Anda di halaman 1dari 25

HAKIKAT MANUSIA DAN

PENGEMBANGANNYA
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan
Dosen Pengampu:

Oleh:
1. Anissa Putri Kartikasari ( NIM)
2. Chory Nusaweny
3. Ari Lestari
4. Insani Nurlita Helwi
5. Bagus Syaifuddin Fajri

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.Dalam makalah ini kami membahas mengenai Hakikat Manusia dan Pengembangannya.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.Oleh
karena itu, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk
itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah
selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita sekalian.Kami ucapkan
terima kasih.

Yogyakarta, 29 September 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………….i
Daftar Isi………………………………………………………………………………ii

BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….. 2
C. Tujuan dan Manfaat……………………………………………... 3

BAB II Pembahasan
A. Hakikat Manusia dan Pengembangannya……………………….. 4

BAB III Penutup


A. Kesimpulan……………………………………………………… 21
B. Kritik dan Saran…………………………………………………. 22

Daftar pustaka
BAB I

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalamai kemajuan, sesuai
dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia
sebagai salah satu Negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki
kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika
ditunjang dengan system pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan,
memungkinkan kita berpikir kritis,kreatif, dan produktif.

Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa Negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang
cerdas.Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar.Masyarakat
belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan ketrampilan mendengar dan minat
baca yang besar.Apabila memmbaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam
masyarakat, maka jelas buku tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari yang harus
dipenuhi.

Dalam dunia pendidikan, buku terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah
satu sarana pendidikan dan sarana komunikasi.

Sasaran pendidikan adalah manusia, oleh karena itu seorang pendidik harus memiliki
gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya.Manusia adalah makhluk tuhan
yang paling sempurana yang memiliki ciri khas yang secara prinsipiil berbeda dari
hewan.Ciri khas manusia membedakan dengan hewan ialah hakikat manusia.Disebut
hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki manusia dan tidak
dimiliki hewan.

Dengan pemahaman yang jelas tentang hakikat manusia maka seorang pendidik
diharapkan dapat membuat peta karakteristik manusia, sebagai acuan baginya dalam
bersikap, menyusun strategi, metode dan teknik.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud Hakikat Manusia


2. Apakah yang dimaksud sifat Hakikat Manusia
3. Apa saja yang disebut dimensi Hakikat Manusia
4. Bagaimana pengembangan dimensi Hakikat Manusia
5. Bagaiman sosok manusia Indonesia seutuhnya

C. TUJUAN dan MANFAAT PENULISAN

A. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pengantar pendidikan
2. Untuk mengenal lebih dalam tentang sifat hakikat manusia
3. Untuk memahami dimensi-dimensi hakikat manusia
4. Untuk memahami bagaimana pengembangan dimensi hakikat manusia
5. Untuk memahami sosok manusia Indonesia seutuhnya

B. MANFAAT PENULISAN

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Hakikat Manusia dan Sitat-sifatnya


2. Bahan masukan bagi pembaca tentang bagaimana perkembangan fisik, sifat dan
pikiran manusia.
BAB II

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA


A. Hakikat Manusia

Hakikat manusia berarti mengenal sifat atau karakteristik manusia yang sangat beragam.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki karakteristik berbeda satu sama lain. Mengenal
hakikat manusia adalah sangat penting bagi setiap orang yang pekerjaannya berkenaan dengan
manusia seperti pendidik. Pemahaman terhadap hakikat manusia dalam dunia pemdidikan atau
pembelajaran memberi kontribusi kepada para pendidik untuk mengenali siswa sebagai peserta
didik dalam proses pembelajaran.

1. Manusia sebagai Makhluk Jasmani


Manusia sebagai makhluk jasmani adalah makhluk dengan bentuk jasad yang khas
yang dapat membedakan anatara individu yang satu dengan yang lain, sekalipun dengan
hakikat yang sama. Manusia sebagai makhluk jasmani artinya manusia memiliki unsure
jasmani yang bisa dopandang dan disentuh, jelas atau kongkret adanya, seperti perut,
kepala, kaki, tangan, hidung, mata, telinga dll.

2. Manusia sebagai Makhluk Berpikir


Setiap manusia dilahirkan disertai dengan potensi pikir.Manusia disebut sebagai
Homo sapiens.Makhluk berpikir menjadi karakteristik khas bagi manusia, yang
membuat manusia menjadi manusia.Manusia tidak saja bisa mengikuti perubahan yang
sedang terjadi, tetapi juga mampu mengendalikan perubahan sesuai dengan
kehendaknya.Namun sebaliknya, dengan kemampuan berfikir manusia juga dapat
mencipatakan kerusakan di permukaan bumi ini sehingga merugikan orang
banyak.Misalnya perbuatan kriminal dengan menggunakan bom, pistol, dan senjata
tajam. Tidak hanya itu manusia juga bisa melakukan tindakan ancaman terhadap orang
lain melalui teknologi canggih, seperti menggunakan internet sehingga banyak kasus
penipuan, fitnah, ancaman, dll.

3. Manusia sebagai Makhluk Individu


Kata individu berasal dari bahasa Latin, yakni individuum yang artinya adalah tidak
terbagi.Pengertian tidak dapat dibagi disini menunjuk pada pemahaman bahwa manusia
itu bersifat perseorangan.Dalam pemahaman tentang manusia sebagai makhluk individu
adalah manusia memiliki kebebasan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir.
Setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengajar harapan atau cita-cita setinggi langit
dan semampu ia capai.
Dalam makna yang paling penting, manusia sebagai makhluk individu mengandung
arti bahwa setiap manusia harus mampu memecahkan masalah hidupnya tanpa
bergantung kepada orang lain. Dengan kata lain, setiap manusia harus mandiri agar
dirinya menjadi mulia di hadapan Tuhan dan manusia. Setiap individu dilahirkan dalam
keadaan atau potensi yang berbeda.
Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk unik dan khas.Perbedaan-
perbedaan itu tidak hanya mengenai besar, bentuk dan roman muka, tetapi juga
mengenai tingkah laku dan perbuatan.

4. Manusia sebagai Makhluk Sosial


Setiap manusia sejak dilahirkan membutuhkan kehadiran orang lain agar ia bisa dan
bertahap hidup. Setiap individu membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan perkembangannya. Sejak bayi dilahirkan, ia sudah membutuhkan
orang lain untuk mandi, berpakaian, makan, dan minum. Menurut Aristoteles (384-322
SM), manusia adalah makhluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul
dengan sesama manusia lainnya(zoom politicon) yang artinya makhluk yang selalu
hidup bermasyarakat. Pada diri manusia sejak lahir sudah memiliki hasrat/bakat/naluri
yang kuat umtuk berhubungan atau hidup ditengah-tengah manusia lainnya.Naluri
manusia untuk hidup bersama dengan manusia lainnya disebut gregoriousness. Selama
manusia itu hidup perlu membangun interaksi dengan orang lain, baik secara individual
maupun kolektif(kelompok).
Manusia disebut sebagai makhlukn sosial mengandung arti bahwa setiap manusia
saling membutuhkan satu sama lain. Setiap orang membutuhkan kehadiran orang lain,
yakni kehadiran dengan segala kebutuhannya.

5. Manusia sebagai Makhluk Susila


Manusia susila artinya manusia yang taat dan patuh terhadap nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku di masyarakat, ditempat mana mereka berinteraksi dan hidup
bersama. Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan tata nilai dan
norma masyarakat disebut individu yang bersusila atau bermoral. Sementara individu-
individu yang melakukan penyimpangan disebut sebagai orang-orang yang tidak susila
atau tidak bermoral. Orang-orang yang cenderung melakukan penyimpangan terhadap
nilai dan norma sosial menjadi pengganggu ketentraman hidup masyarakat sehingga
kadang disebut sebagai sumber penyakit sosial.

6. Manusia Memiliki Potensi Perasaan


Perasaan adalah penilaian secara psikologis tentang sesuatu benda atau
situasi/peristiwa.Perasaan adalah unsur psikologis.Suasana perasaan manusia yang bisa
berubah-ubah dari waktu ke waktu, tergantung pada situasi atau keadaan yang
bersentuhan dengan perasaan itu. Pada suatu saat, seseorang measa senang, tetapi pada
situasi lain ia merasa tidak senang. Suasana psikologis yang demikian ini harus
diperhatikan dan dipahami oleh para pendidik (guru) agar tujuan
pendidikan/pembelajaran bisa tercapai sebagaimana diharapkan.
Padahal tujuan pendidikan nasional berharap seluruh peserta didik harus menguasai
mata pelajaran sekolah.Ini adalah tantangan bagi pendidik bagaimana membuat para
peserta didik senang pada semua mata pelajaran.Jika siswa tidak menyenangi mata
pelajaran tertentu, biasanya mereka malas untuk mempelajari mata pelajaran tersebut
dan enggan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
7. Manusia sebagai Makhluk Berkehendak
Salah satu karakteristik manusia adalah berkehendak.Kehendak adalah kekuatan
batin (psikologis) yang membangkitkan diri manusia untuk melakukan suatu tindakan
tertentu.Kehendak adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu.Merupakan
kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerak-gerik.Dalam realisasinya,
kehendak bertautan dengan pikiran dan perasaan. Dalam arti lain, kehendak adalah suatu
kekuatan dari beberapa kekuatan seperti uap dan listrik.
Kehendak manusia dapat dipengaruhi oleh banyak factor, seperti keyakinan,
pengalaman, rasa percaya diri, dan kebutuhan yang sedang dihadapi. Contohnya, jika
seorang mahasiswa dalam keadaan keuangan cukup atau banyak, ia tidak ada
kehendaknua lemah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
perolehan pendapatan, seperti tidak terdorong mengikuti program-program
kewirausahaan. Namun, bagi mahasiswa yang dalam keadaan ekonomi sangat terbatas
dan memiliki kebutuhan yang sangat mendesak maka kehendak untuk berbuat, yakni
berwirausaha tinggi.Ia sangat antusias untuk mewujudkan kehendaknya dalam sebuah
tindakan nyata.
Ciri-ciri kehendak sebagai berikut:
a. Kekuatan psikologis yang muncul dari dalam diri dan atas dasar kesadaran diri.
b. Kehendak erat dengan tujuan tertentu disertai dengan tujuan yang hendak dicapai.
c. Kehendak sebagai pemdorong timbulnya perbuatan tertentu berdasarkan berbagai
pertimbangan (penilaian), walaupun pertimbangannya tidak matang atau bahkan
salah.
d. Sebuah kekuatan (power) untuk mewujudkan kehendak itu menjadi sebuah tindakan
nyata.

8. Manusia Memiliki Potensi Daya Cipta


Daya cipta adalah kemampuan pemusaran pikiran untuk mewujudkan sesuatu
(arti).Daya cipta adalah tindakan membuat sesuatu yang baru. Manusia sebagai makhluk
berdaya cipta artinya memiliki kemampuan untuk mengfokuskan pikirannya dalam
rangka mewujudkan idea tau hasil pikir menjadi hasil kongkret(produk).

9. Manusia Memiliki Potensi Karya


Manusia sebagai makhluk yang mempunyai potensi karya artinya memiliki
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu.Kemampuan menghasilkan sesuatu itu
merupakan akumulasi dari potensi-potensi lainnya sebagai mana dikemukakan diatas,
yaitu potensi pikir, rasa, karsa, dan daya cipta.Kemampuan menghasilkan sesuatu
menunjukan tingkat kemampuan dan kualitas diri seseorang, dimana karya yang baik
pasti dihasilkan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas yang tinggi dan
sebaliknya.Karya seseorang menunjukan bahwa telah terjadi belajar pada diri
bersangkutan yaitu perubahan kea rah yang positif dan lebih meningkat, baik ranah
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Semua orang pada dasarnya memiliki potensi karya, hanya kemampuan
menghasilkan sesuatu itu bisa berbeda satu sama lain. Karya penduduk yang
menggunakan cara-cara tradisional pasti berbeda dari individu-individu yang
menggunakan cara-cara modern, misalnya dengan menerapkan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK).Contoh pembangunan candi-candi seperti Borobudur dan prambanan,
pembangunan gedung-gedung dan jembatan yang dibangun penduduk jaman dahulu
adalah berbeda dengan bangunan-bangunan sekarang yang telah menggunakan teknologi
canggih ini berarti potensi manusia bisa dikembangkan secara terus menerus asalkan
manusia ingin untuk terus belajar mengembangkan diri sehingga mampu menghasilkan
karya-karya yang lebih baik dan berkualitas.

10. Manusia Memiliki Potensi Tumbuh dan Berkembang


Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang.
Potensi perkembangan manusia berbeda satu sama lain, sesuai dengan karakteristiknya
manusia sebagai makhluk individu. Potensi tumbuh dan berkembang adalah karakteristik
manusia tanpa membedakan jenis kelamain, asal usul keturunan, maupun daerah.Semua
manusia pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

11. Manusia Sebagai Makhluk Yang Memiliki Cita-Cita


Setiap individu memiliki cita-cita hidup.Semua individu, baik yang cerdas atau
bodoh, baik yang tinggal diperkotaan maupun pedalaman, baik yang kaya maupun
miskin, semua pasti memiliki cita-cita. Cita-cita hidup adalah sesuatu atau suatu keadaan
yang ingin dicapai dalam hidupnya, baik dimasa kini dan masa depan. Cita-cita hidup
manusia ada yang jangka pendek maupun jangka panjang.Setiap manusia pasti
melangkah atau melakukan aktivitas-aktivitas menuju tercapainya cita-cita hidupnya.
Cita-cita manusia adakalanya relistis dan ideal.Ini wajar, karena manusia memang
makhluk yang unik hanya saja, cita-cita yang ideal itu tidak mudah untuk diwujudkan
dan umumnya disebut sebagai impian “disiang bolong”.Cita-cita yang mungkin
diwujudkan adalah cita-cita yang didasarkan pada potensi yang dimiliki dan daya
dukung serta kendala yang mungkin dihadapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Cita-cita manusia tidak ada yang sama persis secara keseluruhan. Memahami cita-
cita individu itu penting karena berpengaruh terhadap tindakan sendiri maupun orang
lain yang dimaksudkan untuk membantu individu tersebut.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, setiap siswa memiliki cita-cita hidup untuk
mencapai cita-citanya, tidak mungkin para siswa mampu meraihnya hanya dengan
mengandalkan kemampuan dirinya sendiri secara keseluruhan.Mereka perlu dukungan
pendidikan yang relevan dan berkualitas.

12. Manusia Sebagai Makhluk Meng-Ada (Exist)


Manusia sebagai makhluk meng-ada (Exist), bukan hanya ada.Binatang adalah
makhluk yang ada dibumi, tetapi tidak meng-ada.Binatang tidak bisa melakukan suatu
rekayasa lingkungan untuk disesuaikan dengan kebutuhannya atau melakukan adaptasi
diri demi lingkungan untuk disesuikan dengan kebutuhannya atau melakukan adaptasi
diri demi kelangsungan dan perkembangan hidupnya.Manusia mampu mengubah diri
sendiri sesuai dengan situasi lingkungan dan sekaligus mampu mengubah lingkungan
sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.Kemampuan ini karena adanya daya dukung dari
potensi pikir yang dimiliki oleh manusia.
Eksistensi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Hal ini sangat
tergantung pada tingkat penggunaan potensi pikir manusia untuk berkreasi dan
berikhtiar. Individu yang memanfaatkan potensi pikirnya secara optimal akan mencapai
pada tingkat kesempurnaan yang optimal. Sementara individu yang kurang
memanfaatkan potensi pikir, eksistensinya akan tampak kurang sempurna. Bahkan, bisa
jadi individu tersebut dipandang hampir sama dengan makhluk lain yang tidak
dianugrahi potensi pikir. Contohnya, orang-orang yang suka melakukan tindakan
kekerasan dimasyarakat, mereka dianggap kejam dan jahat seperti binatang buas
sehingga keberadaannya dipandang tidak ada dan tidak bermanfaat, bahkan merugikan
individu-individu yang lain

13. Pandangan Beberapa Filsuf tentang Manusia


1) Plato
Menurut plato, martabat manusia sebagai pribadi tidak terbatas pada mulanya
jiwa bersatu dengan raga.
2) Thomas Aquinas
Ia berpendapat bahwa yang disebut manusia sebagai pribadi adalah makhluk
individual, kalau hidup ialah makhluk yang merupakan kesatuan antara jiwa dan
raga. Sementara pribadi adalah masing-masing manusia individual manusia yang
konkret dan riil mempunyai kodrat yang rasional.Manusia merupakan substansi
yang komplet terdiri dari badan (material) dan jiwa (formal).
3) David Hume
Mengenai pribadi adalah identitas diri yaitu kesamaan jati diri manusia dalam
kaitannya dengan waktu.Secara pengetahuan ilmial hanya dapat dicapai dengan
titik tolak pengalaman indrawi, yaitu penglihatan, perabaan, pencicipan, dan
pendengaran.
4) Immanuel Kant
Kant memahami pribadi sebagai sesuatu yang sadar akan identitas numeric
mengenai dirinya sendiri pada waktu yang berbeda-beda. Ia berkeyakinan bahwa
segala sesuatu di dunia ini selalu mengalir berganti.
5) John Dewey
Menurut Dewey, “pribadi” berarti seseorang bertindak sebagai wakil dari sesuatu
kelompok atau masyarakat. Seorang individu bisa disebut pribadi kalau ia
mengemban dan menampilkan nilai-nilai sosial masyarakat tertentu (Hadi,
1996:32-37).

Sasaran pendidikan adalah manusia.Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk


menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.

Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu
(integrated) dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena
secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan.
Pemahaman pendidik terhadap sifat hakiki manusia akan memberntuk peta tentang karakteristik
manusia. Peta ini akan menjadi landasan serta memberi acuan baginya dalam bersikap,
menyusun strategi, metode dan teknik serta memilih pendekatan dan orientsi dalam merancang
dan melaksanakan komunikasi tradisional didalam interaksi edukatif.
Karakteristik manusia yang membedakan manusia dari hewan, dimensi-dimensi hakikat
manusia dan pengembangan dimensi-dimensi tersebut.Selanjutnya memahami sosok manusia
Indonesia seutuhnya dan manusia sebagai makhluk serba terhubung. Dengan mengkaji materi
tersebut secara seksama, maka lebih khusus dan rinci anda akan dapat :

1. Menuliskan sifat-sifat hakikat manusia yang membedakannya dari hewan.


2. Menjelaskan arti masing-masing sifat hakikat manusia tersebut.
3. Menjelaskan hubungan antara sifat hakikat manusia dengan kebutuhan akan pendidikan.
4. Menuliskan empat macam dimensi hakikat manusia.
5. Mendeskripsikan cirri utama dari masing-masing dimensi hakikat manusia.
6. Menjelaskan implikasi pendidikan dari masing-masing dimensi hakikat manusia.
7. Menjelaskan manusia sebagai makhluk serba terhubung.

A. Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi.Hal ini
menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekadar soal praktek malainkan praktek
yang berlandasan dan bertujuan.Landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis
normatif.Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh diperlukan
adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal tentang cirri hakiki
manusia.Bersifat normatif karena pendidikan mempunyai tugas untuk
menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur
dan menjadi keharusan.

1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi
bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan.Meskipun antara manusia dengan
hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak
dengan menggunakan kedua kaki, melahirkan dan menyusui, pemakan segala dan adanya
persamaan metabolism dengan manusia.Bahkan beberapa filosof seperti Socrates
menamakan manusia itu Zoo Politicon (hewan yang bermasyarakat).
Charles Darwin (dengan teori evolusinya) terlah berjuang untuk menemukan bahwa
manusia berasal dari primat atau kera, tetapi ternyata gagal. Ada misteri yang dianggap
menjembatani proses perubahan dari primat ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan
yang disebut The Missing Link yaitu suatu mata rantai yang putus.

2. Wujud Sifat Hakikat Manusia

Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh
hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan
dalam membenahi konsep pendidikan yaitu :

a. Kemampuan menyadari diri


b. Kemampuan bereksisteni
c. Pemilikan kata hati
d. Moral
e. Kemampuan bertanggung jawab
f. Rasa kebebasan
g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
h. Kemampuan menghayati kebahagiaan

a. Kemampuan Menyadari Diri

Kemampuan rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada


adanya kemampuan menyadari diri yang dmiliki oleh manusia.Berkat adanya
kemampuan, maka manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau
karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan
yang lain (ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) disekitarnya.
Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, yaitu arah keluar
dan ke dalam.
Dengan arah keluar, memandang dan menjadikan lingkungan sebagai objek,
selanjutnya memanipulasi ke dalam laingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Di
dalam proses pendidikan, kecenderungan dia arah tersebut perlu dikembangkan secara
berimbang. Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek sosialitas,
sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas
manusia.
Drijarkara (Drijarkara: 138) menyebut kemampuan tersebut dengan istilah “meng-
aku” , yaitu kemampuan mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada aku, dan
memahami potensi-potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangkan
sehingga aku dapat berkembang kea rah kesempurnaan diri. Kenyataan seperti ini
mempunyai implikasi pedagogis, yaitu keharusan pendidikan untuk
menumbuhkembangkan kemampuan meng-Aku pada peserta didik. Dengan kata lain
pendidikan diri sendiri yang oleh Langeveld disebut self forming perlu mendapat
perhatian secara serius dari semua pendidik.

b. Kemampuan Bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya
sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat
menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu
dirinya.Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang,
melainkan juga dengan waktu. Dengan demikian manusia tidak terbelenggu oleh tempat
atau ruang ini (di sini) dan waktu ini (sekarang), tetapi dapat menembus ke “sana” dan
ke “masa depan” ataupun “masa lampau”. Kemampuan menempatkan diri dan
menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Dengan kata lain, adanya
manusia bukan “ber-ada” seperti hewan dalam kandang melainkan “meng-ada” dimuka
bumi (Drijarkara, 1962: 61-63). Adanya kemampuan bereksitensi inilah pula yang
membedakan manusia sebagai makhluk human dari hewan selaku makhluk infra human,
di mana hewan menjadi onderdil dari lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer
terhadap lingkungannya.
c. Kata Hati (Conscience Of Man)

Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita
hati, dsb.Conscience ialah “pengertian yang ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti
perbuatan”.Dengan sebutan “pelita hati” atau “hati nurani” menunjukkan bahwa kata
hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik
buruknya perbuatannya sebagai manusia.
Dapat disimpulkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan membuat keputusan
tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.Dalam
kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan “petunjuk bagi
moral/perbuatan”.Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang
tajam disebut pendidikan kata hati (gewetan forming).

d. Moral

Yang dimaksud dengan moral (etika) adalah perbuatan itu sendiri.Banyak orang
yang memilki kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian
berbuat).Itulah sebabnya maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan
kemauan, yang oleh M.J Langeveld dinamakan De opvoedeling omzichzelfsil, tentu saja
yang dimaksud adalah kemauan yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa moral yang sinkron dengan kata hati yang
tajam yaitu yang benar-benar baik bagi manusia sebagai manusia merupakan moral yang
baik atau moral yang tinggi (luhur). Seseorang dikatakan bermoral tinggi karena ia
menyatukan diri dengan nilai-nilai yang tinggi tersebut.
Etika berbeda dengan etiket, jika moral (etika) menunjuk kepada perbuatan yang
baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat, maka etiket
hanya berhubungan dengan soal sopan santun, maka moral sesungguhnya adalah nilai-
nilai kemanusiaan.

e. Tanggung Jawab

Wujud tanggung jawab bermacam-macam.Ada tanggung jawab kepada diri sendiri,


tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab terhadap Tuhan.Tanggung
jawab terhadap diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam
bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti
menanggung tuntutan norma-norma sosial, misalnya cemoohan masyarakat,hukuman
penjara dll. Serta tanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-
norma agama, misalnya perasaan berdosa dan terkutuk.
Disini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral dan tanggung
jawab.Kata hati memberi pedoman, moral melaukan dan tanggung jawab merupakan
kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.
Eratnya hubungan antara keriganya itu terlihat dalam hal bahwa kadar kesediaan
bertanggung jawab itu tinggi apabila perbuatan sinkron dengan kata hati (yang dimaksud
kata hati yang tajam).
Dengan demikian, tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk
menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutuan kodrat manusia, dan
bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan sehingga sanksi apa pun yang
dituntutkan (oleh kata hati,oleh masyarakat,oleh norma-norma agama), diterima dengan
penuh kesadaran dan kerelaan.

f. Rasa Kebebasan

Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang kelihatannya saling
bertentangan yaitu “rasa bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” yang
berarti ada ikatan.
Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan,
artinya bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia.
Dengan kata lain kebebasan demikian itu segera akan diburu oleh ikatan-ikatan yang
berupa sanksi-sanksi yang justru, mengundang kegelisahan. Implikasi pedagogisnya
adalah sama dengan pendidikan moralyaitu mengusahakan agar peserta didik diiasakan
menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan kedalam dirinya, sehingga dirasakan
sebagai miliknya.

g. Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain. Tak
ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka
tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu
belum dipenuhi). Sebaliknya kewajiban ada oleh karena ada pihak lain yang harus
dipenuhi haknya. Pada dasarnya, hak itu adalah sesuatu yang masih kosong.Artinya
meskipun hak tentang sesuatu itu ada, belum tentu seseotang mengetahuinya (misalnya
hak memperoleh perlindungan hukum).
Dalam realitas hidup sehari-hari, umumnya hak diasosiasikan dengan suatu yang
menyenangkan, sedangkan kewajiban dipandang sebagai suatu beban.
Benarkah kewajiban menjadi beban manusia ?
Ternyata bukan beban melainkan suatu keniscayaan (Drijarkara, 1978: 24-
27).Artinya, selama seseorang menyebut dirinya manusia dan mau dipandang sebagai
manusia, maka kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya. Sebab jika mengelakkannya
maka ia berarti mengikari kemanusiaannya (yaitu sebagai kenyataan makhluk sosial).
Karena itu seseorang yang semakin menyatu dengan kewajiban, nilai, maka martabat
kemanusiaannya semakin tinggi di mata masyarakat. Dengan kata lain melaksanakan
“kewajiban” adalah suatu keluhuran.
Sudah barang tentu realisai hak dan kewajiban dalam prakteknya bersifat relatif,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi.Jadi meskipun setiap warga punya hak untuk
menikmati pendidikan, tetapi jika fasilitas pendidikan yang tersedia belum memadai
maka orang harus menerima keadaan realisasinya sesuai dengan sikon.Hak yang secara
asasi dimiliki oleh setiap insan serta sesuai dengan tuntutan kodrat manusia disebut hak
asasi manusia.Maka hak asasi manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi-aspirasi
atau harapan-harapan yang berfungsi untuk member arah pada segenap usaha
menciptakan keadilan.
Menurut Selo Soemardjan (wawancara TVRI, Desember 1990) meliputi empat
aspek, yaitu :
a. Disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa salah
b. Disiplin sosial, jika dilanggar menimbulkan rasa malu
c. Disiplin afektif, jika dilanggar menimbulkan rasa gelisah
d. Disiplin agama, jika dilanggar menimbulkan rasa berdosa.

h. Kemampuan Menghayati kebahagiaan

Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia.Penghayatan


hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi
tidak sulit untuk dirasakan.Untuk menjabarkan arti istilah kebahagiaan sehingga cukup
jelas dipahami serta memuaskan semua pihak sesungguhnya tidak mudah. Ambillah
misal tentang sebutan : senang, gembira, bahagia, dan sejumlah istilah lain yang mirip
dengan itu. Sebagian orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang sedang
mengalami rasa senang atau gembira itulah sedang mengalami kebahagiaan. Proses
integrasi dari semuanya itu (yang menyenangkan maupun yang pahit) menghasilkan
suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”.
+
+
+
+

+ +

p roses
Hasil

Gambar : 1.1a

Kebahagiaan sebagai hasil perpaduan dari pengalaman yang menyenangkan (+)


dengan yang pahit (-) dan antara proses dengan hasil.

Pada saat orang menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada aspek
nalar.Oleh karena itu dikatakan bahwa kebahagiaan itu sifatnya irasional. Padahal
kebahagiaan yang tampaknya didominasi oleh perasaan itu ternyata tidak demikian,
karena aspek-aspek kepribadian yang lain seperti akal pikiran juga ikut berperanan.
Rangkaian kejadian yang di dalamnya tercermin kebahagiaan, misalnya seseorang
yang telah lulus dan mendapat gelar sarjana dengan predikat kelulusan yang baik, karena
mencapai IPK : 3,8 (kebahagiaan). Setelah itu dengan masa menunggu sekitar setahun
(penderitaan) dapat diterima pada sebuah perusahaan kimia dengan gaji yang sangat
menggembirakan (kebahagiaan), setelah dua tahun dinas ia mendapat kecelakaan
(penderitaan), karena mukanya terkena uap kimia yang menjadikan mukanya rusak dan
kedua matanya buta (azab).
Sebuah kesimpulan yang dapat ditarik dari apa yang telah dipaparkan tentang
kebahagiaan ialah bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya sendiri
secara factual (lulus sebagai sarjana, mendapat pekerjaan dan seterusnya) ataupun pada
rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya tetapi terletak pada
kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa, dan mendudukan hal-
hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal yaitu : usaha, norma-norma, dan
takdir.
Yang dimaksud dengan usaha adalah perjuangan yang terus-menerus untuk
mengatasi masalah hidup.Hidup dengan menghadapi masalah itulah realitas
hidup.Masalah hidup adalah sesuatu yang realistis, objektif, bukan sesuatu yang dibuat-
buat.Kebahagiaan adalah hidup yang tentram.Hidup tentram terlaksana dalam hidup
tanpa ada tekanan, itulah hidup merdeka.Jadi kebahagiaan dicapai dengan penyatuan diri
dengan norma-norma (kaidah-kaidah hidup).
Takdir merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dalam proses terjadinya
kebahagiaan. Komponen takdir ini erat bertalian dengan komponen usaha, pepatah yang
menyatakan “manusia berusaha Tuhan menyudahi”, harus diartikan bahwa istilah takdir
baru boleh disebut sesudah orang melaksanakan usaha sampai batas kemampuan,
kemusian hasilnya sepadan atau tidak dengan yang diinginkan diterima dengan pasrah
serta penuh kesyukuran.
Akhirnya dapar disimpulkan bahwa kebahagiaan itu dapat diusahakan
peningkatannya. Ada dua hal yang dapat dikembangkan, yaitu : kemampuan berusaha
dan kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan
demikian pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mencapai
kebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan.

Hasil/ Hasil/
takdir takdir

Usaha Usaha

Kesedian menerima

Gambar 1.1b
Kebahagiaan sebagai perpaduan diri usaha, hasil/takdir dan kesediaan menerimanya
Manusia adalah makhluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungannya,
dirinya sendiri, dan Tuhan. Beerling mengemukakan Sinyalemen Heinemann bahwa pada
abad ke- 20 manusia mengalami krisis total. Disebut demikian karena yang dilanda krisis
bukan hanya segi-segi tertentu dari kehidupan seperti krisis ekonomi, krisis energi, dan
sebagainya, melainkan yang krisis adalah manusianya sendiri (Beerling, 1951: 43)
Kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas
hubungannya sebagai makhluk yang memiliki kondisi serba terhubung dan dengan
memahami kelebihan dan kekurangan-kekurangan diri sendiri.Kelebihannya ditingkatkan
dan kekurangannya diperbaiki.Sedangkan dengan lingkungan alam manusia dapat
memanfaatkannya (mengeksploitasi) sembari peduli terhadap pelestarian dan
pengembangannya.Terhadap Tuhan manusia harus memahami ajaran-Nya serta
mengamalkannya (lihat Gambar 1.2).

Agama Tuhan

HV

HK

HH2 HH1

Alam

Gambar 1.2
Manusia sebagai makhluk serba terhubung.

HK : Hubungan Konsentris (memahami kelebihan dan kekurangan diri)


HH1 : Hubungan Horisontal (perimbangan antara hak dengan kewajiban)
HH2 : Hubungan Horisontal (perimbangan antara mengeksploitasi dengan
melestarikan)
HV : Hubungan Vertikal (pemahaman dan pengalaman nilai agama)
Manusia yang menghayari kebahagiaan adalah pribadi manusia yang menghayati
segenap keadaan dan kemampuannya. Manusia menghayati kebahagiaan apabila jiwanya bersih dan
stabil, jujur, bertanggung jawab, mempunyai pandangan hidup dan keyakinan hidup yang kukuh
dan bertekad untuk merealisasikan dengan cara yang realistis, demikian pandangan Max Scheler
(Drijarkara, 1978: 137-140).

B. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya

Pada butir A telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini sifat hakikat tersebut
akan dibahas lagi dimensi-dimensinya atau ditilik dari sisi lain. Ada 4 macam dimensi yang
akan dibahas, yaitu :
1. Dimensi Keindividualan
2. Dimensi Kesosialan
3. Dimensi Kesusilaan
4. Dimensi Keberagamaan

1. Dimensi Keindividualan

Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu


keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai
pribadi.(Lysen, Individu dan Masyarakat: 4). Setiap anak manusia yang dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi dirinya
sendiri.Demikian kata M.J. Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di Negeri
Belanda) yang mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Langeveld,
1955: 54). Bahkan dua anak kembar yang berasal satu telur pun, yang lazim dikatakan
seperti pinang dibelah dua,serupa dan sulit dibedakan satu dari yang lain, hanya serupa
tetapi tidak sama, apalagi identik. Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak ada
tara dan bandingannya).
M.J. Langeveld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri yang
sangat kuat, meskipun di sisi lain pda anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga
memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergabtung untuk
memberikan perlindungan dan bimbingan. Dengan kata lain kepribadian seseorang tidak
akan terbentuk dengan semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian
yang khas sebagai kepribadian yang otonom dan orang seperti ini tidak akan memiliki
pendirian serta mudah dibawa oleh arus masa. Padahal fungsi utama pendidikan adalah
membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya, atau menemukan kediriannya
sendiri.Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong
bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud.Pola
pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter)
dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.Dalam pengembangan individualitas
melalui pendidikan tidak dibenarkan jika pendidik memaksakan keinginannya kepada
subjek didik. Tugas pendidik hanya menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik
bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada
prinsip ing ngrso sungtulodo.ing madya mangun karso, tut wuri handayani.
2. Dimensi Kesosialan

Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas.Demikian kata M.J. Langeveld (M.J.
Langeveld, 1955: 54).Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul.Artinya setiap orang dapat saling berkominikasi yang pada
hakikatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima.Bahkan menurut
Langeveld, adanya kesediaan untuk saling member dan menerima itu dipandang sebagi
kunci sukses pergaulan.Adanya dorongan untuk menerima dan memberi itu sudah
menggejala mulai pada masa bayi.
Immanuel Kant seorang filosof bangsa Jerman mengatakan: Manusia hanya menjadi
manusia jika berada di antara manusia. Kiranya tidak usah dipersoalkan bahwa tidak ada
seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat
kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir. Mengapa demikian ?
Sebabnya, orang hanya dapat mengembangkan individualitasnya di dalam pergaulan sosial.

3. Dimensi Kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.Pengertian
susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih.Dalam
bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu
etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan).Kedua hal
tersebut biasanya dikaitkan dengan persoalan hak dan kewajiban seperti telah disinggung.
Orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang lain dan dikatakan tidak beretika atau
tidak bermoral. Sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak beretiket. Jika etika dilanggar
ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran etiket hanya mengakibatkan
ketidaksenangan orang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat, yaitu :
a. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya. Etiket dan
etika karena sama-sama dibutuhkan dalam kehidupan maka keduanya bertalian erat.
b. Golongan yang memandang bahwa etiket perlu dibedakan dari etika, karena masing-
masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan. Kesopanan menjadi
minyak pelincir dalam pergaulan hidup, sedang etika merupakan isinya. Kesopanan dan
kebaikan masing-masing diperlukan demi keberhasilan hidup dalam bermasyarakat.

Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila,


serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila.Drijarkara
mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan
melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.(Drijarkara, 1978: 36-39).Dilihat asalnya
dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga macam, yaitu: Nilai otonom ang
bersifat individual (kebaikan manurut pendapat seseorang), Nilai heteronom yang bersifat
kolektif (keaikan menurut kelompok), dan Nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari
Tuhan. Tuhan adalah alpha dan omega (pemula dan tujuan akhir).
Pemahaman dan Pelaksanaan Nilai

Selanjutnya, dalam kenyataan hidup ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu
kesadaran dan pemahaman nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Keduanya harus
sinkron, artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan terlebih
dahulu orang harus mengetahui, menyadari, dan memahami nilai-nilai. Memahami adalah
kemampuan penalaran (kognitif), sedangkan bersedia melaksanakan adalah sikap
(kemampuan afektif).
Berdasarkan uraian diatas maka pendidikan kesusilaan meliputi rentangan yang luas
penggarapannya, mulai dari ranah kognitif yaitu dari mengetahui sampai kepada
menginternalisasi nilai sampai kepada ranah afektif dari meyakini, meniati sampai siap sedia
untuk melakukan.
Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan
kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak pada peserta
didik.

4. Dimensi Keberagamaan

Pada hakikat manusia adalah makhluk religius.Beragama merupakan kebutuhan manusia


karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat
bertopang.Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya.Dapat dikatakan
bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama
melalui proses pendidikan agama. Ph. Kohnstamm berpendapat bahwa pendidikan
agama seyogianya menjadi tugas orang tua dalam lingkungan keluarga, karena
pendidikan agama adalah persoalan afektif dan kata hati.(M. Thayeb, 1972: 14-15).

C. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia

Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi


hakikat manusia menjadi tugas pendidikan.
Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud
potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi
“potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang
pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seorang dilahirkan dengan bakan
seni misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal.Setiap
manusia lahir dikaruniai “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami (dorongan makan,
seks, mempertahankan diri, dan lain-lain). Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan
yang bisa terjadi, yaitu :
1. Pengembangan yang utuh, dan
2. Pengembangan yang tidak utuh
1. Pengembangan yang Utuh

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua


faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas
pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan iptek yang sangat pesat yang
memberikan dampak kepada peningkatan perekayasaan pendidikan melalui teknologi
pendidikan.
Pendidikan berhasil adalah pendidikan yang sangggup menghantar subjek didik
menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud
dimensi dan arahnya.

a. Dari Wujud Dimensinya

Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.Kualitas berkembangnya aspek rohaniahnya seperti pandai, berwawasan
luas, berpendirian teguh, bertenggang rasa, dinamis, kreatif, terlalu memandang
bagaimana kondisi fisiknya, namun demi keutuhan pengembangan, aspek fisik tidak
boleh diabaikan.Karena gangguan fisik dapat berdampak pada kesempurnaan
perkembangan rohaniah.
Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya.
Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiga-
tiganya mendapat pelayanan yang berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan
mengabaikan pengembangan dimain afektif, misalnya seperti yang terjadi pada
kebanyakan system persekolahan dewasa ini hanya akan menciptakan orang-orang
pintar yang tidak berwatak.

b. Dari Arah Pengembangan

Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada


pengembangan dimensi keindividulan, kesosialan, kesusilaan,dan keberagamaan secara
terpadu. Keempat dimensi tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika dianalisis
satu persatu gambarannya sebagai berikut : Pengembangan yang sehat terhadap dimensi
keindividualan memebri peluang pada seseorang untuk mengadakan eksplorasi terhadap
potensi-potensi yang ada pada dirinya, baik kelebihannya maupun kekurangannya. Segi
positif yang ada ditingkatkan dan yang negatif dihambat. Pengembangan yang berarah
konsentris ini bermakna memperbaiki diri atau meningkatkan martabat aku yang
sekaligus juga membuka jalan ke arah bertemunya suatu pribadi dengan pribadi yang
lain secara selaras tanpa mengganggu otonomi masing-masing.
Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor di samping keselarasannya
(perimbangan antara ketiganya) juga perlu diperhatikan arahnya.Yang dimaksud adalah
arah pengembangan dari jenjang yang rendah ke lebih tinggi.Pengembangan itu disebut
pengembangan vertikal. Sebagai contoh pengembangan domain kognitif dari
kemampuan mengetahui,memahami, dan seterusnya sampai kepada kemampuan
mengevaluasi. Pengembangan yang berarah vertikal ini penting, demi ketinggian
martabat manusia sebagai makhluk.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh
diartikan sebagai peminaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat
tumbuh dan berkembang secara selaras.Perkembangan dimaksud mencakup yang
bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang
menciptakan ketinggian martabat manusia).Dengan demikian secara totalitas
membentuk manusia yang utuh.

2. Pengembangan yang Tidak Utuh

Pengembangan tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsure dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertikal ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang
dan tidak mantap.Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang
patologis.

D. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya

Sosok manusia seutuhnya telah dirumuskan di dalam GBHN mengenai arah


pembangunan jangka panjang.Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, prumahan, kesehatan, ataupun kepuasan
batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung
jawab atau rasa keadilan, melainkan keselarasan,keserasian, dan keseimbangan antara
keduanya sekaligus batiniah. Selanjutnya juga diartikan bahwa pwmbangunan itu merata
di seluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari
masyarakat.Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan alam
sekitarnya, keselarasan hubungan antara bangsa-bangsa, dan juga keselarasan antara
cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.

Rangkuman
A. Setiap manusia dilahirkan dengan karaktristik yang berbeda satu sama lain. Tidak
ada manusia yang sama meski dilahirkan oleh orangtua yang sama. Bahkan, dua
orang kembar yang siam sekalipun yang memiliki karakteristik sama persis, pasti
mereka memiliki perbedaan-perbedaan tertentu. Oleh sebab itu, manusia disebut
sebagi makhluk yang unik (khas). Manusia memiliki sifat-sifat sebagai makhluk
individual, makhluk sosial, makhluk susila, makhluk berpikir, makhluk tumbuh dan
berkembang dsb. Manusia juga sebagai manusia yang memiliki potensi jasmani,
pikir, rasa, karsa, daya cipta, karya, dan hati nurani.

B. Dari uraian Bab 1 dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap
dimensinya hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri
yang khas tersebut membedakan secara prinsipiil dunia hewan dari dunia manusia.
Adanya sifat hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia
sedemikian rupa sehingga derajatya lebih tinggi daripada hewan dan sekaligus
menguasai hewan.
Salah satu sifat hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati
kebahagiaan pada manusia.
Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuhkankembangkan melalui
pendidikan.
Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara
selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.
BAB III

A. KESIMPULAN

Manusia merupakan makhluk yang sempurna.Manusia memiliki akal untuk menghadapi


kehidupannya di dunia ini. Akal juga memerlukan pendidikan sebagi obyek yang akan
dipikirkan. Fungsi akal tercapai apabila akal itu sendiri dapat memfungsikan dan obyeknya
itu sendiri adalah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia pada hakikatnya adalah
makhluk pedagogis, makhluk sosial, makhluk individual, makhluk beragama, dan hal ini
telah dijelaskan pada bab pembahasan.

B. KRITIK DAN SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya
pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah yang kami susun tersebut.
Kami selaku penulis banyak berharap untuk para pembaca sudi memberikan kritik dan
saran yang tentunya membangun kepada kami, demi mencapainya kesempurnaan dalam
makalah ini.Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan khususnya seluruh pembaca
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Rulam.2014.Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media.
Tirtarahardja, Umar & S.L.La Sulo. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai