Anda di halaman 1dari 28

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) DAN KERANGKA

KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA (KKNI) SERTA STANDAR


NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI (SNPT) DI PERGURUAN TINGGI

Makalah

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Desain Pembelajaran


Biologi Yang dibina oleh Ibu Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd

Oleh:
Kelompok 3
Kelas B 2017

1. Arfiatul Isnaini (170341864503)


2. Mohlisin (170341864525)
3. Riska Muliyana (170341864528)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BIOLOGI
September 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan taufik,hidayah, akal dan
pertolonganNya sehingga penulisan makalah pengembangan desain pembelajaran
biologi yang berjudul Kurikulum Berbasis Kompetensi dan KKNI Di Perguruan
Tinggi Serta Standar Nasional Pendidikan Tinggi dapat diselesaikan tepat waktu
dengan segala keterbatasan serta kekurangan yang berada didalamnya. Shalawat
serta salam semoga tetap terhaturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
menjadi panutan dan telah membawa manusia dari jaman kebodohan menuju
dunia yang penuh dengan pengetahuan hasil pemikiran manusia seperti saat ini.
Makalah ini diharapkan dapat membantu semua pembaca dan dapat
bermanfaat dalam memberikan informasi kepada mahasiswa pascasarjana
pendidikan Biologi untuk mendapatkan pengetahuan tentang Kurikulum
Berbasis Kompetensi dan KKNI Di Perguruan Tinggi Serta Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.
Penulis menyadari bahwa tulisan dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
konstruktif untuk perbaikan tulisan ini sangat diharapkan dari para pembaca
khusunya. Sekian, semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi
penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya.

Malang, 19 September 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu serta berkembnagnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, tuntutan terhadap dunia pendidikan semakin tinggi dan
kompleks, salah satunya terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas
dan kompeten yang mampu bersaing. Berkembangnya negara didasarkan pada
perkembangan pada rakyat itu sendiri, untuk menjadi pribadi yang mampu
bersaing dengan negara lain, maka suatu negara memiliki tujuan mencerdaskan
bangsa, salah satu hal untuk mendukung tujuan terealisasinya tujuan tersebut
adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Upaya pemerintah
unutk meningkatkan kulaitas pendidikan adalah dengan adanya perubahan
kurikulum dari masa ke masa.
Perubahan-perubahan mendasar pendidikan tinggi yang berlangsung di
abad XXI, akan meletakkan kedudukan pendidikan tinggi sebagai: (i) lembaga
pembelajaran dan sumber pengetahuan, (ii) pelaku, sarana dan wahana
interaksi antar pendidikan tinggi dengan perubahan pasaran kerja, (iii) lembaga
pendidikan tinggi sebagai tempat pengembangan budaya dan pembelajaran
terbuka untuk masyarakat dan, (iv) pelaku, sarana dan wahana kerjasama
internasional (Direktorat, 2008).
Kebutuhan akan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, pemerintah
Indonesia perlu menyelaraskan pendidikan dengan dunia kerja. Pentingnya
peningkatan mutu pendidikan dan ketenagakerjaan nasional maupun
internasional, maka diperlukan pembahasan mengenai Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan
Standar Nasional Perguruan Tinggi (SNPT) dalam penerapannya di perguruan
tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah
ini sebagai berikut.
1. Bagaimana implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam
perguruan tinggi?
2. Bagaimana strategi implementasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) dalam perguruan tinggi?
3. Bagaimana penerapan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) di
perguruan tinggi?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut.
1. Untuk mengkaji implementasi kurikulum KBK dalam perguruan tinggi.
2. Untuk mengkaji implementasi KKNI dalam perguruan tinggi.
3. Untuk mengkaji penerapan SNPT dalam perguruan tinggi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)


1. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum (menurut SK Mendiknas No. 232/ U/ 2000 Ps. 1 butir 6)
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan
kajian dan pelajaran serta cara penyampaiannya dan penilaiannya yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di
perguruan Tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan Kompetensi (dalam
SK Mendiknas No. 045/ U/ 2002, Pasal. 21) adalah seperangkat tindakan
cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di
bidang pekerjaan tertentu. Jadi Kurikulum berbasis Kompetensi ialah
kurikulum yang disusun berdasarkan atas elemen-elemen kompetensi yang
dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama,
kompetensi pendukung, dan kompetensi lain sebagai a method of inquiry
yang diharapkan.
2. Ciri-ciri Rancangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Menyatakan secara jelas rincian kompetensi peserta didik sebagai
luaran proses pembelajaran.
b. Materi ajar dan proses pembelajaran serta cara penilaian didesain
dengan orientasi pada pencapaian kompetensi dan berfokus pada minat
peserta didik.
c. Lebih mensinergikan dan mengintegrasikan penguasaan ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif.
d. Proses penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada kemampuan untuk
menjadi kreatif dan inovatif secara prosedural atas dasar pemahaman
penerapan, analisis, dan evaluasi yang benar.
e. Disusun oleh penyelenggara pendidikan tinggi dan pihakpihak
berkepentingan terhadap lulusan pendidikan tinggi (masyarakat profesi
dan pengguna lulusan).
f. Menyediakan peta pikiran yang jelas dalam hal proses pembelajaran
bermutu dalam mengisi kerangka pokok pilihan perguruan tinggi yang
bersangkutan.
3. Perubahan Kurikulum Berbasis Isi ke Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Pemerintah melakukan perubahan kurikulum di perguruan tinggi dari
kurikulum berbasis isi menjadi kurikulum berbasis kompetensi. Perubahan
kurikulum berarti perubahan dalam perangkat pembelajaran. Definisi
kurikulum menurut Kepmendiknas No: 232/U/2000 berbunyi:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaiannya dan
penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar di perguruan tinggi.
Perubahan kurikulum juga berarti perubahan proses pembelajaran.
Artinya, proses pembelajarannya tidak hanya merupakan suatu proses alih
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga merupakan suatu proses
pembekalan yang berupa metode inquiry/penggalian (method of inquiry)
seseorang yang berkompeten dalam berkarya di masyarakat. Dengan
demikian, secara jelas tampak bahwa perubahan kurikulum berbasis pada
penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan (Kurikulum Berbasis
Isi/KBI) menurut SK Mendikbud No.056/U/1994, menjadi Kurikulum
Berbasis Kompetensi/KBK (SK Mendiknas No. 232/U/2000) mempunyai
beberapa harapan keunggulan yaitu:
Keluaran hasil pendidikan (outcomes) yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, kebutuhan dunia usaha/industry, dan kebutuhan
profesi. Dengan pengertian bahwa keluaran merupakan kemampuan
mengintegrasikan keahlian intelektual, knowledge dan afektif dalam sebuah
perilaku secara utuh.
Beberapa perubahan konsep dari kurikulum berbasis isi (Kepmendikbud
056/U/1994) ke kurikulum berbasis kompetensi (Kepmendiknas no.
232/U/2000 dan 045/U/2002) dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Perubahan Konsep Kurikulum

4. Pembelajaran dalam KBK


Dari kurikulum Berbasis Isi ke kurikulum KBK dilakukan proses
perubahan dalam proses dan meteri pembelajaran di perguruan tinggi, dari
Teacher-Centered Content- Oriented (TTCO), menjadi Student-Centered-
Learning (SCL) yang disesuaikan dengan keadaan perguruan tingginya,
seperti yang disajikan pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Perbedaan TCL dan SCL
a. Metode Pembelajaran dalam KBK
Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya
adalah: (1) Small GroupDiscussion; (2) Role-Play & Simulation; (3)
Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning
(SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning
(CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning
(PjBL); dan (10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL).
Dalam memilih metode pembelajaran perlu diperhatikan kaitan
antar unsur-unsur berikut, seperti yang tersaji pada Gambar 2.1, yaitu:
(1) mahasiswa; (2) materi ajar/bahan kajian; dan (c). sarana/alat
pembelajaran. Kaitan pertama adalah hubungan antara mahasiswa
dengan bahan kajian yang akan dipelajari, aspek yang penting adalah
mengukur tingkat kesulitan atau kompleksitas bahan kajian terhadap
tingkat kemampuan mahasiswa yang akan belajar.Kedua adalah kaitan
antara mahasiswa dengan sarana pembelajaran, perlu diperhatikan
tingkat efisiensinya. Beda jumlah mahasiswa per kelas tentu beda
dalam menetapkan sarana/alat pembelajaran yang digunakan agar
efisien dalam mencapai kompetensi. Misal pemberian ringkasan
kuliah untuk jumlah mahasiswa yang besar kemudian dibahas
berkelompok akan lebih efektif dari pada diceramahkan, bila yang
akan dicapai adalah penguasaan teoritis. Ketiga adalah kaitan antara
tingkat kesulitan dan macam bahan kajian/ keilmuan dengan sarana
pembelajaran yang dipilih. Dengan mempertimbangkan ketiga kaitan
tersebut, yang tetap menjadi fokus dalam memilih metode
pembelajaran adalah kesesuaian dengan kemampuan/ kompetensi
(learning outcome) yang ingin dicapai dari suatu tahapan
pembelajaran.
Gambar 2.1. Unsur yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Metode
Pembelajaran
b. Rancangan Pembelajaran dalam KBK
Bentuk rancangan pembelajaran yang lazim terdiri dari Garis-
garis Besar Perencanaan Pengajaran (GBPP) yang merupakan rencana
kegiatan pengajaran selama satu semester, dan Satuan Acara
Pengajaran (SAP) yang merupakan rincian kegiatan disetiap
minggunya atau setiap kegiatan tatap muka. GBPP disusun
berdasarkan Analisis instruksional yang merupakan rangkaian
pencapaian tujuan instruksional/ tujuan pengajaran. Rumusan tujuan
instruksional lebih banyak pada ranah kognitif , karena rencana ini
sangat dipengaruhi paradigma lama (yang telah diuraikan diatas)
sehingga kegiatan yang disusun sebagian besar berupa perkuliahan/
ceramah yang diakhiri dengan ujian tulis baik di tengah semester atau
di akhir semester. Disini kegiatan pengajaran sebagai proses
dipisahkan dengan hasil belajar. Secara sistem semua uraian diatas
tergambarkan dalam Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2. Sistem Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran suatu mata kuliah, seperti yang tersaji


pada Gambar 2.3 akan memuat: (a) rumusan kemampuan akhir yang
harus dicapai disetiap tahapan pembelajaran yang bila semua tahap
telah dilakukan diharapkan kompetensinya bisa tercapai; (b) waktu
yang disediakan untuk mendapatkan kemampuan tahapan tadi; (c)
strategi/bentuk pembelajaran yang diterapkan untuk mencapai
kemampuan akhir tiap tahapan; (d) bahan kajian tiap tahap; (e) kriteria
penilaian yang terkait dengan kemampuan akhir yang diharapkan
untuk setiap kegiatan pembelajaran; dan (f) bobot nilai di tiap tahap
pembelajaran.

Gambar 2.3. Format Rencana Pembelajaran KBK


Disamping rancangan pembelajaran satu semester seperti diatas,
diperlukan perencanaan atau panduan tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh mahasiswa dalam mencapai suatu kemampuan
tertentu yang ditetapkan dalam suatu tahapan pembelajaran, seperti
yang tersaji pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Format Rancangan Tugas

B. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)


Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menjadi sebuah
tonggak sejarah baru (milestone) bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia
agar menghasilkan sumber daya manusia berkualitas dan bersaing di tingkat
global. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 pada
pasal 1 menyatakan bahwa:
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya
disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifiasi
kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan
mengintergrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan
kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai
sector.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka


perjenjangan kualifikasi sumber daya manusia indonesia yang menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor
pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan
kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan. KKNI
merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait dengan
sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional dan sistem
penilaian kesetaraan capaian pembelajaran (learning outcomes) nasional, yang
dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia dari capaian
pembelajaran yang bermutu dan produktif.
KKNI menyatakan sembilan jenjang kualifikasi sumber daya manusia
indonesia yang produktif. Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang KKNI
secara komprehensif mempertimbangkan sebuah capaian pembelajaran yang
utuh, yang dapat dihasilkan oleh suatu proses pendidikan baik formal, non
formal, informal, maupun pengalaman mandiri untuk dapat melakukan kerja
secara berkualitas. Deskripsi setiap jenjang kualifikasi juga disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni, serta perkembangan
sektor pendukung perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, seperti
perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan aspek lain yang terkait.
Capaian pembelajaran juga mencakup aspek pembangun jati diri bangsa yang
tercermin dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal
Ika yaitu menjunjung tinggi pengamalan kelima sila Pancasila dan penegakan
hukum, serta mempunyai komitmen untuk menghargai keragaman agama,
suku, budaya, bahasa, dan seni yang tumbuh dan berkembang di bumi
Indonesia.
KKNI dengan level-9 sebagai jenjang tertinggi tidak serta merta berarti
bahwa jenjang tersebut lebih tinggi daripada jenjang kualifikasi yang berlaku di
Eropa (8 level) dan Hongkong (7 level), atau sebaliknya lebih rendah daripada
jenjang kualifikasi yang berlaku si Selandia Baru dan Australia (10 level), atau
Scotlandia (12 level). Hal ini lebih tepat dimaknai bahwa jenjang kualifikasi
pada KKNI dirancang sedemikian rupa sehingga kualifikasi pada setiap level
bersesuaian antara mutu lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan pengguna
lulusan, kultur pendidikan dan pelatihan, serta jenis dan sifat pendidikan tinggi
yang berlaku di Indonesia. KKNI juga diposisikan sebgai rujukan yang netral
(neutral reference) dalam proses penyetaraan capaian pembelajaran yang
diperoleh melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal dalam Sistem
Pendidikan Nasional dengan kompetensi kerja yang dicapai melalui
pengalaman kerja atau proses pelatihan di luar ranah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Secara skematik, pencapaian setiap jenjang atau peningkatan
ke jenjang yang lebih tinggi pada KKNI dapat dilakukan melalui berbagai
tapak jalan (pathways) atau kombinasi dari tapak tersebut. Gambar 2.5
mengilustrasikan empat tapak jalan, yaitu pendidikan formal, pengembangan
profesi, peningkatan karier di industri/dunia kerja, serta tapak jalan berupa
akumulasi pengalaman individual untuk mencapai jenjang kualifikasi tertentu.
Tapak jalan pengembangan profesi sendiri dapat dilakukan oleh seseorang
melalui pendidikan formal, pelatihan, dan/atau akumulasi pengalaman.

Gambar 2.5. Pencapaian Jenjang KKNI Melalui Berbagai Tapak Jalan


(Sumber: Santoso, et al., 2015)

KKNI juga dapat dijadikan panduan oleh asosiasi profesi di tingkat


nasional untuk menetapkan kriteria penilaian kemampuan atau keahlian yang
dimiliki seorang calon anggota sebelumnya atau seorang anggota yang ingin
meningkatkan jenjang predikat keanggotaannya. Sektor lain seperti dunia
usaha, birokrasi pemerintahan, dan industri juga membutuhkan KKNI sebagai
pedoman untuk merencanakan pengelolaan dan peningkatan mutu sumber daya
manusianya secara lebih komprehensif dan akurat, baik yang berhubungan
dengan sistem karier, remunerasi, maupun pola rekrutmen baru.
1. Landasan Hukum
KKNI memiliki kedudukan formal yuridis dalam bentuk Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2012, sebagai penjabaran langsung dari
peraturan yuridis formal yang lebih tinggi yang tercakup di dalam UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, PP No. 31/2006 tentang Sistem
Pelatihan Kerja Nasional, serta peraturan perundangan lain yang terkait
dengan aspek mutu, sertifikasi, dan kualifikasi ketenagakerjaan yang
diterbitkan oleh Kementerian atau lembaga berwenang lainnya. Peraturan
Presiden Nomor 8 tahun 2012 secara tidak langsung merupakan turunan
dari UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya
dalam mengejawantahkan aturan UU No. 20/2003 terkait dengan:
a. Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 3,4,6, 11, dan 12.
b. Bab III, Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 4, Ayat 1,2,3, dan
6.
c. Bab IV, Hak dan kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat,
dan Pemerintah, Bagian Kesatu, Hak dan Kewajiban Warga Negara,
Pasal 5.
d. Bab V, Peserta Didik, pasal 12, Ayat 1 Butir E
e. Bab VI, Jalur, jenjang, dan Jenis Pendidikan:
f. Bab XI, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pasal 42, Ayat 1, 2, dan
3.
g. Bab XVI, Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi, Bagian Ketiga,
Sertifikasi, pasal 61, Ayat 1, 2, 3, dan 4.

KKNI juga disusun sebagai respon dari ratifikasi yang dilakukan


Indonesia pada tanggal 16 Desember 1983 dan diperbaharui tanggal 30
Januari 2008 terhadap konvensi UNESCO tentang pengakuan pendidikan,
diploma, serta gelar pendidikan tinggi di Asia dan Pasifik (The
International Convention On The Recognition Of Studies, Diplomas And
Degrees In Higher Education In Asia And The Pasific). Konvensi tersebut
telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2007.
2. Manfaat KKNI
KKNI dimaksudkan sebagai pedoman untuk:
a. Menetapkan kualifikasi capaian pembelajaran yang diperoleh melalui
pendidikan formal, non formal, dan informal atau pengalaman kerja;
b. Menetapkan skema pengakuan kualifikasi capaian pembelajaran yang
diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, dan informal atau
pengalaman kerja;
c. Menyetarakan kualifikasi di antara capaian pembelajaran yang
diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, dan informal atau
pengalaman kerja;
d. Mengembangkan metode dan sistem pengakuan kualifikasi tenaga
kerja dari negara lain yang akan bekerja di Indonesia.
3. Dampak Penerapan KKNI
Pada jangka panjang, penerapan KKNI akan berdampak pada:
a. Meningkatnya kuantitas sumber daya manusia Indonesia yang
bermutu dan berdaya saing internasional agar dapat menjamin
terjadinya peningkatan aksebilitas sumber daya manusia Indonesia ke
pasar kerja nasional dan internasional;
b. Meningkatnya kontribusi capaian pembelajaran yang diperoleh
melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal atau pengalaman
kerja dalam pertumbuhan ekonomi nasional;
c. Meningkatnya mobilitas akademik untuk meningkatkan saling
pengertian, solidaritas, dan kerja sama pendidikan tinggi antar negara
di dunia;
d. Meningkatnya pengakuan negara lain, baik secara bilateral, regional,
maupun internasioanl kepada Indonesia tanpa meninggalkan ciri dan
kepribadian bangsa Indonesia.
4. Strategi Implementasi KKNI Secara Nasional
Dalam era globalisasi saat ini, pergerakan tenaga kerja antar negara
akan makin mengalir sehinga tuntutan terhadap pengelolaan serta
peningkatan mutu tenaga kerja nasional serta kesetaraan kualifikasinya
dengan tenaga kerja asing akan menjadi salah satu tantangan terbesar bagi
pengembangan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa KKNI harus mampu menjadi rujukan penataan
tenaga kerja Indonesia di berbagai sektor kegiatan perekonomian formal
dan informal dengan menetapkan jenjang kualifikasi yang jelas serta
kesetaraannya dengan kualifikasi negara lain di dunia, sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Hubungan Kualifikasi Lulusan Pendidikan Formal dengan Pasar Kerja
(Sumber: Chandra, et al., 2015)

Karena begitu banyak dan bervariasinya kualitas produk


pendidikan formal, nonformal, dan informal, KKNI berperan sebagai
rujukan bagi semua jenis lembaga pendidikan atau pelatihan yang
bertanggung jawab dalam mepersiapkan angkatan kerja Indonesia menjadi
tenaga kerja yang berkualifikasi atau bertanggung jawab terhadap
pemulihan kelompok penganggur yang belum memperoleh pekerjaan
tetap. Tenaga kerja yang belum memenuhi kualifikasi KKNI karena mutu
dan kinerja yang dihasilkan tidak terukur atau belum sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh pengguna tenaga kerja dapat meningkatkan
kualifikasinya melalui pendidikan atau pelatihan tambahan pada lembaga
yang telah memiliki program yang sesuai dengan kriteria KKNI.
5. Pembentukan Badan Kualifikasi Nasional Indonesia (BKNI)
Dengan memahami luasnya cakupan permasalahan, banyaknya pihak
yang berkepentingan serta hubungan internasional antar negara yang harus
secara paralel ditangani selama pengembangan dan implementasi KKNI,
diperlukan pembentukan badan di tingkat nasional yang mampu
melakukan penataan dan pengelolaan program berkaitan dengan KKNI.
Maka akan dikaji pembentukan Badan Kualifikasi Nasional Indonesia
(BKNI) yang secara umum bertanggung jawab dalam keberhasilan
implementasi KKNI di Indonesia. BKNI berperan internal sebagai
penjaminan keberlangsungan dan pengembangan sistem KKNI, sedangkan
eksternal sebagai pelaksana koordinasi dan pengembangan mekanisme
implementasi KKNI dengan institusi, lembaga, ataupun pihak lain yang
terkait dan relevan dalam penyeleggaraan KKNI.
Untuk dapat melakukan tugas itu, BKNI perlu mempunyai
kewenangan sebagai lembaga yang memberikan masukan, konsultasi, dan
pembimbingan/pendampingan, serta mendorong dan memfasilitasi
terjadinya proses penerapan KKNI secara benar. BKNI secara berkala
meninjau perangkat KKNI seperti peraturan, diskriptor, panduan,
mekanisme sosialisasi, dokumen standar implementasi, dan aspek
pendukung lainnya, serta melakukan penyesuaian, pengubahan,
pengembangan, ataupun langkah penjaminan mutu yang menjadikan
KKNI selalu sesuai pada kebutuhan dan fungsi terbaru.
Kemitraan antara BKNI dengan Badan Akreditasi Nasional (BAN),
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP), dan asosiasi profesi selayaknya mampu membangun
koordinasi yang simbiotik mutualisme. Seyogyanya, KKNI menjadi basis
pengembangan dan penyusunan Standar Nasional Pendidikan (SNP) oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dan Standar Kompetensi
Profesi oleh BNSP, yang dapat dirujuk lebih lanjut oleh BAN, Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP), Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK), dan
Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).
Diagram pada Gambar 2.7. berikut merangkum wewenang dan
kewajiban BKNI, serta hubungannya dengan BAN, BNSP, dan BNSP.

Gambar 2.7. Peran dan Fungsi BKNI dalam Strategi Implementasi KKNI
(Sumber: Putra, et al., 2015)

6. Strategi Implementasi di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan
Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat empat
implikasi utama dari diberlakukannya KKNI, yaitu: 1) penyetaraan
capaian pembelajaran pendidikan formal dengan kualifikasi yang
dinyatakan pada berbagai jenjang KKNI; 2) Rekognisi Pembelajaran
Lampau (RPL); 3) penyelenggaraan program dan pengaturan akses untuk
pendidikan yang berbeda jenis pada berbagai strata; dan 4) penjaminan
mutu.
Tadjudin (2015) menjelaskan bahwa penilaian kesetaraan capaian
pembelajaran yang dihasilkan pendidikan tinggi dengan kualifikasi pada
jenjang KKNI dilakukan dengan menganalisis deskripsi kualifikasi yang
dikumpulkan dari ratusan program studi berakreditasi A atau B pada 97
perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Ke-97 perguruan tinggi yang dipilih
terdiri atas perguruan tinggi yang telah memiliki Sistem Penjaminan Mutu
Internal (SPMI) berkategori baik atau memiliki rekam jejak kerja sama
internasional yang menonjol. Hasil analisis terhadap kualifikasi lulusan
untuk setiap jenjang pendidikan yang dideskripsikan oleh setiap perguruan
tinggi tersebut diperkaya pula dengan hasil studi untuk masalah sejenis di
berbagai negara serta diskusi intensif dengan berbagai asosiasi profesi,
kolegium keilmuan, dan pengguna lulusan. Kesetaraan antara capaian
pembelajaran setiap jenjang program pendidikan pada ketiga jenis
pendidikan tinggi dengan jenjang kualifikasi KKNI dapat dilihat pada
Gambar 2.8. berikut ini.

Gambar 2.8. Kesetaraan Capaian Pembelajaran dari Berbagai Jenis Pendidikan


(Sumber: Chandra, et al., 2015)
7. Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)
Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) adalah proses pengakuan
atas capaian pembelajaran seseorang yang dilakukan secara otodidak dari
pengalaman hidupnya, pendidikan nonformal, atau pendidikan informal ke
dalam sektor pendidikan formal. RPL dimaksudkan untuk: a) memberikan
kesempatan yang lebih luas bagi setiap individu untuk menempuh jalur
pendidikan dalam rangka memenuhi amanat UU Sistem Pendidikan
Nasional tentang pembelajaran sepanjang hayat; b) mengakui capaian
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidikan di luar Sistem Pendidikan
Nasional sebagai dasar pemberian gelar yang setara; dan c) mengakui
tenaga ahli yang kualifikasinya setara dengan kualifikasi seorang master
atau doktor sebagai dosen di pendidikan tinggi sesuai dengan amanah UU
No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Strategi implmentasi RPL berlandaskan filosofis bahwa pengakuan
terhadap keberhasilan seseorang yang disetarakan dengan capaian
pembelajaran pendidikan formal diberikan secara berjenjang dan
dijalurnya seperti pada Gambar 2.9., pengakuan harus berdasarkan proses
yang benar dan teruji, serta dilakukan oleh lembaga yang kredibel.

Gambar 2.9. Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) Sebagai Basis Pembelajaran


Sepanjang Hayat
(Sumber: Sukarno, et al., 2015)

Kebijakan terkait dengan penyelenggaraan program dan


pengaturan akses untuk pendidikan yang berbeda jenis pada berbagai strata
diperlukan agar penyelenggara program memahami secara komprehensif
perbedaan proses pendidikan antara jenis pendidikan akademik strata S1,
S2, dan S3 yang fokus pada pengembangan filosofis keilmuan dan jenis
pendidikan profesional (terdiri atas pendidikan vokasi strata D1-D4 dan
profesi Strata Umum, Spesialis 1, dan Spesialis 2) yang fokus pada
pengembangan dan peningkatan keahlian kerja pada bidang yang spesifik.
Magister dan Doktor Terapan merupakan jenis pendidikan yang menjadi
interface diantara keduanya. Dengan pemahaman yang benar dan
komprehensif maka perguruan tinggi dapat mendesain programnya sesuai
dengan capaian pembelajaran yang ditargetkan dan merancang strata
program secara tepat, sebagaimana diperlihatkan pada skema Gambar 2.10
berikut.

Gambar 2.10. Penyelenggaraan Program Pendidikan Formal


Sesuai Jenis dan Stratanya
(Sumber: Sukarno, et al., 2015)

Karena kebutuhan faktual saat ini terhadap tenaga ahli, dalam


perpindahan jenis pendidikan, seseorang yang sudah mengakumulasikan
keahlian khusus diharapkan makin mendalami keahliannya dan tidak
menjadi generalis atau filosofis. Program matrikulasi perlu diambil
seseorang yang tidak memenuhi syarat minimum untuk pindah jenis
pendidikan. Peserta didik yang berkehendak meningkatkan keahliannya
pada jenis pendidikan profesional dari vokasi (level 5 KKNI) ke profesi
umum (level 7 KKNI) wajib melaksanakan kerja di masyarakat terlebih
dahulu sebagai basis dari RPL-nya. Perpindahan antar jenis pendidikan
tersebut diperlihatkan pada skema Gambar 2.11. sebagai berikut:
Gambar 2.11. Alur Perpindahan Antar Jenis Pendidikan
(Sumber: Sukarno, et al., 2015)

Sebagai implikasi dari Sistem Pendidikan Nasional tentang multi


entry dan multi exit, di luar jalur yang disediakan melalui kebijakan ini
(Gambar 2.11.), tentu saja setiap warga negara dengan pendidikan
minimum SMA/SMK/MA berhak untuk melanjutkan pendidikan pada
strata atau jenis yang dipilihnya dan berhak untuk pindah jenis pendidikan
asalkan yang bersangkutan memenuhi syarat masuk dari pendidikan yang
akan ditempuhnya.
Sistem penjaminan mutu kerangka kualifikasi serta proses
penilaian kesetaraan kualifikasi harus memenuhi aspek perbaikan mutu
berkesinambungan yang bermuara pada peningkatan kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negeri. Sistem ini juga wajib memenuhi kriteria
efisiensi dan mempertimbangkan berbagai kepentingan. Dengan adanya
KKNI, BSNP akan mengadopsi deskripsi masing-masing jenjang
kualifikasi sebagai rujukan dalam menyususn Standar Nasional
Pendidikan. Selanjutnya sistem penjaminan mutu internal di institusi
penyelenggara pendidikan melakukan proses penjaminan mutu terhadap
kualifikasi capaian pembelajaran dari lulusan yang dihasilkan, seperti yang
dijelaskan pada Gambar skema 2.12. BAN sebagai badan eksternal
penjaminan mutu tidak hanya melakukan asesmen pada input dan proses
pendidikan, tetapi menekankan pula pada asesmen terhadap capaian
pembelajaran merujuk deskriptor KKNI.

Gambar 2.12. Sistem Penjaminan Mutu berbasis KKNI


(Sumber: Sukarno, et al., 2015)

C. Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT)


1. Pengertian Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT)
Standar Nasional Pendidikan Tinggi, adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Tujuan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT)
Standar Nasional Pendidikan Tinggi bertujuan untuk:
a. Menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menerapkan nilai humaniora serta
pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang
berkelanjutan;
b. menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan Tinggi;
c. mendorong agar perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu pembelajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria
yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi secara
berkelanjutan.
3. Ruang Lingkup Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT)
Standar Nasional Pendidikan Tinggi terdiri atas:
a. Standar Nasional Pendidikan;
Standar Nasional Pendidikan, adalah kriteria minimal tentang
pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Standar Nasional Penelitian;
Standar Nasional Penelitian adalah kriteria minimal tentang sistem
penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria
minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruan
tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Masing masing standar memiliki ketentuan standar sebagai berikut:
a. Standar Nasional Pendidikan
Terdapat 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari :
1) Standar Kompetensi Lulusan
2) Standar Isi
3) Standar Proses
4) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
5) Standar Sarana dan Prasarana
6) Standar Pengelolaan
7) Standar Pembiayaan Pendidikan
8) Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standar Nasional pendidikan
1) Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
2) Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat.
3) Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana,
terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
b. Standar Nasional Penelitian
Ruang lingkup Standar Nasional Penelitian terdiri atas:
1) standar hasil penelitian;
2) standar isi penelitian;
3) standar proses penelitian;
4) standar penilaian penelitian;
5) standar peneliti;
6) standar sarana dan prasarana penelitian;
7) standar pengelolaan penelitian; dan
8) standar pendanaan dan pembiayaan penelitian
c. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat
Ruang lingkup Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat
terdiri atas:
1) standar hasil pengabdian kepada masyarakat;
2) standar isi pengabdian kepada masyarakat;
3) standar proses pengabdian kepada masyarakat;
4) standar penilaian pengabdian kepada masyarakat;
5) standar pelaksana pengabdian kepada masyarakat;
6) standar sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat;
7) standar pengelolaan pengabdian kepada masyarakat; dan
standar pendanaan dan pembiayaan pengabdian kepada
masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian penjelasan yang sudah dibahas pada makalah ini dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Perubahan dari kurikulum Berbasis Isi ke kurikulum KBK dilakukan
proses perubahan dalam proses dan meteri pembelajaran di perguruan
tinggi, dari Teacher-Centered Content- Oriented (TTCO), menjadi
Student-Centered-Learning (SCL) yang disesuaikan dengan keadaan
perguruan tingginya.
2. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka
perjenjangan kualifikasi sumber daya manusia indonesia yang
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan
dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema
pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di
berbagai sektor pekerjaan. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati
diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem
pelatihan kerja nasional dan sistem penilaian kesetaraan capaian
pembelajaran (learning outcomes) nasional, yang dimiliki Indonesia
untuk menghasilkan sumberdaya manusia dari capaian pembelajaran yang
bermutu dan produktif. KKNI harus mampu menjadi rujukan penataan
tenaga kerja Indonesia di berbagai sektor kegiatan perekonomian formal
dan informal dengan menetapkan jenjang kualifikasi yang jelas serta
kesetaraannya dengan kualifikasi negara lain di dunia.
3. Standar Nasional Pendidikan Tinggi menerapkan kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN

Chandra, D., Tutupoho, R.R., Herawati, E., Moenandar, N.A., Sunarni, R.R.,
Ruskhan, A.G., dan Evawany. 2015. Dokumen 003: Strategi Implementasi
KKNI Secara Nasional. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia (online), (http://kkni-
kemenristekdikti.org/asset/pdf/003-
dokumen_strategi_implementasi_kkni.pdf), diakses 15 September 2017.
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2000. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang
Pendidikan Tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun
2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia. Kopertis 12 (online), (http://kopertis12.or.id), diakses 15
September 2017.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73
tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
Bidang Pendidikan Tinggi. Kopertis 12 (online), (http://kopertis12.or.id),
diakses 15 September 2017.
Putra, I.B.A., Mursid, S.P., dan Widayat, W.W. 2015. Dokumen 006: Alur
Perpindahan Antar Jenis Pendidikan. Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (online), (http://kkni-
kemenristekdikti.org/asset/pdf/006-dokumen_penyetaraan.pdf), diakses 15
September 2017.
Santoso, M., Putra, A., Muhidong, J., Sailah, I., Mursid, S.P., Rifandi, A.,
Susetiawan, dan Endrotomo. 2015. Dokumen 001: Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia (online), (http://kkni-
kemenristekdikti.org/asset/pdf/001-dokumen_kkni.pdf), diakses 15
September 2017.
Santoso, M., Putra, A., Muhidong, J., Sailah, I., Mursid, S.P., Rifandi, A.,
Susetiawan, dan Endrotomo. 2015a. Dokumen 002: Landasan Hukum
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (online), (http://kkni-
kemenristekdikti.org/asset/pdf/002-dokumen_landasan_hukum_kkni.pdf),
diakses 15 September 2017.
Sub Direktorat KPS. 2008. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Konpetensi Pendidikan Tingggi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Sukarno, P., Wimbarti, S., Rifandi, A., dan Soedarsono, J.W. 2015. Dokumen
007: Rekognisi Pembelajaran Lampau. Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (online), (http://kkni-
kemenristekdikti.org/asset/pdf/007-dokumen_rpl.pdf), diakses 15
September 2017.
Sukarno, P., Wimbarti, S., Rifandi, A., dan Soedarsono, J.W. 2015a. Dokumen
008: Surat Keterangan Pendamping Ijazah. Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (online),
(http://kkni-kemenristekdikti.org/asset/pdf/008-dokumen_skpi.pdf),
diakses 15 September 2017.
Tadjudin, M.K., Endrotomo, dan Sugiharto, L. 2015. Dokumen 004:
Akuntabilitas Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi. Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (online),
(http://kkni-kemenristekdikti.org/asset/pdf/004-
dokumen_akuntabilitas_penyelenggaraan_pendidikan_tinggi.pdf), diakses
15 September 2017.
Tadjudin, M.K., Endrotomo, dan Sugiharto, L. 2015a. Dokumen 005: Paradigma
Capaian Pembelajaran. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia (online), (http://kkni-
kemenristekdikti.org/asset/pdf/005-dokumen_capaian_pembelajaran.pdf),
diakses 15 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai