Anda di halaman 1dari 7

1.

Manusia adalah makhluk individu dengan segala keunikannya yang perlu dididik
JAWABAN
a. Permasalahan
Manusia perlu dididik, implikasinya setiap orang harus melaksanakan pendidikan
dan mendidik diri. Permasalahannya: apakah manusia sebagai makhluk individu dengan
segala keunikannya mungkin atau dapat dididik? Hubungan antara manusia dengan
pendidikan diawali dari pertanyaan: "Apakah manusia sebagai makhluk individu dengan
segala keunikannya (anak berkebutuhan khusus) dapat dididik? Ataukah manusia dapat
bertumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu dididik?". Namun
kenyataan yang terjadi seperti contoh permasalahan seorang anak dengan keunikannya
dia dikelompokkan kepada anak berkebutuhan khusus berikut, Lucia Maria, perempuan
dari Bintaro sekaligus ibu dari Gregorius Andhika Meidianto yang akrab disapa Taha,
terlahir dengan salah satu gejala autisme di mana penderitanya memiliki kesulitan
dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga kerap kali mengalami
penolakan. Apalagi ketika Taha memasuki usia sekolah, ia nampak kesulitan mengenal
konsep baca-tulis-hitung seperti anak kebanyakan. Lucia lalu mendaftarkan Taha ke
salah satu sekolah inklusi di Bintaro. Sayangnya, pihak sekolah menutup kelas inklusi
saat Taha duduk di bangku kelas lima. Dengan peristiwa itu, praktis Lucia harus
kembali mencari sekolah untuk anaknya yang berkebutuhan khusus (ABK). Ia mengaku
harus merasakan belasan kali penolakan dari sekolah dasar yang ia coba 'dekati'.
Ketika ada yang satu sekolah SD di daerah Karang Tengah, Ciledug.yang bersedia
menerima, karena Taha punya bakat khusus dalam atletik, ini dapat jadi asset sekolah
untuk perlombaan, Lucia malah memilih mundur. " Tapi saya takut dan khawatir
banyak kasus anak ABK di-bully, saya berpikir mungkin Taha percuma di sekolah
umum," kata Lucia, anaknya akan mendapat ejekan dari temannya, tidak berhak di
sekolah umum.
b. Analisis Permasalahan
Berikut diuraikan analisis untuk memecahkan masalah di atas seperti pada tabel berikut
No. Analisis Manusia sebagai makhluk individu dengan segala
keunikannya perlu dididik
1. Filosofis Tinjauan secara filosofis terhadap permasalahan tersebut
adalah dari manusia merupakan bagian integral dari sistem
filsafat yang secara spesifik yang menyoroti hakikat atau
esensi manusia. Menurut Descartes esensi manusia terdiri
atas dua substansi, yaitu badan dan jiwa. Karena manusia
terdiri atas dua substansi yang berbeda (badan dan jiwa),
maka antara keduanya tidak terdapat hubungan saling
mempengaruhi (S.E. Frost Jr., 1957).
Manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara
aspek badani dan rohaninya. Sebagai pribadi atau
subjek, setiap manusia bebas mengambil tindakan atas
pilihan serta tanggung jawabnya sendiri (otonom) untuk
menunjukkankan keberadaanya di dalam lingkungan.
manusia adalah individu/pribadi, artinya manusia adalah
satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan
dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, dan
merupakan subjek yang otonom.
Landasan filosofis antropologis yang menjadi asumsi
perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan perlu
mendidik diri, yaitu: (1) prinsip historisitas, (2) prinsip
idealitas,dan (3) prinsip posibilitas/aktualitas.”
Pandangan eksistensialisme dan fenomenologis
memandang manusia sebagai mahluk yang memiliki
kebebasan memilih dan mengembangkan diri atas
tanggung jawab sendiri.
2. Teori - Teori Hakekat manusia

Sehubungan dengan pandangan filsafat tentang hakikat


manusia dalam pendidikan, Syam (1988:153) menulis
bahwa hakikat “manusia adalah subjek pendidikan, sekaligus
juga sebagai objek pendidikan”. Manusia dewasa yang
berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti yang
bertanggung jawab secara moral atas perkembangan pribadi
anak-anak mereka, generasi penerus mereka. Manusia
dewasa, apalagi berprofesi keguruan (pendidikan), memiliki
tanggung jawab formal untuk melaksanakan misi pendidikan
sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki
masyarakat dan bangsa.
Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson,
1959). “Manusia belum selesai menjadi manusia, ia
dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak
dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi
manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. “Manusia dapat
menjadi manusia hanya melalui pendidikan”.
- Teori hakekat pendidikan

Di lain pihak, manusia yang bersangkutan juga harus


belajar atau harus mendidik diri. Menurut Tatang
Syaripudin (2008; 16-18) mengapa manusia harus mendidik
diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus menga-ada-
kan/menjadikan diri itu hakikatnya adalah manusia itu
sendiri. Sebaik dan sekuat apa pun upaya yang diberikan
pihak lain (pendidik) kepada seseorang (peserta didik) untuk
membantunya menjadi manusia, tetapi apabila seseorang
tersebut tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan
tersebut tidak akan memberikan konstribusi bagi
kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia.
UUD Tahun 1945 pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa ‘Setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan
3. Praksis Potensi yang dimiliki manusia dapat dikembangkan melalui
proses pendidikan. Oleh karenanya manusia dapat dididik
oleh orang tua atau orang lain di sekitarnya. Hal ini
diddukung oleh kebijakan pemerintah yang dituangkan
dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam satu langkah pendidikan secara bersama-sama peserta
didik lainnya.

4. Praktek Pemerintah menyelenggarakan sekolah inklusi di Indonesia


tertuang pada Permendikbud No. 70 Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau
Bakat Istimewa Sekolah
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menunjukkan terdapat sekitar 32 ribu sekolah reguler yang
menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah.

c. Fisiologis
Secara fisiologis manusia adalah makhluk individu dengan segala keunikannya
berlandaskan aliran Pandangan eksistensialisme dan fenomenologis. Sebagai
individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan
dengan manusia yang lainnya sehingga bersifat unik, dengan segala keterbatasan
sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK)
Sebagai individu, manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badani
dan rohaninya. Setiap manusia mempunyai perbedaan sehingga bersifat unik. Perbedaan
ini baik berkenaan dengan postur tubuhnya, kemampuan berpikirnya, minat dan
bakatnya, dunianya, serta cita-citanya. Pernahkah ditemukan anak seribu wajah?
Walaupun seribu wajah, tetapi setiap manusia mempunyai dunianya sendiri, tujuan
hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya menunjukkan eksistensinya,
ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas bercita-cita untuk menjadi seseorang tertentu,
dan masing-masing mampu menyatakan "inilah aku" di tengah-tengah dengan segala
keterbatasan. Tapi, kenyataan di lapangan, sesuai dengan permasalahan dijumpai anak
berkebutuhan khusus (ABK) atau anak disabilitas tidak bisa sekolah.
Masih banyak sekolah tidak mau menerima mereka dengan berbagai alasan. Di antaranya
anak berkebutuhan khusus sulit dididik, harus di bawa ke SLB, gurunya tidak mampu
mendidik anak berkebutuhan khusus, tidak memiliki sarana prasarana yang bisa
mendukung pendidikan anak berkebutuhan khusus dan kurikulum yang tidak sesuai
dengan anak berkebutuhan khusus.
d. Teoritis
Secara Teoritis , sesuai dengan pandangan eksistensialisme dan fenomenologis,
menurut Core, (1977:340) menerangkan bahwa manusia adalah mahluk yang
mampu menyadari diri sendiri, unik, dan memiliki kapasitas tersendiri yang
memungkinkan dia berpikir dan mengambil keputusan. Pendapat lain
menyatakan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki kebebasan dan tanggung
jawab pribadi (Titus,1959:294). Kekuatan manusia untuk memilih alternatif dalam
mengambil keputusan secara bebas di dalam keterbatasannya, adalah aspek esensial
dari keberadaan manusia. Keberadaan manusia di dunia merupakan ciri esensial
kehidupan. Akan tetapi keberadaan ini sering membawa manusia ke dalam situasi
kehidupan hampa tanpa pangkal tempat bertolak, karena dia kehilangan
kesadaran akan keberadaan dirinya dalam kenyataan akhir (ultimate reality) dia
dipisahkan karena anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, menurut Heidegger,
keberadaan konkrit ini harus ditransendesikan sehingga manusia menjadi terbuka
terhadap totalitas keberadaan yang sudah ada (being to such). Persoalan manusia
ialah”...become existentially what he is esentially” (Titus,1959:301). Manusia dapat
mengetahui melalui wawasan tentang keberadaan diri sendiri. Untuk memahami
keberadaan yang telah ada itu, manusia dituntut untuk hidup dan berbuat melalui
proses pengambilan keputusan.
UUD Tahun 1945 pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa ‘Setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan’ tak terkecuali bagi anak penyandang disabilitas, tidak
memandang suku, ras, agama, warna kulit serta jenis kelamin. Para ahli pendidikan,
kapanpun dan dimanapun akan berorientasi pada landasan filsafat antropologis yang
memberikan pandangan tentang potensi-potensi manusia yang dapat dikembangkan
melalui upaya pendidikan. Manusia akan dapat dididik, sehubungan dengan ini M.J.
Langeveld (1980) memberikan identitas kepada manusia sebagai “Animal Educabile”.
Dengan mengacu pada asumsi ini diharapkan kita tetap sabar dan tabah dalam
melaksanakan pendidikan. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa semua manusia
sebagai makhluk individu dengan segala keunikannya punya keinginan untuk tahu dan
perlu dididik . Manusia dapat dan harus dididik sosio antropologis. Dari dasar
antropologis, manusia harus dididik/mendidik karena pada dasarnya manusia dilahirkan
tidak berdaya. Oleh sebab itu, manusia memerlukan pendidikan (dididik) agar mampu
bertahan hidup dan menjalani proses kehidupan. Pada dasar psiko-sosio-antropologis
dinyatakan bahwa manusia itu beragam, baik dari sisi fisik, psikis, kecerdasan, potensi,
dan lain sebagainya. Keberagaman manusia inilah yang nantinya membedakan antara
manusia satu dengan lainnya, sekaligus menjawab pertanyaan mengapa manusia dapat
dididik, karena jika manusia tidak beragam, tidak perlu dan tidak akan dapat dididik
Berdasarkan hal itu maka dapat disimpulkan bahwa manusia akan dapat dididik karena ia
memiliki berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia.
e. Praksis
Secara Praksis, Pemerintah sudah mencanangkan semua sekolah baik negeri
maupun swasta wajib menyelenggarakan pendidikan khusus (PK) atau memberikan
layanan khusus (LK) untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan cara
pendidikan inklusif. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif
adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu langkah pendidikan secara bersama-
sama peserta didik lainnya. Kebijakan pendidikan direncanakan untuk mencerdaskan
potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap makhluk individu sebagai peserta didik . Maka
pada dasarnya kurikulum disusun dan dikembangkan untuk mengarahkan peserta didik
agar menjadi orang yang seharusnya dididik yaitu adanya kurikulum untuk ABK yang
diimplementasikan dengan kurikulum inklusi di sekolah regular.
Prinsip pendidikan inklusif adalah ABK penting mendapat pembelajaran di sekolah
reguler, penolakan anak ABK di sekolah reguler adalah melanggar hak dan hukum. Hal ini
sangat sesuai dengan kurikulum 2013 tentang pembentukan karakter, sikap serta nilai-
nilai, pendidikan, sosial, dan spiritual. Sekolah-sekolah umum harus siap dan terbuka
untuk menerima dan mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus. Pendidik atau guru
juga akan dibekali wawasan mengenai pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
f. Praktek
Prakteknya, pemerintah mewajibkan semua sekolah baik negeri / swasta untuk mau
menerima ABK. Di antaranya pendidikan inklusif membuat siswa berkebutuhan
khusus dapat berbaur langsung di masyarakat bersama teman–teman mereka yang tidak
berkebutuhan khusus. Mereka dapat meningkatkan kemampuan sosial sekaligus
menumbuhkan rasa percaya diri dan merasa dimanusiakan seperti orang lain yang tidak
berkebutuhan khusus.
Indonesia, pada tahun 2004 menyelenggarakan konferensi nasional dengan menghasilkan
Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk
memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan
symposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi
Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan
program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak
benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Peraturan mengenai penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia tertuang pada
Permendikbud No. 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat
Istimewa. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan terdapat sekitar
32 ribu sekolah reguler yang menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah.
Rujukan:
Langeveld, M.J., (1980), Beknopte Theoritische Paedagogiek,
(Terj.:Simajuntak), Jemmars, Bandung.
Syam, M. N., (1988), Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia.
Syaripudin, T., (1994), Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep
Pendidikan Umum (Thesis), Program Pascasarjana IKIP Bandung.
Titus, Harold, et all., (1959), Living Issues in Philosophy, American Book Coy.,
New York

Anda mungkin juga menyukai