Pengertian
Hubungan sekolah dengan masyarakat lebih banyak menekankan pada pemenuhan akan kebutuhan
masyarakat yang terkait dengan sekolah.
Ada tiga faktor yang menyebabkan sekolah harus berhubungan dengan masyarakat :
1. Integrity (Kejujuran)
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dengan
masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan, disampaikan dan disuguhkan
kepada masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi kegiatan akademik
maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik.
Biasanya sering terjadi sekolah tidak menginformasikan atau menutupi sesuatu yang
sebenarnya menjadi masalah sekolah dan perlu bantuan atau dukungan orang tua murid. Hal
ini sangat penting untuk meningkatkan penilaian dan kepercayaan masyarakat atau orang tua
murid terhadap sekolah, atau dengan kata lain transparansi sekolah sangat diperlukan,
masyarakat akan semakin kritis dan berani memberikan penilaian secara langsung tentang
sekolah.
2. Continuity (Berkelanjutan)
Prinsip ini berarti bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat, harus
dilakukan secara terus menerus. Jadi pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat
tidak hanya dilakukan secara insedental atau sewaktu-waktu, misalnya satu kali dalam satu
tahun atau sekali dalam satu semester, hanya dilakukan oleh sekolah pada saat akan
meminta bantuan keuangan kepada orang tua atau masyarakat. Hal inilah yang
menyebabkan masyarakat selalu beranggapan apabila ada panggilan sekolah untuk datang ke
sekolah selalu dikaitkan dengan uang. Akibatnya mereka cenderung untuk tidak menghadiri
atau sekedar mewakilkan kepada orang lain untuk menghadiri undangan sekolah. Apabila ini
terkondisi, maka sekolah akan sulit mendapat dukungan yang kuat dari semua orang tua
murid dan masyarakat.
3. Simplicity (Keserdehanaan)
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan masyarakat
yang dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok pihak pemberi
informasi (sekolah) dapat menyederhanakan berbagai informasi yang disajikan kepada
masyarakat.
Prinsip kesederhanaan ini juga mengandung makna bahwa: informasi yang disajikan
dinyatakan dengan kata-kata yang penuh persahabatan dan mudah dimengerti. Banyak
masyarakat yang tidak memahami istilah-istilah yang sangat ilmiah, oleh sebab itu
penggunaan istilah sedapat mungkin disesuaikan dengan tingkat pemahaman masyarakat.
4. Coverage (ulasan)
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup semua aspek,
faktor atau substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh masyarakat, misalnya
program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip
ini juga mengandung makna bahwa segala informasi hendaknya:
a. Lengkap, artinya tidak satu informasipun yang harus ditutupi atau disimpan
b. Akurat, artinya informasi yang diberikan memang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
c. Up to date, berarti informasi yang diberikan adalah informasi perkembangan, kemajuan,
masalah dan prestasi sekolah terakhi
Dengan demikian masyarakat dapat memberikan penilaian sejauh mana sekolah dapat
mencapai misi dan visi yang disusunnya.
5. Constructiveness ( membangun )
Prinsip ini juga berarti dalam penyajian informasi hendaknya obyektif tanpa emosi
dan rekayasa tertentu, termasuk dalam hal ini memberitahukan kelemahan-kelemahan
sekolah dalam memacu peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Penjelasan yang konstruktif akan menarik bagi masyarakat dan akan diterima oleh
masyarakat tanpa prasangka tertentu, hal ini akan mengarahkan mereka untuk berbuat
sesuatu sesuai dengan keinginan sekolah. Untuk itu informasi yang ramah, obyektif
berdasarkan data-data yang ada pada sekolah.
6. Adaptability ( Penyesuaian )
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan
keadaan di dalam lingkungan masyarakat tersebut. Misalnya saja masyarakat daerah
pertanian yang setiap pagi bekerja di sawah, tidak mungkin sekolah mengadakan kunjungan
(home visit) pada pagi hari.
Peranan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
1. Hubungan edukatif, ialah hubungan kerja sama dalam hal mendidik murid, antara guru di
sekolah dan orang tua di dalam keluarga.
2. Hubungan kultural, yaitu usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat
tempat sekolah itu berada.
3. Hubungan institusional, yaitu hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga
atau instansi resmi lain, baik swasta maupun pemerintah, seperti hubungan kerja sama
antara sekolah satu dengan sekolah-sekolah lainnya, kepala pemerintah setempat, ataupun
perusahaan-perusahaan Negara, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan
pendidikan pada umumnya.
1. Aliran Nativisme
Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof jerman,
yang berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan manusia itu ditentukan oleh
pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah
mempunyai pembawaan dari orang tua maupun disekelilingnya, dan pembawaan itulah yang
menentukan perkembangan dan hasil pendidikan. Faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Bayi itu lahir
sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk.
Oleh karena itu hasil akhir pendidikan di tentukan oleh pembawaan yang sudah di
bawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh
anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan
menjadi baik. Menurut kaum nativisme itu, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat
pembawaan.
a. Faktor genetik
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul
dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi
maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya
besar.
b. Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam
dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap
anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
c. Faktor Pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan
dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan
bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan
kemampuan yang dimiliki.
Tujuan Teori Nativisme
a. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
b. Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
c. Mendorong manusia dalam menentukan pilihan
d. Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
e. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
2. Aliran Naturalisme
Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme yang dipelopori oleh Jean
Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya semua anak manusia adalah baik
pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu
berada ditangan manusia, oleh karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep
pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri
menurut alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya. Jean Jaquest Rousseau ingin
menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial)
sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu
dapat tampak secara spontan dan bebas.
Pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan alami, bukan lingkungna
yang dibuat-buat. Dengan kata lain jika pendidikan diartikan sebagai usahan sadar untuk
mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan,
menghasilkan apalagi menjadikan anak kea rah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah
berpengaruh jelek terhadapperkembangan anak. Tetapi jika pendidikan diartikan
membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan yang tidak
dibuat-buat (alami) makan pendidikan yang dimaksud terakhir ini betrpengaruh positif
terhadap perkembangan anak.
3. Aliran Empirisme
Aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan,
keterampilan dan sikap manusia dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman
(empiris) nyata melalui alat inderanya.
Jadi segala kecakapan dan pengetahuanya tergantung, terbentuk dan ditentukan
oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman didapatkan dari lingkungan atau dunia luar
melalui indra, sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan
manusia atau anak didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembangan
anak.
Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang sangat penting
sebab dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya
atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
4. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam
proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang
dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat
tersebut. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat bakat yang diperlukan dalam
mengembangkan bakat tersebut. Pembawaan yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan
bisa berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan
pembawaan tersebut.
Jadi menurut teori konvergensi :
1. Progresivisme
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak sebagai
reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru atau bahan
pelajaran.
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja,
bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya
bakat dan minat setiap anak.
Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalaman-
pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap peserta didik
(experience curriculum).
Metode pendidikan Progresivisme antara lain:
a. Metode belajar aktif.
b. Metode memonitor kegiatan belajar.
c. Metode penelitian ilmiah
2. Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes
gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial.
Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu
dan dengan demikian adlah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini
diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang tepat, membentuk unsur-
unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan Pendidikan bertujuan untuk mencapai
standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
Metode pendidikan:
Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan
Tujuan Pendidikan
1. Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno
dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi
perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau
dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat
abadi.
Filsafasat pendidikan Perenialisme adalah mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini
penuh dengan kekacauan dan ketidak pastian,dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan
kehidupan moral,intelektual,dan sosio kultural,untuk memperbaiki keadaan ini dengan
kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat
pada zaman dulu abad pertengahan (Perealisme membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai
ini sudah ada pada setiap budaya yang ada pada masyarakat).
Beberapa tokoh aliran filsafat perenialisme diantaranya: Plato (427-347 SM), Aritoteles
(384-322 SM) dan Thomas Aquina ()
Tujuan pendidikan menurut aliran perenialisme adalah untuk mewujudkan peserta didik
untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri. Dengan mengembangkan akalnya maka
akan dapat mempertinggi kemampuan berpikirnya.
2. Aliran Developmentatisme
Developmentalisme adalah paham yang mencoba menerapkan prisip-prinsip
naturalisme romantik Rosseau atau pendidikan alam disekolah, dengan memberikan peranan
yang lebih positif dari pendidik didalam mengawal dan melancarkan proses pengembangan
yang wajar dari kemampuan-kemampuan bawaan yang terkandung dalam diri setiap
individu.
Karakteristik:
a. Pendidikan adalah pengembangan pembawaan yang disertai oleh asuhan yang baik.
b. Pendidikan didasarkan pada studi tentang karakteristik perkembangan anak melalui
observasi dan eksperimen.
c. Perbaikan pendidikan lebih ditekankan pada metode-metode mengajar, pendidikan guru,
dan pemahaman tentang karakteristik proses pendidikan yang lebih baik.
d. Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar.
e. Pengembangan pendidikan mengutamakan pada pengembangan pendidikan universal.
3. Aliran Renaissance
Istilah Renaissance berasal dari bahasa Perancis yang berarti kebangkitan kembali.
Ciri utama Renaissance adalah Humanisme, individualisme, lepas dari agama (tidak
mau diatur oleh agama), empirisme dan rasionalisme. Hasil yang diperoleh dari watak itu
ialah berkembangnya pengetahuan rasional. Orang yang pertama menggunakan istilah
tersebut adalah Jules Michelet, sejarawan Perancis terkenal. Menurutnya, Renaissance
adalah periode penemuan manusia dan dunia dan bukan sekedar sebagai kebangkitan
kembali yang merupakan permulaan kebangkitan modern.
Ciri utama filsafat pada masa Renaissance adalah rasionalisme, yang menetapkan
bahwa kebenaran berpusat dari akal, tetapi setiap akal bergantung pada subjek yang
menggunakannya. Oleh karena itu, seorang filosof rasionalis menekankan bahwa berpikir
sebagai wujud keberadaan diri, jika seseorang berpikir berarti ia ada.
4. Aliran Humanisme