................................................. 7
C. Anak berkebutuhan khusus (ABK) ................................................................... 11
D. Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik ................. 12
BAB III Penutup ................................................................................................... 15
A. Kesimpulan .................................................................................................... 15
B. Saran .............................................................................................................. 15
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 16

ii
BAB I

PEMBUKAAN

A. Latar Belakang
Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan secara
umum disebabkan oleh dua factor, yakni factor bawaan dan factor lingkungan. Factor
bawaan merupakan factor biologis yang diturunkan melalui pewaris genetic oleh
orang tua. Factor lingkungan yang menyebabkan terjadinya perbedaan individual
diantaranya sstatus social ekonomi orang tua, budaya, dan urutan kelahiran.
Dilingkungan pendidikan, ditemukan perbedaan individual anak didik cukup banyak,
yang semuanya merupakan ciri kepribadian anak didik sebagai individu. Suharsimi
arikunto (1986) melihat kepribadian anak didik itu mencakup aspek jasmani,agama,
intelektual, social,etika, dan estetika.
B. Rumusan masalah
1. Gaya belajar
2. Siswa beresiko
3. Anak berkebutuhan khusus (ABK)
4. Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Gaya Belajar
2. Untuk menegetahui Siswa Beresiko
3. Untuk mengetahui Anak Berkebutuhan Khusus
4. Untuk mengetahui Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gaya Belajar
1. Pengertian Gaya Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata gaya bermakna watak,
sikap, gerakan. Sementara itu, makna belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Setiap siswa memiliki gaya belajar
yang berbeda-beda, sehingga guru dituntut untuk mengajar sesuai dengan
karakteristik siswa yang dihadapinya, agar memudahkan siswa untuk menyerap
pelajaran yang disampaikan guru. Perlu disadari bahwa tidak semua siswa
mempunyai gaya belajar yang sama. Walaupun mereka berada di sekolah atau bahkan
duduk di kelas yang sama, kemampuan siswa untuk memahami dan menyerap
pelajaran berbeda tingkatanya, ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat
lambat. Guru penting mengetahui gaya belajar siswa, guru akan mampu
mengorganisasikan setiap kelas sedemikian rupa sebagai respon terhadap kebutuhan
individu siswanya, minimal guru akan berusaha menetapkan berbagai metode
pembelajaran sebagai gaya belajar siswanya. Gaya belajar suatu cara yang konsisten
yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara,
mengingat, berfikir, dan memecahkan soal
Pengertian Gaya Belajar Menurut Para Ahli
a. Menurut S. Nasution, gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan
oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat,
berpikir, dan memecahkan soal.
b. DePorter & Hernacki, “gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana
peserta didik menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi.

2
c. Menurut Fleming dan Mills, gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk
mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung
jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan
tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran
d. Kolb (Riding dan Ray) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan metode yang
dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, yang pada prinsipnya gaya
belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif

Berdasarkan pendapat beberapa teori di atas, bahwa gaya belajar siswa


adalah suatu cara yang sifatnya individu yang dimiliki oleh siswa untuk memperoleh,
menyerap, mengatur, dan mengolah informasi dalam proses pembelajaran. Setiap
orang memiliki gaya belajar yang berbeda, ketika seseorang telah belajar
menggunakan gaya belajar yang benar maka akan berdampak pada keefektifan
penyerapan informasi yang di terima.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar


a. Faktor fisik
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera
pendengaran dan indera pengelihatan sangat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam menyerap informasi dan pengetahuan, 20 khususnya yang disajikan di
kelas. Untuk dapat belajar dengan baik siswa harus mempunyai tubuh yang sehat.
Tanpa jasmani yang sehat, pikirannya takkan dapat bekerja dengan baik.
Betapapun cerdas dan rajinnya siswa, tapi jika sering sakit pasti sukar sekali
memperoleh kemajuan dalam belajarnya.
b. Emosional
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian, yaitu
emosi yang menyenangkan atau emosi positif dan emosi yang tidak
menyenangkan atau emosi negatif. Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan
kuantitas belajar. Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan
mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat
memperlambat belajar dan bahkan menghentikan sama sekali.
3
Oleh karena itu belajar yang berhasil haruslah dimulai dengan
menciptakan emosi positif pada diri siswa. Untuk menciptakan emosi pada diri
siswa harus dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa
c. Sosiologis
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalahmasalah
dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk
menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah sosial.
Seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok dan lain-lain.
Misalnya, ada siswa yang merasa belajar paling baik secara berkelompok,
sedangkan yang lain merasa bahwa belajar sendirilah yang paling efektif bagi
mereka.
d. Lingkungan
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan ialah gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alaalat belajar, dan
keadaan cuaca. Misalnya, ada siswa yang memerlukan lingkungan belajar yang
teratur dan rapi, tetapi ada siswa lain yang lebih suka menggelar sesuatunya
supaya semuanya dapat terlihat
3. Macam-Macam Gaya Belajar Siswa
Menurut Bobbi De Poter & Mike Hernacki secara umum gaya belajar manusia
dibedakan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar
auditorial dan gaya belajar kinestetik
a. Visual (Visual Learners)
Gaya Belajar Visual menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya,
bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya
belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk
kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi
orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini.

4
Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/ pelajaran) secara
visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang
kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah
artistik, keempat memiliki kesulitan alam berdialog secara langsung, kelima
terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh
seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ciri-ciri pelajar visual :
1) Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
2) Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi
3) Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat
teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak
4) Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang
lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi.
5) Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan
6) Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan
7) Dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu
b. Auditori (Auditory Learners)
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada
pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model
belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama
menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru
kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama
orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap
melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam
bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun
membaca.

5
Ciri-ciri Gaya Belajar Auditori:
1) Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi
yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas
2) Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu ditelevise/radio
3) Cenderung banyak omong
4) Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena
kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
5) Kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang/ menulis
6) Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
7) Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti
hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll
c. Kinestetik (Kinestethic Learners)
Gaya Belajar Kinestetik mengharuskan individu yang bersangkutan
menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa
mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini
yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan
tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya.
Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa
menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Ciri-ciri Gaya Belajar kinestetik yaitu:
1) Menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, termasuk saat belajar
2) Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
3) Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif.
4) Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil
tangannya asyik menggambar
5) Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
6) Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing
7) Menyukai praktek/ percobaan
8) Menyukai permainan dan aktivitas fisik

6
B. Siswa Beresiko
Siswa beresiko adalah siswa yang memiliki kemungkinan tinggi untuk gagal
dalam mencapai kemampuan akademik minumum yang diperlukan pada kehidupan
dewasa. Banyak siswa yang beresiko untuk dikeluarkan sebelum kelulusan dan banyak
juga yang lulus tanpa kemahiran dalam kemampuan dasar menulis atau matematika.
Larose & Talaborsy (2014) menyatakan bahwa siswa yang beresiko mungkin
membawakan dorongan negatif dari dalam (internal) yang didapatkan dari perjalanan
perkembangan mereka dan atau mungkin pernah merasakan pengaruh negatif dari luar
diri (eksternal) yang mengacaukan penyesuaian mereka dalam bersekolah. Siswa
beresiko dapat berasal dari semua tingkat sosio-ekonomi. Namun, orang miskin dan
keluarga single-parent cenderung putus sekolah sebelum kelulusan. Laki-laki memiliki
resiko putus sekolah lebih tinggi dibanding perempuan. Begitu juga dengan siswa yang
tinggal di kota besar dan area pedesaaan cenderung putus sekolah dibandingkan siswa
yang berada di pinggiran kota
Dalam buku Educational Psychology Developing Learners dicantumkan empat
karakteristik yang umumnya dimiliki siswa beresiko, terutama pada siswa yang putus
sekolah. Namun, perlu diingat bahwa hal-hal di bawah ini bukanlah karakteristik pasti
dari siswa beresiko. Keempat karakteristiknya sebagai berikut:
1. Riwayat kegagalan akademis.Rata-rata siswa yang putus sekolah "drop-out" memiliki
kemampuan membaca dan belajar yang lebih buruk, memiliki lebih sedikit
kepercayaan diri pada kemampuan akademis, dan cenderung untuk mengulang kelas
dibanding teman-temannya yang lulus.
2. Masalah emosional dan perilaku Siswa yang berpotensi putus sekolah "drop-out"'
memiliki penghargaan diri (self-esteem) lebih kecil dibandingkan teman kelasnya
yang sukses. Mereka juga cenderung menunjukkan masalah perilaku serius (seperti
bertengkar dan tindakan kasar). Kebanyakan teman mereka memiliki prestasi yang
rendah pula.

7
3. Kekurangan ketertarikan psikologis pada sekolah.Siswa beresiko cenderung kurang
mengidentifikasi sebagai bagian dari sekolah dan menganggap diri mereka bukan
bagian penting dari komunitas sekolah.
4. Meningkatkan perceraian/pelepasan dengan sekolah. Siswa yang memiliki resiko
dalam dunia pendidikannya pun memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena
itu, tidak ada strategi tunggal dalam membantu mereka bertahan di sekolah. Sekolah
dan kelas yang efektif akan membantu dalam memberi dukungan terhadap para siswa
beresiko. Berikut beberapa cara memberikan dukungan kepada siswa beresiko
5. Mengidentifikasi siswa beresiko sedini mungkin. Identifikasi ini dapat dilakukan
dengan melihat beberapa indikator bahwa siswa akan drop out., seperti prestasi
rendah, sering membolos, perilaku yang tidak pantas, serta kurangnya keterlibatan
dalam aktivitas di sekolah.
6. Menciptakan suasana sekolah dan kelas yang hangat dan mendukung. Sekolah yang
berhasil membantu siswa beresize untuk bertahan biasanya menunjukan kepedulian,
komunikasi yang baik, serta penghargaan terhadap para muridnya.
7. Berusaha menautkan siswa terhadap kurikulum pelajaran secara sistematis dan
berkelanjutan. Kebanyakan siswa yang merasa bertahan dalam sekolah dan meraih
prestasi adalah mereka yang merasa bahwa sekolah pantas mendapatkan waktu dan
usaha mereka.
8. Menyemangati dan memfasilitasi siswa dengan sekolah. Siswa yang menyukai
sekolah adalah mereka yang memiliki keterkaitan emosional dengan sekolahnya dan
percaya bahwa mereka berperan penting dalam sekolah.
a. Tipe Kepribaian
Kepribadian adalah kesatuan organisasi yang dinamis sifatnya dari sistem
psikhofisis individu yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya
terhadap lingkungannya (Allport dalam Kartono, 1980). Jadi, setiap individu itu
mempunyai kepribadian yang khas yang tidak identik dengan orang lain dan tidak dapat
diganti atau disubstitusikan oleh orang lain. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat individu pada
aspek-aspek psikisnya yang bisa membedakan dirinya dengan orang lain.
8
Kepribadian mencakup struktur dan proses yang mencerminkan sifatsifat bawaan
dan pengalaman. Kepribadian dipengaruhi oleh masa lalu dan saat ini (Pervin, 1996).
Karakteristik Tipe Kepribadian
1. Ekstrover
Ekstrover adalah suatu kecenderungan yang mengarahkan kepribadian lebih
banyak keluar daripada kedalam dirinya. Karakteristik ekstrover adalah banyak
bicara, ramah, suka bertemu dengan orang-orang, suka mengunjungi tempat baru,
aktif, menuruti kata hati, suka berpetualang, mudah bosan, dan tidak suka hal-hal
yang rutin dan monoton (Larsen, 2002).
2. Introver
Introver adalah suatu orientasi ke dalam diri sendiri. Orang introver cenderung
menarik diri dari kontak sosial. Menurut Jung dalam Naisaban, perilaku introver
sebagai orang yang pendiam, menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar, tidak mau
terlibat dengan dunia objektif, tidak senang berada di tengah kerumunan banyak
orang (Naisaban, 2003). Hall dan Lindzey (1998) menambahkan bahwa karakteristik
introver adalah pemalu, introspektif, menyukai buku-buku daripada manusia, suka
menyendiri dan tidak ramah kecuali pada teman dekatnya. Dia cenderung
merencanakan segala sesuatu dengan berhatihati sebelum melangkah dan tidak
mudah percaya kata hati.
b. Perbedaan Sosial Ekonomi
Konsep dari status sosio-ekonomi (SSE) meliputi beberapa variabel, termasuk di
antaranya adalah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang
tua. Status sosio-ekonomi sebuah keluarga dapat memberikan gambaran tentang status
anggota keluarganya dalam komunitas, seperti jenis lingkungan tempat mereka tinggal,
pengaruh mereka dalam pembuatan keputusan dalam masyarakat, dan lain. Menurut J.-S.
Lee & Bowen (2006), Sirin (2005), dan Tucker- Drob (2013) menyebutkan bahwa
prestasi siswa di sekolah memiliki hubungan dengan status sosio-ekonominya, di mana
siswa dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung untuk lebih berprestasi,
sedangkan siswa dengan sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung memiliki resiko
lebih besar untuk putus sekolah.
9
Meski begitu, kesulitan juga tetap dirasakan oleh individu dengan tingkat
pemasukan keluarga yang tinggi, seperti tuntutan orang tua yang tinggi dan kurang
dekatnya dengan orang tua akibat sibuk bekerja dapat menimbulkan kecemasan dan
depresi pada anak. Namun, tantangan terbesar dalam mencapai kesuksesan akademik dan
personal well-being ini pada umumnya paling dirasakan oleh individu yang hidup dalam
kemiskinan. Tantangan dalam meraih kesuksesan akademik yang diasosiasikan dengan
kemiskinan terdiri dari beberapa hal. Hal tersebut antara lain:
1) Keterbatasan finansial yang dialami orang tua mengakibatkan pada
ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi gizi dan kesehatan yang baik pada
anak. Menurut Aboud & Yousafzai (2015) dan Noble et al. (2005)] menyebutkan
bahwa kepastian gizi yang buruk pada anak terutama pada usia awal, termasuk
pada saat masih dalam kandungan, dapat menyebabkan gangguan perhatian,
memori, serta kemampuan belajar pada anak.
2) Lingkungan sosial yang tidak sehat memiliki potensi lebih besar terhadap
kekerasan, konsumsi alkohol, dan penggunaan narkoba. Selain itu, keterbatasan
sarana yang mendukung dan sedikitnya panutan yang baik, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi prestasi akademik yang rendah
3) Stres emosional lebih berat dirasakan oleh siswa dari keluarga miskin. Banyak dari
mereka yang bahkan masih harus bertanya-tanya bagaimana untuk makan dan
kondisi yang sewaktu-waktu bisa diusir oleh pemilik tanah Hal tersebut
menggambarkan kekacauan dan tekanan yang lebih besar yang dialami oleh siswa
dengan SSE rendah.
4) Kesenjangan latar belakang pengetahuan juga menjadi salah satu tantangan bagi
siswa dengan SSE rendah. Akses kesempatan pendidikan yang lebih awal juga
bergantung pada kondisi finansial keluarga, seperti ketersediaan buku, komputer,
dan lainnya. Selain itu, terdapat keterbatasan kemampuan dasar akademik yang
dimiliki oleh orang tua untuk dibagikan dengan anaknya. Namun, perlu bagi kita
untuk tidak menggeneralisasikan secara berlebihan bahwa orang tua dengan
pendapatan yang rendah tidak memikirkan kualitas pendidikan anaknya

10
5) Sekolah di lingkungan masyarakat dengan pendapatan rendah biasanya memiliki
kualitas yang lebih rendah, karena sekolah-sekolah tersebut cenderung menerima
lebih sedikit dana yang mengakibatkan kurangnya perlengkapan dan perawatan
yang buruk. Menurut G. W. Evans (2004), McLoyd (1998) Pianta & Hamre
(2009), dan Raudenbush (2009)] menyebutkan bahwa beberapa guru di
lingkungan tersebut memiliki ekspektasi yang rendah terhadap siswa dan kurang
maksimal dalam memfasilitasi pembelajaran dibandingkan dengan guru di
sekolah yang lebih mahal. Namun tentu saja, sekolah yang berada di lingkungan
dengan pendapatan rendah tidak harus menjadi seperti itu. Faktanya,
C. Anak berkebutuhan khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental intelektual, sosial, dan emosional)
dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan
kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak
berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka,contohnya, bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi
tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)
sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB
bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk
tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor,
kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi
sosial serta kreativitasnya.
11
Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru
terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai
kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogramkan
pembelajaran sudah dipikirkan mengenbai bentuk strategi pembelajaran yang dianggap
cocok. Asesmen di sini adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan
kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan
sosial, melalui pengamatan yang sensitif. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan
instrumen khusus secara baku atau dibuat sendiri oleh guru kelas.
Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di
persiapkan oleh guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik mampu berinteraksi
terhadap lingkungan sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui
penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis
kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi
kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari- hari dan kompetensi akademik.
D. Pendekatan pembelajaran berdasarkan keberagaman peserta didik
Pendidikan Inklusif adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk
merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan Inklusif merupakan
implementasi pendidikan yang berwawasan multikural yang dapat membantu peserta
didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya,
nilai,kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis.
Filosofi yang mendasari pendidikan inklusif adalah keyakinan bahwa setiap anak,
baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak
untuk memperoleh pendidikan seperti layanya anak-anak “normal” lainnya dalam
lingkungan yang sama (Education for All). Secara lebih luas, ini bisa diartikan bahwa
anak-anak yang “normal” maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah
selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada di dalamnya. Di
sekolah inklusi ini, mereka tidak semata mengejar kemampuan akademik, tetapi lebih
dari itu, mereka belajar tentang kehidupan itu sendiri. (UNESCO,2000).

12
Differentiated of instruction adalah modifikasi kurikulum di mana semua anak
bisa belajar dalam satu kelas dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Pendekatan
ini dilakukan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas dengan berbagai kemampuan
anak yang berbeda dalam kelas tersebut. Maksud dari differentiated itu sendiri adalah
setiap anak mempunyai standar kurikulum yang berbeda-beda disesuaikan dengan
kebutuhannya. Hal ini dimaksudkan bahwa guru harus memodifikasi isi, proses/cara
berpikir (the thinking process) dan produk yang harus dikerjakan sebagai evaluasi,
berdasarkan karakteristik anak, tingkat kesiapan anak, interest atau kesukaan anak,
kecerdasan majemuk (mulltiple intelegences), pemberian instruksi dan pembelajaran atau
materi yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan anak, memperdalam
pemahaman, dan melibatkan kerja kelompok. (Hollas, 2005:2).
Menurut Gregory dan Chapman (2007:2) mengungkapkan hal-hal yang
mendukung pandangan atau filosofi mengenai pembelajaran diferensiasi adalah sebagai
berikut.
1) Semua siswa pada dasarnya memiliki kekuatan dalam bidang-bidang tertentu
2) Semua siswa memiliki bidang yang butuh untuk dikuatkan
3) Setiap otak siswa adalah unik seperti suatu sidik jari (fingerprint)
4) Tidak ada kata terlambat untuk belajar
5) Ketika memulai suatu topik yang baru, siswa membawa dasar pengetahuan mereka
sebelumnya dan pengalaman dalam belajar
6) Emosi, perasaan, dan sikap berpengaruh pada belajar
7) Semua siswa dapat belajar
8) Siswa-siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda pada waktu yang berbeda- beda
pula

Banyak guru yang belum bisa membayangkan bagaimana pendekatan


pembelajaran diferensiasi ini dikarenakan sudah bertahun-tahun lamanya melakukan
suatu proses pembelajaran satu arah dan berpusat hanya pada guru.

13
Dengan menggunakan strategi diferensiasi dan memberikan kegiatan yang
disesuaikan dengan kebutuhan siswa dilihat dari kesiapan, minat dan gaya belajar siswa
maka diharapkan kebutuhan siswa akan terpenuhi, siswa akan bisa belajar sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Model pembelajaran diferensiasi ini bukan suatu model
pembelajaran yang baru (Mu’ti, 2014).

Model pembelajaran ini diperlukan suatu kesadaran dan juga kerja keras yang
sungguh-sungguh dalam menganalisa data informasi yang didapat dari peserta didik di
kelas, kemudian data tersebut digunakan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan
dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik yang akan disesuaikan dengan
kemampuan serta digunakan dalam mengubah sesuatu yang perlu diubah juga
memberikan hal-hal yang lebih diperlukan bagi peserta didik masing- masing (Andini,
2022).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari materi di atas yaitu Gaya belajar suatu cara yang konsisten yang
dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara,
mengingat, berfikir, dan memecahkan soal maka dari itu diperlukan Model
pembelajaran dan juga kerja keras yang sungguh-sungguh dalam menganalisa data
informasi yang didapat dari peserta didik di kelas, kemudian data tersebut digunakan
sebagai bahan dalam pengambilan keputusan dalam memberikan pembelajaran
kepada peserta didik yang akan disesuaikan dengan kemampuan serta digunakan
dalam mengubah sesuatu yang perlu diubah juga memberikan hal-hal yang lebih
diperlukan bagi peserta didik masing- masing.
B. Saran
Kami mengharapkan agar apa yang sudah kami jelaskan di atas dapat dipahami
oleh pembaca dan juga sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan,
selanjutnya kritik dan saran dari pembaca sebagai pembangun sangat diharapkan guna
perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andini, D. W. (2022). Differentiated Instruction: Solusi Pembelajaran Dalam Keberagaman


Siswa Di Kelas Inklusif. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-An, 2(3), 340–349.
https://doi.org/10.30738/trihayu.v2i3.725
Mu’ti, A. (2014). Prosedur Operasional Standar (POS) Pelaksanaan Akreditasi
Sekolah/Madrasah: Akreditasi Bermutu untuk Pendidikan Bermutu Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah. Prosiding Sesiomadika, 1(1a).
Kurniati, A. Fransiska & Sari, A. W. (2019). ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V. Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa, 5 (1), 90

Lestari, S. & Djuhan M. W. (2021). ANALISIS GAYA BELAJAR VISUAL, AUDIOTORI DAN
KINESTETIK DALAM PENGEMBANGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Jurnal Ilmiah Ilmu
Pengetahuan Sosial Indonesia, 1 (1), 84-89

Mufidah, L.L.N. (2017). Memahami gaya Belajar Untuk Meningkatkan Potensi Anak. Jurnal Perempuan
dan Anak, 1(2), 251-254

Mularsih, H. (2010). STRATEGI PEMBELAJARAN, TIPE KEPRIBADIAN DAN HASIL BELAJAR


BAHASA INDONESIA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. MAKARA, SOSIAL
HUMANIORA, 14 (1), 69

Wassahua, S. (2016). ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR


MATEMATIKA PADA MATERI HIMPUNAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI KARANG JAYA
KECAMATAN NAMLEA KABUPATEN BURU. JURNAL MATEMATIKA DAN
PEMBELAJARANNYA, 2 (1), 89-91

16

Anda mungkin juga menyukai