Disusun oleh :
Dosen Pengampu :
Dr. Nasir Usman M.Pd
LANDASAN PENDIDIKAN
Annisa geubrina
Zahra Radhia
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata Landasan Pendidikan
dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
Kami berharap makalah tentang "Bedah Buku Landasan Pendidikan" dapat menjadi
referensi bagi orang-orang yang mempelajarinya. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini. Penulis menyadari makalah ini
hagian isi, Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak keselahian pada makalah ini, kami memohon maaf. Demikian
yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah mata kuliah Psikologi Perkembangan
Cover
Book Report
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II Intisari Buku
BAB III Pembahasan
Pendidikan (BAB 1)
Landasan Hukum (BAB 2)
Landasan Filsafat (BAB 3)
Landasan Sejarah (BAB 4)
Landasan Sosial Budaya (BAB 5)
Landasan Psikologi (BAB 6)
Landasan Ekonomi (BAB 7)
Profesionalisasi Pendidikan (BAB 8)
BAB IV penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Latar Masalah
1. Apa itu pendidikan ?
2. Bagaimana landasan hokum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial
budaya, landasan psikologi dan landasan ekonomi dalam pendidikan?
3. Bagaimana itu profesionalitas pendidikan ?
Tujuan
1. Mengetahui pendidikan
2. Memahami beberapa macam landasan didalam pendidikan
3. Mengetahui profesionalitas pendidikan
BAB II
INTISARI BUKU
Buku ini berusaha memuat materi yang relatif lengkap dan diuraikan sedemikian rupa,
sehingga benar-benar berfungsi sebagai landasan bagi konsep dan praktik pendidikan sehari-
hari. Buku ini juga sebagai tempat berpijak dalam merumuskan Ilmu Pendidikan yang bercorak
Indonesia, suatu ilmu yang cocok untuk mengembangkan manusia Indonesia yang memiliki
kebudayaan dan geografi, serta cita-cita tersendiri, melalui penelitian-penelitian pendidikan
yang berkesinambungan.
Ada tujuh landasan yang dikemukakan, yaitu landasan hukum, filsafat, sejarah, sosial
budaya, psikologi, ekonomi, dan profesionalisme pendidikan. Landasan ini didahului dengan
pembahasan tentang pendidikan secara garis besar yang dipandang penting. Setiap landasan
diuraikan isinya termasuk yang mutakhir dan diakhiri dengan implikasi konsep pendidikan yang
bersumber dari landasan yang bersangkutan.
Buku ini bermanfaat bagi semua pendidik pendidik di dalam keluarga atau para o anggota
dan tokoh masyarakat sebagai masyarakat, untuk para pendidik profesional di biah dan
perguruan tinggi. Juga bermanfaat bagi para calon guru dan calon dosen yang sedang studi di
perguruan tinggi
BAB III
PEMBAHASAN
BAB 1
PENGERTIA PENDIDIKAN
Pengertian Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf
hidup atau untuk kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses
pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih
kritis dalam berpikir.
pengertian pendidikan – Secara Etimologi atau asal-usul, kata pendidikan dalam bahasa
inggris disebut dengan education, dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum yang
tersusun dari dua kata yaitu E dan Duco dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam
ke luar atau dari sedikit banyak, sedangkan Duco berarti erkembangan atau sedang berkembang.
Jadi, Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri
sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Lalu apa pengertian dari pendidikan yang selama ini dijalani manusia. Menurut KBBI kata
pendidikan datang dari kata “didik” dengan memperoleh imbuhan “pe” serta akhiran “an”, yang
artinya langkah, sistem atau perbuatan mendidik.
Kata pendidikan secara bahasa datang dari kata “pedagogi” yaitu “paid” yang artinya
anak serta “agogos” yang artinya menuntun, jadi pedagogi yaitu pengetahuan dalam menuntun
anak. Sedang secara istilah pengertian pendidikan adalah satu sistem pengubahan sikap serta
perilaku seorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia atau peserta didik lewat
usaha pengajaran serta kursus.
pengertian pendidikan, Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal.
Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah
direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau kementtrian suatu negara seperti
di sekolah pendidikan memerlukan sebuah Kurikulum untuk melaksanakan perencanaan
penganjaran. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan yang diperoleh dari
kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari orang
lain.
Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli
Pengetian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia): Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pengertian pendidikan adalah tuntutan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Menurut
Ahmad D. Marimba: Pengertian pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan
atau bimbingan secara sadar oleh pendidik terdapat perkembangan jasmani dan rohani terdidik
menuju terbentuknya keperibadian yang utama.
Martinus Jan Langeveld: Pengertian pendidikan menurut Martinus Jan Langeveld bahwa
pengertian pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya
secara mandiri supaya dapat bertanggung jawab secara susila. Pendidikan merupakan usaha
manusia dewasa dalam membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.
Gunning dan Kohnstamm: Pengertian pendidikan menurut Gunning dan Kohnstamm
adalah proses pembentukan hati nurani. Sebuah pembentukan dan penentuan diri secara etis
yang sesuai dengan hati nurani.
Stella Van Petten Henderson: Menurut Stella Van Petten Henderson bahwa pendidikan
adalah kombinasi pertumbuhan, perkembangan diri dan warisan sosial.
Carter. V.Good: Pengertian pendidikan menurut Carter V. Good bahwa pendidikan
adalah proses perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan perilakubermasyarakat.Proses
sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terorganisir, seperti rumah
atau sekolah, sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial.
Pengetian pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Pengertian pendidikan
berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Pengetian pendidikan Menurut Kamus Besar Bhs Indonesia (KBBI) : Pendidikan yakni
satu sistem evaluasi untuk tiap-tiap individu untuk meraih pengetahuan serta pemahaman yang
lebih tinggi tentang object spesifik serta khusus. Pengetahuan yang didapat secara resmi itu
menyebabkan pada tiap-tiap individu yakni mempunyai pola fikir, tingkah laku serta akhlak
yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
Prof. Herman H. Horn Beliau memiliki pendapat kalau pendidikan yaitu satu sistem dari
penyesuaian lebih tinggi untuk makhluk yang sudah berkembang secara fisik serta mental yang
bebas dan sadar pada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional
serta tekad dari manusia.
Pengetian pendidikan menurut Driyarkara Pendidikan disimpulkan sebagai satu usaha
dalam memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke skala yang insani.
TUJUAN PENDIDIKAN
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.
Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk
pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD
1945 dan isi UUD 945.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) 1) Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” 2) Pasal 31, ayat 5
menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia.”
Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal
3, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Tujuan Pendidikan Menurut Unesco Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa,
tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational,
Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa
sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be,
dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan
tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.
Lembaga pendidikan di Indonesia dalam garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian,yaitu:
1. Lembaga pendidikan jalir formal
a. Lembaga pendidikan prasekolah
b. Lembaga pendidikan dasar.
1) SD
2) SMP
c. Lembaga pendidikan menengah/SMA dan SMK
d. Lembaga pendidikan tinggi
2. Lembaga pendidikan jalur nonformal
3. Lembaga pendidikan jalur informal pada keluarga dan masyarakat
Perbedaan utama kewajiban ketiga lembaga itu ialah pada orientasi pendidikannya.
Pengembangan manusia Indonesia seutuhnya sudah dibahas. Kini akan diteruskan dengan
orientasi pengembangan peserta didik pada pendidikan informal dan nonformal. Pertama-tama
adalah pengembangan pada pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga dipandang sebagai
pendidikan pertama dan utama karena sifat pekanya perkembangan pada awal ini membuat
pendidikan ini dikatakan sebagai pendidikan yang utama.
Tentang pendidikan non-formal tampaknya sudah lebih maju dibandingkan dengan pendidikan
dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Ada program-program nonformal yang
disetarakan dengan program pendidikan formal.
Program yang lebih jelas mengarah kepada dunia usaha adalah program magang dan kursus.
Pada program magang peserta didik bekerja sambil belajar disuatu perusahaan atau
bengkel,tetapi tidak menerima bayaran.
Program pendidikan nonformal yang langsung berpraktik bisnis adalah program Kejar Usaha.
Sambil belajar para warga bekajar,biasanya berkelompok,diberi modal untuk berusaha. Jadi
model belajarnya adalah belajar dengan berbuat dilapangan dalam bidang bisnis.
Pendidikan nonformal yang lain terjadi pada organisasi-organisasi kemasyarakatan, seperti
organisasi keagamaan, social, kesenian, olah raga, dan sebagainya.
Itulah beberapa macam pendidikan di masyarakat dengan programnya masing-masing yang
merupakan daya tarik tertentu terhadap warga masyarakat sehingga menjadi lebih maju bila
dibandingkan dengan pendidikan dalam keluarga.
Ketidakmampuan praktik pendidikan sekarang untuk mewujudkan perkembangan manusia
Indonesia seutuhnya, dapat juga dicari sebab-sebabnya pada kenyataan bahwa bangsa kita belum
mempunyai filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercirikan Indonesia. Teori-teori
pendidikan yang dipraktikan sekarang adalah bersumber dari teori-teori pendidikan negara asing,
terutama Dunia Barat yang sudah maju.
Achmad Sanusi (1989) mengatakan Ilmu Pendidikan di tanah air dewasa ini masih dalam proses
perkembanganyang belum lengkap dan bulat. Kurang berkembangnya Ilmi Pendidikan di
Indonesia disebabkan oleh:
1. Kesilitan penelitian empiris di bidang Ilmu Pendidikan, sehingga penelitian-penelitian
bidang ini jumlahnya belum banyak.
2. kesulitan mengoperasionalkan filsafat Pancacila kedalam pendidikan atau kesulitan
menjabarkan filsafat itu menjadi filsafat pendidikan. (ISPI,1989).
Maka sudah sepantasnya para ahli pendidikan lebih meningkatkan kegiatannya:
1. Dalam melakukan kegiatan-kegiatan penelitian pendidikan
2. Dalam mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian itu dalam jurnal-jurnal penelitian.
3. Melaksanakan berbagai temu ilmiah dalam cabang-cabang Ilmu Pendidikan.
4. Secara perlahan-lahan mulai manyusun konsep-konsepsebagai dari Ilmu Pendidikan yang
tapat dengan kondisi dan kepribadian bangsa Indonesia.
5. mengadakan konsolidasi satu dengan yang lain.
Disamping kegiatan-kegiatan tersebut, kiranya perlu pula dipikirkan dan diupayakan agar:
1. Dana pendidikan meningkat
2. Dibentuk tim nasional yang merintis penyusunan filsafat pendidikan Indonesia, yang
dijabarkan dari filsafat negara Pancasila.
3. dibentuk tim nasional yang menampung hasil-hasil penelitian dan kosep-konsep
pendidikan serta secara perlahan-lahan mengembangkannya menjadi teori pendidikan Indonesia
4. Kedua tim nasional ini paelu mengadakan kontak informasi secara berkelanjutan agar teori
pendidikan searah dengan filsafat pendidikan.
BAB 2
LANDASAN HUKUM
1.PENGERTIAN LANDASAN HUKUM
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Landasan
hukum seseorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan tentang pengangkatan
sebagai guru. Yang melandasai atau mendasari ia menjadi guru adalah surat keputusan itu
beserta hak-haknya. Surat keputusan itu merupakan titik tolak untuk ia bias melaksanakan
pekerjaan guru. Begitu pula halnya mengapa anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling
sedikit sampai dengan tingkat SLTP, adalah dilandasi belajar atau didasari atau bertitik tolak dari
peraturan pemerintah tentang pendidikan dasar dan ketentuan tentang wajib belajar. Sementara
itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah
disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku pula. Seorang guru yang melanggar disiplin misalnya, bias dikenai sanksi dalam bentuk
kenaikan pangkatnya ditunda. Begitu pula seorang peserta didik yang kehadirannya kurang dari
75 % tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku diatas, tidak selalu dalam bentuk tertulis. Seringkalai aturan itu.
dalam bentuk lisan, tetapi diakui dan ditaati oleh masyarakat. Hukum adat misalnya, banyak
yang tidak tertulis, diturunkan secara lisan turun-temurun di masyarakat. Hokum seperti ini juga
dapat menjadi landasan pendidikan. Dari uraian diatas dapatlah dipahami makna kata landasan
hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpojak atau titik tolak dalam
melaksanakn kegiat, dalam hal ini kegiatan pendidikan, tetapi tidak semua kegiatan pendidikan
dilandasi oleh aturan-aturan baku ini. Cukup banyak kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh
aturan lain, seperti aturan kurikulum, aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervise,
dsb. Apalagi bila dikaitkan dengan kiat meng ajar atau seni mendidik, sangat banyak kegiatan
pendidikan yang dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu.
5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan.
9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik
dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi, dan media lain.
16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga
Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana,
sarana, dan prasarana.
24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan.
25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang
tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan.
26. Warga negara adalah Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
27. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Bab 3
A. Landasan Filsafat
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan,
yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan itu ? Mengapa
pendidikan itu diperlukan ? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat atau filsafat (falsafah, falsafah). Kata
filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philien berarti mencintai, dan sophos atau
sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh,
dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia
Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber
dari dua faktor, yaitu :
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta merentang
pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu hal. Penggunaan istilah filsafat dapat diartikan
dalam dua pendekatan, yakni :
1. Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang
serta sangat bermanfaat dalam member makna kepada ilmu penegatahuan
2. Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistimologi
(tantang benar atau salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan
jelek), Metafisika (tentang hakikat yang ada, termasuk akal itu sendii), serta sosial dan
politik (filsafat pemerintah)
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan
citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu.
Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan
dan cara-cara penyelenggaraan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses
memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan mendasar
berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana,
dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi
landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat
penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan
itu harus diyakinkan kebenaran dan kete[patanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran
filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari
segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya
mampu melihat yang diatas permukaaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami
sampai kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan
renungan yang kritis.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistimologi, logika, dan etika,
dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut :
1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat di
alam ini. Dalam kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu :
2. Manusia pada hakekatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh,yang lain
adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu.
Pendidikan adalah untuk mengaktualisasi diri. Pandangan ini dianut oleh kaum
Idealis,Scholastik,dan bebrapa Realis.
3. Manusia adalah organism materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis,
Materialis,Eksperimentalis,Pragmatis,dan bebrap realism. Pendidikan adalah untuk
hidup Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi menyenangkan.
1. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan
kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai berikut :
2. Ada lima sumber pengetahuan yaitu :
1. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar.
Dengan memahami filsafat logika di harapkan manusia bis aberpikir den
mengemukakan pendapatnya secra tepat dan benar.
2. Etika ialah filasaft yang menguraikan tentang perilaku manusia nilai dan norma
masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat
etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk
mengembangkan perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta didik.
Kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat diatas, akan besar pengaruhnya terhadap
pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran– kebenaran hasil kajian tersebut pada
umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut
berkaiatan dengan hasil kajian antara lain tentang :
1. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makluk didunia ini, seperti yang
disimpulkan sebagai zoo politicon,homo sapiens,animal educandum dan sebagainya.
2. Masyarakat dan kebudayaanya.
3. Keterbatasan manusia sebagai makluk hidup yang banyak menghadapi tantangan dan
4. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat
pendidikan
C. Aliran dalam Filsafat
Agar uraian tentang filsafat pendidikan itu menjadi lebih lengkap, berikut ini kan diuraikan
bebrapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :
1. Idealisme
2. Realisme
3. Perenialisme
4. Esensialisme
5. Pragmatisme dan progresivisme
6. Eksitensialisme
Filsafat Idealisme menegaskan bahwa hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan.
Apa yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai
kebenaran berfilsafat spiritual atau mental.Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai
kebenararan atau nilai sejati yang obsolut dan abadi.Terdapat variasi pendapat beserta namanya
masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme, rasionalisme, neokantianisme, dan
sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan pada akal dan rasio pada rasionalisme atau
sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-alain. Meskipun terjadi variasi pendapat
tersebut, namun pada umunya aliran itu menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan
intelektual untuk membanglkitkan ide-ide yang masih laten, anatara lain melalui intropeksi dan
Tanya jawab. Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu siswa
mencari dan menemukan kebenaran, keindahan dan kehidupan yang luhur.
Filsafat pendidikan Esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad
lamanya. Kebenarana seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara
kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik yang muncul pada zaman
romawi yang menggunakan buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan
nama Great Book. Buku ini sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk manusia –
manusia berkaliber internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan suatu kebenaran
yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai
dari segi kegunaan prgtis;dengan kata lain paham ini menyatakan yang berpaedah itu harus
benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia .
Filsafat paranialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisonal yang
berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaanya ialah
perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan yaitu :
Pengetahuan yang benar (truth)
Keindahan (beauty)
Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau
perennial. Prinsip pendidikan antara lain:
1. Konsep pendidikan itu bersifat abadai,karena hakekat manusia tak pernah berubah
2. Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususkan makluk manusia yang uni,
yaitu kemampuan berpikir.
3. Tujuan belajar adalah mengenal kebenaran abadi dan universal
4. Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
5. Kebenaran abadi itu ajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).
Filasafat Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif
dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman
kemasyarakatan masa kini disekolah. Tetapi haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakat
baru yang diinginkan. Dengan demikian tidak setiap individu dan kelompok akan memecahkan
kemasyarakatan secara sendirisendiri sebagai progresivisme.
Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangakan suatu ideology kemasyarakatan yang
demokratis. Keunikan konstruksionisme ini ialah teorinya. Mengenai peranan guru, yakni
sebagai pemimpin dalam metode proyek yang memberi peranan kapada murid cukup besar
dalam proses pendidikan.Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntu supaya menguasai
sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.
Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah pancasila sebagai falsafah
Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada
segala bidang. Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu
tercantum dalam penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan
nasioanal termasuk dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan
nasional mengusahakan antara lain: “ Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia
pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-RI
No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa
pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan
hidup bangsa Indonesia,dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari
segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber
dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta mauara dari setiap keputusan dan tindakan
dalam pendidikan dengan kata lain : Pancasila sebagai sumber system nilai dalam pendidikan.
P4 Atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan pancasila dalam
kehidupan sehari-hari,termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengamalan
Pancasila ituharuslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam pancasila itu,
sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia,Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Belum ada upaya mengopersionalkan Pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan –kegiatan
di masyarakat,termasuk penerapanya dalam dunia pendidikan Kalaupun ada bidang studi
menyangkut moral Pancasila, sebagan besar diterapkan seperti melaksanakan bidang-bidang
studi lain. Pendidik mengajarkannya,peserta didik berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
pendidik dalam ujian-ujian.
Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang
cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian dan cara –cara
mencapai tujuan pendidikan.Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar
negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia.
Teori-teori biasa didapat dengan cara belajar diluar negeri, atau dengan cara melakukan studi
banding. Dan yang paling banyak dilakukan adalah dengan mendatangkan buku atau membeli
buku dari Negara lain. Inilah sumber konsep pendidikan di Indonesia. Kalaupun ada usaha
menyususn sendiri konsep pendidikan sebagian besar juga bersumber dari buku-buku ini. Begitu
pula tentang konsep-konsep pendidikan yang ditatarkan dalam penataran-penataran pendidikan
jugaBersumber dari buku-buku. Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia
yang dicita-citakan seperti menerpa patung dengan cetakan luar negeri.hasilnya tentu tidak précis
seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.
Ada suatu hasil penelitian bertalian dengan hal diatas yang dilakukan oleh Jasin, dan kawan-
kawanya (1994), dengan responden para mahasiswa PGSD, SI, S2, dan S3 IKIP Jakarta dan para
ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian itu menemukan hal-hal sebagai
berikut
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu
pendidikan,yaitu :
Keenam masalah tersebut di atas menunjukan bahwa pendidikan, khususnya pendidikan sebagai
ilmu belum ditangani. Mulai dari pengertian, apakah sebagai ilmu dasar atau ilmu terapan,
struktur ilmu itu, sampai dengan penerapannya pada para calon guru dan guru-guru masih belum
jelas. Kondiosi ilmu pendidikan seperti ini terjadi karena memang ilmu itu belum digali dan
dikembangkan.
Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu
dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan
yang tepat diterpkan dibumi Indonesia . Dengan kata lain, untuk menemukan teori-teori
pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan
yang bercorak Indonesia pula.
Upaya mendorong pemerintah untuk member isyarat akan pentingnya merumuskan filsafat
pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan menjelang
sidang umum MPR (kompasa,27 Nopembert 1992), sebagai satu sumbangaan untukk bahan
siding umum itu. Namun GBHN 1993 sebagai produk siding itu,tidak mencantumkan perlunya
perumusan filsafat dan teori pendidikan itu.itu menunjukan kemauan politik pemerintah kearah
itu belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang kemauan itu akan muncul.
Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum
ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan teori pendidikan
itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan. Memang
benar sila-sila Pancasila sudah dijabarkan menjadi 45 butir, tetapi penjabanran itu belum tentu
sesuai dengan kebiasaan kerja para ahli pendidikan yang membuat hasil kerja mereka lebih
mudah diterapkan di lapangan. Sampai sekarnag tidak setiap ahli diperkenankan menjabanrkan
sila-sila Pancasila. Ynag diperbolehkan menjabarkan sila-sila itu hanya BP7 pusat, dengan
maksud sangat mungkin unutk menghindari kesimpang-siuran makna sila-sila Pancasila itu
sendiri
Tetapi bila para ahli pendidikan yang berwenang merumuskan filsafat pendidikan tidak
diperkenankan menjabarkan atua menafsirkan sendiri sila-sila Pancasila itu akan membatasi
kebebasan mereka berfikir dan mewujudkan filsafat itu. Bola hal itu tidak bias ditawar-tawar,
mungkin dapat diambil jalan kompromi yaitu dengan dibentuk tim yang anggotanya beberapa
ahli pendidikan dan beberapa anggota BP7 pusat. Dengan cara ini kemacetan salah satu faktor
penghambat pengembangan filsafat pendidikan di Indonesia bias diatasi.
Andaikan isyarat untuk mewujudkan filsafat pendidikan sudah ada atau sudah ada suatu
kelompok yang berupaya merumuskan filsafat itu, maka ada beberapa hal yang harus dipikirkan.
Hal-hal yang dimaksud adalah:
1. Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan kondisi dan
budaya Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama
lain ?
2. Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang
sudah ada yang sudah ada, dengan memilih salah satu dari Esensilais, Perenialis,
Progesivise, Rekonstruksionis, dan Eksistensialis? Sehingga tinggal merevisi agar
cocok dengan kondisi Indonesia.
3. Ataukah filsafat itu dimunculkan bersumber dari filsafdat-filsafat umum yang berlaku
secara Internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara Australia. Ahli pendidikan
di Australia ,menyatakan filasfat yang mendasari pendidikan mereka adalah Liberal,
Demokrasi, dam multicultural ( Made Pidarta, 1995 ). Seakan-akan mereka tidak
memiliki filsafat khusus tentang pendidikan.
ISPI (1989) mengingatkan bahwa tugas utama para ahli ilmu Pendidikan adalah (1)
mengungkapkan pikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila
dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam mengungkapkan sumber-
sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai
dengan filsafat negara kita.
E. Dampak Konsep Pendidikan
Pembahasan tentang landasan kependidikan dalam segi filsafat, yang mencakup filsafat pada
umumnya, filsafat-filsafat pendidikan internasioanal, filsafat pancasila, dan kemungkinan
terbentuknya filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia, member dampak konsep tertentu.
Karena filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia belum terbentuk, yang
ada baru filsafat Negara yaitu pancasila, maka tidak banyak konsep pendidikan yang bias
diturunkan dari sini. Memang benar ada sejumlah filsafat pendidikan internasional yang sudah
tentu berdampak terhadap pendidikan,namun filsafat itu tidak mesti cocok bila diterapkan di
Indonesia. Oleh sebab itu dampak konsep pendidikan yang akan dituangkan dibawah adalah
terbatas pada penjabaran sila-sila pancasila.
1. Filsafat pendidkan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak
Indonesia lebih mudah dibentuk. Kunci terielisasinya suatu kegiatan pada dewasa ini
adalah pemerintah. sebab itu dibutuhkan kemauan pemerintah untuk menggerakan
kegiatan ini
2. Peranan dan pengemabangn sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakekatnya
adalah pengembangan afeksi.karena itu pendidikan afeksi tidak boleh dinomorduakan
apalagi ditinggalakan. Pendidikan afeksi,kognisi,dan psikomotor haruslah
diperlakukan sama.
3. Pendidikan Pancaila dan pendidikan agama tidak bertentangan melainkan saling
melengkapi satu dengan lain. Oleh sebab itu sebaiknya para pendidik sila-sila pancasila
dan para pendidik ajaran aga,ma bekerja sama dalam kegiatannya membina para
peserta didik. Suatu kerjasama dalam tingkat operasioanal oendidikan moral dan
mental anak-anak, agar saling mendukung dan saling memajukan satu dengan yang
lain.
4. Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral
Pancasila dan ajaran-ajaran agama, sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat
istiadat yang masih hidup dimasyarakat Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap
dijunjung dibumi Indonesia ini.
5. Metode mengembangkan afeksi bias dibagi dua yaiu :
6. Evaluais pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan
dimasukkan ke dalam rapor sepereti halnya dengan bidang study yang lain. Setaip
ujian atau tes haruslah mengikutsertakan aspek afeksi. Untuk ujian-ujian intern di
sekolah, hal ini cukup mudah dilakukan. Tetapi untuk ujian tingakat nasional cukup
sulit sebab membutuhkan biaya dan tenaga banyak. Namun, dengan berkembangnya
waktu dan perubahan system pendidikan, kesulitan itu bisa diatasi.
7. Dalam menggunakan materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber materi itu
berasal dari luar negeri. Bila hal itu terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih
dahulu agar bias diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukkan
sebagai materi pendidikan.
8. Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baikanya kondisi ke arah itu
sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa
sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang memang sulit dibendung dalam
abad informasi dan global ini
1. Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi,tekanan proses belajarnya adalah
pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari artinya sila-sila Pancasila dan ajaran-
ajaran agama diberi dan dibahas secukupnya, kemudian diterpkan dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik inilah yang menjadi pusat perhatian para pendidik afeksi.
2. Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang studi lain, pendidikan cukup
menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat dimunculkan saat itu untuk
dipahami oleh peserta didik, dihayati,dan dilaksanakan jadi setiap pendidik ketika
mengajar atau tidak mengajar mendapat kesempatan yang baik untuk menyingguing
afeksi, haruslah hal itu didiikan kepada anak-anak.
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat
pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional,
tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus
menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan
bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap
tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat
dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih
operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan
serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas
seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara
pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalm
perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala
ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan
mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya
berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek
didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga
sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses
pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan
kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang
berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi
yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
1. 2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang
pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum
saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang
pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil
memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama
ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara
kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada
diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris,
tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih
cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang
diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya
ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti
pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian
kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain
dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-
kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya,
belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi
rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program
pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas
keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-
rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga
sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas
kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang
mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan
didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-
asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud.
Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam
menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam “mempertahankan” program dari
penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.
Bab 4
Landasan Sejarah
Sejarah Pendidikan di Dunia
Sejak awal sejarah, dambaan manusia untuk lebih mengetahui tentang diri dan alamnya,
mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan ini menjadi pemacu terbentuknya pusat-pusat
pembelajaran, perguruan dan universitas-universitas di dunia.
Kata universitas berasal dari bahasa Latin „universitas magistrorum et scholarium,‟ yang
kurang lebih berarti “kumpulan para guru dan sarjana/siswa ilmuwan (community of teachers
and scholars).” Ini mirip dengan istilah sanghrama. Sangha artinya „komunitas‟
dan arama artinya „tempat, akomodasi‟.
Menurut catatan penjelajah yang datang ke Sriwijaya pada abad ke-7, di Nusantara ini
telah mempunyai pusat belajar dengan mata pelajaran mencakup pancavidya, yaitu logika, tata
bahasa dan kesusastraan, ilmu pengobatan, kesenian serta metafisika dan filsafat. Di abad ke-11,
seorang terpelajar dari India, datang dan belajar di Sriwijaya, beliau akhirnya menjadi seorang
cendekiawan terkemuka dan membawa pengaruh yang luar biasa terhadap sejarah pembelajaran
di dunia, hingga hari ini.
a. Pendidikan Hindu-Budha
Sistem pendidikan semenjak periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia
sepenuhnya sudah bermuatan keagamaan. Pelaksanaan pendidikan keagamaan Hindu-Budha
berada di padepokan-padepokan. Ajaran Hindu-Budha ini memberikan corak praktik pendidikan
di zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kerajaan Kutai (Pulau Kalimantan), Kerajaan
Tarumanegara hingga Majapahit (Pulau Jawa), Kerajaan Sriwijaya (Pulau Bali dan Sumatera).
Kaum Brahmana pada masa Hindu-Budha merupakan kaum yang menyelenggarakan pendidikan
dan pelajaran. Maka perlu diketahui bahwa sistem kasta yang diterapkan di Indonesia tidak
terlalu keras seperti sistem kasta yang ada di India. Adapun beberapa materi-materi yang
dipelajari ketika pendidikan keagamaan Hindu-Budha berlangsung, yaitu teologi (ilmu agama),
bahasa dan sastra (ilmu kecakapan), ilmu-ilmu kemasyarakatan (ilmu sosial), ilmu-ilmu eksakta
(ilmu perbintangan), ilmu pasti yaitu (perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa), dsb.
b. Pendidikan Islam
Saudagar asal Gujarat pada abad ke-13 menjadi salah satu ciri-ciri dari mulainya pendidikan
berlandaskan ajaran Islam di Indonesia. Mula-mula kehadiran mereka terjalin melalui hubungan
teratur dengan para pedaganag asal pulau Sumatra dan Jawa. Kemudian, para saudagar yang
beragama Islam asal Gujarat itu di Indonesia menjadi penyebar agama Islam. Ajaran agama
Islam awal berkembang di kawasan pantai pesisir, sementara ajaran agama Hindu masih kuta di
kawasan pedalaman. Kerajaan Samudra-Pasai (1297) di Indonesia menjadi kerajaan Islam
pertama lebih tepatnya Aceh. Jauh sebelum Kerajaan Samudra-Pasai berdiri pengaruh ajaran
Islam sudah masuk terlebih daulu ke Indonesia. Terbukti dengan adanya batu nisan seorang
wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476 H (1082 M) di Leran, dekat Gresik Jawa
Timur (di kutip dari laman https://www.kompasiana.com di akses pada tanggal 29 November
2019, pukul 0951 WIB). Pada masa pra-kolonial pendidikan agama Islam berbentuk pendidikan
di pesantren, pendidikan di musola/langgar dan pendidikan di madrasah. Pertama, Pendidikan di
musola/langgar dilaksanakan secara sederhana dengan binaan guru mengaji yang memiliki status
dibawah kyai, materi yang diajarkan membaca Al-Qur‟an dan Fiqih Dasar. Kedua, Pendidikan di
pesantren memiliki sistem pendidikan pemondokan sederhana, materi pembelajaran bersifat
khusus (keagamaan), penghormatan tertinggi kepada guru, tidak ada gaji untuk guru karena
memotivasi santri semata-mata karena Allah SWT., dan santri datang untuk menuntut ilmu
secara suka rela. Ketiga, pendidikan di madrasah memiliki sistem pendidikan yang mengajarkan
agama dan ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak), dan ilmu pengobatan. Ketiga sistem
pendidikan Islam ini tetap bertahan sejak datangnya kolonial Belanda hingga saat ini.
Pendidikan Katholik bermula dari abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai
Malaka. Portugis memiliki usaha mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, dikarenakan
saat itu harga rempah-rempah sangat mahal. Portugis bersama misionaris Katholik-Roma
berperan ganda sebagai penasehat spiritual, menempuh perjalanan jauh disertai menyebar agama
agama yang diyakini pada setiap tempat yang di datanginya. Segera setelah Portugis dan
Katholik-Roma menduduki suatu pulau, menjadikan penduduk setempat sebagai pemeluk
Katholik-Roma merupakan usaha utama yang mereka lakukan. Kemudian, untuk mendidik anak-
anak setempat didirikanlah acara seminar-seminar. Namun, hanya sekitar setengah abad (500
tahun) kekuasaan Portugis itu bertahan dan tidak berlangsung lama karena diusir oleh Spanyol.
Kemudian sistem pendidikan bercorak agama Kristen-Protestan tersebar di bawah pengaruh
bangsa Belanda di Indonesia.
Indonesia mengalami perkembangan dari aspek ekonomi yaitu perdagangan pada abad ke-16.
Saat itu datanglah Portugis disusul dengan bangsa Spanyol datang ke Indonesia untuk berdagang
dan menyebarkan Agama Nasrani (Khatolik). Portugis datang ke Indonesia bersama dengan
missionaris salah satu namanya ialah Franciscus Xaverius. Dalam penyebaran agama Nasrani
(Katholik), menurut Franciscus Xaverius sangat diperlukan untuk mendirikan sekolah-sekolah
(seminarie). Pada tahun 1536 telah berdiri sebuah seminarie di Ternate yang menjadi sekolah
agama anak-anak orang terkemuka. Pelajaran yang dierikan di sekolah Nasrani (Katholik) ini ada
beberapa diantaranya pelajaran agama, membaca, menulis dan berhitung. Kabupaten Solor,
Flores Timur juga mendirikan semacam seminarie dan mempunyai kurang lebih 50 orang murid
yang juga mengajarkan bahasa Latin. Tujuh kampung di Ambon penduduknya sudah beragama
Katholik pada tahun 1546, di kampung ini ternyata juga menyelenggarakan pengajaran untuk
rakyat umum. Pengajaran ini sering menimbulkan pemberontakan sehingga akhir abad ke-16
musnahlah kekuatan Portugis di Indonesia. Ini menandakan hilang juga missi Katholik di
Maluku. Hilangnya tenaga missi itu menjadi salah satu akibat dari jatuhnya Negara sehingga
usaha-usaha pendidikan terpaksa harus diberhentikan.
Belanda datang ke Pulau Jawa Indonesia untuk berdagang dan menciptakan kekuasaan baru
setelah berakhirnya kekuasaan Portugis pada akhir abad ke-16. Belanda yang bergabung dalam
badan perdangan VOC, menganggap bahwa agama Katholik yang disebarkan oleh Portugis perlu
digantikan dengan agama Protestan yang dianutnya. Dengan itulah sekolah-sekolah keagamaan
didirikan terutama di daerah yang dulunya telah terpengaruh agama Nasrani (Katholik) oleh
Portugis dan Spanyol. Sekolah pertama di Ambon didirikan oleh VOC pada tahun 1607.
Pembelajaran yang diberikan yaitu membaca, menulis dan sembahyang. Guru pendidik berasal
dari Belanda dan mendapat upah. Salah satu alasan tidak ada susunan persekolahan dan gereja di
Pulau Jawa karena Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Pada tahun 1617 sekolah
pertama didirikan di Jakarta, lima tahun kemudia pada 1622 sekolah itu mempunyai murid 92
laki-laki dan 45 perempuan. Sekolah ini memiliki tujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja
yang cakap sehingga dapat dipekerjakan di administrasi dan gereja pada pemerintahan. Bahasa
Belanda menjadi bahasa pengantar hingga tahun 1786. Pendidikan kejuruan mulai muncul sejak
abad ke-19 dan pada abad ke-20 muncul golongan baru yaitu golongan cerdik, pandai yang
mendapat pendidikan Barat, namun golongan ini tidak mendapat tempat dan perlakuan wajar
dalam masyarakat kolonial. Partai yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan Sarekat
Islam, berdasarkan sosial seperti Muhamadiyah, ada pula berdasarkan asas kebangsaan seperti
Indische Partij. Indische Partij merupakan pergerakan yang pertama kali merumuskan semboyan
Indie los van Nederland yang berarti “Indonesia Merdeka” dan diambil alih oleh PNI (1928).
Jepang merupakan salah satu negara penjajah Indonesia yang berlangsung lumayan pendek (17
Maret 1942–17 Agustus 1945). Jepang menguasai Indonesia dimana perang, segala usaha Jepang
di tunjuukan hanya untuk perang. Murid-murid bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil,
dan pasir untuk pertahanan, halaman seolah ditanami umbi-umbian dan sayur untuk bahan
pangan, menanam pohon jarak untuk menambah pasokan minyak demi kepentingan perang.
Runtuhnya pengaruh kolonial Belanda diikuti dengan tumbangnya sistem pendidikannya pula.
Banyak orang Belanda diinternir oleh pemerintah militer Jepang sehingga banyak sekolah-
sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas lenyap. Hanya susunan sekolah untuk
anak-anak Indonesia saja yang tertinggal. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah
Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan
MULO dihapus semua. Pendidikan Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) 6 tahun, Sekolah
Menengah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) 3 tahun yang ada di Indonesia
sejak masa Jepang dan masih banyak lagi sekolah kejuruan (sekolah guru), yaitu sekolah untuk
mempersipkan tenaga pendidik dalam jumlah yang besar demi memompa dan
mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.
Tokoh pendidik yang berjasa pada masa kolonial Belanda seperti Ki Hajar Dewantara, Moh.
Syafe‟i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan Bahasa Indonesia yang disusun
sebelumnya oleh Van Phuysen. Dari beberapa tokoh di atas, pemerintahan Indonesia telah
berupaya untuk mengangkat tokoh yang berjasa dalam pendidikan Indonesia dimasa kolonial ini
pada awal pendidikan masa kemerdekaan. Pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono
dari partai Kiri Murba menjadi tanda pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan.
Usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya telah
dilancarkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknorat dalam pucuk pimpinan
pemerintahan. Rencana pendidikan dalam Pelita I ini dapat dikembangkan menurut satu rencana
dan menyesuaikan keuangan Negara. Harga minyak tanah yang melonjak naik pada masa orde
baru ini berakibat pada keuangan Negara yang membengkak. Hal ini menjadi penyebab di
dirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran.
Hasil dari Pelita I dalam bidang pendidikan yaitu telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru.
Enam puluh tiga koma lima juta buku SD kelas I telah dibagikan, 6000 gedung SD dibangun,
57.740 orang guru terutama guru SD diangkat, serta 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di
Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang telah dibangun.
Kurikulum 1994 digunakan pada masa pemerintahan Habibie telah mengalami penyempurnaan
pada masa pemerintahan Gus Dur. Pendidikan pada masa pemerintahan Megawati mengalami
perubahan tatanan, antara lain:
BAB 5
LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENDIDIKAN
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu pun dengan aspek
budaya dalam pendidikan. Dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur
budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya,
begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Maka,
bisa dikatakan bahwa pengertian sosiologi pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan peresekolahan
sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia dengan
pendidikan.Berikut akan dibahas mengenai sosial dan budaya pada pendidikan, sebagai berikut :
1) interaksi guru-siswa;
Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Proses
sosial merupakan suatu cara berhubungan antar idividu, antar kelompok atau antara
individu dan kelompok yang menghasilkan bentuk hubungan tertentu.
Interaksi dan proses sosial dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu atau
gabungan dari faktor-faktor berikut:
1. Imitasi
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif
2. Sugesti
Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan
atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
3. Identifikasi
Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi yang mencoba
menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar
4. Simpati
Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain.
1. Kontak sosial
Kontak sosial bisa menghasilkan interaksi positif atau interaksi
negatif.
2. Komunikasi
Adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau
sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai mengadakan komunikasi.
Alat-alat yang dimaksud adalah:
5. Ada struktur dalam kelompok yang membentuk peranan dan status sebagai dasar
ikatan kegiatan kelompok
3. Pendidikan (Sekolah) harus berfungsi secara maksimal sebagai wahana proses sosialisasi
anak.
4. Dinamika kelompok harus diarahkan untuk kepentingan belajar
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989). Kebudayaan produk
perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983)dengan mengemukakan kebudayaan adalah
keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama
manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan
kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.
Dari ketiga devinisi kebudayaan diatas, tampaknya devinisi terakhir yang paling tepat, sebab
mencakup semua cara hidup ditambah dengan kehidupan manusia yang diciptakan oleh
manuasia itu sendiri sebagai warga masyarakat (Made Pidarta, 1997 : 157). Bisa dikatakan
bahwa, kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan, tigkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota
masyarakat.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya
berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya,
pendidikan dan budaya bersama dan memajukan.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila
kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya,
membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu
dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya. Dapat dituliskan bahwa Hubungan antara kebudayaan dan pendidikan
adalah :
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu pun dengan aspek
budaya dalam pendidikan. Dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur
budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya,
begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Maka,
bisa dikatakan bahwa pengertian sosiologi pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan peresekolahan
sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia dengan
pendidikan.Berikut akan dibahas mengenai sosial dan budaya pada pendidikan, sebagai berikut :
1) interaksi guru-siswa;
Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Proses sosial merupakan
suatu cara berhubungan antar idividu, antar kelompok atau antara individu dan kelompok yang
menghasilkan bentuk hubungan tertentu.
Interaksi dan proses sosial dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu atau gabungan dari faktor-
faktor berikut:
1. Imitasi
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif
3. Sugesti
Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau
sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
3. Identifikasi
Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi yang mencoba
menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar
4. Simpati
Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain.
Adapun, sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut :
1). Empiris: bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2). Teoretis : merupakan peningkatan fase penciptaan, bisa disimpan dalam waktu lama, dan
dapat diwariskan kepada generasi muda.
3). Komulatif : berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4). Nonetis : menceritakan apa adanya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Untuk memudahkan terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu menciptakan situasi,
terutama pada dirinya, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-
anak.
Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat berikut :
Kontak sosial
Kontak sosial bisa menghasilkan interaksi positif atau interaksi negatif.
Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:
PSIKOLOGI SOSIAL
• Psikologi yang mempelajari seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri
psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan
antarindividu (Hollander, 2011);
• Mengkaji keterkaitan masyarakat dengan kondisi psikologi kehidupan individu;
• Secara genetik manusia cenderung bersahabat, yang dimulai sejak permulaan “dihidupkan” dan
sejak masih bayi. Bayi akan merespons secara positif terhadap satu atau lebih orang dewasa.
2. Jasmani
a. Keterampilan
b. Kesehatan
c. Keindahan tubuh
Bab 8
A. LANDASAN EKONOMI PENDIDIKAN
Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi,
pertukaran, dan kosumsi barang dan jasa. Ilmu ekonomi asalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam memilih dan menciptkan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adlaha adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan
yang jumlahnya terbatas.
Landasan ekonomi adalah sautu hal yang membahasa peran ekonomi, fungsi produksi,
efisiensi dan efektivitas biaya dalam pendidikan. Ekonomi merupakan salah satu faktor yang
cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan.
PERAN EKONOMI DALAM PENDIDIKA
Alasan pemerintah Indonesia menetapkan pembangunan dibidang ekonomi pada
pembangunan jangka panjang tahun pertama dan kedua adalah karena :
1. Ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
2. Agar tidak kalah bersaing dalam era globalisasi saat ini.
EKONOMI PENDIDIKAN
Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses pendidikan, disini peran
ekonomi dalam sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber pendidikan yang
membuat anak mampu mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi tenaga kerja
yang handal dan mampu menciptakn lapangan kerja sendiri, memiliki etos kerja dan bisa hidup
hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi pendidikan juga berfungsi sebagai
materi pelajaran dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia.
https://serupa.id/landasan-pendidikan-pengertian-fungsi-tujuan-jenis-dsb/
https://osf.io/y9xb3/download/?format=pdf