Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Matematika Arab

Sampai Abad ke IX

Dalam konteks peradaban Islam, perkembangan matematika setidaknya dipengaruhi oleh lima
hal.

Pertama, dorongan normatif yang bersumber dari Al-Qur‟an tentang perlunya


mengoptimalkan nalar untuk merenungkan ayat-ayat Tuhan.

Kedua, adanya tantangan realitas yang mengharuskan saintis muslim untuk


mengembangkan matematika sebagai ilmu yang akan terus dibutuhkan dan bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam urusan agama.

Ketiga, adanya ilmu matematika sebagai hasil peradaban pra-Islam dirasa perlu untuk
dikembangkan lebih lanjut seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam.

Keempat, adanya dorongan etos keilmuan dari saintis muslim.

Kelima, adanya dukungan politik dari penguasa, seperti pada masa keemasan Abbasiyyah
dan Umayyah.

Mulai Perkembangan Matematika di Arab

1. Al - Khowarizmi

Kajian matematika secara ilmiah dimulai sejak umat Islam bersentuhan dengan
beberapa karya bidang matematika yang dihasilkan oleh peradaban lain setelah
ditaklukannya wilayah peradaban tersebut oleh umat Islam, misalnya Alexandria dan
Baghdad. Alexandria yang pada saat itu dikenal sebagai wilayah pusat perkembangan
matematika, ditaklukkan oleh umat Islam pada tahun 641 Masehi.

Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyyah di bawah pimpinan al-Mansur,


Harun al-Rasyid, dan al-Ma‟mun, selanjutnya dijadikan sebagai pusat ilmu pengetahuan,
sehingga di kota tersebut segala aktivitas ilmiah seperti tukar menukar ilmu antar ilmuwan
melalui karya dan terjemahan dilakukan.

Cendekiawan muslim yang pertama kali melakukan kajian matematika secara ilmiah
adalah al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi yang memiliki nama lengkap Abu Ja‟far Muhammad
ibn Musa al-Khawarizmi

Al-Khawarizmi, memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-
Khawarizmi. Ia lahir di sebuah kota kecil bernama Khawarizm yang saat ini dikenal dengan
nama Khiva, Uzbekistan pada tahun 780 M. Namun, ilmuwan Barat dan Eropa lebih
mengenal Al-Khawarizmi dengan nama Algoritm, Algorismus, atau Algoritma.

Sejak pertama kali diangkat menjadi anggota di Bayt Al-Hikmah, Al-Khawarizmi


bekerja sebagai ilmuwan. Di sana ia terus belajar banyak ilmu pengetahuan, terutama ilmu
alam dan ilmu matematika. Semasa hidupnya, Al-Khawarizmi terus mengabdi dalam bidang
pendidikan dan juga riset keilmuan. Hal itu membuatnya sangat terbuka pada sumber-
sumber ilmu pengetahuan dari manapun, baik itu Yunani, India, bahkan Romawi.

Al-Khawarizmi menggunakan istilah kuadrat bilangan yang belum diketahui


jumlahnya (x2), akar kuadrat bilangan yang belum diketahui jumlahnya sebanyak suatu
bilangan36 (bx), dan suatu bilangan yang berkedudukan sebagai konstanta dalam persamaan
aljabarnya (c).

Istilah aljabar sendiri diambil dari judul buku yang ditulisnya di Baghdad pada sekitar
tahun 825 M, yakni Hisab al-Jabr wa’I-Muqabalah. Dalam bukunya, al-Khawarizmi
mendefinisikan jabr sebagai transposisi dari satu sisi sebuah persamaan ke sisi yang lain
untuk menyeimbangkan persamaan dengan menambahkan bilangan dengan kuantitas yang
sama pada kedua sisi persamaan.

Misalnya mentransformasikan

x2-12x = 40x-4x2 menjadi 5x2-12x = 40x

Bukan hanya Aljabar, Khawarizmi juga mengenalkan konsep Algoritma, yang


pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan teknologi hari ini. Algoritma adalah ilmu
dalam bidang matematika, yang mengajarkan tentang langkah-langkah logis dalam
menyelesaikan masalah yang disusun secara sistematis. Algoritma, juga jadi jantungnya
ilmu informatika komputer. 

2. Thabit ibn Qurra

Abad ke-9 adalah masa gemilang dalam penyebaran dan pembangunan matematika.
Tiak hanya melahirkan seorang Al-Khawarizmi, tetapi juga seorang Tsabit Ibn Qurra (826-
901). Tsabit lahir di Harran kota Mesopotamia kuno pada sekitar tahun 826 M. Tsabit
menguasai tiga bahasa sejak ia masih muda, hal tersebut menjadi perhatian bagi salah satu
Musa bersaudara, yang mendorongnya untuk datang ke Baghdad untuk belajar dengan
saudara-saudaranya di Bait Al-Hikmah. Tsabit menjadi cakap dalam ilmu kedokteran, sebaik
kemampuannya dalam bidang ilm matematika dan astronomi. Tsabit diangkat menjadi ahli
astronomi, menyusun tradisi penerjemahan, khusunya karya dari bahasa Yunani dan Syiria.
Terjemahan terhadap karya ilmuwan Yunani seperti Euclides, Archimedes, Ptolemius,
Apollonius, dan Eutocius, menjadi karya aslinya dalam matematika di dunia Timur.

Selain itu, Tsabit telah mengusasi sepenuhnya karya klasik yang telah ia
terjemahkan. Sehingga Tsabit mengusulkan modifikasi dan generalisasi. Seperti Pappus,
Tsabit memberikan generalisasi teorema Phytagoras yang berlaku untuk semua segitiga,
apakah benar atau sisinya tidak sama. Jika dimulai dari vertex A dari segitiga sebarang
ABC, digambarkan garis yang memotong BC pada titik B′ dan C′, sedemikian sehingga
sudut AB′B dan AC′C masing-masing sama dengan sudut A, lalu AB2 + AC2 = BC (BB′ +
CC′).

Tsabit tidak memberikan bukti teorema, tetapi hal tersebut dengan mudah diberikan
melalui teorema pada segitiga yang mirip atau serupa. Padahal, teorema memberikan sebuah
generalisasi yang baik dari diagram kecil yang digunakan oleh Euclid sebagai bukti teorema
Phytagoras. Misalnya, jika sudut A adalah sudut tumpul, maka persegi di sisi AB sama
dengan persegi panjang BB′B′′B′′′, dan persegi yang di sisi AC sama dengan persegi panjang
CC′C′′C′′′, dari ini diketahui BB′′= CC′′=BC= B′′C′′. Artinya, jumlah kuadrat pada AB dan
AC adalah kuardrat pada BC dikurangi persegi panjang B′C′B′′C′′B′′′C′′′. Jika A sebuah
sudut yang benar, maka B′ dan C′ bertepatan dnegan P, dan untuk kasus ini, teorema Tsabit
menjadi teorema Phytagoras.
Bukti alternatif dari teorema Phytagoras, diberikan pada parabola dan segmen
parabola, pembahasan tentang persegi ajaib, sudut potong segitiga, dan teori-teori astronomi
baru adalah beberapa kontribusi Tsabit terhadap ilmu pengetahuan.

3. Abu Kamil Shuja


Abu Kamil Shuja’ (Sekitar 850 - 955 M) dari nama panggilannya, al-Misri, memang
berasal dari Mesir. Nama lengkapnya Abu Kamil Shuja’ ibnu Aslam ibnu Muhammad ibnu
Shuja’ al-Hasib al-Misri. Ia hidup setelah al-Khowarizmi (850 M) dan sebelum Ali bin
Ahmad al-Imrani (955-956 M). Matematikawan yang oleh Mehdi Nakosteen, disebut
sebagai pakar aljabar terbaik abad ke-10 ini, tidak saja mengembangkan dasar-dasar aljabar
al-Khowarizmi tetapi juga lebih menyempurnakannya.
Ia antara lain menggunakan bilangan-bilangan rasional bentuk kuadrat, dengan rumus:
√ a+ √ b=√ a+b+ 2 √ ab
dan
√ a−√ b= √ a+ b−2 √ ab

Abu Kamil antara lain memberi contoh berikut.


√ 18− √ 18=√18+ 8−2 √ 18× ( 8 )= √ 26−2 ׿ ¿
Contoh seperti itu ditemukan pula pada buku “Al-Fikhri” karya Al-Karkhi. Sedang,
Fibonacci (yaitu Leonardo da Vinci) juga menggunakan metode itu dengan angka 18 dan 32.
Apabila dari rumusan Abu Kamil tersebut , kita memisalkan p = a + b dan q = a.b ,
maka rumusannya menjadi :
2 2
√ p ± 2. √ q= √ p+ √ p −4 q
2
±
√p−√ p −4 q
2
Rumusan terakhir ini mirip rumusan yang ditemukan kemudian oleh Bhaskara (sekitar 1150)
berupa :

a+ √ a2−b a−√ a2−b


√ a ± √b=
√ 2
±
2 √
Ahli matematika abad Islam ini memberi pengaruh ke Eropa dalam aljabar dan
geometri, terutama dari karya-karyanya yang diterjemahkan dan dibawa oleh Fibonacci.
Fibonacci yang pernah berkelana ke wilayah Islam ini dengan dasar berhitung dari Abu
Kamil dan Al-Khoawarizmi kemudian menulis bukunya, “Liber Abaci”pada tahun 1202 M.
Karya-karya Abu Kamil banyak diterjemahkan oleh penulis-penulis Barat
belakangan seperti “Das Buch der Sletenheiten der Rechenkunst von Abu Kamil al-Misri”
oleh H. Suter, “The Algebra of Abu Kamil Shoja’ ben Asalam” oleh L.C. Karpinski, “On the
Pentagon and Decagon” oleh Suter dan juga Sacherdote, “Augmentum et Diminutio” oleh F.
Woepcke (1863 M), dan lain-lain. Kebanyakan karya-karyanya dalam waktu singkat
diterjemahkan oleh Eropa ke dalam bahasa Latin, Hebrew, Inggris, Spanyol, dll.
Ada dua buku Abu Kamil yang sangat terkenal seperti tertulis dalam “Al-Fihrist”
( sebuah daftar buku dan pengarang muslim ) karya An-Nadim,, yaitu yang pertama “Kitab
fi al-Jami’ wa at-Tafrik” (tentang penambahan dan pengurangan) yang sempat menjadi
bahan diskusi berkepanjangan oleh para ahli dan mengandung kerumitan. Yang kedua, “At-
Ta’arif” yang banyak diterjemahkan dan mengandung bahasan yang menyeluruh tentang
persamaan-persamaan tak tentu. Bahasan tersebut muncul di India (±1150 M) oleh
Baskhara, dan diperkenalkan oleh Aryabhata. Karya unggul Abu Kamil yang lain dapat
disebut antara lain dengan judul “Kitab al-Khata’ayn” (tentang dua kesalahan). Sedang,
karya-karya Abu Kamil yang lain sudah sulit untuk dirujuk judul aslinya.

4. Al – Battani
Al-Battani memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Jabir bin Sanan
Al-Harrani Ar-Raqqi sh-Sha’ibi. Al-Battani lahir pada 858 M dan meninggal dunia kurang
lebih pada 929 M (Arsyad, 1989). Nama al-Battani diberikan kepadanya karena ia dilahirkan
di daerah Battan, Harran, sebuah daerah yang terletak di Barat daya Iraq. Al-Battani
merupakan seorang ahli matematika dan astronomi. Bahkan keunggulannya dalam bidang
astronomi membuatnya memperoleh panggilan “Ptolemaeus Arab”, karena kemiripannya
dengan Claudius Ptolemaeus yang hidup pada abad kedua Masehi. Di Barat, Al-Battani
lebih dikenal dengan nama Albetenius.
Ibnu An-Nadim menyatakan dalam bukunya “AlFihrisat” bahwa Al-Battani mulai
mengamati masalah astronomi sejak tahun 878 M (Gaudah, 2010). Selain itu, ia telah
menguasai buku-buku dalam bidang astronomi yang beredar pada masanya, terutama buku
“Almagest” karya Ptolemaeus. Al-Battani telah menciptakan berbagai penemuan ilmiah
dalam bidang astronomi, matematika (trigonometri berbentuk bola, aljabar, geometri), dan
geografi.
Dalam sejarah matematika, Al-Battani telah melakukan berbagai perbaikan dan
memberi solusi penting dalam masalah yang berhubungan dengan matematika trigonometri
berbentuk bola (spherical trigonometry), yakni ilmu matematika yang banyak memberikan
kontribusi dalam bidang astronomi (Gaudah, 2012). Selain itu, Al-Battani dikenal banyak
menggunakan prinsip-prinsip trigonometri saat melakukan observasi astronomi. Dalam teori
bintang misalnya, Ia memperkenalkan sinus dan kosinus sebagai chord atau tali busur, serta
menggunakan teori tangen dan kotangen yang kemudian menjadi dasar bagi ilmu
trigonometri modern.
Al-Battani menyumbangkan banyak karya yang luar biasa. Salah satu karyanya yang
terkenal ialah Az - Zaij Ash-Shabi’ atau yang banyak dikenal dengan nama Az-Zij. Isi dari
karyanya tersebut ialah uraian astronomis yang dilengkapi dengan tabel-tabel, berbagai hasil
observasi yang pernah dilakukannya, yang kemudian memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan astronomi dan trigonometri di Eropa pada abad pertengahan dan pada
permulaan Renaissance (Arsyad, 1989).

Anda mungkin juga menyukai