Oleh:
Kelompok 11
2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya,penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kode Etik Guru
dan Bk” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indah Sukmawati, M. pd., Kons
selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Kelompok 11
ii
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan........................................................................................................... 2
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui tujuan kode etik guru.
B. Untuk mengetahui syarat-syarat profesi guru.
C. Untuk mengetahui sifat dasar konselor atau guru bk.
D. Untuk mengetahui macam-macam kode etik konselor atau guru bk.
E. Untuk mengetahui bnetuk pelanggaran kode etik bk.
F. Untuk mengetahui kasus kode etik bk.
G. Untuk mengetahui pelanggaran kode etik bk bisa terjadi.
H. Untuk mengetahui bentuk sanksi bagi pelangggar kode etik.
2
BAB II
ISI
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau
aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standar perilaku anggotanya.
3
A. Tujuan Kode Etik Guru
Tujuan ditetapkannya kode etik adalah menjunjung tinggi martabat profesi,
melindungi pelanggan dari perbuatan malpraktik, meningkatkan mutu profesi,
menjaga standar mutu dan status profesi, dan menegakkan ikatan antara tenaga
profesi dan profesi yang disandangnya.Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik
dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Adapun tujuan ditetapkannya kode etik menurut Soetjipto dan
Raflis Kosasi (1999) antara lain: (Zulhimma, 2013)
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dengan adanya kode etik, maka setiap profesi tidak dipandang rendah atau
remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu
profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi
yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar
4
Kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran-anjuran agar para anggota
profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi para angotanya
5
b) Komitmen kepada nilai-nilai kemanusiaan individual. Konselor atau guru
bimbingan dan konseling profesional mempunyai perhatian yang utama kepada
individu peserta didik sebagai pribadi yang perasaannya, nilai-nilai, tujuan dan
keberhasilan-keberhasilannya penting bagi diri peserta didik. Konselor
menghormati dan menghargai kebutuhan peserta didik yang dia bimbing,
membantu menemukan nilai-nilai mereka sendiri yang terbaik, menentukan
tujuan mereka sendiri, dan menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan
itu
e) Pemahaman kepada diri sendiri. Konselor atau guru bimbingan dan konseling
profesional mempunyai pemahaman kepada dirinya sendiri dan cara-cara
bagaimana nilai-nilai pribadinya, perasaan dan kebutuhannya dapat berdampak
kepada pekerjaannya. Dia mampu menangani aspek-aspek kehidupannya
sendiri dengan cara-cara yang tidak berdampak sebaliknya kepada pekerjaan
bimbingan dan konselingnya.
6
D. Macam – Macam Kode Etik Konselor atau Guru BK
Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling
Indonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan kode etikprofesi
bimbingan dan konsseling, maka sebagian dari kode etik itu adalah sebagai berikut:
a) Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan
wawasan.
• Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia
wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangkaprasangka pada
dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain dan
mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan
klien.
• Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar,
menepati janji, dapat dipercaya, jujur,tertib dan hormat.
• Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap saran maupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan seprofesi
dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuanketentuan tingkah laku
profesional sebagaimana di atur dalam kode etik ini.
• Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak
mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material,
finansial, dan popularitas.
• Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan prosedur
khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan kaidah-
kaidah ilmiah.
7
• Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi
lain membutuhka persetujuan klien.
• Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama atau
yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak
meruikan klien.
• Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada
orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakanya.
8
• Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat hubungan yang sedang
dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan
professional.
• Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul
masalah dalam kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-
pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
• Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-
teman karibnya, sepanjang hubunganya professional.
f) Alih Tangan Kasus Yaitu kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat
dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat
mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.
9
• Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait
dengan kepentingan konseli.
• Melakukan perbuatan amoral seperti pelecehan seksual, mengkonsumsi
barang haram (minuman keras, napza).
• Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli
• Kesalahan dalam melakukan pratek profesional (prosedur, teknik, evaluasi,
dan tindak lanjut).
3) Bentuk Pelanggaran terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
• Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak
untuk bekerja sama, sikap arogan).
• Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai
dengan masalah konseli atau sebaliknya tidak melakukan referal meskipun
kasus klien di luar kewenangannya.
10
pada jalurnya. Dalam hal ini tugas mendidik dan mengajar guru dilakukan
secara tidak professional
2) Wacana yang belakangan mengemuka, persoalan pelanggaran etika
keilmuan/profesi sering hanya ditujukan kepada praktik-praktik plagiarisme,
yaitu penjiplakan, penggandaan, pengutipan, atau penyaduran, manipulasi data,
menjiplak, mengutip dari karya keilmuan/profesi orang lain tanpa menyebutkan
sumbernya. Pelanggaran etika keilmuan/profesi hanya dipersepsi sebagai
persoalan “plagarisme” semata. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, etika
keilmuan/profesi mencakup enam wilayah, dan dari berbagai sumber yang
sempat diakses, pelanggaran etika keilmuan/profesi banyak jenisnya.
3) Seorang konselor yang dengan sengaja mempublikasikan data pribadi klien
kepada semua orang.
4) Ketika melakukan proses konseli, konselor yang mengambil keuntungan dari
masalah yang dihadapi klien
11
Selain itu pelanggaran kode etik juga disebabkan masih lemahnya
kemampuan menerapkan self-regulation sebagaian anggota profesi. Idealnya,
teman sejawat mestinya berada di garda terdepan dalam mengontrol dan atau
melaporkan adanya pelanggaran kode etik. Namun dalam praktik sehari-hari
kontrol ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas yang tertanam kuat
dalam diri anggota-anggota profesi, seorang professional mudah merasa segan
melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran.67 Jika penerapan self-
regulatian di antara sesama teman sejawat saja sulit diterapkan, apakah mungkin
hal itu dapat dilakukan kepada atasan atau pimpinan organisasi profesi yang
mempunyai pengaruh terhadap kelancaran karir profesinya.
Berbeda dengan sanksi organisasi yang sifatnya formal, kasat mata dan pasti
sehingga bentuk sanksi ini lebih efektif dan mudah dikontrol. Oleh karena itu, yang
dimaksud bentuk sanksi pelanggaran kode etik di sini adalah sanksi organisasi.
Sanksi organisasi ini diatur dalam beberapa tingkatan, mulai tingkat ringan, sedang
sampai berat. Dengan demikian, pemberian bentuk sanksi akan bergantung pada
tingkat pelanggarannya. Sesuai dengan hakekat pemberian sanksi yaitu untuk
memberikan efek jera agar tidak mengulang tindak pelanggaran kode etik maka
pem- berian sanksi harus didasarkan pada pertimbangan rasa keadilan.
12
Sekurang-kurangnya ada lima bentuk sanksi bagi pelanggara kode etik
profesi konselor yaitu:
• Memberikan teguran secara lisan.
• Memberikan surat peringatan (SP 1,2, dan 3) secara tertulis.Pencabutan
keanggotan ABKIN dengan tidak hormat.
• Pencabutan lisensi bagi yang berpraktik mandiri atau dikeluarkan dari lembaga
tempat ia bekerja.
• Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan
pada pihak yang berwenang.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kode etik merupakan seperangkat pedoman berperilaku yang berisi norma-
norma yang harus ditaati oleh suatu profesi tertentu. Tujuan ditetapkannya kode
etik adalah menjunjung tinggi martabat profesi, melindungi pelanggan dari
perbuatan malpraktik, meningkatkan mutu profesi, menjaga standar mutu dan status
profesi, dan menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang
disandangnya.
14
Penyebab pelanggaran kode etik
• Tidak adanya sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan
keluhan adanya pelanggaran sehingga kontrol dan pengawasan dari masyarakat
tidak berjalan.
• Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi karena
buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu sendiri.
• Belum terbentuknya kultur dan kesadaran etis dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya.
• Pengaruh hubungan kekeluargaan/kekerabatan antara pihak berwenang dengan
pelanggar kode etik.
• Masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga pelaku pelanggaran
kode etik profesi tidak merasa khawatir atau takut melakukan pelanggaran.
3.2 Saran
Seorang konselor harus benar-benar memahami profesi yang dijalaninya
dengan mengikuti etika yang diterapkan dalam organisasi profesinya serta
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
15
DAFTAR PUSTAKA
Pengurus Besar Abkin. (2018). Kode Etik Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Abkin.
16