BAB I PENDAHULUAN
1. Berusaha memahami peranan sosiologi dari pada kegiatan sekolah terhadap
masyarakat, terutama apabila sekolah ditinjau dari segi kegiatan interaksi.
2. Untuk memahami seberapa jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak
didiknya untuk mengembangkan kepribadian anak.
3. Untuk mengetahui pembinaan ideologi Pancasila dan kebudayaan nasional Indonesia
di lingkungan pendidikan dan pengajaran.
4. Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat sekitarnya
agar pendidikan mempunyai kegunaan praktis di dalam masyarakat dan Negara
seluruhnya.
5. Untuk menyelidiki factor–factor kekuatan masyarakat bisa menstimulir pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian anak.
6. Memberi sumbangan yang positif terhadap perkembangan pendidikan.
7. Memberi pegangan terhadap penggunaan prinsip–prinsip untuk mengadakan sosiologi
sikap dan kepribadian anak didik.
Membahas tiga macam approach terhadap tingkah laku manusia, baik manusia sebagai
makhluk individu dan sosial dengan approach – approach individual, sosial dan interaksional,
ada cara lain untuk meneliti tingkah laku manusia, dengan membahas medio sosiopsychis
manusia, dengan membahas medan sosial manusia.
Cara pembahasan ini terkenal dengan nama teori medan atau field theory yang diajarkan oleh Dr.
Kurt Lewin dalam psikologi dan dikembangkan dalam psikologi sosial oleh J.F Brown.
Inti dari pada teori medan ialah meneliti struktur medan hidup ( life space ) beserta
pribadinya, personnya, life space sosial atau medan sosial. Medan hidup ini merupakan kondisi –
kondisi syarat – syarat dan situasi konkret yang menyertai gerak pribadi, gerak person tadi.
Objek manusia dianggap sebagai ornaisme
Cara berkerja teori medan itu mempergunakan metode pothetico deduktif (hypotheticv
deductive method)
Selanjutnyauntuk menentukan tingkah laku manusia di rumus sebagai berikut :
B = R ( PE ) di mana dalam manusia ini terdapat simbol – simbol : B = Behavior ( tingkah
Laku ) P = Person, manusianya E = Environment, milieu F = fungsi, sehingga rumus tadi harus
dibaca : tingkah laku (B) adalah fungsi person (P) dan milieu (E) artinya bahwa tingkah laku
manusia itu bergantung kepada pribadi (Person) dan lingkungan sekitarnya (Milieu). Secara
prinsipil dalam teori medan untuk mengubah pribadi maka harus dapat mengubah medan
sosialnya dan medan psikologisnya.
1. Keluarga (Family)
a. Fungsi Keluarga.
Menurut Ogbum fungsi keluarga itu adalah sebagai berikut : Fungsi kasih sayang,
fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan atau penjagaan, fungsi
rekreasi, fungsi status keluarga dan fungsi agama.
Menurut Bierstadt : keluarga berfungsi sebagai : Menggantikan keluarga, mengatur
dan menguasai implus – implus sexuil, menggerakkan nilai – nilai kebudayaan dan
menunjukkan status
b. Peranan Sosial dan Keluarga
Dikatakannya bahwa kelas – kelas sosial dapat dibedakan enjadi 3 macam, yaitu:
- Upper Class : dalam kelas ini sikap terhadap anak adalah bangga dan menaruh
penghargaan.
-Midle–Class: disin itidak diadakan menyelidikan
- Lower-Class : di sini keinginan – keinginan seperti upper-class itu kurang karena
alasan–alasan.
2. Perbedaan Peer Group dengan orang Dewasa
a. Perbedaan Dasar : dalam dunia orang dewasa anak selalu di dalam posisi
subordinate status ( status bawahan ) , dengan kata lain status dunia dewasa selalu
diatas.
b. Perbedaan Pengaruh : pengaruh peer group ini makin lama makin penting
fungsinya, jadi pengaruh keluarga makin kecil.
3.Fungsi – fungsi daripada peer group
Peer Group adalah sebagai suatu wadah untuk sosialisasi. Menurut Havighurs peer
group ini mempunyai 3 fungsi, yaitu : mengajarkan kebudayaan, mengajarkan
mobilitas sosial dan membantu peranan sosial yang baru
4.Gang
Beberapa ketidakseimbangan akibat gang ialah:
- Penyesuaian yang buruk di dalam kehidupan keluarga
- Kepadatan penduduk
- Kesulitan – kesulitan lain yang timbul dari isolasi cultural
- Status ekonomi rendah, kekurangan tempat untuk bermain
- Fasilitas – fasilitas sosial dan rekreasi yang lain
5. Sekolah Dalam Masyarakat
a. Pendidikan, penduduk dan kecenderungan ekonomi
1. Bersifat stabilisasi atau stabilits : suatu sifat stabil, tidak meningalkan
adanya perubahan (revolusioner)
2. Bersifat Fluidity atau fluiditas : pendidikan itu dimungkinkan adanya
perubahan – perubahan, baik mengenai stabilitas atau riilnya, maupun
fluisitas atau idealnya.
Menurut masalah penduduk ini, menurut Widarno Surachmat dapat dipecahkan
dengan jalan transmigrasi, transplanetasi, teknologi makanan, keluarga berencana
b. .Bentuk – bentuk Sekolah
- Bentuk sekolah tradisional.
- Bentuk sekolah sebagai suatu modal dari masyarakat
- Bentuk sekolah masyarakat
c. Sifat – sifat sekolah masyarakat
- Sekolah ini mengajarkan anak – anak untuk mendapatkan
- Sekolah ini melayani keseluruhan masyarakat
Kriteria sekolah masyarakat :
- Sekolah sebagai guru kehidupan masyarakat terhadap anak–anak
- Sekolah sebagai pusat kehidupan masyarakat dan tindakan untuk penduduk dari
semua umur dan kelasmembantu fasilitas – fasilitas fisik untuk belajar dan
berekreasi bagi semua umur didalam masyarakat itu.
- Sekolah mempunyai programp endidikan orang dewasa
- Membawa orang – orang muda dan orang – orang dewasa bersama untuk
bekerja atas masalah – masalah yang umum dari masyarakat
- Membawa para guru ke dalam kehidupan masyarakat sebagai teman, dan teman
ini berkerja lebih daripada seorang specialis.
Hal ini berarti bahwa situasi itu diarahkan atau dipimpin kepada pencapaian tujuan
yang telah ditentukan. Bahkan termasuk didalamnya: Subject matter, metode,
organisasi sekolah dan organisasi kelas serta pengukuran. Menurut Payne kurikulum
terdiri darisemua situasi dimana sekolah dapat menyelidiki dan menggorganisir secara
sadar untuk tujuan pengembangan kepribadian murid untuk membuat perubahan
tingkah laku. Kurikulum tidak dapat dibatasi oleh kepentingan anak dengan segera
tetapi meski di organisir dalam pengetahuan tentang nilai-nilai sosial
c. Pembagian Kurikulum
Di Amerika terdapat 3 pembagian kurikulum:
- The classical curriculum : kurikulum yang bersifat tradisional, menekankan pada
bahasa asing, bahasa kuno, sejarah kesusasteraan, matematika dan ilmu yang murni
(pure scince)
- The Vocation Curriculum : kurikulum yang pada prinsipnya menyiapkan
mahasiswa untuk bekerja, dan dapat hidup layak di dalam masyarakat
- Life Adjustment Curriculum : kurikulum yang dititik beratkan untuk pembangunan
kepribadian mahasiswa dan kegunaan sosial dari apa yang dipelajari dalam life
experience curriculum (kehidupan)
D. Relativisme Kebudayaan
Standar – standar tingkah laku berhubungan dengan kebudayaan di mana standar
– standar itu berlaku, yaitu suatu gejala yang di sebut dengan istilah Realivitas
Kebudayaan. Relativitas kebudayaan menjelaskan apa sebabnya suatu perbuatan
tertentu. Sifat relative dari kebudayaan itu memberikan suatu penjelasan mengenai
tingkah laku. Tiga dari perwujudan – perwujudan dan konsekuensi – konsekuensi
tingkah laku sebagai akibat prasyarat – prasyarat yang ditentukan oleh kebudayaan itu
ialah:
1. Fanatisme Suku bangsa ( Ethnosentrisme )
Pengamatan yang arif, selagi bepergian dari negeri yang satu ke negeri yang lain,
ia kana melihat bahwa hamper semua individu yang dijumpai akan menganggap
bahwa kebudayaannya lebih baik atau lebih tinggi dari pada kebudayaan – kebudayaan
lainnya dalam satu atau lain hal.
2. Goncangan Kebudayaan ( Culture Shock )
Istilah Culture Shock ini pertama – tama dipopulerkan oleh Kalervo Oberg. Ia
menggunakan istilah ini untuk menyatakan apa yang ia sebut sebagai suatu penyakit
jabatan dari orang – orang yang secara tiba – tiba dipindahkan ke dalam suatu
kebudayaan yang berbeda dari kebudayaannya sendiri.
Oberg mengemukakan 4 tahapan yang membentuk sirkus Culture Shock bagi
orang yang terjun di bidang karier ( sedang orang – orang yang lain dapat di duga akan
mengikuti pola yang serupa ).
1. Tahapan Inkubasi ( kadang – kadang disebut tahapan bulan madu ), ialah tanpa
waktu orang merasakannya sebagai suatu pengalaman baru yang menarik
2. Suatu perasaan dendam dan tahapan ini disebut tahapan Kritis.
3. Pertentangan Kebudayaan ( Culture Conflict )
Keyakinan – keyakinan yang berlainan sehubungan dengan system pemerintahan,
praktek – praktek di bidang perekonomian kehidupan keluarga, dan pendidikan,
kesemuanya itu merupakan factor – factor yang menimbulkan konflik kebudayaan.
BAB III
ANALISIS BUKU
BAB IV
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
Kelebihan dari buku sosiologi pendidikan ini dalam pembahasannya lebih bersifat konkrit
berdasarkan gejala-gejala pendidikan yang ada di masyarakat dikontekskan pada struktur
socialnya. Buku ini disajikan secara sederhana serta bahasa yang di pakai juga lugas
sehingga cukup mudah dipahami
Namun dalam buku ini juga terdapat kekurangan diantaranya yaitu penggunaan tata bahasa
tidak sesuai dengan kaidah baku (EYD) seperti dus, hal mana, kulturil. Selain itu tentang
teknis penulisan, banyak kutipan berbahasa asing tidak dicetak miring dan tidak ditulis
dengan benar. Tidak terdapat biodata penulis sehingga pembaca tidak mendapatkan
informasi tentang penulis dan karya lainnya. Dalam pembahasan terakhir tentang manusia
dalam menghadapi masa depan, pembahasannya masih teoritis belum ada langkah konkrit
mengenai model pendidikan yang cocok di terapkan di Indonesia apabila dilihat dari
persfektif sosiologisnya. Dari segi isi terkait dengan contoh yang digunakan masih
mengambil data tahun lama sehingga kurang up to date.
BAB V IMPLIKASI
Buku Sosiologi Pendidikan ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi karena di
dalamnya memuat materi-materi lengkap dan mendalam tentang sosiologi pendidikan. Buku
ini bagus digunakan oleh mahasiswa yang belajar sosiologi pendidikan juga oleh tenaga
eduktif untuk menambah wawasan serta bermanfaat bagi para peminat untuk
mengembangkan pengetahuannya.
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu, 2007, Sosiologi Pendidikan, Jakara : Rineka Cipta
Nasution, 2009, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Hidayat, Rakhmat, 2011, Pengantar Sosiologi Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Comments