Anda di halaman 1dari 4

D.

Bagaimana Hubungan Hakikat Manusia dengan


Hakikat Pendidikan?
Manusia “butuh” pendidikan dalam kehidupannya untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi yang ada dalam
dirinya (Aliasar: 2011) dan memanusiakan kemanusiaan
manusia (Prayitno: 2011). Wadah pengembangan potensi-
potensi tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah
suatu kondisi yang hendak dicapai oleh seseorang. Orang atau
individu yang hendak mencapai tujuan pendidikan disebut
peserta didik. Orang yang memfasilitasi pencapaian tujuan
oleh peserta didik, disebut pendidik. Hubungan dan aktivitas
yang terjadi di antara peserta didik dan pendidik untuk
mencapai tujuan pendidikan disebut proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang hakikat manusia telah mewarnai
proses pendidikan khususnya dalam hal pembelajaran.
Pandangan-pandangan ini berfungsi sebagai dasar pemikiran bagi
guru untuk memilih pendekatan yang sesuai dalam praktik
pembelajaran. Orientasi-orientasi pembelajaran pada pokoknya
berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang
diasosiasikan dengan pembelajaran yang efektif. Dengan kata
lain, guru akan selalu “memikirkan” apa yang memotivasi siswa
untuk belajar? Lingkungan-lingkungan apa yang kondusif untuk
belajar? Di antara pandangan tentang hakikat manusia yang
mempengaruhi pendidikan dan pembelajaran adalah pandangan
humanistik dan behavioristik.

1. Pandangan Humanistik
Pandangan humanistik menekankan kebebasan personal,
pilihan, kepekaan, dan tanggung jawab personal. Pandangan
humanistik juga memfokuskan pada prestasi, motivasi, perasaan,
tindakan, dan kebutuhan. Tujuan pendidikan menurut orientasi ini
adalah aktualisasi diri individual. Belajar menurut pandangan ini
merupakan fungsi dari keseluruhan pribadi manusia yang
melibatkan faktor intelektual dan emosional. Motivasi belajar
harus datang dari dalam diri anak itu sendiri.
Proses pembelajaran menekankan pentingnya hubungan
interpersonal, menerima siswa sebagai seorang pribadi yang
memiliki kemampuan, dan peran guru disini hanya sebagai
partisipan dalam proses belajar bersama. Guru tidak perlu
memaksa para siswa untuk belajar, mereka harus menciptakan
suatu iklim kepercayaan dan rasa hormat yang memungkinkan
siswa belajar memutuskan apa dan bagaimana mereka belajar,
mempertahankan otoritas/ wewenang dan mengambil inisiatif
dalam “membentuk diri mereka sendiri). Para guru harus
menjadi fasilitator dan kelas harus menjadi suatu tempat “yang
di dalamnya keingintahuan dan hasrat untuk belajar dapat
dipelihara dan ditingkatkan.” Melalui pemahaman para siswa,
para guru humanistik mendorong para siswanya untuk belajar
dan tumbuh (Carl Roger:1982).
Tujuan pendidikan menurut pandangan humanistik yang
dirangkum oleh Mary Johnson (Karta Dinata dikutip oleh Uyoh:
2009) sebagai berikut:
a. Kaum humanis berusaha memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan
mengembangkan kesadaran identitas diri yang
melibatkan perkembangan konsep diri dan sistem nilai.
b. Kaum humanis telah mengutamakan komitmen terhadap
prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor perasaan,

Hakikat Manusia dan Hakikat Pendidikan 105


emosi, motivasi, dan minat siswa akan mempercepat proses
belajar yang bermakna dan terintegrasi secara pribadi.
c. Perhatian kaum humanis lebih terpusat pada isi
pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa sendiri. Siswa harus memiliki kebebasan dan
tanggung jawab untuk memilih dan menentukan apa,
kapan dan bagaimana ia belajar.
d. Kaum humanis berorientasi kepada upaya memelihara
perasaan pribadi yang efektif. Suatu gagasan yang
menyatakan bahwa siswa dapat mengembalikan arah
belajarnya sendiri, mengambil dan memenuhi tanggung
jawab secara efektif serta mampu memilih apa yang
akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.
e. Kaum humanis yakin bahwa belajar adalah pertumbuhan
dan perubahan yang berjalan secara cepat sehingga
kebutuhan siswa lebih dari sekedar pengetahuan yang
berjalan cepat sehingga kebutuhan siswa lebih dari
sekedar pengetahuan hari kemarin. Pendidikan humanistik
mencoba mengadaptasi siswa terhadap perubahan-
perubahan. Pendidikan melibatkan siswa dalam
perubahan, membantunya belajar tentang bagaimana
belajar, bagaimana memecahkan masalah, dan bagaimana
melakukan perubahan di dalam kehidupan.

2. Pandangan Behavioristik
Behavioristik didasarkan pada prinsip, bahwa perilaku
manusia yang diinginkan merupakan produk desain bukannya
kebetulan. Menurut paham ini, manusia memiliki suatu keinginan
yang bebas. Menurut Power (1982), “Kita adalah apa

106 FILSAFAT PENDIDIKAN; The Choice Is Yours


kita adanya dan kita melakukan apa yang kita lakukan, tidak karena suatu kekuatan misterius terhadap kemauan manusia, namun karena tekanan-tekanan
luar atas kurangnya kesamaan kontrol yang membuat kita terperangkap dalam suatu jaring yang tidak fleksibel. Apapun kita adanya, kita tidak dapat
menjadi kapten dari nasib kita atau penguasa-penguasa jiwa kita.”
Para ahli pendidikan dapat menciptakan pembelajaran yang memperlihatkan perilaku-perilaku yang diharapkan dengan mengontrol proses
edukatif secara hati-hati dan ilmiah. Guru hanya perlu mengetahui bahwa semua pembelajaran adalah mengkondisikan dan mengikuti empat
langkah berikut:
a. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dalam bentuk yang konkrit (dapat diamati dan dapat diukur).
b. Membangun suatu prosedur untuk mencatat perilaku-perilaku spesifik dan menghitung frekuensi perilakunya.
c. Untuk masing-masing perilaku, identifikasi suatu penguat (reinforcer) yang tepat.
d. Pastikan bahwa para siswa menerima reinforcer sesegera mungkin setelah menunjukkan suatu perilaku yang diharapkan.

Aliran behavioristik mengabaikan faktor kehidupan intra-psikis, yang berarti bahwa pendidikanpun tidak berorientasi pada tujuan-tujuan yang
bersumber dari siswa. Tujuan pendidikan bersifat eksternal, artinya ditentukan dan dirumuskan oleh lingkungan. Siswa dianggap tidak perlu melakukan
pengendalian belajar sendiri (Karta Dinata dikutip oleh Uyoh: 2009).

Anda mungkin juga menyukai