Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK

DASAR DASAR ILMU PENDIDIKAN


“Tokoh pendidikan yang berpengaruh di Indonesia”

DOSEN PENGAMPU : Dra. ZULIARNI, M.Pd.


ANES FITRIA, M.Pd.

OLEH :
KELOMPOK 9

1. AFIFAH NABILAH (20231096)


2. AMALIA INTAN SARI (20231100)
3. ATHIYYAH ROMIIZAH (20231102)
4. SISRI FEBRINA NINGSIH (20231084)
5. TARISYA FEBLIANDA (20231086)

PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat-Nya, kami
sebagai penyusun makalah ini dapat menyelesaikannya secara sederhana dan tepat waktu.
Adapun makalah ini penulis rangkum dari beberapa sumber yang dapat dipercaya yang
sajiannya penulis sajikan dalam lembar Daftar Pustaka dengan harapan makalah ini dapat
menambah pengetahuan kita tentang Tokoh pendidikan yang berpengaruh di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi isi maupun tulisan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
guna lebih menyempurnakan penulisan makalah pada masa yang akan datang.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan dan kemampuan kita.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 23 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
I. Latar Belakang................................................................................................................4
II. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
III. Tujuan Penulisan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Tokoh-tokoh Pendidikan Indonesia................................................................................5
1. Ki Hajar Dewantara.........................................................................................................5
2. Mohamad Syafei.............................................................................................................6
3. K. H. Ahmad Dahlan.......................................................................................................7
4. Rahmah El Yunusiah.....................................................................................................10
BAB III PENUTUP................................................................................................................13
A. Kesimpulan...................................................................................................................13
B. Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia


yang berfikir,bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan
hidup. Dengan kata lain,pendidikan itu sangat penting bagi manusia. Pentingnya pendidikan
ini telah di teliti oleh beberapa tokoh dan para pemikir tentang pendidikan. Sebagai generasi
penerus,kita perlu mengetahui sejarah mengenai tokoh pendidikan tersebut. Begitu banyak
ide yang telah mereka gagaskan untuk mengungkapkan pentingnya pendidikan
dalam kehidupan. Tokoh-tokoh tersebut tidak hanya dari dalam negeri saja,namun juga ada
tokoh-tokoh dari luar negeri. Negara Indonesia merupakan Negara yang berkembang
begitu juga pendidikannya.Jadi kita harus tahu bagaimana pengaruh tokoh pendidikan
terhadap pengembangan pendidikan yang ada di Indonesia.

II. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup dan peran Ki Hajar Dewantara dalam membangun


pendidikan di Indonesia
2. Bagaimana riwayat dan peran Mohammad Syafei dalam membangun pendidikan di
Indonesia
3. Bagaimana riwayat hidup dan peran Kiyai H.Ahmad Dahlan dalam membangun
pendidikan di Indonesia
4. Bagaimana riwayat hidup dan peran Rahmah El Yunusiah dalam membangun
pendidikan di Indonesia

III. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui riwayat hidup dan peran Ki Hajar Dewantara dalam membangun
pendidikan di Indonesia
2. Untuk mengetahui riwayat dan peran Mohammad Syafei dalam membangun
pendidikan di Indonesia
3. Untuk mengetahui riwayat hidup dan peran Kiyai H.Ahmad Dahlan dalam
membangun pendidikan di Indonesia
4. Untuk mengetahui riwayat hidup dan peran Rahmah El Yunusiah dalam membangun
pendidikan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh-tokoh Pendidikan Indonesia


Jauh sebelum kemerdekaan RI, banyak tokoh Indonesia yang memiliki pemikiran maju,
khususnya dalam bidang pendidikan. Beberapa tokoh pendidikan pribumi yang memberikan
warna pendidikan sampai saat ini. Tokoh-tokoh tersebut adalah insan-insan bermartabat yang
memperjuangkan pendidikan dan sekaligus pejuang kemerdekaan yang berjuang melepaskan
cengkeraman penjajah dari bumi Indonesia.

1. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, yang sebelumnya bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir
di Yogyakarta pada tanggal 2 mei 1889. Ia adalah salah seorang putera terbaik negeri ini.
Yang memiliki pemikiran yang sangat maju pada zamanya dalam memperjuangkan
pendidikan, yang hasil pemikiranya masih relevan hingga saat ini. Pemikiranya memiliki inti
ingin “ memajukan bangsa tanpa membedakan RAS, budaya, dan bangsa”. Melihat buah
pemikiran tersebut, betapa pemikiranya sampai saat ini masih relevan.
Ajaran Ki Hajar Dewantara yang saat ini dipakai sebagai lambang Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), yaitu Ing Ngarso Sung Tulado, yang berarti seorang guru
hendakya memberikan teladan yang baik kepada murid-muridnya. Ing Madya Mangun Karso,
yang berarti seorang guru harus terus membuat inovasi dalam pembelajaran. dan Tut Wuri
Handayani, yang berarti seorang guru harus dapat membangkitkan motifasi, memberikan
dorongan kepada anak didiknya untuk terus maju, berkarya, dan berprestasi. Semboyan
tersebut sampai saat ini massih relevan, meskipun jika kita perhatikan ada beberapa guru
yang kurang faham tentang falsafah tersebut. Seorang pendidik harus menjadi teladan bagi
anak didiknya dalam berbagai hal, sehingga guru dapat menjadi panutan bagi anak didiknya.
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh yang berjasa di bidang pendidikan dan beliaulah yang
mendirikan taman siswa pada tahun 1922. Karena jasanya yang sangat besar tersebut maka
sampai sekarang pada tanggal 2 mei di peringati sebagai hari Pendidikan Nasional.
Penyelenggaraan Taman Siswa didasarkan pada asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara sebagai berikut:
1) Asas kemerdekaan;
2) Asas kodrat alam;
3) Asas kebudayaan;
4) Asas kebangsaan;
5) Asas kemanusiaan;
Setelah Indonesia merdeka Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan kebudayaan yang pertama, Anggota dan Wakil Ketua DPA,
Anggota Parlemen dan mendapat gelar “ Doktor Honoris Causa” dalam ilmu kebudayaan dari
Universitas Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1956.
Ki Hajar Dewantara meninggal pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Beliau telah
memberikan karya terbaiknya kepada nusa dan bangsa. Semboyan “ Tut Wuri Handayani”
yang diabadikan sebagai lambang dan semboyan Departemen pendidikan dan Kebudayaan
Republik indonesia.

2. Mohamad Syafei
Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS (Indonesisch Nederlandse School) di
Sumatra Barat pada tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam,
sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud utama Syafei adalah mendidik anak-anak
agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Dengan berdirinya
sekolah ini berarti Ia menentang sekolah-sekolah Hindia Belanda yang hanya menyiapkan
anak-anak untuk menjadi pegawai-pegawai mereka saja.
Tujuan pendidikan INS adalah sebagai berikut :
 Mendidik anak-anak kearah hidup yang merdeka, melalui pendidikan hidup mandiri.
 Menanamkan kepercayaan kepada diri sendiri, membina kemauan keras, dan
membiasakan berani bertanggung jawab.
 Membiayai diri sendiri dengan semboyan cari sendiri dan kerjakan sendiri.
 Mengembangkan anak secara harmonis, yang mencakup aspek perasaan, kecerdasan, dan
keterampilan.
 Mengembangkan sikap sosial, agar dapat bermasyarakat dengan baik.
 Menyesuaikan pendidikan dengan masing-masing bakat anak.
 Membiasakan bekerja menurut kebutuhan lingkungan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, maka model sekolahnya diatur sebagai berikut
 Sekolah itu berbentuk asrama, anak-anak hidup bersama-sama melalui bekerja nyata atau
belajar melalui bekerja.
 Belajarnya diatur menjadi sebagian belajar teori dan sebagian lagi belajar praktek.
 Ada bermacam-macam perlengkapan belajar, seperti tanah dan alat-alat tukang kayu, alat
bercocok tanam, alat-alat menganyam, alat-alat mengolah karet, koperasi, lapangan
olahraga, dan tempat pentas seni.
 Disamping bekerja anak-anak juga berupaya mencari uang sendiri dengan cara antara lain:
menjual barang-barang hasil karya sendiri, berkoperasi, mengadakan pentas seni
berkeliling.
Organisasi pendidikannya mencakup ruang bawah dan ruang atas, keduanya terdiri dari
sekolah dasar, sekolah menengah, dan kemasyarakatan.
a) Ruang bawah sama dengan SD yang lama belajarnya 7 tahun. Disini teori dipelajari 75%
dan praktek 25%, dipilih sesuai dengan kemampuan anak-anak tingkat SD.
b) Ruang atas, mempelajari teori 50% dan praktek 50%. Ruang atas berlangsung selama 6
tahun, yang terdiri dari : ruang antara 1 tahun, ruang remaja 4 tahun, ruang masyarakat 1
tahun.

3. K. H. Ahmad Dahlan
Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (bahasa Arab: ‫د دحالن‬II‫ ;أحم‬lahir di
Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54
tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri
Muhammadiyah. Dia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu
Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.
Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

Gagasan K. H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan berawal dari ketidakpuasan dirinya


ketika melihat adanya dualisme sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan Islam yang
berbasis di pesantren-pesantren dan sistem pendidikan sekuler (Barat) yang berbasis di
sekolah-sekolah yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. K.H. Ahmad Dahlan
memandang kedua jenis pendidikan tersebut dengan kaca mata tersendiri. Ia tidak cenderung
kepada salah satunya, tetapi melihat segi-segi posistif dari keduanya. K.H. Ahmad Dahlan
memberikan penilaian yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah
Belanda, tetapi tidak mengurangi nilai dan penghargaan yang utuh terhadap ilmu-ilmu agama
yang terdapat dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren.

Agaknya keinginan untuk mengompromikan segi-segi positif dari kedua jenis pendidikan
di atas bagian, di samping untuk mengatasi yang terjadi dalam masyarakat, KH Ahmad
Dahlan mencetuskan ide-ide dan pemikirannya yang kemudian menjadi dari sistem
pendidikan Muhammadiyah. Pemikiran tersebut bisa dilihat dari karya nyatanya di lembaga-
lembaga pendidikan Muhammadiyah yang didirikannya. Model pendidikan Muhammadiyah
ini kemudian diadopsi dan dijadikan model sistem pendidikan nasional.
Sekolah pertama yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan adalah Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah pada tanggal 11 Desember 1911 di Kauman Yogyakarta. Sekolah pertama
yang didirikan KH Ahmad Dahlan dibuka di rumah pijat dengan sistem Barat, memakai
meja, kursi, dan papan tulis. Materi pelajaran yang diberikan termasuk materi agama yang
biasa di pesantren dan materi umum yang biasa di sekolah Belanda. Munir Mulkhan
menyebutkan bahwa “sekolah tersebut dikelola secara modern dengan metode dan kurikulum
baru: antara lain ilmu pengetahuan yang berkembang pada awal abad 20,”

Sebagai pendidik KH Ahmad Dahlan memiliki terobosan besar pada masanya di bidang
pendidikan yaitu :

1. Mencetak ulama-intelek atau intelek-ulama

KH Ahmad Dahlan bercita-cita menciptakan ulama yang punya wawasan keilmuan luas
atau ilmuwan yang punya wawasan keagamaan memadai. Gagasan ini memberi jawaban bagi
kita bahwa kesadaran untuk tidak mendikotomikan ilmu dan agama sudah hadir sejak lama.
Cara yang diterapkan ialah menyisipkan agama saat mengajar di sekolah-sekolah Belanda
serta mendirikan madrasah sendiri aupaya pengetahuan umum dan pengetahuan agama sama-
sama diajarkan di tiap sekolah.

2. Menganjurkan pendayagunakan akal

Menurut Kiai Dahlan, salah satu kelemahan umat Islam adalah jarang mendayagunakan
akal. Padahal, akal merupakan instrumen penting, sehingga tidak sempurna orang yang
menuntut ilmu tanpa menggunakan akalnya. Sebab, memahami apa pun dalam alam semesta
selalu memerlukan logika. Oleh karenanya, pendidikan juga harus memberikan bimbingan
yang baik agar fungsi akal manusia dapat berkembang. Ia pun menganjurkan agar di
pesantren diajarkan ilmu mantik (logika) yang berfungsi mengelola teori-teori dalam berbagai
bidang baik itu fisika, biologi, geografi, sejarah, termasuk agama, supaya bisa
menerapkannya secara pas dalam kehidupan sehari-hari.

"Watak akal itu menerima segala pengetahuan dan memang pengetahuan itulah yang menjadi
kebutuhan akal, sebab akal itu seperti biji yang terbenam di dalam bumi. Agar biji itu dapat
tumbuh menjadi pohon yang besar, tentu perlu disiram secara ajek dan dipenuhi kebutuhan
lainnya. Demikian juga akal manusia, niscaya tidak dapat bertambah sampai kepada
kesempurnaannya, apabila tidak diberi siraman dengan pengetahuan. Dan semuanya itu mesti
sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Kuasa," bunyi petikan pidato KH Ahmad Dahlan dalam
Pidato Muktamar Muhammadiyah tahun 1922, dilansir laman Aisyiyah.

3. Pendidikan mesti meliputi moral, individu, dan kemasyarakatan

Menurut Kiai Dahlan, pendidikan harus mencakup tiga wilayah tersebut. Pertama,
pendidikan moral (akhlak) untuk membentuk karakter manusia yang didasari Al-Qur'an dan
As-Sunah. Kedua, pendidikan individu yang kita kenal dengan istilah 'profesional di bidang
masing-masing', sebagai penyadaran individu yang seimbang antara mental-jasmani, agama-
intelektual, perasaan-akal pikiran, serta dunia-akhirat. Ketiga, pendidikan kemasyarakatan
tentang bagaimana membawa ilmu ke tengah-tengah masyarakat, sebagai wujud pengabdian
yang sesuai dengan keadaan sekitar. Dengan kata lain, ilmu tinggi tak selalu menjadikan
seseorang produktif jika pendidikan kemasyarakatannya minim. Bisa jadi, kehadirannya di
masyarakat justru kontraproduktif bahkan melahirkan konflik.

4. Metode pendidikan kontekstual

Dituturkan sang murid sekaligus teman seperjuangan, KH Mas Mansur, Kiai Dahlan
adalah seorang yang pandai ilmu tafsir. Saat menafsirkan ayat, Kiai Dahlan memahami tiap
kata, melihat kekuatan atau perasaan yang dikandung kata itu dalam ayat lain, lalu menarik
relevansinya dengan keadaan. Dengan metode itu, Kiai Dahlan mampu memberi penjelasan
yang dalam dan relevan dengan keadaan. Metode ini juga pas diterapkan pada teori-teori
bidang apa pun, sehingga memudahkan kita dalam memahami.

5. Metode pendidikan amal ilmiah

Suatu kali muridnya, Soedja, bertanya kenapa pelajaran tidak ditambah, tidak tentang surah
Al-Maun terus. Lalu Kiai Dahlan menimpali dengan pertanyaan, "Apakah sudah kamu
pahami betul?" dan dijawab Soedja bahwa dirinya sudah hafal. Lalu Kiai Dahlan
menyambung, "Apakah sudah kamu amalkan?" dan Soedja menjawab bahwa sudah
diamalkan saat salat. Pengamalan ala Soedja itu dianggap belum tepat oleh Kiai Dahlan. Lalu
Kiai Dahlan mengajak para muridnya mengamalkan surah itu dengan mendatangi fakir
miskin di pasar untuk diberi santunan.

6. Metode pendidikan dialog

Dalam satu kesempatan mengajar, Kiai Dahlan mengawali forumnya dengan pertanyaan,
"Kalian mau pengajian apa?" Lalu salah seorang murid yang agak heran menimpali bahwa
biasanya bahan pengajian ditentukan oleh kiainya. Lantas, Kiai Dahlan menjawab, "Kalau
begitu, nanti yang pintar hanya guru ngajinya,"

Kiai Dahlan melanjutkan, "Kalau pengajian di sini, kalian yang menentukan apa yang ingin
diketahui. Dimulai dengan bertanya. Pertanyaan itu kunci gerbang memasuki dunia ilmu
pengetahuan."

Begitulah salah satu metode yang diterapkan sehingga para murid menjadi lebih mudah
dalam memahami ilmu yang disampaikan.

Di kesempatan lain, sang kiai ditanya muridnya tentang apa itu agama. Lalu kiai
memperdengarkan alunan biola, setelahnya meminta sang murid ganti memainkan.
Pengibaratan dari Kiai Dahlan itu menjelaskan bahwa agama akan bersifat indah dan
menenteramkan jika didasari dengan ilmu. Sedangkan alunan yang kacau adalah gambaran
agama tanpa ilmu pengetahuan, digunakan secara ngawur sehingga mengacaukan harmoni.
4. Rahmah El Yunusiah
Rahmah El Yunusiyah mengenyam pendidikan di sekolah milik kakak sulungnya, Diniyah
School — sekolah agama yang menggunakan sistem koedukasi. Siswa laki-laki dan
perempuan di dalam ruang kelas yang sama. Saat itu, sedikit sekali perempuan yang belajar
di sekolah.

Di sekolah milik kakaknya, Rahmah menangkap ketidaksetaraan. Diskusi kelas didominasi


para lelaki; guru yang semuanya laki-laki dan murid yang sebagian besar juga laki-laki.

Murid perempuan kesulitan mendapatkan penjelasan agama secara mendalam tentang fikih
yang berkaitan dengan perempuan. Selain karena tidak dibahas oleh para guru, murid
perempuan pun malu bertanya.

Ia lalu berpikir untuk mendirikan sekolah Islam khusus perempuan. Tujuannya agar
perempuan lebih leluasa belajar, dan lebih percaya diri mengungkapkan segala pertanyaan
serta rasa penasaran mereka tanpa perlu malu dan merasa rendah diri.

Tepat 1 November 1923, ketika usianya 23 tahun, Rahmah menyiapkan Madrasah Diniyah li
al-Banat atau Sekolah Diniyah Putri. Muridnya 71 orang, dan sebagian besar merupakan
kelompok ibu muda.

Berguru kepada Haji Rasul

Rahmah El Yunusiyah merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, dari pasangan Rafi'ah
dan Muhammad Yunus. Ia lahir pada 26 Oktober 1600 di Sumatra Barat. Ayah Rahmah
adalah seorang ulama besar yang melayani sebagai kadi di negeri Pandai Sikat, Padang
Panjang. Ia juga seorang haji yang pernah mengenyam pendidikan agama selama 4 tahun di
Makkah.

Dalam Ulama Perempuan Indonesia (2002), Junaidatul Munawaroh menulis satu bab tentang
Rahmah. Ia menggambarkan bahwa perjalanan intelektualitas dan pemikiran Rahmah sangat
dapat diandalkan oleh kakak sulungnya, Zaenuddin Labay.

Labay dikenal sebagai ulama autodidak yang menguasai tiga bahasa asing; Inggris, Arab, dan
Belanda. Kemampuan bahasa itu memudahkannya untuk belajar dari pelbagai literatur.

“Rahmah sendiri sangat menyegani dan mengagumi kakaknya. Baginya, Labay adalah guru,
pemberi inspirasi, dan pendukung cita-citanya, "tulis Munawaroh.

Hamka dalam Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum
Agama di Sumatera (1982) menggambarkan sosok Rahmah El Yunusiyah sebagai
perempuan Muslim yang revolusioner dan pantang menyerah.

Selain berguru pada abangnya, Rahmah juga berguru kepada Haji Rasul, Ayahanda Hamka.
Pada tahun 1918, jauh sebelum Rahmah mendirikan sekolah khusus perempuan, ia sering ikut
belajar di surau tempat Haji Rasul atau Abdul Karim Amarullah mengajar.
Rahmah biasanya tak sendirian. Ia kerap datang bersama tiga sahabatnya, yakni Rasuna Said,
Nasinah, dan Upik Japang. Di antara mereka berempat, ia tampak sebagai pemimpinnya.

“Boleh dikatakan bahwa sebelum itu, belumlah kaum perempuan yang belajar agama, nahwu
dan sharaf , fiqih , dan ushul -nya. Sebelum itu, kaum perempuan baru belajar dalam
pengajian umum, dengarkan tabligh [ceramah] guru-guru, "tulis Hamka.

Dalam Jurnal Kependidikan Islam Vol 2 tahun 2004, Hamruni — dosen Fakultas Tarbiyah
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menerangkan pemikiran Rahmah tentang perempuan.
Dalam tulisan berjudul "Pendidikan Perempuan dalam Pemikiran Rahmah El Yunusiyah" ,
Hamruni mengatakan bahwa Rahmah menilai perempuan punya peran penting dalam
kehidupan.

Bagi Rahmah, perempuan adalah pendidik anak yang akan mengendalikan jalur kehidupan
mereka selanjutnya. Maka perlu upaya untuk meningkatkan kemampuan kaum perempuan,
baik di bidang intelektual maupun kepribadian.

Namun, Rahmah tampak masih meyakini bahwa peran domestik tidak bisa dilepaskan dari
perempuan. Ia memasukkan keterampilan keterampilan rumah tangga ke dalam kurikulum
sekolahnya, seperti memasak dan menjahit. Di masa itu, di tengah masyarakat yang sangat
patriarki, pemikiran seperti ini agaknya masih bisa dimaklumi.

Menginspirasi Al-Azhar

Kala itu, mendirikan dan mempertahankan sebuah sekolah bukan perkara mudah bagi
Rahmah. Terlebih ketika kota Padang Panjang dihantam gempa pada 28 Juni 1926, dan
kematian abangnya dua tahun sebelumnya.

Ia ke sana kemari mencari uang untuk membangun lagi sekolahnya, sebab gempa telah
meruntuhkan gedung-gedung asrama. Menurut catatan Hamka, Rahmah sampai berangkat ke
Malaysia menemui sultán-sultan Melayu untuk meminta bantuan.

Hamka juga menceritakan tentang betapa Rahmah tampak tak punya tujuan lain selain
membesarkan Sekolah Diniyyah.

Tahun 1955, para petinggi Universitas Al-Azhar, Mesir, datang ke Padang dan
menyempatkan berkunjung ke Sekolah Diniyyah Putri milik Rahmah. Mereka terkagum-
kagum melihat ide dan upaya yang berdasarkan. Para petinggi universitas tersebut
menyatakan bahwa Al-Azhar dan Mesir pada umumnya, masih tertinggal jauh dari sekolah
yang digagas oleh Rahmah.

Dua tahun kemudian, Rahmah diundang ke Mesir. Ia mendapat gelar kehormatan “Syehkhah"
dan menjadi wanita pertama yang mendapatkan gelar itu dari Al-Azhar. Kedatangan Rahmah
dan cerita tentang Sekolah Diniyyah yang menginspirasi Al-Azhar untuk membuka
Kulliyatul Lil Banat— fakultas khusus untuk perempuan yang direalisasikan pada 1962.
Kecewa terhadap Sukarno

Ketika kembali ke Indonesia, Rahmah yang sebelumnya dimasukkan oleh Sukarno ke dalam
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), merasa kecewa terhadap pemimpin
republik itu. Penilaian Sukarno terlalu dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ketika Syafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik


Indonesia (PRRI) di Bukittinggi pada 1958, Rahmah ikut mendukungnya. Gerakan ini lahir
karena PRRI merasa sudah tidak sejalan lagi dengan Sukarno, sehingga menuntut otonomi
daerah yang lebih luas. Sukarno menganggapnya sebagai tindakan pemberontakan dan harus
ditumpas.

Akibatnya, Rahmah dan rekan-rekannya harus menghindari kejaran tentara republik. Mereka
keluar masuk desa dan mencium di daerah pedalaman. Namun, ia tertangkap pada 1961.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca bacaan di atas dapat kita simpulkan bahwa tokoh-tokoh pendidikan
Indonesia yaitu K. H. Dewantara, Mohammad Syafei, K. H. Ahmad Dahlan, Rahmah El
Kasih, mempunyai pemikiran-pemikiran dan terobosan yang sangat berpengaruh bagi dunia
pendidikan Indonesia pada saat sekarang ini. Terobosan - terobosan itu terus berkembang dan
dapat kita rasakan pada saat ini

Dengan adanya pemikiran para tokoh pendidikan dan terobosannya membuat dunia
pendidikan Indonesia semakin lengkap dan efisien, sehingga masyarakat dapat dengan mudah
mencari ilmu.

B. Saran
Setelah menyelesaikan makalah kami ini, penulis menyarankan kepada seluruh pembaca
agar memahami bagaimana Tokoh Pendidikan yang berpengaruh di Indonesia sebagai
tambahan ilmu pengetahuan. Namun penulis juga menyarankan agar pembaca tidak hanya
berpedoman kepada makalah kami ini. Masih banyak sumber buku lainnya yang lebih baik
daripada karya kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mohammad, Herry, 2006, tokoh-tokoh islam yang berpengaruh abad 20, Jakarta: Gema
Insani Press

Hasbullah, 2012, dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta: Rajawali pers

https://akurat.co/news/id-1003184-read-6-gagasan-penting-kh-ahmad-dahlan-tentang-
pendidikan

https://amp-tirto-id.cdn.ampproject.org/v/s/amp.tirto.id/rahmah-el-yunusiyah-pendiri-
diniyah-putri-menginspirasi-al-azhar-dRlm?
amp_js_v=a0&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQCrABIA%3D
%3D#aoh=16060850582113&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Ftirto.id%2Frahmah-el-yunusiyah-pendiri-
diniyah-putri-menginspirasi-al-azhar-dRlm

Anda mungkin juga menyukai