Anda di halaman 1dari 10

SCHOLASTISISME

◦ LATAR BELAKANG
 Scholastisisme merupakan aliran filsafat yang muncul dan berkembang pada
abad pertengahan. Menurut Harun Hadiwijono (1992) sebutan Skolastik
mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan oleh
sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terikat pada tuntutan pengajaran
disekolah-sekolah itu.
 Scholatisisme bangkit selama abad pertengahan yang mencermnkan suatu
sintesis dari Filsafat Aristoteles san Doktrin Gereja Abad Pertengahan. Dalam
pemikiran para filsuf Scholatisisme, filsafat diberi peranan lebih rendah
(subordinate) dari teologi. Sebagaimana tercermin dalam ungkapan “ I believe
in order that I may know” ( saya percaya agar saya dapat mengetahui).
Ungkapan ini dapat mencerminkan karakteristik hubungan antara filsafat
dan teologi. Sebagaimana aliran filsafat yang lainnya, sistem pikiran mengenai
filsafat umum dalam scholatisisme juga memberikan implikasi tersendiri
terhadap sistem pikiran mengenai pendidikan. Secara umum hal tersebut
dapat dipahami melalui uraian dibawah ini.
 A. Konsep Filsafat Umum
METAFISIKA
 Hakikat realitas. Menuru filsuf Scholatisisme, bahwa alam

semesta (universe) atau realitas adalah ciptaan Tuhan.


Scholatisisme menganut prinsip hylemorphe sebagaimana
diajarkan Aristoteles (hyle berarti materi, morphe berarti
bentuk). Prinsip ini menyatakan bahwa segala sesuatu
kecuali Allah dan malaikat – merupakan kesatuan dari materi
dan bentuk.
 Hakikat manusia. Manusia adalah ciptaan Tuhan. Manusia

merupakan kesatuan badan dan jiwa. Karena hubungan


antara badan dan jiwa sebagai bentuk dan materi atau
sebagai aktus dan potensi, maka jiwa bukanlah sesuatu yang
berdiri sendiri seperti dalam ajaran pelato.
 Thomas Aquinas mengakui ajaran Aristoteles bahwa manusia

adalah
makhluk alamiah (natural being), mahkluk berpikir/ penalar
(rational being), dan mahkluk nermasyarakat (zoom piliticon).
EPISTIMOLOGI
 Menurut para filsuf scholatisisme, bahwa kebenaran absolut
dapat diperolehmanusia berdasarkan keimanan (faith).
Tetapi manusiapun dapat diperoleh kebenaran tentang
benda-benda melalui rasio atau akal dengan cara berpikir.
 Kedua jenis pengetahuan / kebenaran di atas tidaklah

bertentangan satu dengan lainnya, sebab keimanan/


kepercayaan harus menjadi sandaran utama apabila akal
mencapai batas kemampuannya. Hal ini sebagaimana
tersurat dalam ungkapan “ I believe in order that I may
know” (“saya percaya agar saya dapat mengetahui”). Selain
itu, manusia juga dapat mengetahui atau memperoleh
kebenaran melalui intuisi. Intuisi merupakan sumber
pengetahuan, intuisi berada pada fakultas/ daya tertinggi
dari jwa.
AKSIOLOGI
 Kekurangan pengetahuan memungkinkan manusia memilih yang
jahat karena karena kesalah dugaan bahwa hal itu adalah baik.
Dalam pengertian ini jahat adalah salah atau keliru. Sebab itu,
manusia harus membangun kebiasaan berbuat baik supaya ia mau
konsisten memilih yang baik dalam perbuatan-perbuatan etisnya.
 Karena tuhan adalah kebaikan terakhir, dan tuhan adalah tujuan
akhir manusia, maka manusia harus hidup lulus dari ujian kebajikan
dengan penuh tanggung jawab moral atas dirinya sendiri,
bertanggung jawab terhadap kemanusiaan dan terhadap tuhan.Sesui
dengan prinsio bahwa wahyu Tuhan dan keimanan lebih tinggi
dibanding dengan filsafat dengan kemampuan rasional manusia
untuk memperoleh kebenaran dan nilai, maka bagi penganit
scholastisisme pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti,
absolut,universal dan abadi di dalam kebudayaan masa lampau
dipandang sebagai kebudayaan ideal.
B. Implikasi terhadap Pendidikan
 Tujuan pendidikan
 Pendidikan harus bertujuan untuk mengembangkan potensialitas manusia
secara penuh menurut doktrin Scholastic. Adapun keseluruhan potensial
manusia tersebut meliputi potensi intelektual, fisikal, volisional(kemauan),
dan juga vocasional. Konsekuensinya, sekolah harus menyediakan
kesempatan-kesempatan bagi setiap siswa umtuk mengembangkan
akal/pikirannya dan memperkuat kemauannya. Pendidikan adalah lengkap
hanya jika tujuannya memuat eksistensi umat manusia di masa depan
dalam surga dan juga eksistensi lahiriah di muka bumi.
 Tak pelak lagi, perlindungan jiwa dan nasib abadi umat manusia sangat

penting daripada apa yang terjadi dengan badan selama ia tinggal di bumi
yang hanya sebentar.
 Scholatisisme mengajarkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya tidak

hanya umtuk mengembangkan kemampuan intelektual saja, atau hanya


mengembangkan kemampuan kemampuan fisikal saja, melainkan untuk
mengembangkan semua potensi yang dimiliki manusia agar dapat hidup
selamat di dunia dan di akhirat.
Kurikulum Pendidikan
 Isi pendidikan harus meliputi agama dan ilmu kemanusiaan
(humanities). Disiplin matematika,logika,bahasa, dan
retorika juga dipandang penting. Dalam konteks ini,isi
pendidikannya meliputi pendidikan liberal yang
mencangkup pengembangan mata pelajaran – mata
pelajaran fundamental yang berkenaan dengan
pengembangan nilai – nilai kemanusiaan dan kemampuan –
kemampuan intelektual. Adapun bagi orang – orang tertentu
diberikan pula studi mata pelajaran – mata pelajaran
instrumental yang di butuhkan untuk hudup. Isi kurikulum
bersumber dari buku – buku besar ( the great book ) dan
doktrin-doktrin yang dipandang memuat pengetahuan dan
nilai-nilai yang universal dan abadi.
Metode Pendidikan

 Scholatisisme, mengutamakan metode latihan formal (foemal


drill) dalam rangka mendisiplinkan pikiran. Sedangkan dalam
rangka persiapan jiwa, yaitu untuk memperkuat keimanan dan
kemauan berbuat kebajikan,penganut Scholatisisme
mengutamakan kode Katekismus (Catechism).
Peranan Guru dan Siswa

 Guru harus menjadi teladan yang baik bagi para siswanya. Guru
mempunyai wewenang untuk mengatur kelas (pengelolaan kelas
berpusat pada guru); dalam hal ini struktur pelajaran yang dirancang
guru hendaknya diarahkan diarahkan untuk membantu
pengembangan pengetahuan, keterampilan berfikir, dan untuk berbuat
kebajikan.
 Orientasi pendidikan Scholatisisme adalah Perennialisme ( Callahan

and Clark, 1993 ). Hal ini dapat dipahami karena pendidikan


Scholatisisme menekankan pengetahuan dan nilai-nilai kebenaran
yang bersifat universal, absolute, menetap atau abadi, serta prinsipnya
yang religious (agama oriented ). Dikatakan demikian sebab sekalipun
terdapat Perennialist yang sekuler, namun mereka hanya merupakan
minoritas dalam Perennialisme. Perennialisme memandang tugas
pendidikan adalah untuk memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai
kebenaran yang pasti, universal, absolute dan abadi atau menetap
tersebut diatas yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang
diakuinya sebagai kebudayaan yang ideal.
“SEKIAN DAN TERIMA
KASIH”

Anda mungkin juga menyukai