Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/356608244

Konsep Pendidikan Menurut Tokoh Pendidikan Dalam Negeri dan Luar Negeri

Article · November 2021

CITATIONS READS

0 7,369

3 authors, including:

M. Aidil Fatha
Universitas Sriwijaya
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Filsafat Pendidikan View project

All content following this page was uploaded by M. Aidil Fatha on 29 November 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


FILSAFAT PENDIDIKAN
KONSEP PENDIDIKAN MENURUT PARA TOKOH PENDIDIKAN
DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI

OLEH :
1. Dinda Nurfadhilah (06091281924075)
2. M. Aidil Fatha (06091181924076)
3. Syarifa Annisa (06091281924024)

DOSEN PENGAMPUH :
1. Dr. Zainal Arifin, M.Si.
2. Dr. Rahmi Susanti, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i


1. Konsep Pendidikan Menurut Tokoh Pendidikan Dalam Negeri .............. 1
1.1. Ki Hadjar Dewantara ............................................................................. 1

1.2. Prof. Dr. Hamka..................................................................................... 3

1.3. Mohammad Syafei ................................................................................. 3

1.4. Ahmad D Marimba ................................................................................ 4

1.5. Hasan Langgulung ................................................................................. 4

1.6. Zahara Idris ........................................................................................... 5

2. Konsep Pendidikan Menurut Tokoh Pendidikan Luar Negeri ................. 5


2.1. Al-Ghazali ............................................................................................. 5

2.2. Prof Dr. Martinus Jan Langeveld ........................................................... 7

2.3. Paulo Freire ........................................................................................... 7

2.4. Plato ...................................................................................................... 8

2.5. Jean Piaget ............................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 10

i
Mendeskripsikan Konsep Pendidikan Menurut Para Tokoh Pendidikan
Dalam Negeri dan Luar Negeri
1. Konsep Pendidikan Menurut Tokoh Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan istilah pedagogik yang berarti ilmu
pendidikan. Pedagogik berasal dari Bahasa Yunani pedagogues dan Bahasa
Latin pedagogus yang berarti pemuda yang bertugas mengantar anak ke sekolah
serta menjaga anak agar ia bertingkah laku susila dan disiplin. Menurut UU No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. Banyak para tokoh pendidikan yang mengemukakan konsep
pendidikan menurut pandangan para masing-masing ahli seperti yang dijelaskan
sebagai berikut.
1.1. Ki Hadjar Dewantara
Dalam dunia pendidikan, sosok Ki Hadjar Dewantara terkenal sebagai
Bapak Pendidikan Bangsa Indonesia. Beliau banyak mengajarkan berbagai hal
dalam dunia pendidikan. Konsep pendidikan nasional yang dikemukakan oleh
Ki Hadjar Dewantara antara lain Tut Wuri Handayani, konsep tripusat
pendidikan, dan tringgo (ngerti, ngrasa, dan nglakoni). Ki Hadjar Dewantara
mengartikan pendidikan sebagai daya upaya mengajukan budi pekerti, pikiran,
serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup
dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Tut Wuri Handayani sebagai asas pendidikan nasional yang menegaskan
bahwa setiap orang punya hak untuk mengatur dirinya sendiri. Dalam konsep
Tut Wuri Handayani, seorang guru tidak ‘menarik’ peserta didik dari depan,
melainkan mencari jalan sendiri, mengambil langkah sesuai keputusan peserta
didik sendiri. Adapun dua asas lainnya, yakni Ing Ngarsa Sung Tuladha dan
Ing Madya Mangun Karsa yang dikembangkan oleh R.M.P Sosrokartono,
memiliki arti “di depan memberi contoh yang baik, di tengah memberi

1
semangat, di belakang memberi dorongan”. Konsep pendidikan yang dicetus
oleh Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa proses belajar mengajar terletak
pada peserta didik. Pengajar berperan sebagai fasilitator yang membantu
peserta didik untuk mengkonstruksi konseptualisasi dan solusi masalah yang
dihadapi. Menurutnya, pembelajaran optimal adalah pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student center learning). Oleh Ki Hadjar
Dewantara diturunkan menjadi sistem pendidikan yang memerdekakan siswa
atau yang disebutnya sebagai “sistem merdeka”. Menjadi manusia merdeka
memiliki makna bahwa sesorang tidak hidup terperintah, berdiri tegak karena
kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Dengan kata
lain, mendidik anak agar menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka
pikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru tidak hanya memberi pengetahuan
yang baik dan perlu saja, tetapi mendidik peserta didik agar dapat mencari
sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum agar
dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Dalam pendidikan, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan konsep tripusat
pendidikan, yakni sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan tidak hanya
terjadi di lingkungan sekolah saja, tetapi ada campur tangan dari keluarga dan
masyarakay yang menentukan kesuksesan dan gagalnya pendidikan nasional.
Pendidikan tidak hanya diserahkan kepada guru di lingkungan civitas
akademika, karena pendidikan tidak hanya mengasah intelektual, melainkan
jasmani dan rohani peserta didik juga harus diasah. Di lingkungan sekolah,
pendidikan peserta didik dalam waktu terbatas menyebabkan terbatasnya juga
waktu bagi peserta didik untuk berkomunikasi dan berinteraksi kepada guru.
Dalam lingkungan keluarga, peserta didik sudah dididik sejak dalam
kandungan hingga dewasa. Di lingkungan masyarakat, peserta didik akan
belajar bagaimana cara bersosialisasi kepada masyarakat, berinteraksi dengan
orang lain, dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang peserta didik dapatkan
di lingkungan sekolah. Lingkungan masyarakat dapat memengaruhi karakter
peserta didik, apabila peserta didik berada di lingkungan yang baik, karakter
yang mereka dapatkan juga baik.

2
1.2. Prof. Dr. Hamka
Mendidik tidak hanya sekedar proses terjadinya interaksi pengajaran antara
guru dan peserta didik. Mendidik juga berarti mengajak, mendorong, dan
membimbing peserta didik untuk memahami dan melaksanakan aktivitas
pendidikan yang dapat berlangsung kapan dan dimana saja bahkan oleh
siapapun sepanjang memenuhi syarat dan prinsip pendidikan. Menurut Hamka,
pendidikan merupakan serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk
membantu watak budi akhlak dan kepribadian peserta didik, dan pengajaran
merupakan upaya untuk mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu
pengetahuan.
Menurut Prof. Dr. Hamka, pendidikan terbagi menjadi 2 bagian, yakni
pendidikan jasmani dan pendidikan rohani. Pendidikan jasmani merupakan
pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta kekuatan jiwa
dan akal. Sedangkan pendidikan rohani merupakan pendidikan untuk
kesempurnaan fitrah manusia yang didasarkan pada agama. Hamka
menjelaskan bahwa hakekat pendidikan bertujuan untuk membentuk
kepribadian yang luhur. Terdapat dua dimensi tujuan pendidikan, yakni bahagia
di dunia dan di akhirat. Segala proses pendidikan akhirnya bertujuan untuk
membentuk peserta didik sebagai abdi Allah yang baik. Pendidikan mengarah
ke pengembangan nilai/value, sedangkan pengajaran hanya aspek transfer ilmu.
Proses pendidikan meliputi tiga materi pendidikan, yakni ilmu, amal, dan
akhlak. Pendidikan harus memiliki prinsip tauhid sebagai prinsip utama yang
akan memberi nilai tambah bagi manusia dan menumbuhkan kepecayaan pada
dirinya serta memiliki pandangan hidup yang benar.
1.3. Mohammad Syafei
Konsep filsafat pendidikan Mohammad Syafei :
a. Nasionalisme. Semangat nasionalisme yang dimiliki oleh Mohammad
Syafei dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Cipto Mangunkusumo dan
Douwes Dekker dan Perhimpunan di Belanda. Nasionalisme pragmatis
yang dimiliki oleh Mohammad Syafei didasarkan pada agama, tertuju pada
membangun bangsa melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai
berbuat untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh

3
Tuhan. Menurut Mohammad Syafei, Tuhan tidak sia-sia menciptakan
manusia dan alam lain. Semuanya berguna dan kalau ini tidak berguna,
disebabkan karena kita yang tidak pandai menggunakannya.
b. Developmentalisme. Pandangan pendidikan Syafei juga dipengaruhi oleh
aliran developmentalisme, terutama oleh gagasan sekolah kerja yang
dikembangkan oleh Dewey dan George Kerschensteiner, dan pendidikan
alam oleh Jan Lightar. Menurut Syafei, pendidikan berfungsi sebagai
instrumen yang digunakan manusia dalam mengarungi evolusi kehidupan,
membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan
kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin
antar bangsa.
1.4. Ahmad D Marimba
Menurut Ahmad D Marimba, pendidikan merupakan suatu bimbingan
atau pimpinan yang secara sadar oleh pendidik terhadap suatu
perkembangan jasmani dan rohani terdidik yang akan terbentuknya
kepribadian utama. Terkhusus pendidikan Islam, Ahmad mengartikan
bahwa pendidikan sebagai bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ketentuan-ketentuan Islam. Kepribadian utama yang dimaksud
adalah kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Terdapat dua macam tujuan pendidikan, yakni tujuan sementara dan
tujuan akhir. Tujuan sementara yaitu sasaran sementara yang harus dicapai
dalam berbagai kemampuan seperti kecakapan, jasmaniah, pengetahuan,
membaca, menulis, ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, dan
kedewasaan. Tujuan akhir yang dimaksud adalah terwujudnya kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang mencerminkan ajaran Islam dan berfokus
pada keimanan dan ketakwaan pada setiap peserta didik.
1.5. Hasan Langgulung
Menurut Hasan Langgulung, melihat pendidikan dari sisi fungsi, yaitu : (1)
dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat bagi berlangsungnya
pendidikan sebagai suatu upaya penting pewarisan kebudayaan yang
dilakukan oleh generasi tua kepada generasi muda agar kehidupan

4
masyarakat tetap berlanjut; (2) pendidikan dalam makna luas terbatas,
ketika pendidikan diproporsikan sebagai sejumlah program pengembangan
kualitas manusia; (3) pendidikan dalam makna sempit, yakni ketika
pendidikan diproporsikan terbatas pada sekolah formal.
1.6. Zahara Idris
Zahara Idris mengemukakan konsep pendidikan sebagai berikut :
a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai oleh
keseimbangan kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik dalam
menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang
semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi yang semakin
pesat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan disiplin ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.
Dengan demikian, pendidikan menurut Zahara Idris merupakan proses
pengembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik secara
berkelanjutan untuk menjadi insan yang lebih baik.
2. Konsep Pendidikan Menurut Tokoh Pendidikan Luar Negeri
2.1. Al-Ghazali
Di dalam dunia pendidikan, untuk mengetahui konsep pendidikan, Al-Ghazali
dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan memahami yang
berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, antara
lain sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan. Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan dibagi
menjadi dua bagian, tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang melalui pendekatan diri kepada Allah.
Pendidikan dalam prosesnya mengarahkan manusia menuju pengenalan
dan kemudian pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam. Semakin lama
seseorang duduk di bangku pendidikan maka akan semakin bertambah ilmu
pengetahuannya, maka akan semakin mendekat kepada Allah. Tujuan

5
jangka pendek berarti diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan
kemampuannya. Pangkat, kedudukan, kemegahan, popularitas, dan
kemuliaan dunia secara naluri. Hal tersebut bukan merupakan tujuan dasar
seseorang yang melibatkan diri di dunia pendidikan. Sebagai seorang
penuntut ilmu yang hendak meningkatkan kualitas dirinya melalui ilmu
pengetahuan haruslah mengamalkan ilmunya agar dapat bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain.
b. Konsep kurikulum. Dalam pandangan Al-Ghazali, ilmu terbagi menjadi
tiga bagian : (1) Ilmu-ilmu yang terkutuk, baik sedikit maupun banyak,
yaitu ilmu yang tidak ada manfaatnya, baik di dunia maupun di akhirat; (2)
Ilmu-ilmu yang terpuji, baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang
erat hubungannya dengan peribadatan dan macam-macamnya; (3) ilmu-
ilmu terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya
secara mendalam dapat menyebabkan terjadinya kekacauan dan
kesemarutan antara keyakinan dan keraguan serta dapat pula membawa
kepada kekafiran.
c. Metode pengajaran. Menurut Al-Ghazali, salah satu metode pengajaran
yang ideal, terlihat ketika Al-Ghazali mampu menunjukkan asas mendidik,
mengajar, dan asa belajar metode pengajaran. Terdapat dua bagian metode
pengajaran yakni pendidikan agama dan pendidikan akhlak. Pada
prinsipnya, metode pendidikan agama dimulai dengan pemahaman dan
hapalan, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah
itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang menguatkan akidah.
Pendidikan akhlak harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang
mulia.
d. Kriteria guru yang baik. Menurut pendapatnya, guru atau ulama adalah
seseorang yang memberikan apapun yang bagus, positif, kreatif, atau
bersifat membangun kepada manusia. Al-Ghazali juga berpendapat bahwa
pada prinsipnya guru yang sempurna akalnya dan terpuji akhlaknya layak
diberi amanat mengajar peserta didik. Guru harus memiliki sifat-sifat rasa
kasih sayang dan simpatik, tulus ikhlas, jujur dan terpercaya, lemah lembut,
berlapang dada, dan mengajar tuntas.

6
2.2. Prof Dr. Martinus Jan Langeveld
Menurut Langeveld, pendidikan adalah sebagai suatu bimbingan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
tujuan, yaitu kedewasaan. Langeveld mengartikan pedagogik sebagai ilmu
pendidikan yang lebih menitikberatkan kepada pemikiran dan perenungan
tentang pendidikan. Langeveld mengemukakan bahwa suatu alat pendidikan
hanyalah suatu tindakan/perbuatan atau situasi, yang dengan sengaja untuk
menciptakan tujuan pendidikan. Langeveld mengelompokkan alat pendidikan
menjadi 5 jenis, yaitu perlindungan, kesepahaman, kesamaan arah dalam pikiran
dan perbuatan, perasaan bersatu, dan pendidikan karena kepentingan diri sendiri.
Ada 6 jenis tujuan pendidikan menurut M.J. Langeveld, yakni sebagai
berikut: (a) tujuan akhir (umum, universal, dan total); (b) pengkhususan tujuan
umum; (c) tujuan tak lengkap (sementara/dala salah satu aspek kehidupan); (d)
tujuan incidental (menyangkut peristiwa khusus); (e) tujuan tentatif (langkah
yang ditempuh dalam mencapai tujuan umum; (f) tujuan intermediet (mediator
tujuan pendidikan).
2.3. Paulo Freire
Paulo Freire menetapkan konsep pendidikan yaitu pembahasan dalam
pemikiran. Sehingga, menurut Paulo Freire, ada beberapa tema sentral dalam
konsep pendidikan pembebasan dalam pemikiran, yaitu humanisasi, pendidikan
hadap masalah (problem-posing education), dan konsientisasi (kesadaran kritis).
Paulo Freire juga menyebutkan bahwa pendidikan lama itu adalah pendidikan
dengan sistem bank. Dalam pendidikan, guru meruakan subjek yang memiliki
pengetahuan yang diisikan kepada murid. Murid merupakan wadah suatu tempat
deposit. Menurutnya, dalam proses belajar, murid hanya sebagai objek belaka.
Bagi Freire, kegiatan tersebut tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya antara
guru dan murid. Praktik pendidikan seperti itu mencerminkan penindasan yang
terjadi di masyarakat sekaligus memperkuat struktur yang menindas.
Untuk menggantikan hal seperti itu, Freire mempunyai alternatif yaitu
dengan sistem problem-posing education atau pendidikan hadap masalah yang
memungkinkan konsientisasi. Dimana dalam konsientisasi, guru dan murid
bersama-sama menjadi subjek yang disatukan oleh objek yang sama. Tidak ada

7
lagi yang berpikir memikirkan dan yang tinggal menelan, tetapi mereka berpikir
bersama. Dialog menjadi unsur penting dalam pendidikan. Menurut Freire,
dialog merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan, melalui dialog
terdapat kata-kata yang memungkinkan mengubah dunia, membangun kemauan
untuk belajar dari orang lain, dan memperlakukan orang lain sederajat, sehingga
dapat memacu proses perubahan.
2.4. Plato
Menurut Plato, pendidikan didasarkan pada pengertian logis psikologi
manusia. Ia memberikan ilustrasi logis psikologi manusia. Anak harus belajar
merasakan kenikmatan dan rasa sakit, mencintai dan membenci secara tepat.
Ketika tumbuh, mereka akan memahami alasan yang mendasari latihan yang
telah diterima. Sistem pendidikan yang logis memerlukan integrasi intelek dan
emosi. Cita-cita pendidikan Plato, tugas individu mengutamakan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadi. Pendidikan harus diselenggarakan untuk dan
oleh negara. Plato membedakan tiga fungsi pada manusia yaitu pikiran,
keinginan, dan kemauan. Ketiga fungsi tersebut disejajarkan dengan tiga
golongan dalam masyarakat, yaitu:
a. Golongan yang mengutamakan pikiran yaitu golongan pengajar
b. Golongan yang mengutamakan keinginan yaitu golongan pengusaha
c. Golongan yang mengutamakan kemauan yang membawa mereka pada
keberanian yaitu golongan militer.
Plato menempatkan kebijakan intelektual di tempat tertinggi. Dalam
rencana-rencana pendidikan yang dikemukakan, ditekankan pula kebijakan
moral dan latihan kemauan. Plato juga berpendapat bahwa kekuatan jasmani
membantu kekuatan moral dan intelektual, karena semuanya berhubungan
dengan kebaikan, disiplin, dan keselarasan dalam pikiran dan tabiat dengan
keutamaan yang sama dalam tubuh manusia.
2.5. Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang epistimolog dan psikolog berkebangsaan Swiss
yang tertarik kepada dunia pendidikan karena merasa tidak puas dengan teori
para ahli pendidikan yang sudah ada. Persepsi Piaget terhadap pendidikan adalah
dengan menyatakan bahwa memaksa merupakan metode mengajar yang paling

8
buruk, karena tanpa paksaan, siswa akan merekonstruksi apa yang dipelajarinya
jika siswa tersebut aktif bereksperimen. Proses belajar yang baik menurut Piaget
adalah yang mengajarkan peserta didik untuk berinquiry. Jadi, belajar yang
sebenarnya adalah mengatasi lagi, mengkonstruksi kembali, dan menemukan
kembali yang dilakukan oleh siswa sendiri. Psikologi modern mengajarkan
bahwa hasil intelegensi adalah melalui tindakan. Jean Piaget juga menggunakan
konsep konstruktivisme. Dalam konstruktivisme, pendidikan dapat diartikan
bahwa pengetahuan yang diperoleh seorang anak merupakan hasil dari
konstruksi pengetahuan awal yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang baru
diperolehnya.
Menurut Piaget, pengetahuan dan konsep yang dimiliki anak bisa diperoleh
melalui proses asimilasi, yaitu integrasi konsep yang merupakan tambahan atau
penyempurnaan dari konsep awal yang dimiliki. Dan proses akomodasi, yaitu
terbentuknya konsep baru pada anak karena konsep awal tidak sesuai dengan
pengalaman baru yang diperolehnya. Piaget juga mengemukakan istilah
equilibrium, yaitu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan evaluator agar pemikiran
muridnya berjalan sebagaimana mestinya. Guru harus bisa mengaktifkan
muridnya untuk berpikir, karena pada kenyataannya saat datang ke sekolah,
seoran anak tidak datang dengan pengetahuan kosong. Anak sudah mengalami
banyak peristiwa yang menjadi pengalamannya. Tinggal bagaimana pengalaman
tersebut diolah sehingga menghasilkan suatu konsep atau persepsi yang benar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, Ki Hadjar. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.


Nufus, Hayatun. 2017. Konsep Pendidikan Anak Dalam Pengembangan Akhhlak
Perspektif Hamka. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Priatna, Tedi, dan Mahmud. 2005. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian
Epistimologi, Sistem, dan Pemikiran Tokoh. Bandung: Sahifa.
Sudarto, Ki Tyasno. 2008. Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.
Suyitno, Y. 2009. Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia (Dari Dunia Timur, Timur
Tengah, dan Barat). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Wardani, Kristi. 2010. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Proceedings of The 4th International
Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI, 230-239.
Yusof, Najeemah Md. 2006. Konsep Pendidikan. Kuala Lumpur: PTS Proffesional
Publishing Sdn. Bhd.

10

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai