Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

BIMBINGAN DAN KONSELING

“KODE ETIK GURU DAN BK”

Dosen Pengampu: Indah Sukmawati, M. pd., Kons

Oleh:

Kelompok 11

HILDA EKA PUTRI (21129402)


MUTIA ADELINA (21129434)
SALSABILA IDHA PUTRI SASA (21129305)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya,penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kode Etik Guru
dan Bk” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indah Sukmawati, M. pd., Kons
selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai


kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini. Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.

Padang, 17 November 2022

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

1.3 Tujuan........................................................................................................... 2

BAB II ISI ............................................................................................................. 3

2.1 Kode Etik Guru .............................................................................................. 3

A. Tujuan Kode Etik Guru .............................................................................. 4

B. Syarat – Syarat Profesi Guru ..................................................................... 5

C. Sifat Dasar Konselor atau Guru BK .......................................................... 5

D. Macam – Macam Kode Etik Konselor atau Guru BK ............................. 7

2.2 Kode Etik BK ................................................................................................. 9

A. Bentuk Pelanggaran Kode Etik BK ........................................................... 9

B. Kasus Kode Etika BK................................................................................ 10

C. Penyebab Pelanggaran Kode Etik............................................................ 11

D. Bentuk Sanksi Bagi Pelanggar Kode Etik ............................................... 12

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 14

3.2 Saran ........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhir-akhir ini pendidikan menjadi masalah yang ramai dibicarakan.
Berbicara mengenai pendidikan berarti berbicara tentang profesiguru. Pada saat ini
profesi guru merupakan salah satu profesi yang banyak diminati oleh kebanyakan
siswa dan siswi, hal tersebut karena guru merupakan profesi yang dapat
menentukan masa depan bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas dapat
menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitu pun
sebaliknya, seorang guru yang tidak berkualitas akan menjadikan bangsa ini
menjadi bangsa yang tertinggal dan bahkan bisa menjadi bangsa yang terjajah lagi,
selain itu saat ini profesi guru dijamin kesejahteraan hidupnya.

Namun, kebanyakan orang yang telah menjadi seorang guru dalam


menjalankan profesinya tersebut tidak jarang melakukan penyimpangan atau pun
pelanggaran terhadap norma-norma menjadi seorang guru, sehingga pemerintah
menetapkan suatu aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh para guru di
Indonesia yang dikenal dengan “Kode Etik Guru”. Dengan adanya Kode Etik Guru
ini, diharapkan para guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana
telah ditetapkan dalam Kode Etik Guru tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa tujuan kode etik guru?
B. Apa saja syarat-syarat profesi guru?
C. Bagaimana sifat dasar konselor atau guru bk?
D. Apa saja macam-macam kode etik konselor atau guru bk?
E. Bagaimana bnetuk pelanggaran kode etik bk?
F. Apa saja kasus kode etik bk?
G. Mengapa pelanggaran kode etik bk bisa terjadi?
H. Bagaimana bentuk sanksi bagi pelangggar kode etik?

1
1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui tujuan kode etik guru.
B. Untuk mengetahui syarat-syarat profesi guru.
C. Untuk mengetahui sifat dasar konselor atau guru bk.
D. Untuk mengetahui macam-macam kode etik konselor atau guru bk.
E. Untuk mengetahui bnetuk pelanggaran kode etik bk.
F. Untuk mengetahui kasus kode etik bk.
G. Untuk mengetahui pelanggaran kode etik bk bisa terjadi.
H. Untuk mengetahui bentuk sanksi bagi pelangggar kode etik.

2
BAB II
ISI

2.1 Kode Etik Guru


Kunarto (1997) mengungkapkan untuk mengetahui arti kode etik pendidik
secara komprehensif, perlu dilihat kembali istilah kode etik dan pendidik. Secara
etimologis, istilah kode etik berasal dari dua kata yakni “kode’ dan “etik”. Kata
kode berasal dari bahasa Prancis yang berarti norma atau aturan. Sedangkan kata
etik berasal dari kata etiquette yang bermakna tata atau tingkah laku. Berdasarkan
hal tersebut dapat dipahami bahwa, kode etik merupakan seperangkat pedoman
berperilaku yang berisi norma-norma yang harus ditaati oleh suatu profesi tertentu.
Dengan mentaati seperangkat norma-norma tersebut, akan menjadikan
keberhasilan dalam menjalankan profesi dengan baik. (Farhan, 2018).

Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau
aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standar perilaku anggotanya.

Seperti guru memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya


dengan tujuan membentuk manusia pembangunan yang pancasila. Inilah bunyi
kode etik guru yang perrtama dengan istilah “bebakti membimbing” yang artinya
mengabdi tanpa pamrih dan tidak pandang bulu dengan membantu (tanpa paksaan,
manusiawi). Istilah seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi guru harus
berupaya dalam membentuk manusia pembangunan pancasila harus seutuhnya
tanpa pamrih.

Misalnya seperti guru pembimbing atau konselor di sekolah “Konselor harus


menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan kliennya”. Apabila kode etik
itu telah diterapkan maka konselor ketika berhadapan dalam bidang apapun demi
lancarnya pendidikan diharapkan memiliki kepercayaan dengan clientnya dan tidak
membuat clientnya merasa tersinggung.

3
A. Tujuan Kode Etik Guru
Tujuan ditetapkannya kode etik adalah menjunjung tinggi martabat profesi,
melindungi pelanggan dari perbuatan malpraktik, meningkatkan mutu profesi,
menjaga standar mutu dan status profesi, dan menegakkan ikatan antara tenaga
profesi dan profesi yang disandangnya.Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik
dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Adapun tujuan ditetapkannya kode etik menurut Soetjipto dan
Raflis Kosasi (1999) antara lain: (Zulhimma, 2013)
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dengan adanya kode etik, maka setiap profesi tidak dipandang rendah atau
remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu
profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi
yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar

b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya


Dalam kode etik umumnya terdapat larangan-larangan kepada anggotanya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif umum bagi honorarium
anggota profesi dalam melaksanakan tuganya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan
seprofesinya

c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi


Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan- ketentuan yang perlu
dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya

d. Untuk meningkatkan mutu profesi

4
Kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran-anjuran agar para anggota
profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi para angotanya

e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi


Dalam meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada
setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi
dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.

B. Syarat – Syarat Profesi Guru


Terdapat 8 (delapan) kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu pekerjaan agar
dapat disebut sebagai profesi, antara lain: (Syafruddin, 2005)
a. Panggilan hidup yang sepenuh waktu
b. Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian
c. Kebakuan yang universal
d. Pengabdian
e. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
f. Otonomi
g. Kode etik
h. Klien
i. Berprilaku pamong
j. Bertanggung jawab.

C. Sifat Dasar Konselor atau Guru BK


Setiap konselor atau guru bimbingan dan konseling harus memiliki sifat dasar
pribadi, terhadap peserta didik atau konseli yang dilayaninya (Rosjidan, 2004,
2007).
a) Percaya penuh kepada potensi setiap individu. Konselor atau guru bimbingan
dan konseling profesional percaya kepada harga diri dan martabat pada setiap
individu peserta didik yang dilayani, percaya kepada kemampuannya tumbuh
dan berkembang, dan kemampuannya menanggulangi situasi kehidupannya.
Dia mempunyai kepercayaan, kemampuan individu peserta didik untuk
membangun tujuan dan nilai-nilai pnbadinya yang sesuai.

5
b) Komitmen kepada nilai-nilai kemanusiaan individual. Konselor atau guru
bimbingan dan konseling profesional mempunyai perhatian yang utama kepada
individu peserta didik sebagai pribadi yang perasaannya, nilai-nilai, tujuan dan
keberhasilan-keberhasilannya penting bagi diri peserta didik. Konselor
menghormati dan menghargai kebutuhan peserta didik yang dia bimbing,
membantu menemukan nilai-nilai mereka sendiri yang terbaik, menentukan
tujuan mereka sendiri, dan menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan
itu

c) Peka terhadap lingkungan. Konselor atau guru bimbingan dan konseling


profesional menaruh perhatian kepada lingkungan. Dia peduli dengan
pemahaman kepada individu, kekuatan-kekuatan yang berpengaruh kepada
tujuan individu dan kemajuannya dalam mencapai tujuan individu itu.

d) Keterbukaan. Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional


mempunyai penghargaan kepada suatu rentangan luas mengenai minat, sikap
dan keyakinan. Dia selalu ingin mempertanyakan hal-hal, baik yang lama
maupun yang baru, yang bersangkutan dengan bimbingan dan bimbingan dan
konseling.

e) Pemahaman kepada diri sendiri. Konselor atau guru bimbingan dan konseling
profesional mempunyai pemahaman kepada dirinya sendiri dan cara-cara
bagaimana nilai-nilai pribadinya, perasaan dan kebutuhannya dapat berdampak
kepada pekerjaannya. Dia mampu menangani aspek-aspek kehidupannya
sendiri dengan cara-cara yang tidak berdampak sebaliknya kepada pekerjaan
bimbingan dan konselingnya.

f) Komitmen profesional. Konselor atau guru bimbingan dan konseling


profesional menyadari suatu komitmen kepada bimbingan dan konseling
sebagai profesi dan sebagai suatu alat untuk membantu individu dalam
mengembangkan potensi-potensi mereka.

6
D. Macam – Macam Kode Etik Konselor atau Guru BK
Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling
Indonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan kode etikprofesi
bimbingan dan konsseling, maka sebagian dari kode etik itu adalah sebagai berikut:
a) Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan
wawasan.
• Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia
wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangkaprasangka pada
dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain dan
mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan
klien.
• Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar,
menepati janji, dapat dipercaya, jujur,tertib dan hormat.
• Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap saran maupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan seprofesi
dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuanketentuan tingkah laku
profesional sebagaimana di atur dalam kode etik ini.
• Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak
mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material,
finansial, dan popularitas.
• Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan prosedur
khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan kaidah-
kaidah ilmiah.

b) Penyimpanan dan Penggunann Informasi


• Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat
menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi yang
bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien.
Penggunaan data/ informasi untuk keperlian riiset atau pendidikan calon
konselor dimungkinkan, sepanjang identitas kien di rahasiakan.

7
• Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi
lain membutuhka persetujuan klien.
• Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama atau
yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak
meruikan klien.
• Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada
orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakanya.

c) Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan


• Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan
antara klien dengan konselor.
• Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor,
meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit.
Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubugan apabila klien ternyata
tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.

d) Hubungan dengan Klien


• Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan
klien.
• Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya di atas kepentingan
pribadinya.
• Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien
atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi
masyarakat.
• Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada
seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
• Konselor wajib memberikan bantuan kepada siapapun lebih-lebih dalam
keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
• Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang
dikehendaki oleh klien.

8
• Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat hubungan yang sedang
dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan
professional.
• Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul
masalah dalam kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-
pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
• Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-
teman karibnya, sepanjang hubunganya professional.

e) Konsultasi dengan Rekan Sejawat. Dalam rangka pemberian pelayanan kepada


seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia wajib
berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus
mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.

f) Alih Tangan Kasus Yaitu kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat
dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat
mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.

2.2 Kode Etik BK


Kode etik BK adalah landasan moral dan pedoman bertingkah laku
profesional yang di junjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota
itu sendiri dan kepentingan publik sebagai penjamin mutu layanan yang di berikan
oleh konselor, dan landasan kode etik in adalah pqncasila yang mengingat bahwa
kode etik merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam ikut
bertanggung jawab dan tuntutan kepada kebutuhan dan kebahagian klien menurut
UU NO 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional.

A. Bentuk Pelanggaran Kode Etik BK


Secara umum bentuk pelanggaran kode etik dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
1) Bentuk Pelanggaran terhadap Konseli, misalnya:

9
• Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait
dengan kepentingan konseli.
• Melakukan perbuatan amoral seperti pelecehan seksual, mengkonsumsi
barang haram (minuman keras, napza).
• Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli
• Kesalahan dalam melakukan pratek profesional (prosedur, teknik, evaluasi,
dan tindak lanjut).

2) Bentuk Pelanggaran terhadap Organisasi Profesi, misalnya:


• Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi
profesi.
• Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organi-- sasi profesi untuk
kepentingan pribadi dan atau kelom-pok).

3) Bentuk Pelanggaran terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
• Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak
untuk bekerja sama, sikap arogan).
• Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai
dengan masalah konseli atau sebaliknya tidak melakukan referal meskipun
kasus klien di luar kewenangannya.

B. Kasus Kode Etika BK


Kasus-kasus yang sering terjadi dilingkungan profesi Bimbingan Konseling:
1) Memaparkan bahwa sekolah dan guru tidak lagi percaya dan dipercaya sebagai
pendidik dan pengajar. Tugas mereka telah digantikan dengan bimbingan
belajar atau bimbel. Menurutnya, fenomena bimbel di sekolah menunjukkan
kenyataan, kepentingan siswa telah diperalat demi kepentingan lain terutama
demi kepentingan bisnis. Etika profesi pun digadaikan demi uang.
Tugasmendidik dan mengajar merupakan hak dan kewajiban yang menjadi
monopoli seorang guru. Ketika tugas tersebut diserahkan oleh pihak lain yang
tidak mempunyai kewenangan profesi, maka etika profesi mulai tidak berada

10
pada jalurnya. Dalam hal ini tugas mendidik dan mengajar guru dilakukan
secara tidak professional
2) Wacana yang belakangan mengemuka, persoalan pelanggaran etika
keilmuan/profesi sering hanya ditujukan kepada praktik-praktik plagiarisme,
yaitu penjiplakan, penggandaan, pengutipan, atau penyaduran, manipulasi data,
menjiplak, mengutip dari karya keilmuan/profesi orang lain tanpa menyebutkan
sumbernya. Pelanggaran etika keilmuan/profesi hanya dipersepsi sebagai
persoalan “plagarisme” semata. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, etika
keilmuan/profesi mencakup enam wilayah, dan dari berbagai sumber yang
sempat diakses, pelanggaran etika keilmuan/profesi banyak jenisnya.
3) Seorang konselor yang dengan sengaja mempublikasikan data pribadi klien
kepada semua orang.
4) Ketika melakukan proses konseli, konselor yang mengambil keuntungan dari
masalah yang dihadapi klien

C. Penyebab Pelanggaran Kode Etik


Sistem nilai, norma, aturan yang ditulis secara jelas, tegas dan terperinci
dalam kode etik profesi terkadang tidak selalu dapat diterapkan secara mulus oleh
anggota profesi sehingga banyak terjadi pelanggaran. Beberapa sebab terjadi
pelanggaran kode etik antara lain
a) Tidak adanya sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan
keluhan adanya pelanggaran sehingga kontrol dan pengawasan dari masyarakat
tidak berjalan.
b) Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi karena
buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu sendiri.
c) Belum terbentuknya kultur dan kesadaran etis dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya.
d) Pengaruh hubungan kekeluargaan/kekerabatan antara pihak berwenang dengan
pelanggar kode etik.
e) Masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga pelaku pelanggaran
kode etik profesi tidak merasa khawatir atau takut melakukan pelanggaran.

11
Selain itu pelanggaran kode etik juga disebabkan masih lemahnya
kemampuan menerapkan self-regulation sebagaian anggota profesi. Idealnya,
teman sejawat mestinya berada di garda terdepan dalam mengontrol dan atau
melaporkan adanya pelanggaran kode etik. Namun dalam praktik sehari-hari
kontrol ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas yang tertanam kuat
dalam diri anggota-anggota profesi, seorang professional mudah merasa segan
melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran.67 Jika penerapan self-
regulatian di antara sesama teman sejawat saja sulit diterapkan, apakah mungkin
hal itu dapat dilakukan kepada atasan atau pimpinan organisasi profesi yang
mempunyai pengaruh terhadap kelancaran karir profesinya.

D. Bentuk Sanksi Bagi Pelanggar Kode Etik


Secara umum sanksi pelanggar kode etik diklasifikasikan menjadi dua yaitu
sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Sanksi moral misalnya merasa
bersalah, krisis atau hilang rasa percaya diri, tidak berani tampil di publik, pudarnya
reputasi dan kredibilitas (kepercayaan publik), rendahnya permintaan jasa layanan
konseling, dikucilkan oleh komunitas profesi dan sebagainya. Sanksi moral
demikian berlaku relatif, artinya tidak semua pelanggar kode etik akan merasakan
adanya sanksi moral tersebut. Sanksi moral hanya berlaku bagi orang yang
mempunyai hati yang bening atau Qolbun salim. Bagi orang yang ‘hatinya telah
tertutup noda’ sulit merasakan adanya sanksi moral.

Berbeda dengan sanksi organisasi yang sifatnya formal, kasat mata dan pasti
sehingga bentuk sanksi ini lebih efektif dan mudah dikontrol. Oleh karena itu, yang
dimaksud bentuk sanksi pelanggaran kode etik di sini adalah sanksi organisasi.
Sanksi organisasi ini diatur dalam beberapa tingkatan, mulai tingkat ringan, sedang
sampai berat. Dengan demikian, pemberian bentuk sanksi akan bergantung pada
tingkat pelanggarannya. Sesuai dengan hakekat pemberian sanksi yaitu untuk
memberikan efek jera agar tidak mengulang tindak pelanggaran kode etik maka
pem- berian sanksi harus didasarkan pada pertimbangan rasa keadilan.

12
Sekurang-kurangnya ada lima bentuk sanksi bagi pelanggara kode etik
profesi konselor yaitu:
• Memberikan teguran secara lisan.
• Memberikan surat peringatan (SP 1,2, dan 3) secara tertulis.Pencabutan
keanggotan ABKIN dengan tidak hormat.
• Pencabutan lisensi bagi yang berpraktik mandiri atau dikeluarkan dari lembaga
tempat ia bekerja.
• Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan
pada pihak yang berwenang.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kode etik merupakan seperangkat pedoman berperilaku yang berisi norma-
norma yang harus ditaati oleh suatu profesi tertentu. Tujuan ditetapkannya kode
etik adalah menjunjung tinggi martabat profesi, melindungi pelanggan dari
perbuatan malpraktik, meningkatkan mutu profesi, menjaga standar mutu dan status
profesi, dan menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang
disandangnya.

Macam-macam kode etik konselor


• Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan
wawasan.
• Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
• Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
• Hubungan dengan Klien.
• Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
• Alih Tangan Kasus.

Kode etik BK adalah landasan moral dan pedoman bertingkah laku


profesional yang di junjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota
itu sendiri dan kepentingan publik sebagai penjamin mutu layanan yang di berikan
oleh konselor, dan landasan kode etik in adalah pqncasila yang mengingat bahwa
kode etik merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam ikut
bertanggung jawab dan tuntutan kepada kebutuhan dan kebahagian klien menurut
UU NO 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional.

Bentuk pelanggaran kode etik bk


• Bentuk Pelanggaran terhadap Konseli
• Bentuk Pelanggaran terhadap Organisasi Profesi
• Bentuk Pelanggaran terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain

14
Penyebab pelanggaran kode etik
• Tidak adanya sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan
keluhan adanya pelanggaran sehingga kontrol dan pengawasan dari masyarakat
tidak berjalan.
• Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi karena
buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu sendiri.
• Belum terbentuknya kultur dan kesadaran etis dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya.
• Pengaruh hubungan kekeluargaan/kekerabatan antara pihak berwenang dengan
pelanggar kode etik.
• Masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga pelaku pelanggaran
kode etik profesi tidak merasa khawatir atau takut melakukan pelanggaran.

Sekurang-kurangnya ada lima bentuk sanksi bagi pelanggara kode etik


profesi konselor yaitu:
• Memberikan teguran secara lisan
• Memberikan surat peringatan (SP 1,2, dan 3) secara tertulis
• Pencabutan keanggotan ABKIN dengan tidak hormat
• Pencabutan lisensi bagi yang berpraktik mandiri atau dikeluarkan dari lembaga
tempat ia bekerja.
• Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan
pada pihak yang berwenang.

3.2 Saran
Seorang konselor harus benar-benar memahami profesi yang dijalaninya
dengan mengikuti etika yang diterapkan dalam organisasi profesinya serta
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, R. (2020). Buku Materi Pembelajaran Profesionalisasi BK. Jakarta:


Universitas Kristen Indonesia.

Hunainah. (2016). Etika Profesi Bimbingan Konseling . Bandung: Rizki Press.

Pengurus Besar Abkin. (2018). Kode Etik Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Abkin.

Raharjo, S. & Kusmanto, A. S. (2017). Pelaksanaan Kode Etik Profesi Guru


Bimbingan dan Konseling SMP/MTs Kabupatem Kudus. Jurnal Konseling
GUSJIGANG, 3(2), 187.

Tryona & Musyarofah. (2016). Modul Guru Pembelajaran Bimbingan dan


Konseling Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Direktorat Jendral
Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Widiansyah, A. (2019). Modul Etika Profesi Guru. Jakarta: Universitas


Bhayangkara.

16

Anda mungkin juga menyukai