Anda di halaman 1dari 40

A.

Jenis Pembalut/Perban
1.Perban segi tiga (Mitella)
2.Perban pita (Zwachtel)
3.Plester
B.Tujuan Membalut/Perban
1.Menutupi bagian yang cedera dari udara, cahaya, debu dan kuman.
2.Menopang yang cedera
3.Menahan dalam suatu sikap tertentu
4.Menekan
5.Menarik

C.Bahan Untuk Perban


Bahan yang diperlukan untuk membalut, antara lain salep, bubuk luka, plester, bahan penyerap
(kasa atau kapas), kertas tissue, bahan tidak mudah menyerap (kertas khusus, kain taf, sutera),
bahan elastis (spons, kapas).
D.Jenis – jenis Pembalutan
1.Perban segi tiga (Mitella)
Perban segi tiga dibuat dari kain belacu atau kain muslin, perbannya dibuat segitiga sama kaki
yang puncaknya bersudut 900 . Panjang dasar segitiga kira-kira 125 cm dan kedua kakinya
masing-masing 90 cm. Buatlah terlebih dahulu kain segi empat dengan sisi 90 cm lalu lipat dua
atau digunting pada garis diagnonalnya.
2.Balut segi tiga untuk kepala
Untuk luka kepala dapat dipakai perban segi tiga. Dasar segi tiga dilipat selebar 5 cm 2 kali.
Letakkan bagian tengah lipatan itu diatas dahi. Bagian yang mengandung lipatan diletakkan
sebelah luar. Ujung puncak segi tiga ditarik ke belakang kepala sehingga puncak kepala tertutup
kain segi tiga. Kedua ujung lipatan tadi dililitkan ke belakang kepala lalu kembali ke dahi dan
dibuat simpul di dahi.
3.Balut segi tiga untuk bahu
Guntingan ujung puncak segitiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm. Kedua ujung yang
baru dibuat dililitkan secara longgar ke leher, lalu diikat ke belakang. Dasar segi tiga ditarik
sehingga bagian bahu yang cedera tertutup. Lalu kedua ujung dasar segi tiga dililitkan ke lengan
dan diikat.
4.Balut segi tiga untuk dada
Gunting puncak segitiga tegak lurus pada dasarnya sepanjang 25 cm. Ikatlah kedua ujung puncak
itu secara longgar dibelakang leher, sehingga dasar segi tiga berada di depan dada. Lipatlah dasar
segi tiga beberapa kali sesuai dengan kebutuhan lalu ujung dasar tadi diikat di punggung.
5.Balut segi tiga untuk pantat
Gunting puncak segi tiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm. Ikatlah kedua ujung puncak
itu melingkari paha yang cedera. Buatlah beberapa lipatan pada dasar segi tiga, lalu kedua
ujungnya diikatkan melingkar di pinggang.
6.Balut segi tiga untuk tangan
Bila seluruh telapak tangan akan dibalut, dapat dipakai perban segi tiga. Letakkan dasar segitiga
pada telapak tangan. Ujung puncak segitiga di lilitkan ke punggung tangan, sehingga seluruh jari
– jari tertutup, lalu kedua ujung dasar segi tiga dililitkan beberapa kali pada pergelangan tangan
dan diikat. Bila segi tiga terlalu besar, buatlah beberapa lipatan pada dasar segi tiga.
E.Cara Membuka Pembalut/Perban
Buka simpul perban, bila sulit, gunting saja. Tangan kanan memegang ujung perban. Bukalah
gulungan dengan memindahkan perban itu ke kiri, lalu kembali lagi ke kanan dan ke kiri lagi.
Begitu seterusnya sampai seluruh pembalut terlepas. Untuk membuka perban kotor pergunakan 2
buah pinset. Bila perban itu telah kotor atau tidak ingin dipakai lagi, lebih baik digunting dengan
memakai gunting perban. Dengan demikian, perban lebih cepat terlepas.
F.Jenis – Jenis Perban Menurut Bahannya
1.Perban kasa   ibuat dari benang yang dianyam jarang – jarang, sering dipakai untuk membalut
pada anggota badan.
2.Perban planel :Kain berbulu dipakai sebagai perban penekan pada pertolongan pertama.
3.Perban kambrik:Terbuat dari benang kasar pemakaian-nya sama dengan kasa.
4.Perban trikot :Sering dipakai untuk membuat perban ransel.
5.Perban katun dan linen:Dipakai dalam keadaan darurat, sebagai pembalut, penekan dan penarik
6.Perban elastis:Dipakai untuk balutan penekan pada keseleo atau salah urat (luksasio dan
sprain) atau untuk membalut anggota gerak yang telah diamputasi.
7.Perban cepat:Dipakai untuk pertolongan pertama pada kecelakaan, dalam peperangan pada
luka tembak atau patah terbuka.
8.Perban gips
G.Cara – cara Membalut
1.Cara – cara khusus membalut perban kepala
a.Verban kepala fasela galenika
Cara memakainya adalah sebagai berikut :
Letakkan kain persegi itu diatas kepala dengan kedua ujung mengarah ke masing – masing
telinga.
Ikatkanlah dengan peniti atau plester pita tengah dibawah dagu. Pita depan diikat ke belakang
kepala, sedangkan pita belakang diikat ke dahi.
b.Perban pita untuk membalut kepala dengan cara mempersatukan (Fascia Union).
Perban yang dipakai dapat yang berkepala satu maupun yang berkepala dua. Dipakai untuk luka
disamping kepala. Cara fascia union ini sangat merosot sehingga sekarang tidak dipakai lagi.
c.Perban kepala cara Fascia sagitalis
Perban kepala cara sagitalis memakai pembalut berkepala tiga atau disebut juga perban T. Perban
ini dipakai untuk luka di kepala.
Mula – mula perban berkepala dua diletakkan pada dahi, lalu kedua ujung dililitkan ke belakang
kepala. Ujung tengah perban juga diletakkan ke belakang. Setelah dihimpit dengan kedua ujung
perban yang datang dari samping, kembalikan lagi ujung perban tengah ke depan. Demikian pula
kedua ujung samping dililitkan kembali ke depan kepala sehingga mengimpit lagi ujung perban
tengah. Demikianlah seterusnya sampai semua perban terpakai.
d.Perban kepala dengan cara pita silang (Fascia nodosa)
Dengan memakai perban berkepala dua. Bila kedua ujung perban telah sampai diatas salah satu
telinga silangkanlah kedua perban itu lalu masing – masing ujung membalut dahi dan belakang
kepala. Setelah kedua ujung sampai diatas telinga yang lain, dibuat pula silang, diatur menuju ke
bawah dagu, bertemu kembali di atas telinga pertama, dan seterusnya.
e.Perban penutup kepala (Fascia kapitalis atau mitra hippokrates)
Sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Dipakai sebagai perban penutup atau pelindung luka kepala
yang luas.
Satu orang berulang – ulang melingkarkan perban. Mulai dari dahi terus ke belakang sambil
menghimpit perban kedua yang diletakkan berulang – ulang di atas kepala oleh orang kedua dari
arah depan kepala ke belakang kepala. Balutan digeser sedikit demi sedikit ke kiri dan ke kanan.
2.Cara – cara membalut mata
a.Membalut satu mata (Monokulus)
Dipakai untuk menutupi atau menekan luka pada mata dan sekitarnya. Buatlah lingkaran perban
di sekitar dahi dan belakang kepala beberapa kali. Lalu secara berangsur-angsur dililitkan sedikit
demi sedikit ke mata yang cedera dan belakang kepala, sehingga seluruh mata tertutup.
Usahakan agar lapisan perban terbawah tidak menutup mata yang sehat
b.Membalut kedua mata (Binoukulus)
Cara ini dipakai untuk menutupi atau menekan mata, misalnya pada operasi katarak. Caranya :
Mulailah seperti membalut satu mata. Setelah melingkarkan lapisan perban terakhir disekitar
depan dan belakang kepala, teruskan dengan melingkari mata yang lain dengan cara yang sama,
tetapi dengan arah sebaliknya. Ujung perban terakhir dilekatkan dengan sepotong plester.
3.Perban telinga cara koroner
Balutlah perban melingkar dahi dan belakang kepala beberapa kali, lalu berangsur – angsur
diarahkan ke arah telinga yang sakit. Lakukan balutan perban itu terus sampai seluruh telinga
tertutup. Usahakan lapisan perban terakhir berada di lingkaran dahi lalu dilekatkan dengan
plester.
4.Perban pada anggota gerak badan berbentuk bulat panjang
Untuk melakukan perban pada leher, lengan atas dan paha dapat dibalut dengan 2 cara yaitu :
a.Membalut biasa (Dolobra currens)
b.Membalut pucuk rebung (Dolobra reversa)
Setiap kali membalut harus diperhatikan agar :
a.Perban saling menutupi lapis demi lapis.
b.Gulungan perban tidak boleh bergeser, walaupun saling bekerja.
c.Lilitkan perban harus cukup kencang.
5.Membalut persendian
Untuk membalut persendian dipakai :
a.Cara balut silang (Spica)
b.Cara balut penyu (testudo)
Ad. 1 Cara balut silang pergelangan tangan
Mulailah dengan melilitkan perban beberapa kali pada pergelangan tangan, lalu arahkan perban
ke distal melilit punggung tangan dan telapak tangan. Masukkan lilitan diantara ibu jari dan jari
telunjuk, miring pada punggung tangan menuju pergelangan tangan. Lilitkan satu kali lalu ulangi
pekerjaan itu sambil menggeser perban sedikit demi sedikit sehingga seluruh pergelangan tangan
terbalut.
Ad. 2 Membalut sendi siku cara penyu keluar (Testudo cubiti Reversa)
1.)Bengkokkan sedikit siku yang akan dibalut.
2.)Balutkan perban beberapa kali pada pertengahan siku.
3.)Arahkan lilitan perban bergantian ke proksimal dan ke distal.
4.)Lanjutkan lilitan perban ke lengan atas dan ke lengan bawah berulang – ulang sampai seluruh
sendi siku terbalut.
5.)Ujung lilitan perban terakhir dilekatkan dengan plester.
6.Cara-cara Membalut kaki (Membalut seluruh kaki)
a.Misalkan kaki kiri ingin dibalut, mulailah perban dari bagian punggung kaki menuju ke ujung
jari – jari lalu ke telapak kaki. Peganglah dengan tangan kiri ujung perban yang ada di punggung.
Dengan tangan kanan lilitkan perban untuk menutup jari – jari kaki dengan cara tadi. Bergantian
ke lateral dan medial. Geserlah sedikit demi sedikit ke arah tengah jari – jari sehingga seluruh
jari terbalut. Di telapak kaki, arah balutan melintang, sedangkan telapak kaki arahnya miring.
b.Kemudian lilitkan perban melintang punggung dan telapak kaki sehingga ujung – ujung perban
tadi terhimpit. Buatlah lilitan perban sebanyak 3 lilitan sambil menggeser ke arah pergelangan
kaki.
c.Sewaktu lilitan ke empat berada di punggung kaki, perban diarahkan di telapak kaki sekitar
tumit. Kemudian dililitkan ke pergelangan kaki, terus ke punggung kaki lagi.
d.Ulangi lagi balutan seperti tadi beberapa kali, sampai seluruh kaki terbalut. Akhiri balutan pada
pergelangan kaki.
H.Gips dan Pemasangannya.
Cara membuat gips spalk (Bidai gips)
Bila terjadi patah proximal, maka panjang gips spalk adalah dari pangkal jari sampai ke lengan
atas kira – kira 2 jari dibawah lipatan ketiak.
Lengan harus ditekuk sampai 90 0 dengan telapak tangan agak diputar ke dalam (supinasi).
Pergelangan tangan lurus dengan tulang lengan bawah.
Pada patah tulang tungkai bawah (Fraktur tibia dan fibula), gips spalk dan sirkuler harus
dipasang mulai ujung jari sampai 2 – 3 cm dibawah sendi paha. Posisi kaki dan tungkai bawah
dibuat sudut 900 sedangkan lutut agak ditekuk membuat sudut kira – kira 1700.
Pada patah tulang kaki dan tumit gips sirkuler dipasang mulai dari ujung jari sampai kira – kira 2
– 3 cm dibawah sendi lutut saja. Setelah diketahui panjangnya ukuran spalk, bukalah gulungan
gips perban dan letakkan dimeja sepanjang ukuran yang diinginkan. Untuk anggota gerak atas,
cukup dibuat 6 lapis, sedangkan untuk tungkai dibuat 8 – 10 lapis.
Setelah lapisan gips spalk selesai dibuat, basahkan lalu letakkan ke anggota gerak yang akan di
gips. Sebelum di gips anggota gerak harus di reposisi dengan kain trikot atau kapas berlemak.
Setelah dipasang gips spalk, dibalut dengan perban kasa.
Gips sirkuler
Bila melakukan balutan secara gips sirkuler, setelah tulang yang patah direposisi, dilapisi dengan
kapas berlemaj dan dipasang gips spalk langsung dibalut dengan perban gips dengan cara balut
biasa. Gips yang telah dibalut itu diratakan dengan kedua telapak tangan agar perban gips
melekat betul. Jari – jari tangan dan kaki bila tidak patah jangan di gips.
Bila dilakukan reposisi sanguinea, maka luka operasi ditutup dahulu dengan kasa steril yang
telah dioles dengan antiseptik. Kemudian dipasang gips sirkuler. Luka operasi dibiarkan tertutup
dengan gips, jahitan baru dilepas setelah gips dibuka.
Biasanya gips baru dibuka setelah terjadi kalus, untuk lengan memerlukan waktu 4 – 6 minggu,
sedangkan untuk tungkai memerlukan 6 – 10 minggu. Makin muda usia seseorang, makin cepat
sembuhnya.

SITIROCHANA
Sejenak merenungi, niscaya akan didapat hikmah dan faidah
 HOME
 ABOUT
 POSTS RSS
 CONTACT
 LOG IN

Jumat, 16 April 2010

PEMBALUTAN, PEMBIDAIAN DAN EVAKUASI


PEMBALUTAN

PENGERTIAN
Membalut adalah tindakan untuk menyangga atau menahan bagian tubuh agar tidak bergeser
atau berubah dari posisi yang dikehendaki.

TUJUAN
1. Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya
2. Mencegah terjadinya pembengkakan
3. Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser
4. Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran

ALAT DAN BAHAN


1. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga
2. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi
3. Pita adalah pembalut gulung
4. Plester adalah pembalut berperekat
5. Pembalut yang spesifik
6. Kassa steril

1. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga


a. Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran.
Panjang kaki antara 50 – 100 cm.
b. Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang terbentuk bulat atau untuk menggantung
bagian anggota badan yang cedera
c. Pembalut ini bisa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul,
telapak kaki dan untuk menggantung tangan

d. Cara membalut dengan mitela :


 Salah satu sisi mitella dilipat 3 – 4 cm sebanyak 1 – 3 kali
 Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik
secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan
 Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan b, atau diikatkan
pada tempat lain maupun dapat dibiarkan bebas, hal ini tergantung pada tempat dan
kepentingannya

e. Gambar cara membalut dengan mitela :


 Luka pada atap tengkorak
 Luka pada dada
 Lengan yang cedera
 Telapak kaki

2. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi
a. Pembalut ini adalah mitella yang dilipat – lipat dari salah satu sisi segitiga agar beberapa lapis
dan berbentuk seperti pita dengan kedua ujung – ujungnya lancip dan lebarnya antara 5 – 10 cm
b. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain),
rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis dan kaki terkilir

c. Cara membalut dengan dasi :


 Pembalut mitella dilipat – lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing –
masing ujung lancip
 Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
 Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat arahnya saling
menarik
 Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

d. Gambar cara membalut dengan dasi :


 Luka pada mata
 Luka pada dagu
 Luka pada ketiak
 Luka pada siku

3. Pita adalah pembalut gulung


a. Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis. Yang paling
sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah
bergeser (kendor)
b. Macam – macam pembalut dan penggunaanya :
 Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari – jari
 Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan
 Lebar 7,5 cm :biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
 Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul
 Lebar > 10 – 15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung

c. Cara membalut dengan pita :


 Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalutan pita ukuran lebar
yang sesuai
 Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari
proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut kemudian dari distal ke
proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan
yang satu dengan bebatan berikutnya
 Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang lain secukupnya

d. Gambar cara membalut dengan pita :


 Pada kepala
 Pada lengan
 Pada tumit
 Pada telapak tangan

4. Plester adalah pembalut berperekat


a. Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk
merekatkan pada kelainan patah tulang
b. Khusus untuk penutup luka, biasa dilengkapi dengan obat anti septik
c. Cara membalut luka dengan plester
 Jika ada luka terbuka : luka diberi obat antiseptik, tutup luka dengan kassa, baru lekatkan
pembalut plester
 Jika untuk fiksasi (misalnya pada patah tulang atau terkilir) : balutan plester dibuat ”strapping”
dengan membebat berlapis – lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakkan
tertentu perlu kita yang masing – masing ujungnya difiksasi dengan plester
5. Pembalut yang spesifik
a. Snelverband adalah pembalut pita yang sudah ditambah dengan kassa penutup luka dan steril,
baru dibuka pada saat akan dipergunakan, sering dipakai pada luka – luka lebar yang terdapat
pada badan
b. Sufratulle adalah kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh kuman. Biasa
dipergunakan pada luka – luka kecil

6. Kassa steril
a. Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang sudah
diberi obat – obatan (antibiotik, antiplagestik)
b. Setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut

PROSEDUR PEMBALUTAN 
1. Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini :
a. Bagian dari tubuh yang mana ?
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
c. Bagaimana luas luka tersebut ?
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak ?
2. Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan ! dapat salah satu atau kombinasi
3. Sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang
mengandung desinfektan atau dislokasi perlu direposisi
4. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
a. Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
b. Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
c. Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita
d. Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan berlapis, lapis yang paling bawah
letaknya disebelah distal
e. Tidak mudah kendor atau lepas

PEMBIDAIAN 

PENGERTIAN
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak
(immobilisasi) 

TUJUAN PEMBIDAIAN 
1. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah
2. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah
3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
4. Mengurangi rasa nyeri
5. Mempercepat penyembuhan

MACAM – MACAM BIDAI


1. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan.
Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat.
Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.

2. Bidai traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga
yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha

3. Bidai improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya
sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.

4. Gendongan/Belat dan bebat


Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan
memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan
PRINSIP PEMBIDAIAN
1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cidera ( korban yang
dipindahkan)
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan

SYARAT – SYARAT PEMBIDAIAN


1. Siapkan alat – alat selengkapnya
2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur dulu pada
anggota badan korban yang tidak sakit
3. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan
5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah
6. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai
7. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas

GAMBAR PEMBIDAIAN PADA PATAH TULANG TUNGKAI BAWAH


GAMBAR PEMBIDAIAN PADA PATAH TULANG LENGAN ATAS

EVAKUASI

Saat tiba di lokasi kita mungkin menemukan bahwa seorang korban mungkin harus dipindahkan.
Pada situasi yang berbahaya tindakan cepat dan waspada sangat penting. Penanganan korban
yang salah akan menimbulkan cedera lanjutan atau cedera baru.

MEKANIKA TUBUH
Penggunaan tubuh dengan baik untuk memfasilitasi pengangkatan dan pemindahan korban untuk
mencegah cedera pada penolong.
Cara yang salah dapat menimbulkan cedera. Saat mengangkat ada beberapa hal yang harus
diperhatikan :
• Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat
• Gunakan tungkai jangan punggung
• Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh
• Lakukan gerakan secara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh saling menopang
• Bila dapat kurangi jarak atau ketinggian yang harus dilalui korban
• Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap
Hal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan atau mengangkat korban.
Kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan tulang belakang. Upayakan kerja
berkelompok, terus berkomunikasi dan lakukan koordinasi.
Mekanika tubuh yang baik tidak akan membantu mereka yang tidak siap secara fisik.

MEMINDAHKAN KORBAN
Kapan penolong harus memindahkan korban sangat tergantung dari keadaan. Secara umum, bila
tidak ada bahaya maka jangan memindahkan korban. Lebih baik tangani di tempat. Pemindahan
korban ada 2 macam yaitu darurat dan tidak darurat
1. Pemindahan Darurat
Pemindahan ini hanya dilakukan bila ada bahaya langsung terhadap korban
Contoh situasi yang membutuhkan pemindahan segera:
• Kebakaran atau bahaya kebakaran
• Ledakan atau bahaya ledakan
• Sukar untuk mengamankan korban dari bahaya di lingkungannya :
– Bangunan yang tidak stabil
– Mobil terbalik
– Kerumunan masa yang resah
– Material berbahaya
– Tumpahan minyak
– Cuaca ekstrim
• Memperoleh akses menuju korban lainnya
• Bila tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi korban, misalnya
melakukan RJP
Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu terjadinya cedera spinal. Ini dapat
dikurangi dengan melakukan gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala
dan leher semaksimal mungkin.
Beberapa macam pemindahan darurat
• Tarikan baju
• Tarikan selimut atau kain
• Tarikan bahu/lengan
• Menggendong
• Memapah
• Membopong
• Angkatan pemadam

2. Pemindahan Biasa
Bila tidak ada bahaya langsung terhadap korban, maka korban hanya dipindahkan bila semuanya
telah siap dan korban selesai ditangani.
Contohnya :
• Angkatan langsung
• Angkatan ekstremitas (alat gerak)

POSISI KORBAN
Bagaimana meletakkan penderita tergantung dari keadaannya.
• Korban dengan syok
• Tungkai ditinggikan
• Korban dengan gangguan pernapasan
• Biasanya posisi setengah duduk
• Korban dengan nyeri perut
• Biasanya posisi meringkuk seperti bayi
• Posisi pemulihan
• Untuk korban yang tidak sadar atau muntah
Tidak mungkin untuk membahas semua keadaan. Situasi di lapangan dan keadaan korban akan
memberikan petunjuk bagaimana posisi yang terbaik.

PERALATAN EVAKUASI
• Tandu beroda
• Tandu lipat
• Tandu skop / tandu ortopedi/ tandu trauma
• Vest type extrication device (KED)
• Tandu kursi
• Tandu basket
• Tandu fleksibel
• Kain evakuasi
• Papan spinal
Diposkan oleh Siti Rochana di 03.30
Label: KEPERAWATAN

1 komentar:

Pramuka Gontor mengatakan...

kalo boleh tanya ukuran2 tiap2 bidai berapa ya? dan lengkapnya da berapa macam
bidai?

26 Agustus 2016 18.38

Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

ABOUT ME

S I TI R OC HA NA
LIH A T P ROF IL LEN GK A P KU

Prosedur Melakukan Pembidaian

Prosedur Pembidaian

Oleh : Ariyani Pradana Dewi 


NIM. SR072010013

*Mahasiswi Prodi S1 Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak

Pemasangan bidai adalah suatu tindakan untuk mengatasi atau membantu pasien yang
mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi pergerakan / pergeseran sehingga pasien tidak
merasa sakit. Prosedur ini dilakukan sebagai acuan dan langkah-langkah dalam pelaksanaan
pemasangan bidai / spalk pada pasien. Pemasangan bidai / spalk pada pasien patah tulang
dilakukan oleh petugas IGD untuk mencegah komplikasi.

Selain itu pembidaian juga dikombinasikan dengan tekhnik pembalutan perban atau
dengan kain mitela, dengan tujuan untuk :

1.      Mencegah pergerakan bagian tubuh yang cidera.

2.      Menyangga luka.

3.      Mengurangi atau mencegah edema.

4.      Mengamankan bidai dan balutan.

Adapun jenis-jenis pemasanagn perban diantaranya dapat dilihat pada table dibawah ini :

Jenis Deskripsi Tujuan atau Manfaat

Melingkar Perban dilitkan ai atas lilitan Menahan perban pada lilitan pertama
sebelumnya sampai ujung terakhir dan terakhir, menutupi bagian tubuh
perban. yang kecil (jari tangan, jari kaki).

Spiral Lilitkan perban ke arah atas bagian Menutupi bagian tubuh yang
tubuh melintasi setengah atau dua berbentuk silinder seperti pergelangan
pertiga lebar lilitan sebelumnya. tangan atau lengan bagian atas.

Spiral terbalik Balikkan lilitan perban pada Menutupi bagian tubuh yang
pertengahan setiap lilitan perban yang berbentuk kerucut seperti lengan
dibuat. bawah, paha atau betis. Berguna bila
menggunakan perban yang tidak
elastis seperti perban kassa atau
flannel.

Bentuk delapan Lilitkan perban secara miring pada Menutupi sendi, bentuk yang pas
lilitan sebelumnya kea rah aats dan memberikan dampak imobilisasi yang
bawah dari bagian yang akan di sangat baik.
perban. Setiap lilitan melintasi lilitan
sebelumnya untuk membuat bentuk
delapan.

Rekuren Pertama-tama ikatkan perban dengan Menutupi  bagian tubuh yang tidak
lilitan sirkular pada ujung proksimal rata misalnya kepala atau tempat
bagian tubuh sebanyak dua kali. Buat dilakukan amputasi.
setengah lilitan tegak lurus dengan
tepi perban. Perban dililitkan ke
ujung distal bagian tubuh yang akan
ditutupi oleh setiap lilitan dengan
setiap lilitan dilipat kea rah belakang.

A.    Persiapan Alat

1.      Perban dengan ukuran sesuai yang akan digunakan. Lebar dan nomor perban disesuaikan
dengan kebutuhan. Untuk bahan elastic biasanya tersedia dalam ukuran 20cm serta 135 dan
270cm, ukuran 7,5cm dan 10cm yang paling sering digunakan.

2.      Kain mitela (sesuai kebutuhan).

3.      Spalk (sesuai kebutuhan).

4.      Peniti pengaman (sesuai kebutuhan).

5.      Plester

6.      Gunting Plester.

B.     Persiapan Pasien
1.      Inspeksi adanya gangguan integritas kulit yang ditandai dengan abrasi, perubahan warna, luka,
atau edema. (Lihat dengan teliti daerah penonjolan tulang).

2.      Observasi sirkulasi dengan mengukur suhu permukaan, warna kulit, dan sensasi bagian tubuh
yang akan dibalut.

3.      Khusus untuk di Unit Gawat Darurat, perhatikan jika ada luka maka bersihkan luka, dan
berikan balutan atau jahitan jika luka terbuka.

4.      Khusus untuk di Unit Perawatan, Kaji ulang adanya program khusus dalam catatan medis yang
berhubungan dengan pemasangan perban elastic. Perhatikan area yang akan dipasang perban,
jenis perban yang dibutuhkan, frekuensi penggantiannya dan respon sebelumnya terhadap terapi.

5.      Kaji kebutuhan atau kelengkapan alat.

6.      Identifikasi rencana perawatan dan pengobatan.

7.      Menjelaskan prosedur kepada klien. Jelaskan bahwa tekanan lembut dan ringan yang diberikan
bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi vena, mencegah terbentuknya bekuan darah, mencegah
gerakan lengan, menurunkan/mencegah timbulnya bengkak, memfiksasi balutan operasi dan
memberikan tekanan.

8.      Mengatur posisi pasien. Bantu agar pasien mendapat posisi yang nyaman dan benar sesuai
anatomik.

9.      Mencuci tangan.

C.    Prosedur

1.      Tutup pintu kamar atau gorden.

2.      Pasang spalk pada area yang mengalami cidera (disesuaikan).

3.      Pegang gulungan perban dengan tangan yang dominan dan gunakan tangan yang lainnya untuk
memegang permulaan perban pada bagian distal tubuh. Teruslah memindahkan gulungan ke
tangan yang dominan sampai perban terpasang.

4.      Pasang perban dari arah bagian distal ke proksimal dengan menggunakan berbagai variasi
pemasangan untuk menutup sesuai dengan bentuk tubuh.(Lihat didalam tabel).
5.      Buka gulungan perban dan regangkan sedikit. Lilitkan perban di atas lilitan sebelumnya.

6.      Fiksasi perban pertama sebelum memasang gulungan perban tambahan.

7.      Mengatur posisi pasien ke posisi semula.

8.      Evaluasi sirkulasi bagian distal bila pemasangan perban telah selesai dan lakukan minimal 2
kali selama periode 8 jam.

9.      Dokumentasikan

10.  Merapikan alat.

11.  Mencuci tangan.

D.    Pendokumentasian

1.      Mencatat tindakan pemasangan perban dan respon klien dalam catatan keperawatan.

2.      Mencatat warna, kehangatan, nadi, dan mati rasa.

3.      Mencatat hasil tindakan perawatan luka yang mencakup data subyektif dan obyektif, analisa
dan planning.

E.     Komunikasi

1.      Menjelaskan prosedur sebelum perawatan.

2.      Berkomunikasi selama melakukan pembidaian secara efektif dan atau teraupetik.

ADD ME IN FACEBOOK
Siti Rochana

BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENDAHULUAN
Kerap kali kita jumpai pada saat mengevakuasi korban kecelakaan / korban bencana alam
seperti tanah longsor, gempa bumi, bisanya di pergunakan sebuah penopang kayu / besi &
sebagainya di bagian tubuh tertentu yg diduga terjadi syok, patah tulang, ataupun retak. Benda
tersebut ialah balut bidai.
Balut bidai ialah penanganan umum trauma ekstremitas / imobilisasi dari lokasi trauma dgn
memanfaatkan penyangga misalnya splinting (spalk). Balut bidai ialah jalinan bilah (rotan,
bambu) sebagai kerai (buat tikar, tirai penutup pintu, belat, dsb) / jalinan bilah bambu (kulit kayu
randu dsb) buat membalut tangan patah dsb.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian balut bidai
2.      Bagaiamana macam macam balut bidai

C.    TUJUAN
1.      Mahasiswa bisa mengetahui pengertian blut bidai
2.      Mahasiswa bisa mengetahui macam-macam balut bidai
3.      Mahasiswa bisa mempraktekan balut bidai

BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi /mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami
cidera dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator
/imobilisator.
Balut bidai adalah pertolongan pertama dengan pengembalian anggota tubuh yang
dirsakan cukup nyaman dan pengiriman korban tanpa gangguan dan rasa nyeri ( Muriel
Steet ,1995 ).
Balut bidai adalah suatu cara untuk menstabilkan /menunjang persendian dalam
menggunakan sendi yang benar /melindungi trauma dari luar ( Barbara C, long ,1996)

B.     TUJUAN PEMBIDAIAN 
1.      Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan
lebih lanjut.
2.      Mempertahankan posisi yang nyaman.
3.      Mempermudah transportasi organ
4.      Mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera.
5.      Mempercepat penyembuhan.
6.      Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak
7.      Memberikan tekanan
8.      Melindungi bagian tubuh yang cedera
9.      Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera.
10.  Mencegah terjadinya pembengkakan
11.  Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi
12.  Memudahkan dalam transportasi penderita.
Sumber : http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/1990528-tujuan-dan-
prinsip-pembidaian/#ixzz25DlXGWen

C.    TUJUAN PEMBALUTAN
1.      Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya
2.      Mencegah terjadinya pembengkakan
3.      Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser 
4.      Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran
5.      Menahan sesuatu seperti :menahan penutup luka, menahan bidai
menahan bagian yang cedera dari gerakan dan geseran, menahan rambut kepala di tempat
6.      Memberikan tekanan, seperti terhadap :kecenderungan timbulnya perdarahan atauhematoma,
adanya ruang mati (dead space)
7.      Melindungi bagian tubuh yang cedera.
8.       Memberikan "support" terhadap bagian tubuh yang cedera

D.    INDIKASI PEMBIDAIAN
1.      Fraktur (Patah Tulang)
a.       Fraktur terbuka yaitu tulang yang patah mencuat keluar melalui luka yang terdapat pada kulit.
b.      Fraktur tertutup yaitu tulang yang patah tidak sampai keluar melalui luka yang terdapat di kulit.
Kemungkinan patah tulang harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat
benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakuan korban sebagai penderita patah tulang.
Pada fraktur terbuka tindakan pertolongan harus hati-hati, karena selain bahaya infeksi gerakan
tulang yang patah itu dapat melukai pembuluh-pembuluh darah sekitarnya sehingga terjadi
perdarahan baru.

2.      Terkilir
Terkilir merupakan kecelakaan sehari-hari, terutama di lapangan olah raga. Terkilir
disebabkan adanya hentakan yang keras terhadap sebuah sendi, tetapi dengan arah yang salah.
Akibatnya, jaringan pengikat antara tulang (ligamen) robek. Robekan ini diikuti oleh perdarahan
di bawah kulit. Darah yang berkumpul di bawah kulit itulah yang menyebabkan terjadinya
pembengkakan.
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada sendi yang mengalami terkilir :
a.       Terjadi peregangan dan memar pada otot atau ligamen, jenis ini digolongkan terkilir ringan.
b.      Robekan pada ligamen, ditandai dengan rasa nyeri, bengkak dan memar biasanya lebih berat
dari pada jenis tang pertama. Jenis ini digolongkan terkilir sedang.
c.       Ligamen sudah putus total sehingga sendi tidak lagi stabil. Biasanya terjadi perdarahan sekitar
robekan, yang tampak sebagai memaryang hebat.
3.      Luka terbuka
4.      Penekanan untuk menghentikan pendarahan

Kecurigaan fraktur bisa dimunculkan jika salah satu bagian tubuh diluruskan.
1.      Pasien merasakan tulangnya terasa patah /mendengar bunyi “krek”
2.      Ekstremitas yang cidera lebih pendek dari yang sehat /mngalami angulasi abnormal.
3.      Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cidera 
4.      Posisi ekstremitas yang abnormal 
5.      Memar 
6.      Bengkak
7.      Perubahan bentuk
8.      Nyeri gerak aktif dan pasif 
9.      Nyeri sumbu
10.  Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang mengalami k.
cidera (krepitasi )
11.  Fungsiolaesa
12.  Perdarahan bisa ada /tidak.
13.  Hilangnya denyut nadi /rasa raba pada distal lokasi cidera.
14.  Kram otot sekitar lokasi cidera.

E.     KONTRA INDIKASI
1.      Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran nafas, pernafasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilkan. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada
distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit,
sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
2.      Hipermobilitas
3.      Efusi Sendi
4.      Inflamasi
5.      Fraktur humeri dan osteoporosis

F.     PENANGANAN BALUT DAN BIDAI 


1.      Luka Terbuka
Pada luka terbuka, terjadi cedera pada kulit yang menyebabkan jaringan di bawah kulit
tersebut mengalami paparan terhadap dunia luar, sehingga risiko terjadinya infeksi meningkat.
Contoh dari luka terbuka antara lain luka tusuk, luka tembak/tembus, luka sayat, luka
serut/cakar, luka lecet/ laserasi, dan luka amputasi.
Penanganan pada luka terbuka perlu dilakukan segera terutama jika disertai perdarahan
yang parah karena dapat menyebabkan syok. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum
melakukan penanganan luka adalah:
a.       Pastikan kondisi lingkungan sekitar penolong dan korban aman. Jika kondisi tidak aman (di
tengah jalan, reruntuhan, dll) segera pindahkan korban ke tempat yang aman.
b.      Gunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker dan sarung tangan
c.       Pastikan tidak ada gangguan pada pernapasan dan sirkulasi pasien
d.      Jika terlihat perdarahan yang parah, segera aktifkan SPGDT dengan menghubungi ambulans
Setelah itu, mulai dilakukan penanganan pada luka dengan langkah-langkah berikut:
a.       Pastikan lokasi dan jumlah bagian tubuh yang terluka dengan memeriksa keseluruhan tubuh
korban (expose)
b.      Jika memungkinkan tidak melukai korban lebih jauh, lepaskan perhiasan, jam tangan, atau
aksesoris lainnya pada bagian tubuh korban yang terluka karena dapat terjadi pembengkakan dan
mengganggu aliran darah
c.       Bersihkan luka dengan mengalirkan air bersih hingga tidak ada kotoran yang menempel
d.      Lakukan kontrol perdarahan agar perdarahan berhenti. Berikut adalah beberapa cara untuk
mengontrol perdarahan:
1)      Penekanan Langsung (Direct Pressure)
Penekanan  langsung  pada  luka  adalah  cara  yang  paling  baik untuk  menghentikan
perdarahan, kecuali pada luka di mata. Cara untuk melakukan penekanan langsung adalah
dengan menggunakan kasa atau kain yang diletakkan di atas luka lalu ditekan. Jika perdarahan
tidak berhenti, tambahkan kain atau kasa baru di atas yang lama kemudian ditekan
kembali. Penekanan langsung dapat juga dilakukan dengan menggunakan tangan penolong bila
memang tidak ada kain/kassa. Penekanan tidak hanya dilakukan dengan kuat, tetapi juga dalam
waktu yang cukup lama untuk menghentikan perdarahan (sekitar 20 menit atau lebih). Jika
perdarahan tidak berhenti, dapat dilakukan balut tekan dengan cara menaruh benda padat seperti
kasa tebal di atas luka kemudian dibalut.
2)      Elevasi
Jika luka terdapat di area tangan/kaki, tinggikan posisi tangan/kaki hingga di atas
ketinggian jantung korban. Hal ini dilakukan untuk mengurangi aliran darah ke area luka
sehingga perdarahan dapat melambat. Cara ini tidak boleh dilakukan pada korban dengan patah
tulang/cedera karena dapat memperparah kondisi patah tulang/cederanya.

3)      Penekanan dengan Jari


Penekanan dengan ujung permukaan jari dilakukan di pembuluh darah sebelum area luka
untuk mengurangi aliran darah ke area luka.2,4Lokasi-lokasi penekanan pembuluh darah dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penekanan dengan jari1

Elevasi dan penekanan dengan jari adalah cara yang kurang efektif untuk menghentikan
perdarahan, tetapi dapat membantu dalam prosesnya. Oleh karena itu, ketiga cara di atas
dilakukan secara bersamaan seperti ditunjukkan padagambar 2.

Gambar 2. Cara mengontrol perdarahan

4)      Torniket (Tourniquets)
Cara ini hanya digunakan jika perdarahan masih terus
berlanjut walaupun cara lain seperti penekanan langsung, balut tekan, dll sudah dilakukan dan
hanya dapat dipasang di tangan/kaki.Penggunaan torniket dalam waktu lama dapat menyebabkan
kerusakan jaringan karena tidak adanya aliran darah pada area luka dan bawahnya dan berakibat
hilangnya fungsi dari tangan/kaki.3 Berikut adalah cara memasang torniket:
a)      Lingkarkan kain 5-10cm di atas area luka kemudian diikat

b)      Letakkan batang kayu kecil atau pensil di bawah simpul ikatan

c)      Kecangkan ikatan kain dengan memutar batang kayu hingga perdarahan berhenti

d)     Ikat ujung batang kayu agar kain tidak kembali kendur

Gambar 3. Cara memasang torniket

Tiap 10-15 menit, torniket dapat dikendurkan selama 1-2 menit agar aliran darah tidak
sepenuhnya hilang di area luka dan bawahnya.

2.      Luka bakar
Luka bakar dapat terjadi akibat suhu yang sangat tinggi, paparan kimia, radiasi (UV,
terapi) dan juga dari listrik.4 Penanganan luka bakar yang dapat dilakukan adalah:
a.       Jauhkan sumber panas dari korban
b.      Dinginkan luka bakar dengan cara mengalirkan air atau merendam area luka bakar jika
memungkinkan selama 20 menit seperti pada gambar 17
c.       Lepaskan pakaian dan aksesoris lainnya seperti jam tangan dan cincin yang berada di sekitar
area luka bakar dengan hati-hati
d.      Jika korban terluka parah, merasa sangat kesakitan, melibatkan mata atau lebih dari setengah
lengannya segera aktifkan SPGDT dengan menelepon ambulans terdekat
e.       Balut area luka bakar dengan pembungkus plastik bersih seperti pada gambar 18

Gambar 17. Pendinginan area luka Gambar 18. Membungkus area luka


bakar bakar

Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan dalam penanganan luka bakar:
a.       Memecahkan bula atau mencabut kulit yang terkelupas
b.      Melepaskan secara paksa apapun yang sudah melekat pada kulit akibat luka bakar
c.       Mengoleskan krim, pasta gigi, mentega, atau apapun ke area luka bakar karena dapat
menyebabkan infeksi
Penggantian Balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang
menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan
larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman.
Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang
menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk
menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama
penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari
luka.(Smeltzer, 2001)
http://pakjalsigli.blogspot.co.id/2013/08/penatalaksanaan-luka-bakar.html

3.      Venous ulcer
Strategi utama dalam penatalaksanaan Insufisiensi Vena dan Hypertensi Vena (sebagai penyebab
utama venous ulcer) adalah:
a.       Terapi Kompressi (Compression Therapy).
Terapi kompresi merupakan suatu modalitas yang bertujuan untuk memberikan tekanan
eksternal pada ekstrimitas bawah untuk memfasilitasi aliran balik vena. Modalitas ini telah
digunakan sejak abad ke 17 (dalam bentuk stocking tali yang keras). Pada abad ke 21 terapi
kompressi measih menjadi pilihan utama dalam manajemen venous ulcer (Cullum, et al 2003;
Kantor and Margolis, 2003). Dan dapat pula diaplikasikan pada LEVD yang disertai dengan
dermatitis akut dan cellulitis (WOCN Society, 2005). Mekanisme kerja terapi kompressi pada
dasarnya adalah memberikan tekanan dari mata kaki ke lutut dan memberikan tekanan untuk
mensuport calf muscle pump saat ambulasi dan dorsofleksi. Oleh karena itu terapi ini
meningkatkan aliran balik vena. Sebagai tambahan terapi kompresi memberikan tekanan pada
jaringan superficial sehingga meningkatkan tekanan interstisial sehingga mencegah kebocoran
plasma yang pada akhirnya akan mengurangi edema.
Besar tekanan atau Level of Compression yang diberikan merupakan factor penting dalam
terapi. Besar tekanan merupakan jumlah tekanan yang diberikan terhadap jaringan. Umumnya
besar tekanan berkisar antara 20-60 mmHg pada mata kaki. Tekanan sebesar 30-40 mmHg pada
mata kaki biasa digunakan untuk venous ulcer. Tekanan sebesar ini dilaporkan efektif dalam
mengontrol hypertensi vena dan mencegah pembentukan edema tungkai pada kebanyakan pasien
dengan venous disease (de Arujo et al, 2003; Kunimot, 2001b; Paquette and Falanga, 2002;
Phillips, 200).
b.      Peninggian tungkai (Limb elevation).
Peninggian tungkai merupakan prosedur yang sangat sederhana namun sangat efektif dalam
meningkatkan aliran balik vena dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Modalitas ini sangat
penting bagi pasien dengan venous ulcer bahkan esensisal bagi pasien dengan venous ulcer yang
tidak dapat mentoleransi terapi kompressi. Pasien sebaiknya dianjurkan untuk meninggikan
kakinya (lebih tinggi dari jantung) selama 1-2 jam, dua kali sehari (lebh baik sebelum tidur).
Selanjutnya pasien juga dianjurkan untuk menghindari berdiri lama atau duduk lama dengan
posisi kaki menggantung (dependent). Bila harus berdiri atau duduk lama, maka sebaiknya
disertai dengan “jalan-jalan ringan”. Untuk memastikan pasien melaksanakan modalitas ini dapat
dibuatkan ‘leg-up chart’ dan dievaluasi setiap kunjungan (Kunimot, 2001b; Wipke-Tevis and
Sae-Sia, 2004).

4.      Luka kanker
Berikut beberapa tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk mengendalikan gejala
dalam perawatan luka kanker;
a.       Eksudat yang berlebihan; dapat digunakan balutan yang menyerap eksudat banyak seperti
hidroselulosa (Aquacel), foam, gammge dan lainnya. Usahakan balutanyang digunakan tidak
melekat pada luka untuk menghindari perdarahan ketika membuka balutan. Eksudat juga akan
menyebabkan kulit sekitar luka lecet, untuk itu dapat digunakan film barrier atau cream (zink
cream atau metcovazin cream dll).
b.      Bau tidak sedap; ditimbulkan akibat infeksi bakteri. Balutan yang dapat digunakan adalah yang
mengandung silver yang dapat mengurangi pertumbuhan bakteri, dan efektif mengontrol bau.
Charcoal dressing (Carboflex dll) juga dapat digunakan untuk mengontrol bau. Jika bahan yang
digunakan terlalu mahal maka dapat digunakan metode alami menggunakan madu asli atau pasta
gula yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri (6). Penggunakan aromaterapi untuk lingkungan
sekitar juga dapat membantu mengendalikan bau tidak sedap dan dapat meningkatkan
kenyamanan pasien.
c.       Nyeri; disebabkan kerusakan saraf akibat kanker atau akibat dressing yang melekat pada kulit.
Obat anti nyeri/ analgetik dapat diberikan sebelum perawatan dan memilih balutan yang tidak
lengket pada luka akan membantu mengurangi nyeri pada pasien luka kanker.
d.      Perdarahan; diakibatkan oleh sel kanker yang merusak pembuluh darah kapiler. Memilih
balutan/dressing yang tidak melekat pada luka akan mengurangi resiko perdarahan ketika
membuka balutan. Selain itu juga dapat digunakan balutan yang mengandung kalsium alginat
(kaltostat, suprasorb A, seasorb dll) yang dapat menghentikan perdarahan minor. Jika perdarahan
tidak berhenti maka dapat digunakan adrenalin dan tekan lembut pada daerah yang perdarahan
e.       Gatal; disebakan oleh kulit yang meregang dan ujung saraf yang teriritasi oleh kanker. Dapat
diberikan anti histamin, TENS machine ( membantu merangsang otak mengeluarkan
endorphin/painkiller), menggunakan lembaran hidrogel untuk menghidrasi kulit dan krim mentol

G.    JENIS PEMBIDAIAN
1.      Tindakan pertolongan sementara 
a.       Dilakukan ditempat cidera sebelum ke rumah sakit 
b.      Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya 
c.       Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meghindarkan kerusakan yang lebih berat.
d.      Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan tehnik dasar pembidaian 
2.      Tindakan pertolongan definitif
a.       Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, klinik / RS
b.      Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur /dislokasi menggunakan alat dan
bahan khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
terlatih.

H.    JENIS-JENIS BIDAI
1.      Bidai keras: Merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam kesdaan
darurat.kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang mempunyai syarat dilapangan. Contoh
pada pasien fraktur tulang
2.      Bidai Traksi: Bidai bentuk jadi dan berfariasi tergantung dari pembuatannya hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus umumnya dipakai pada patah tulang paha. Contoh
: fraktur tulang paha.

3.      Bidai improvisasi: Bidai yang cukup dibut dengan bahan cukup kuat dan ringan untuk
menopang ,pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh :pasien luka kecelakaan
4.      Gendongan /belat dan bebat: Pembidaian dengan menggunakan pembalut umumnya dipakai
misalnya dan memanfaatkan tubuh penderita ebagai sarana untuk menghentikan pergerakan
daerah cidera contoh pada pasien fraktur pada tangan
I.        MACAM BIDAI
1.      Mitela

a.       Bahan mitela terbuat dari kain berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Panjang
kaki antara 50-100 cm.
b.      Pemabalutan ini dipergunakan pada bagian kaki yang berbentuk bulat atau untuk menggantung
bagian tubuh yang cedera.
c.       Pembalutan ini bisa dipakai pada cedera dikepala, bahu, dada, siku, telapak tangan dan kaki,
pinggul serta untuk menggantung lengan.
2.      Dasi 
a.       Pembalut ini adalah mitela yang dilipat-lipat dari satu sisi segitiga agar menjadi beberapa lapis
dan bentuk seperti pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan lebarnya antara 5-10 cm.
b.      Pembalut ini bisa dipakai pada saat membalut mata, dahi rahang, ketiak, lengan, siku, paha,
serta lutut betis, dan kaki yang terkilir.
3.      Pita (Gulungan)
a.       Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kasa, bahan elastic. Bahan yang paling sering
adalah dari kasa karena mudah menyerap air, darah, dan tidak mudah bergeser (kendur).
b.      Macam-macam pembalut yang digunakan adalah sebagai berikut;
1)      Lebar 2,5 cm : untuk jari-jari
2)      Lebar 5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan.
3)      Lebar 7,5 cm : untuk kepala, lengan atas dan bawah, betis dan kaki.
4)      Lebar 10 cm : untuk paha dan sendi panggul.
5)      Lebar 15 cm : untuk dada, perut, punggung.

J.      PROSEDUR DASAR PEMBIDAIAN


1.      Persiapan penderita 
a.       Menenangkan penderita ,jelaskan bahwa akan memberikan pertolongan.
b.      Pemeriksaan mencari tanda fraktur /dislokasi
c.       Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan 
d.      Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan /memindahkan korban jika
keadaan tidak mendesak.
e.       Jika ada luka terbuka tangani segera luka dan pendarahan dengan menggunakan cairan
antiseptik dan tekan perdarahan dengan kassa steril
f.       Jika mengalami deformitas yang berat dan adanya gangguan pada denyut nadi ,sebaiknya
dilakukan telusuran pada ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses pelurusan harus hati-
hati agar tidak memperberat .
g.      Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekan kkuku pada ekstremitas yang cedera dengan
ekstremitas yang tidak cedera secara bersamaan. Periksa apakah pengembalian warna merah
secara bersamaan /mengalami keterlambatan pada ekstremitas yang cedera. Jika terjadi gangguan
sirkulasi segera bawa ke RS.Jika terjadi edema pada daerah cedera ,lepaskan perhiasan yang
dipakai penderita .
h.      jika ada fraktur terbuka dan tampak tulang keluar. Jangan pernah menyentuh dan
membersihkan tulang tersebut tanpa alat steril karena akan memperparah keadaan .
2.      Persiapan alat 
a.       Bidai dalam bentuk jadi /bidai standart yang telah dipersiapkan 
b.      Bidai sederhana (panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan
dibidai )contoh :papan kayu, ranting pohon.
c.       Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu) sebaiknya dibalut dengan bahan yang lebih lembut
(kain, kassa, dsb)
d.      Bahan yang digunakan sebagai pembalut pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan
lainnya. Bahan yang digunakan harus bisa membalut dengan sempurna pada ekstremitas yang
dibidai namun tidak terlalu ketat karena dapat menghambat sirkulasi

K.    TINDAKAN PELAKSANAAN PEMBIDAIAN


1.      Pembidaian meliputi 2 sendi, sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi dibawah dan
diatas patah tulang .Contoh :jika tungkai bawah mengalami fraktur maka bidai harus bisa
memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut 
2.      Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati dan jangan memaksa
gerakan ,jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan apa adanya 
3.      Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan dapat dilakukan traksi,tapi jika pasien
merasakan nyeri ,krepitasi sebaiknya jangan dilakukan traksi, jika traksi berhasil segara
fiksasi,agar tidak beresiko untuk menciderai saraf atau pembuluh darah.
4.      Beri bantalan empuk pada anggota gerak yang dibidai 
5.      Ikatlah bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan mengikat tepat didaerah fraktur dan
jangan terlalu ketat

L.     PRINSIP PEMBERIAN BALUT BIDAI


1.      Prinsip pembalutan
a.       Rapat dan rapi
b.      Jangan terlalu longgar
c.       Ujung jari dibiarkan terbuka untuk mengetahui funsi sirkulasi
d.      Bila ada keluhan terlalu erat longgarkan
2.      Prinsip pembidaian
a.       Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cedera.
b.      Lakukan pembidaian pada dugaan terjadinya patah tulang.
c.       Melewati minimal dua sendi yang berbatasan
d.      Untuk pemasangan spalk pada saat pemasangan infuse pada bayi dan anak-anak yang
hiperaktivitas

M.   PERALATAN
1.      Pembalut yang sesuai (Mitella/dasi/pita)
2.      Spalk
3.      Plaster
4.      Kasa steril
5.      Handscoon dalam bak instrumen
6.      Betadine dan cairan desinfektan dalam kom
7.      Bengkok 
8.      Korentang
9.      Gunting plester

N.    KOMPLIKASI
1.      Dapat menekan jaringan pembuluh darah / syaraf dibawahnya bila bidai terlalu ketat
2.      Bila bidai terlalu longgar masih ada gerakan pada tulang yang patah
3.      Menghambat aliran darah
4.      Memperlambat transportasi penderita bila terlalu lama melakukan pembidaian
5. Bula, kegagalan flap/graf
6. Risiko perdarahan/hematima yang meningkatkan
7. Infeksi  gram negatif, infeksi Candida
8. Nyeri dan perdarahan saat penggantian balutan
9. Iritan/dermattis kontak alergi
O.    KOMPARTEMEN SINDROM
1.    DEFINISI
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di
dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Ruangan
tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen meningkat,
perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik.
Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang.
(1,2,3)
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik, tergantung dari
penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala. Penyebab umum terjadinya
sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka
bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang
misalnya lari.
2.    ETIOLOGI
Penyebab terjadinya sindroma kompartemen adalah tekanan di dalam kompartemen yang
terlalu tinggi, lebih dari 30 mmHg. Adapun penyebab terjadinya peningkatan tekanan
intrakompartemen adalah peningkatan volume cairan dalam kompartemen atau penurunan
volume kompartemen.
Peningkatan volume cairan dalam kompartemen dapat disebabkan oleh :
a.       Peningkatan permeabilitas kapiler, akibat syok, luka bakar, trauma langsung.
b.      Peningkatan tekanan kapiler, akibat latihan atau adanya obstruksi vena.
c.       Hipertrofi otot.
d.      Pendarahan.
e.       Infus yang infiltrasi.
f.       Penurunan volume kompartemen dapat disebabkan oleh : Balutan yang terlalu ketat

3.    KLASIFIKASI
Pada regio brachium, kompartemen dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
A.    Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus
median.
B.     Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous
posterior.
Pada regio antebrachium, kompartemen dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
A.    Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus
median.
B.     Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous
posterior.
C.     Mobile wad : otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis brevis, otot
brachioradialis
Pada regio wrist joint, kompartemen dibagi menjadi 6 bagian yaitu :
A.    Kompartemen I : otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.
B.     Kompartemen II : otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi radialis longus.
C.     Kompartemen III : otot ekstensor pollicis longus.
D.    Kompartemen IV : otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
E.     Kompartemen V : otot ekstensor digiti minimi.
F.      Kompartemen VI : otot ekstensor carpi ulnaris.
Pada regio cruris, kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
A.    Kompartemen anterior : otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki, nervus peroneal
profunda.
B.     Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.
C.     Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural.
D.    Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki, nervus tibia.

4.      PATOFISIOLOGI
Perkembangan sindroma kompartemen tergantung tidak hanya pada tekanan
intrakompartemen tapi juga tekanan sistemik darah. Patofisiologi sindroma kompartemen
melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia.
Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan
kapiler kolaps, nutrisi tidak dapat mengalir keluar ke sel-sel dan hasil metabolisme tidak dapat
dikeluarkan. Hanya dalam beberapa jam, sel-sel yang tidak memperoleh makanan akan
mengalami kerusakan. Pertama-tama sel akan mengalami pembengkakan, kemudian sel akan
berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi pembengkakan lebih lanjut.
Pembengkakan yang terus bertambah menyebabkan tekanan meningkat.
Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen
juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi
vasoaktif (misal : histamin, serotonin) yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-
kapiler terjadi kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat
kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis.
5.      GEJALA KLINIS
A.    Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena, ketika ada trauma langsung.
B.     Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat, abu-abu atau
keputihan.
C.     Parestesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal pada daerah lesi.
D.    Paralisis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi, merupakan
tanda yang lambat diketahui.
E.     Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi) : akibat adanya gangguan perfusi arterial.

6.      PENGUKURAN TEKANAN KOMPARTEMEN


Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam membantu menegakkan
diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan kompartemen dilakukan pada pasien dengan penurunan
kesadaran yang dari pemeriksaan fisik tidak memberi hasil yang memuaskan. Pengukuran
tekanan kompartemen dapat dilakukan dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter.
Prosedur pengukuran tekanan kompartemen, antara lain :
A.    Teknik injeksi
Jarum ukuran 18 dihubungkan dengan spoit 20 cc melalui saluran salin dan udara. Saluran ini
kemudian dihubungkan dengan manometer air raksa standar. Setelah jarum disuntikkan ke dalam
kompartemen, tekanan udara dalam spoit akan meningkat sehingga meniskus salin-udara tampak
bergerak. Kemudian tekanan dalam kompartemen dapat dibaca pada manometer air raksa.
B.     Teknik Wick kateter
Wick kateter dan sarung plastiknya dihubungkan ke transducer dan recorder. Kateter dan
tabungnya diisi oleh three-way yang dihubungkan dengan transducer. Sangat perlu untuk
memastikan bahwa tidak ada gelembung udara dalam sistem tersebut karena memberi hasil yang
rendah atau mengaburkan pengukuran. Ujung kateter harus dapat menghentikan suatu meniskus
air sehingga dapat dipastikan dan diketahui bahwa dalam jaringan tersebut dilewati suatu trocar
besar, kemudian jarumnya ditarik dan kateter dibalut ke kulit.
7.      TERAPI
Penanganan sindroma kompartemen meliputi :
A.    Terapi medikal / non bedah
1.      Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang
minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat
iskemia
2.      Pada kasus penurunan volume kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut kontriksi dilepas
3.      Mengoreksi hipoperfusi dengan cara kristaloid dan produk darah
4.      Pemberian mannitol, vasodilator atau obat golongan penghambat simpatetik
B.     Terapi pembedahan / operatif
Fasciotomi adalah pengobatan operatif pada sindroma kompartemen dengan stabilisasi fraktur
dan perbaikan pembuluh darah. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6
jam.Terapi untuk sindroma kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi
panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka
tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua,
biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau
jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk
menutup luka ini.
Adapun indikasi untuk melakukan fasciotomi adalah :
1.      Ada tanda-tanda klinis dari sindroma kompartemen.
2.      Tekanan intrakompartemen melebihi 30 mmHg.

8.      FASCIOTOMI PADA REGIO CRURIS


Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen regio cruris : fibulektomy, fasciotomi insisi
tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang
dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat
digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif.
A.    Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) :
Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula
sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan
sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen
anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi
kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval
ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal
ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan
inisisi secara longitudinal.
B.     Fasciotomi insisi ganda (Mubarak dan Hargens) :
Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput
tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal
dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian
posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis
anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal
pada garis tubulus fibula.
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi
subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus saphenus ditarik ke
anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior
profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat
insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior
profunda. Setelah kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis
posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka.

9.      FASCIOTOMI PADA REGIO ANTEBRACHIUM


A.    Pendekatan volar (Henry)
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan dengan insisi
tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah
tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi
dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep,
bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjang kea rah distal
sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial
diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan.(1,19)
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian
ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang
akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus, dan
pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor
profunda, harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa
dekompresi yang adekuat telah dilakukan.
B.     Pendekatan Volar Ulnar
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry. Lengan
disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke
bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar.
Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke
carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor
digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris,
yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi.
C.     Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus
diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan
dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi
kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus
meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari
epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan. Batas antara ekstensor carpi radialis brevis
dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.

10.  KOMPLIKASI
A.    Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis jaringan,
selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut.
B.     Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan kelanjutan
dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu
atau bulan.
C.     Infeksi.
D.    Hipestesia dan nyeri.
E.     Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut,
sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis
kegagalan organ secara multisistem.

P.     PERSIAPAN
1.      PERSIAPAN PASIEN
a.       Menenangkan penderita ,jelaskan bahwa akan memberikan pertolongan.
b.      Pemeriksaan mencari tanda fraktur /dislokasi
c.       Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
d.      Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan /memindahkan korban jika
keadaan tidak mendesak.
e.       Jika ada luka terbuka tangani segera luka dan pendarahan dengan menggunakan cairan
antiseptik dan tekan perdarahan dengan kassa steril
f.       Jika mengalami deformitas yang berat dan adanya gangguan pada denyut nadi ,sebaiknya
dilakukan telusuran pada ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses pelurusan harus hati-
hati agar tidak memperberat .
g.      Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekan kuku pada ekstremitas yang cedera dengan
ekstremitas yang tidak cedera secara bersamaan. Periksa apakah pengembalian warna merah
secara bersamaan /mengalami keterlambatan pada ekstremitas yang cedera.
h.      Jika terjadi gangguan sirkulasi segera bawa ke RS
i.        Jika terjadi edema pada daerah cedera ,lepaskan perhiasan yang dipakai penderita
j.        Jika ada fraktur terbuka dan tampak tulang keluar. Jangan pernah menyentuh dan
membersihkan tulang tersebut tanpa alat steril karena akan memperparah keadaan .

2.      PERSIAPAN LINGKUNGAN
Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman

Q.    PROSEDUR KERJA
1.      Memberi salam
2.      Jelaskan prosedur kepada klien dan menanyakan keluhan yang dirasakan.
3.      Mencuci tangan
4.      Menjaga privasi klien dengan membuka bagian yang akan dilakukan tindakan atau menutup
tirai. 
5.      Melihat bagian tubuh mana yang akan dibalut.
6.      Atur posisi klien tanpa menutupi bagian tubuh yang akan dilakukan tindakan.
7.      Lepaskan pakaian yang menutupi tempat untuk mengambil tindakan.
8.      Perhatikan tempat yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan berikut:
a.       Bagian dari tubuh mana
b.      Apakah ada luka terbuka atau tidak
c.       Bagaimana luas luka tersebut
d.      Apakah perlu membatasi gerak tubuh tertentu atau tidak
e.       Memakai sarung tangan steril
f.       Pilih jenis balutan yang akan dipergunakan atau dikombinasi.
g.      Sebelum dibalut, jika luka terbuka, perlu diberi desinfektan.
h.      Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan hal berikut:
1)      Dapat membatasi pergeseran atau gerak tubuh lainnya
2)      Sesedikit mungkin membatasi gerak tubuh yang lain
3)      Tidak mengganggu peredaran darah misalnya pada saat membalut berlapis-lapis
i.        Cara melakukan pembalutan
1)      Cara membalut dengan mitela
a.       Salah satu mitela dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali.
b.      Pertahankan sisi yang telah terlipat terletak diluar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik
secukupnya dan kedua ujung sisi diikat.
c.       Salah satu ujung bebas lainnya ditarik dan dapat diikat pada lipatan, diikat pada tempat lain,
atau dapat dibiarkan bebas. Hal ini tergantung pada tempat dan kepentingan.
2)      Cara membalut dengan dasi
a.       Pembalut mitela dilipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing-masing
ujung lancip.
b.      Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikat.
c.       Diusahakan agar balutan tidak mudah kendur dengan cara sebelum diikat arahnya saling
menarik.
d.      Kedua ujungnya diikatkan secukupnya.
3)      Cara membalut dengan pita
a.       Berdasarkan besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalut pita dengan ukuran
lebar yang sesuai.
b.      Balutan pita yang biasanya terdiri atas beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang
diletakkan dari proksimal kedistal menutup sepanjang bagian tubuih yang akan dibalut,
kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan
tumpang tindih antara bebatan yangn satu dengan bebatan berikutnya. 
c.       Kemudian ujung yang didalam ditarik dan diikat dengan ujung yang lain

R.    EVALUASI
1.      Mencatat tindakan pemasangan perban dan respon klien dalam catatan keperawatan.
2.      Mencatat warna, kehangatan, nadi, dan mati rasa.
3.      Mencatat hasil tindakan perawatan luka yang mencakup data subyektif dan obyektif, analisa
dan planning.
4.      Evaluasi hasil pembalutan ; mudah lepas/longgar, terlalu ketat (mengganggu peredaran darah /
gerakan)
5.      Evaluasi perasaan klien

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Balut bidai ialah pertolongan pertama dgn pengembalian anggota tubuh yg dirasakan
cukup nyaman & pengiriman korban tiada gangguan rasa nyeri. (Muriel Street, 1995)
Balut bidai ialah suatu cara buat menstabilkan/menunjang persendian dlm memanfaatkan
sendi yg benar/melindungi trauma dari luar (Barbara C Long, 1996)
Jadi balut bidai ialah suatu balutan yg dibalutkan pada area tubuh tertentu dgn
memanfaatkan perban/mitela yg biasanya disangga balok kayu ataupun besi tujuannya buat
melindungi trauma, mengurangi pergerakan pada daerah patah / retak.

B.     SARAN
Diaharapkan mahasiswa / mahasiswi dapat mengetahui tentang balut bidai.

DAFTAR PUSTAKA

Ely, A dkk.1996. Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis III Buat Mahasiswa D-3
Keperawatan. Jakarta: Salemba.

Mancini, Mary E. 1994. Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta : EKG.

Mohamad, Kartono. 1991. Pertolongan Pertama. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan medik. Jakarta : Binarupa Aksara.

Schaffer, dkk. 2000. Pencegahan Infeksi & Praktek Yg Aman. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai