Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSI DI DUNIA

Lahirnya pendidikan inklusif berawal dari sebuah pengamatan terhadap sekolah luar
biasa yang memiliki asrama dan institusi berasrama lainnya yang menunjukkan bahwa anak
maupun orang dewasa yang tinggal disana mengembangkan pola perilaku yang biasanya
lebih sering ditunjukan oleh orang-orang yang memiliki suatu kekurangan.
Perilaku - perilaku ini mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitif stereotif, dan
kadang prilaku perusakan diri. Banyak orang yang kemudian benar-benar merasa situasi
tersebut tidak benar. Orang tua, guru, dan orang-orang yang mempunyai kesadaran politik
pun mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada umumnya dan hak anak dan orang
dewasa penyandang cacat pada khususnya. Ini merupakan awal pembaharuan menuju
normaliusasi yang pada akhirnya mengarah pada proses inklusi.

Cikal bakal lahirnya pendidikan inklusi bisa dikatakan berawal dari sebuah
pengamatan terhadap sekolah luar biasa berasrama dan institusi berasrama lainnya yang
menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa yang tinggal disana mengembangkan suatu
pola perilaku yang biasanya ditunjukkan oleh orang yang kekurangan. Perilaku-perilaku ini
mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitive stereotip dan kadang-kadang perilaku
perusakan diri, Anak penyandang cacat yang meninggalkan sekolah luar biasa berasrama
seringkali tidak merasa betah tinggal dengan keluarga nya di komunitas di rumahnya. Ini
karena setelah bertahun-tahun disegregasikan / dipisahkan, ia dan keluarganya serta
komunitasnya akan tumbuh menjadi orang asing satu sama lainnya. Banyak orang yang
kemudian benar-benar merasa situasi tersebut tidak benar. Orang tua, guru dan orang-orang
yang mempunyai kesadaran politik pun mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada
umumnya dan hak anak serta orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah satu
tujuan utamanya adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang di dalam seblah
lingkungan yang sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya interaksi dan
komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran. Ini merupakan awal pembaharuan
menuju normalisasi yang akhirnya mengarah pada proses inklusi.

Sejarah perkembangan pendidikan inklusif ini di dunia pada mulanya diprakarsai dan
diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat
pada tahun1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa
ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang
ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act.
1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya
pergeseran model pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dari segregatif ke integratif.
Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin nyata terutama sejak
diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang
pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi “education for all”.
Implikasi dari statemen ini mengikat bagi semua anggota konferensi agar semua anak tanpa
kecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanana pendidikan secara
memadai. Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan
konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif
yang selanjutnya dikenal dengan “the Salamanca statement on inclusive education”.

Legitimasi awal bagi pelaksanaan pendidikan inklusi dalam dunia internasional


sendiri tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi pada tahun 1948. Konferensi ini
mengemukakan gagasan mengenai Pendidikan untuk semua (Education for AlI/EFA) dimana
dinyatakan bahwa pendidikan dasar harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak. Konferensi
dunia yang khusus membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun 1990 dan
berlangsung di Jomtien, Thailand. Para peserta menyepakati pencapaian tujuan pendidikan
dasar bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun 2000. Konferensi Jomtien merupakan
titik awal dari pergerakan yang kuat bagi semua negara untuk memperkuat komitmen
terhadap EFA.

Dalam pergerakan EFA, anak dan orang dewasa penyandang cacat adalah salah satu
kelompok target. Oelh karena itu, dunia internasional kemudian mengadakan konferensi yang
secara khusus membahas pendidikan kebutuhan khusus. Konferensi ini pertama kali diadakan
di Salamanca pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan di Dakar pada tahun 2000.
Keduanya dihadiri oleh Indonesia dalam konferensi dunia Salamanca, pendidikan inklusi
ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang
kurang beruntung, terpinggirkan dan terkucilkan. Upaya-upaya tindak lanjut bagi pendidikan
kebutuhan khusus hingga sekarang diamanatkan kepada UNESCO.

Daftar Pustaka
www.pengetahuanku13.net. (24 May 2018). Sejarah Pendidikan Inklusif Lengkap. Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2020 pukul 14.26 melalui
https://www.pengetahuanku13.net/2018/05/makalah-sejarah-pendidikan-inklusif.html

ycaitasikmalaya46111.wordpress.com. (11 Januari 2013). Sejarah Pendidikan Inklusif.


Diakses pada tanggal 21 Oktober 2020 pukul 15.03 melalui
https://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/2013/01/11/sejarah-pendidikan-inklusif/

www.scribd.com. Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Dunia. Diakses pada tanggal 21


Oktober 2020 pukul 12.45 melalui
https://www.scribd.com/document/376862684/Perkembangan-Pendidikan-Inklusif-Di-Dunia

publikasiilmiah.ums.ac.id. (9 Mei 2015). Bimbingan Belajar untuk Anak Berkebutuhan


Khusus. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2020 pukul 19.07 melalui
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/6060

Materi Pertemuan 7
Karakteristik Belajar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan ( phisik, mental-
intelektual, sosial, emosional ) dibanding dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
mengalami gangguan dalam bidang intelegensi, fisik, sensori, emosi, atau perilaku,
mempunyai gangguan belajar, atau mempunyai bakat khusus. Anak Berkebutuhan Khusus
memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya karena
mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan baik permanen maupun temporer.

 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

1. Anak berkelainan fisiknya:

a. Tunanetra ( Tidak dapat melihat/ buta )

b. Tunarungu ( Tidak dapat mendengar/ tuli )

c. Tunawicara ( Tidak dapat berbicara/ bisu )

d. Tunadaksa ( Cacat tubuh )

2. Anak Berkelainan Mental Emosional

a. Tunagrahita ( Ringan (IQ = 50-70), Sedang (IQ = 25-50), Berat (IQ<25) )

b. Tunalaras ( kelainan perilaku )

3. Anak Berkelainan Akademi

a. Anak Berbakat ( berkelainan mental tinggi yaitu di atas rata-rata anak normal )

b. Anak Berkesulitan belajar ( kesulitan untuk mencapai standar kompetensi )

c. Indigo

d. cerdas istimewa dan bakat istimewa

4. Korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya

5. Gabungan dari 2 atau lebih jenis-jenis di atas (tunaganda)

 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus


1. Karakteristik Anak Berkelainan Fisik

a. Karakteristik Tunanetra

Tunanetra adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ


penglihatan atau mata seseorang anak. Beberapa karakteristik anak tunanetra,
diantaranya adaiah:

• Fisik, adanya kelainan pada indera penglihatan

• Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.

• Motorik, kurang dapat melakukan mobilitas secara umum

• Sosial/emosianal, mudah tersinggung dan bersifat verbalism yaitu dapat bicara


tetapi tidak tahu nyatanya

b. Karakteristik Tunarungu

Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidak fungsian organ
pendengaran atau telinga seseorang anak. Beberapa karakteristik anak tunarungu,
diantaranya adalah:

• Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak

• Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan keadaan anak-anak normal pada


umumnya

• Motorik, sering anak tunarunggu kurang memiliki keseimbangan motorik


dengan baik

• Sosial-emosional, sering memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan, mudah


tersinggung

c. Karakteristik Tunawicara

Tunawicara merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga mengalami


kesulitan berkomunikasi melalui melalui suara. Tunawicara sering dikaitkan dengan
tunarungu.
d. Karakteristik Tunadaksa

Anak Tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh,
yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan anggota
gerak dan kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di syaraf pusat atau
otak, dengan karakteristik sebagai berikut:

• Fisik, jelas menampakkan adanya kelainan baik fisik maupun motorik

• Kemempuan akademik untuk tunadaksa ringan tidak berbeda dengan anak-


anak normal pada umumnya, sedangkan untuktuna daksa berat terutama bagai
anak yang mengalami gangguan neuro-muscular sering disertai dengan
keterbelakangan mental.

• Motorik, banyak tunadaksa yang mengalami gangguan motorik baik motorik


kasar maupun motorik halus.

• Sosial – emosional , anak tuna daksa memiliki kecenderungan rasa rendah diri
(minder) dalam pergaulan dengan orang lain.

2. Karakteristik Anak Berkelainan Mental Emosional

a. Karakteristik Tunagrahita

Karakteristik anak tunagrahita, yang lebih spesifik berdasarkan berat ringannya


kelainan dapat dikemukakan sebagai berikut:

• Mampudidik

• Mampulatih

• Perlu rawat

b. Karakteristik Tunalaras

Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang


ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam
lingkungan sosialnya.

3. Karakteristik Anak Berkelainan Akademi

Anak-anak berkelainan akademik terdiri dari anak berbakat dan anak berkesulitan
belajar. Adapun karaketistik kelainan akademik meliputi :
a. Karakteristik Anak Berbakat

Anak berbakat merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya anak
berkelainan mental tinggi yaitu di atas rata-rata anak normal. Adapun karakteristik
atau ciri yang menonjol pada anak berbakat meliputi:

1. Karakteristik Intelektual, cepat dalarn belajar, rasa ingin tahunya tinggi, daya
konsentrasinya cukup lama, memiliki daya kompetetif tinggi.

2. Karakteristik Sosial-emosional, mudah bergaul atau menyesuaikan diri

dengan lingkungan yang baru, memiliki sifat kepemimpinan (leadership)

terhadap teman sebayanya, bersifat jujur, dan memiliki tenggangg rasa

serta mampu mengontrol emosi.

3. Karakteristik Fisik-kesehatan, berpenampilan menarik, memiliki daya

tahan tabuh yang baik terhadap penyakit. dapat memelihara penampilan

fisik yang bersih dan rapi.

b. Karakteristik Anak Berkesulitan belajar

Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang
ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang
telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Berkesulitan belajar
spesifik pada dasarnya pada dasarnya dapat dipaham dengan 4 demensi yaitu:

• Kesenjangan antara kapasitas intelektual dan prestasi belajar

• Adanya disfungsi minimal otak

• Adanya gangguan pada proses psikologi dasar

• Adanya kesulitan pada pencapaian prestasi belajar akademik

c. Karakteristik Indigo

Indigo adalah sebutan untuk orang yang memiliki kelebihan di bidang spiritual.
Misalnya saja orang yang sudah bisa meramal sejak anak-anak, anak yang dapat
bertelepati, anak yang dapat membaca pikiran orang lain, dll.
d. Karakteristik Cerdas Istimewa atau Bakat Istimewa ( Gifted )

Kondisi anak gifted tidak hanya mempunyai kecerdasan tinggi, tetapi berbagai
keunggulan yang dimilikinya dapat mengakibatkan beragam masalah, seperti gangguan
psikosomatis, psikologis, sosial, perilaku agresif, dan sebagainya. Berbagai keunggulan yang
dimiliki anak gifted ini meliputi: motivasi internal yang tinggi, kosakata yang dikuasai
banyak, mudah menerima dan mengingat informasi yang luas dan mendalam, kreatif, senang
menggunakan caranya sendiri, rasa ingin tahu tinggi, mene-kankan kejujuran dan kebenaran,
energik, semangat tinggi, rasa humor tinggi, dan mempunyai harapan tinggi terhadap diri
sendiri dan orang lain. Anak yang sangat cerdas pun termasuk dalam jenis anak berkebuthan
khusus. hal ini dikarenakan mereka memiliki kemampuan di atas rata-rata yang menyebabkan
mereka pun butuh perlakuan khusus dalam menghadapi kelebihan mereka. Sehingga mereka
dipisahkan dari anak biasa agar mereka dapat belajar dengan nyaman dan sesuai dengan
kemampuan mereka.

4. Karakteristik Korban Penyalahgunaan Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba",
istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah napza yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.
Karena akibatnya yang dapat mempengaruhi fisik dan mental anak korban penyalahgunaan
narkoba, maka inilah yang menyebabkan anak tersebut harus mendapat perlakuan yang
khusus pula.

5. Karakteristik Tuna Ganda

Orang yang memiliki tuna ganda merupakan orang yang mengalami kecacatan lebih
dari satu jenis atau memiliki kombinasi dari beberapa kelainan. Dari sekian banyak
kemungkinan kombinasi kelainan, ada beberapa kombinasi yang paling sering muncul
dibandingkan kombinasi kelainan-kelainan yang lainnya, yaitu:

a. Tunagrahita dan cerbral palsy

Ada suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerbral palsy (CP)
adalah anak-anak tunagrahita. Apapun penyebabnya, baik karena genetik atau faktor
lingkungan sehingga terjadi adanya kerusakan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan
rusaknya cerbral cortex sehingga menimbulkan tunagrahita. Namun demikian, hubungan
tersebut tidak berlaku secara umum.
b. Kombinasi Tunagrahita dan Tunarungu

Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan


komunikasi. Sementara itu, anak-anak tunagrahita akan mengalami kelambanan dan
keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda, bisa saja terjadi anak tersebut mengalami
tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Anak-anak yang demikian, mengalami gangguan
pendengaran, memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dengan lingkungannya.

c. Kombinasi Tunagrahita dan Masalah-masalah Perilaku

Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara tunagrahita dengan gangguan


emosional. Anak-anak yang mengalami tunagrahita berat ada kemungkinan besar juga
memiliki gangguan emosional. Yang tidak diketahui adalah banyaknya anak secara pasti
yang menampakkan kedua kelainan tersebut bersama-sama. Ada gejala-gejala bahwa
tunagrahita yang cukup kuat dan nyata yang menyertai atau bersama-sama dengan gangguan
emosional cenderung untuk diabaikan atau dikesampingkan.
Daftar Pustaka

www.academia.edu. Karakteristik Peserta Didik Berkebutuhan Khusus. Diakses pada tanggal


21 Oktober 2020 pukul 19. 38 melalui
https://www.academia.edu/8779108/Karakteristik_Peserta_Didik_Berkebutuhan_Khusus

www.kompasiana.com. Karakter dan Kebutuhan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan


Khusus yang Harus Dipahami Pendidik. Diakses pada 21 Oktober 2020 pukul 19. 46 melalui
https://www.kompasiana.com/jora5074/5c258314c112fe4d8758de88/karakter-dan-
kenutuhan-pendidikan-bagi-anak-berkebutuhan-khusus-yang-harus-dipahami-pendidik

dosenpsikologi.com. 17 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses pada tanggal 21


Oktober 2020 pukul 20.05 melalui
https://dosenpsikologi.com/karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus

kip.kapuaskab.go.id. (9 September 2019). Karakteristik Pendidikan Inklusif. Diakses pada


tanggal 21 Oktober 2020 pukul 20.28 melalui
https://kip.kapuaskab.go.id/berita/read/1215/karakteristik-pendidikan-inklusif

Anda mungkin juga menyukai