Anda di halaman 1dari 10

DOA SEBAGAI PERANTI MUJAHADATUN NAFS

A. Pengertian Tazkiyatun Nafs


Dalam bahasa Arab, penyucian jiwa disebut sebagai tazkiyatun nafs,
yang terdiri dari dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah
bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian atau pembersihan. Dan karena
itulah zakat, yang satu akar dengan kata at-tazkiyah disebut zakat
karena ia kita tunaikan untuk membersihkan/menyucikan harta dan jiwa
kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti
jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa
atau nafsu kita.

Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-


tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh.

Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga berarti menumbuhkan jiwa kita agar
bisa tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji.
Dari tinjauan bahasa di atas, bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun
nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal.Pertama, menyucikan jiwa kita
dari akhlak yang buruk/tercela seperti kufur, nifaq, riya‟, hasad, ujub,
sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan
sebagainya.Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut
dengan akhlak yang baik/terpuji seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal,
cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.
B. Urgensi Tazkiyatun Nafs
Di tengah-tengah hiruk pikuk manusia berlomba mencari
kebahagiaan dan ketenangan, ada satu hal yang sering kali dilupakan dalam
mencari kebahagiaan yang hakiki, bukan hanya kebahagiaan yang
semu.Yaitu satu faktor penting yang menjadi salah satu bagian dari
kebutuhan orang beragama, faktor itu adalah tazkiyatun Nafs artinya
mensucikan diri dari kemaksiatan dan membersihkan jiwa dari noda
kemusyrikan dan segala bentuk kemaksiatan lainnya. Bahkan Tazkiyatun
Nafs atau pensucian jiwa ini menjadi salah satu tugas penting Rasulullah
dalam mengemban risalahnya, yakni ajaran Islam, sebagaimana
difirmankan Allah dalam al-Qur‟an surat al-jumuah (62) ayat 2 yang
berbunyi:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan
Hikmah (sunnah).Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumuah: 2)
Kondisi masyarakat Quraisy pada saat itu memang berada dalam
kegelapan dan kemungkaran sehingga Rasulullah sebagai pembawa
kebenaran memang benar-benar bertugas untuk membersihkan hati
mereka dari segala bentuk penyakit, penyakit iri dan dengki, sombong,
rakus dan tamak untuk meraup kekayaan sebesar-besarnya dengan jalan
yang tidak hak, bahkan seringkali terjadi pembunuhan di antara mereka.
Kondisi ini kiranya tidak jauh beda dengan kondisi zaman kita sekarang ini,
segala bentuk kemaksiatan pada zaman yang kita sebut jahiliyyah itu
ternyata terjadi juga pada zaman yang kita sebut dengan zaman jahiliyyah

modern ini, bahkan bentuk dan jenisnya lebih banyak dan bermacam-
macam. Maka orang yang mendambakan kebahagiaan dan ketenangan,

hendaklah ia terus berusaha meningkatkan kualitas kebersihan jiwa dari


segala bentuk penyakit dan dosa, Allah berfirman dalam surat as-Syams
(91) ayat 9:

‫قذ أفهح مه صكبٌب َقذ خبة مه دسبٌب‬


Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams: 9)
Jadi ketenangan dan kebahagiaan seseorang ditentukan sebatas
mana dia sanggup mensucikan jiwanya dari segala kotoran dan penyakit
hati, sehingga dengan demikian kekuatan ruhiyyahnya akan membaik
seiring dengan usahanya untuk memperbaiki diri. Maka seorang ulama‟
Mesir mengatakan: “Mustahil akan tercapai kebangkitan umat islam ini
dari kemerosotan dan kemunduran tanpa disertai kebersihan jiwa dan
tingginya kualitas ruhiyah. Sesungguhnya yang pertama kali menjadi
target dakwah kami yang nantinya akan menjadi penopang utama tegaknya
dakwah ini adalah kesadaran ruhiyah yang baik dan hati yang hidup.
Sesungguhnya obat dari penyakit umat ini adalah satu yaitu mengobati
jiwa dan meluruskan akhlak masyarakat.”
Fokus dari tazkiyatunnafs adalah pembinaan hati agar selalu hidup
dan merekah.Hati adalah bagian anggota tubuh yang sangat penting dan
menentukan. Hati yang hidup akan menyinari prilaku seluruh hidup seorang
manusia. Dan sebaliknya hati yang mati, akan menyebabkan pemiliknya
tenggelam dalam keterlantaran, tersesat dalam belantara kerumunan
orang-orang fasik. Rasulullah pernah mengatakan:
“Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah, jika ia baik
maka semua tubuhnya akan baik dan jika rusak maka seluruh tubuhnya
akan rusak, ketahuilah ia adalah hati.”(HR. Bukhari dan Muslim). Maka
usaha maksimal harus dilakukan untuk mewujudkan hati yang bersih
karena ia menjadi tolak punggung kesuksesan prilaku manusia, inovator
gerakan tubuh manusia dan inspirator melakukan gebrakan kemajuan bagi
bangsa agama. Bagaimana agar jiwa senantiasa suci dan bersih.
Ada beberapa solusi untuk mensucikan jiwa kita yang kotor dan penuh
dengan dosa ini.
Yang pertama: Memperbanyak Dzikir kepada Allah SWT. di manapun kita
berada.Dalam kondisi apapun, kita dperintahkan untuk selalu menghiasi
bibir kita dengan dzikir kepada Allah. Menyebut asma dan sifat Allah
adalah dzikir, menyebut-nyebut nikmat Allah adalah dzikir, melakukan
ketaatan adalah dzikir, menuntut ilmu adalah dzikir, membaca al-Qur‟an,
tasbih,tahlil, tahmid, istighfar, shalawat kepada Nabi adalah bagian dari
macam-macam dzikir. Allah berfirman:
Artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi
tenteram.” (Ar-Ra‟du: 28)
Yang kedua: Berkumpul dengan orang-orang shaleh, karena akhlak dan
prilaku seseorang bisa dilihat dari prilaku kawannya.
Maka benar apa yang disabdakan Rasulullah:

‫انمشء عهى ديه خهيهً فهيىظش أحذكم مه يخبنم‬


Artinya: “Seseorang itu tergantung pada agama kawannya, maka lihatlah
siapa yang menjadi kawannya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Maka Islam memerintahkan kita agar mencari teman yang baik untuk kita
dan keluarga kita sebagaimana sabda Rasulullah: “Janganlah kamu mencari
teman kecuali seorang mukmin dan janganlah ada yang makan makananmu
kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Termasuk juga, dalam rangka mensucikan jiwa kita yaitu dengan cara

sering mendengarkan kisah orang-orang yang shaleh. Oleh karena itu al-
Qur‟an banyak mengisahkan kisah para Nabi, orang-orang shaleh dan para

kekasih Allah.Sehingga kita bisa meneladani prilaku mereka.Dan kisah-


kisah dalam al-Qur‟an bertujuan agar diteladani bukan sekedar dinikmati

ceritanya.
Yang ketiga: Menghidupkan hati dengan selalu Dakwah dan Jihad.
Dakwah adalah aktifitas yang mempunyai kedudukan tertinggi seorang
hamba di sisi Allah. Kalau orang awam memohon ampun kepada Allah untuk
diri mereka sendiri agar dosanya diampuni, maka seorang dai akan
didoakan seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi sampai ikan di
tengah lautanpun ikut memohonkan ampunan, dalam riwayat lain semut
yang berada dilobangnyapun ikut memohonkan ampunan kepada Allah,
sebagai-mana hal itu disabdakan Rasulullah.
Sedangakan jihad dengan jiwa memiliki pengaruh sangat besar terhadap
pembinaan dan pensucian jiwa bahkan dengan jihad kita akan mendapat
berbagai macam jalan untuk meraih cita-cita sebagaimana Allah
berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami,
maka Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-
Ankabut: 69)

Orang-orang yang senantiasa teguh menegakkan kalimat Allah dalam


berbagai profesi dan aktifitas akan mendapat kedudukan yang mulia di
sisi Allah. Yaitu di tengah-tengah redupnya sinar dakwah dan jihad yang
sudah dianggap sebelah mata oleh sekian banyak kaum muslimin padahal
jihad dan dakwah adalah pilar utama tegaknya harga diri umat Islam di
mata dunia.
Oleh karena itu, mari kita tumbuhkan semangat beribadah kita,
semangat kepedulian kita kepada sesama orang islam dan semangat untuk
mengajak ke jalan yang benar dan mencegah jalan yang mungkar. Mari kita
sucikan jiwa kita dari dosa kita kepada Allah dan kesalahan-kesalahan kita
kepada sesama manusia, dengan cara saling bersilaturahim yang intens
kita akan merasakan betapa pentingnya kita hidup berjamaah dan
bersama-sama menghadapi kehidupan ini dengan lebih berarti dan
bermanfaat
Penyucian jiwa adalah masalah yang sangat penting dalam Islam,
bahkan merupakan salah satu tujuan utama diutusnya Nabi kita
Muhammmad shallallahu „alaihi wa sallam(Lihat kitab Manhajul Anbiya‟ fii
Tazkiyatin Nufuus, hal. 21)
C. Do‟a Tazkiyatun Nafs
Allah Ta‟ala menjelaskan hal ini dalam banyak ayat Al Qur-an, di
antaranya firman Allah Ta‟ala,

“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul di antara


kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu, dan
menyucikan(diri)mu, dan mengajarkan kepadamu Al kitab (Al Qur-an) dan
Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui.” (Qs Al Baqarah: 151)Juga firman-Nya,

“Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang


yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari
kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
Kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.” (Qs Ali „Imraan: 164)
Makna firman-Nya “menyucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan
mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan
jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju
cahaya (hidayah Allah Ta‟ala). (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/267)
Pentingnya Tazkiyatun Nufus Dalam Islam
Pentingnya tazkiyatun nufus ini akan semakin jelas kalau kita
memahami bahwa makna takwa yang hakiki adalah pensucian jiwa itu
sendiri (Lihat kitab Manhajul Anbiya‟ fii Tazkiyatin Nufuus, hal. 19-20).
Artinya ketakwaan kepada Allah Ta‟ala yang sebenarnya tidak akan
mungkin dicapai kecuali dengan berusaha menyucikan dan membersihkan
jiwa dari kotoran-kotoran yang menghalangi seorang hamba untuk dekat
kepada Allah Ta‟ala.
Allah Ta‟ala menjelaskan hal ini dalam firman-Nya,

“Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaan.Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu
(dengan ketakwaan) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya
(dengan kefasikan).” (Qs Asy Syams: 7-10)
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dalam doa
beliau:
“Allahumma aati nafsii taqwaaha wa zakkihaa, anta khoiru man zakkaahaa,
anta waliyyuhaa wa mawlahaa” [Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwaku
ketakwaan, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan itu), Engkau-lah
Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta
Melindunginya]” (HSR. Muslim dalam Shahih Muslim no. 2722)
Imam Maimun bin Mihran (seorang ulama tabi‟in) berkata, “Seorang
hamba tidak akan mencapai takwa sehingga dia melakukan muhasabatun
nafsi (introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa)
yang lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu
dagangnya (dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu, ada yang
mengatakan: Jiwa manusia itu ibarat sekutu dagang yang suka berkhianat.
Kalau Anda tidak selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu
(sebagaimana jiwa akan pergi membawa agamamu)” (Dinukil oleh Imam
Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ighaatsatul Lahfaan, hal. 147 –
Mawaaridul Amaan)
Ketika menerangkan pentingnya tazkiyatun nufus, Imam Ibnu
Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, “Orang-orang yang menempuh jalan
(untuk mencari keridhaan) Allah Ta‟ala, meskipun jalan dan metode yang
mereka tempuh berbeda-beda, akan tetapi mereka sepakat mengatakan
bahwa nafsu (jiwa) manusia adalah penghalang utama bagi hatinya untuk
sampai kepada ridha Allah Ta‟ala. Sehingga seorang hamba tidak akan
mencapai kedekatan kepada Allah Ta‟ala melainkan setelah dia berusaha
menentang dan menguasai nafsunya (dengan melakukan tazkiyatun nufus)”
(Kitab Ighaatsatul Lahfaan, hal. 132 – Mawaaridul Amaan))
Manhaj Ahlul Bid‟ah Dalam Penyucian Jiwa
Karena pentingnya kedudukan tazkiyatun nufus dalam agama Islam
inilah, tidak heran kalau kita mendapati orang-orang ahlul bid‟ah
berlomba-lomba mengatakan bahwa merekalah yang paling perhatian
terhadap masalah ini, bahkan sebagian mereka berani mengklaim bahwa
hanya dengan mengamalkan metode merekalah seorang hamba bisa
mencapai kesucian jiwa yang utuh dan sempurna.Akan tetapi, kalau kita
mengamati dengan seksama metode-metode mereka, kita akan dapati
bahwa semua metode tersebut tidak bersumber dari Al Qur‟an dan As
Sunnah. Akan tetapi sumbernya adalah pertimbangan akal dan perasaan,
atau ciptaan pimpinan-pimpinan kelompok mereka, bahkan berdasarkan
khayalan atau mimpi yang kemudian mereka namakan mukasyafah
(tersingkapnya tabir) [1]. Inilah sebab utama yang menjadikan setan
mampu menyesatkan mereka sejauh-jauhnya dari jalan yang benar, karena
berpalingnya mereka dari petunjuk Allah dalam Al Qur-an dan Sunnah.
Sehingga dengan manerapkan metode-metode mereka tersebut seseorang
tidak akan mencapai kesucian jiwa dan kebersihan hati yang sebenarnya,
bahkan justru hatinya akan semakin jauh dari Allah karena mereka
mengikuti jalan-jalan setan, “Barangsiapa yang berpaling dari dalil (Al
Qur-an dan Sunnah) maka jalannya akan tersesat” (Ucapan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah yang dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Miftahu
Daaris Sa‟aadah, 1/83)
[1] Maksudnya adalah cerita bohong orang-orang ahli Tasawuf yang
bersumber dari bisikan jiwa dan perasaan mereka, yang sama sekali tidak
berdasarkan Al Qur‟an dan Sunnah.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk tipu daya setan adalah
apa yang dilontarkannya kepada orang-orang ahli tasawuf yang bodoh,
berupa asy syathahaat (ucapan-ucapan tanpa sadar/igauan) dan
penyimpangan besar, yang ditampakkannya kepada mereka sebagai

bentuk mukasyafah (tersingkapnya tabir hakikat) dari khayalan-


khayalan.Maka setan pun menjerumuskan mereka dalam berbagai macam

kerusakan dan kebohongan, serta membukakan bagi mereka pintu


pengakuan-pengakuan dusta yang sangat besar. Setan membisikan kepada
mereka bahwa sesungguhnya di luar ilmu (syariat yang bersumber dari Al
Qur‟an dan As Sunnah) ada jalan lain yang jika mereka menempuhnya maka
jalan itu akan membawa mereka kepada tersingkapnya (hakikat dari segala
sesuatu) secara jelas dan membuat mereka tidak butuh lagi untuk terikat
dengan (hukum dalam) Al Qur‟an dan As Sunnah [?!] ...maka ketika mereka
menempuh jalan yang jauh dari bimbingan ilmu yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, setan pun menampakkan kepada
mereka berbagai macam kesesatan sesuai dengan keadaan mereka, dan
membisikkan khayalan-khayalan ke dalam jiwa mereka, kemudian
menjadikan khayalan-khayalan tersebut seperti benar-benar nyata
sebagai penyingkapan hakikat dari segala sesuatu secara jelas...[?!]”
(Kitab Ighaatsatul Lahfaan, hal. 193 – Mawaaridul Amaan)
Senada dengan ucapan di atas, Imam Ibnul Jauzi ketika menjelaskan
perangkap setan dalam menjerumuskan orang-orang tasawuf, beliau
berkata, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya awal mula talbis
(pengkaburan/perangkap) Iblis untuk menjerumuskan manusia ke dalam
kesesatan adalah dengan menghalangi (memalingkan) mereka dari ilmu
agama yang bersumber dari Al Qur‟an dan As Sunnah, karena ilmu agama
itu adalah cahaya yang menerangi hati, maka jika Iblis telah berhasil
memadamkan lampu-lampu cahaya mereka, dia akan mampu mengombang-
ambingkan dan menyesatkan mereka dalam kegelapan (kesesatan) sesuai
dengan keinginannya.” (Kitab Talbiisu Ibliis, hal. 389)
Tazkiyatun nafs (mensucikan jiwa)
Para rasul diutus oleh Allah untuk memberi peringatan (tadzkir),
menyampaikan pengajaran (ta‟lim) dan mensucikan jiwa (tazkiyah),
sebagaimana yang terdapat dalam do‟a yang dilantunkan oleh Nabi
Ibrahim as untuk anak cucunya:
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka al-Kitab (al-Qur‟an) dan
al-Hikmah (as-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. Al-Baqarah: 129)
Allah SWT-pun mengabulkan permintaan Nabi Ibrahim as tersebut

dan menganugerahkan kepada umat ini karunia yang tiada terkira, firman-
Nya: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepada-Mu)

Kami telah mengutus kepadamu rasul di antara kamu yang membacakan


ayat-ayat Kami kepadamu dan mensucikanmu dan mengajarkan kepadamu
al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 151)

Anda mungkin juga menyukai