Anda di halaman 1dari 151

TUGAS DDPMIPA

BAB III
TEORI BELAJAR DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN MIPA

DISUSUN OLEH
MIFTAHUL HUSNA RIDWAN
NIM 1905112352

DOSEN PENGAMPU
MATA KULIAH DASAR DASAR PENDIDIKAN MIPA
Drs. NAHOR M. HUTAPEA, M. Pd

PROGRAM STUDI STRATA I PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
A. Teori Belajar Piaget
Piaget lebih menitik beratkan pembahasannya pada struktur kognitif.
Ia meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927
sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya. Ia
menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya kurang matang
dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga
berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap
perkembangan intelektual individu serta perubahan umur sangat
mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan.1
Piaget mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang bagaimana
anak mengembangkan konsep dunia di sekitar mereka.2 Teori Piaget sering
disebut genetic epistimologi (epistimologi genetik) karena teori ini berusaha
melacak perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetic mengacu
pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis (keturunan).3
1. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Piaget
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah
memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan
Piaget, yaitu:4
a. Intelegensi.
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga
tidak mendefinisikannya secara ketat. Ia memberikan definisi
umum yang lebih mengungkap orientasi biologis.
Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium
ke arah di mana semua struktur yang menghasilkan persepsi,
kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan.5
b. Organisasi.
1
Laura A. King. 2010. Psikologi Umum. Jakarta : Salemba Humanika. Hal 152
2
Howard S Friedman & Miriam W Schustack. (2006). Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern
Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 59
3
Hergenhahn B.R. & Olson Matthew H.(2008). Theories of Learning. Jakarta: Prenada Media
Group. hal 352
4
Ajfiansyah, M., Amir, N. F., Akbar, A. (2017). Teori Belajar Piaget. Makassar: Jurnal UNM
5
A.Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. h. 10
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua
bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang
psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
c. Skema.
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia
secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan
kognitif seseorang.
d. Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru
kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
e. Akomodasi.
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau
mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang
baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan yang ada.
f. Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi
dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamnya.
Karakteristik teori perkembangan piaget adalah:
a. Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Perkembangan
intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehhingga
perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan untuk
memahami belajar.6

6
Asri Budiningsih. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
b. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang
terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap.
Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep
dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan.
Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu
tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif
menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap
lingkungan.7
c. Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan
menggunakan gambar berikut :

Gambar 1. Perkembangan Kognitif Piaget


(Sumber: Ormrod, 2012)

d. Orang tua dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki


pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki
sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang
sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda,
peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan
melalalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2
kemungkinan yang dapat terjadi yaitu: terdapat kesesuaian
sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam

7
Hartinah (2008). Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Refika Aditama
pikiran anak atau terdapat kecocokan yang tidak sempurna,
antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.8
Kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan
terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak
sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini
terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti
keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam
keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan: melepaskan
diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan
tidak berbuat aa-apa (jalan buntu) atau memberi tanggapan terhadap
stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental.
Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya
sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap
stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.9
2. Tahapan dalam Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget salah seorang penganut aliran kognitif yang
kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan).10
a. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian)
informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa.
b. Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi yang baru.
c. Proses ekulibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi.
Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan
dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa.11 Tahapan
8
Dalyono, 2005. Psikologi Pendidika. Jakarta: Rineke Cipt.
9
Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
10
Dr. Hamzah B. Uno. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara. Hal 10-11
11
Hamzah B. Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta : Bumi Aksara. Hal 10
tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap
pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional
formal
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir
logis dari masa bayi hingga dewasa, menurut Piaget
perkembangan yang berlangsung melalui empat tahap, yaitu:
1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahun
2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun
3. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun
4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas

Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat


tahap tersebut, meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam
usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah
cukup matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau
operasi.12 Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi
dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang
anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional
konkrit, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun
masih pada tingkat pra-operasional dalam cara berfikir. Namun
urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak,
struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk
sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.13
a. Tahap Sensorimotor
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia
dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan
dunia mereka melalui indera mereka yang sedang
berkembang dan melalui aktivitas motor.14 Aktivitas
kognitif terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan

12
Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi, Cet. X, Bandung: Nusa Media, 2011, hal. 142
13
Ratna Wilis Dahar, Theories Belajar dan Pembelajaran, Cet. V, Jakarta:
Erlangga, 2011, hal. 34
14
Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman, Psikologi
Perkembangan, Cet. I, Jakarta: Kencana, 2008, hal. 212
gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya
mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan
melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini
merupakan dasar bagi perkembangan kognitif
selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui
proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan.15
b. Tahap pra-operasional
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas
kognitif dalam menghadapi berbagai hal diluar dirinya.
Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang
teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas
di lingkungan dengan menggunakan tanda –tanda dan
simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat
tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini
ditandai dengan ciri-ciri:
1) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang
bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis
2) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak
mengenal hubungan sebab- akibat secara tidak logis
3) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu
hidup seperti dirinya
4) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala
sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti
manusia
5) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu
berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar
6) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan
sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan
15
Mohd. Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Cet. II, Bandung:
Yayasan Bhakti Winaya, 2003, hal. 56
yang dihadapinya
7) Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya
kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan
mengabaikan ciri yang lainnya.
8) Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya.16
c. Tahap Operasional Konkrit
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk
menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi
hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap
ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism
dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan
kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi
lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan
mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit
masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan
tugas-tugas logika.17 Sebagai contoh anak-anak yang
diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan
(edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasikan boneka yang berambut paling
gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith
lebih terang dari rambut susan. Rambut edith lebih
gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah yang
paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional
kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum
mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-
lambang.
d. Tahap Operasional Formal
Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi
16
Mohd. Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Cet. II, Bandung:
Yayasan Bhakti Winaya, 2003, hal. 57-58
17
Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi, Cet. X, Bandung: Nusa Media, 2011, hal. 149-150
baru. Periode ini anak dapat menggunakan operasi-
operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih
kompleks.18 Kemajuan pada anak selama periode ini ialah
ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau
peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk
berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami
bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen
dan karena itu disebut operasional formal.
Pada masa ini individu mulai memasuki dunia
“kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu
mengalami perkembangan penalaran abstrak.19 Individu dapat
berpikir secara abstrak, lebih logis dan idealis. 20 Kecepatan
perkembangan setiap individu melalui urutan, dan setiap tahap
tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah
satu dari tahap tersebut. Setiap tahap ditandai dengan munculnya
kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan
orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.21
Hal ini berarti bahwa semakin bertambah umur seseorang, maka
semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin
meningkat pula kemampuan kognitifnya.
3. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Piaget
Prinsip belajar piaget adalah kontruktivis yaitu pengajaran
efektif yang menghendaki guru agar mengetahui bagaimana para
siswa memandang fenomena yang menjadi subjeks pengajaran.
Pengajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada,

18
Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi, Cet. X, Bandung: Nusa Media, 2011, hal. 111

19
Winfred F. Hill, Theories of Learning (Teori-teori dalam Pembelajaran,Konsepsi, Komparasi, dan
Signifikan, (Bandung: Nusa Media, 2011), h. 161
20
Winfred F. Hill, Theories of Learning (Teori-teori dalam Pembelajaran,Konsepsi, Komparasi, dan
Signifikan, (Bandung: Nusa Media, 2011), h. 161
21
Dewi Purnama Sari, Psikologi Perkembangan Anak, (Curup: LP2 STAIN Curup, 2010), h. 31
melalui langkah-langkah intermediet dan berakhir degan gagasan yang
telah mengalami modifikasi.
4. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Piaget
 Strategi yang digunakan adalah:22
a. Fase deskriptif
Siklus belajar deskriptif menghendaki hanya pola-pola deskriptip
(misalnya seriasi, klasifikasi, konsurvasi).
b. Fase Empiris Deduktif
Yaitu, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris
dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya
mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola
itu.
c. Fase Hipotesis-Deduktif
Yaitu dimulai dengan pernyataan berupa suatu pertanyaan
sebab.
Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya
terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip
tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Seseorang yang belajar akan lebih mempu mengingat dan
memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun
berdasarkan pola dan logika tertentu.
b. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan
hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.23
5. Implementasi Teori Belajar Piaget
Implementasi teori belajar piaget sebagai berikut:24

22
Ibid
23
M. Thobroni. 2015. Belajar Pembelajaran.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
24
Winarto, J. (2011). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya dalam
Pendidikan. Jakarta Pusat: Kompasiana.
a. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak
tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban
siswa, guru harus memahami proses yangdigunakan anak
sehingga sampai pada jawaban tersebut.
b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang
penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam
kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi
jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak
didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui
interaksi spontan dengan lingkungan.
c. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam
pemikirannya.
d. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan
perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak
berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun
mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
e. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.
Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berfikir anak
Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget di kelas adalah:
a. Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak
yang beradaptasi dengan guru.
b. Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung
efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri,
tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk
membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan
masalah sendiri.
c. Tidak menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang salah.
d. Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan
pertanyaa-pertanyaan  dari permasalahan yang ada serta
pemecahan permasalahannya.
e. Tidak meninggalkan anak pada saat di beri tugas.
f. Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan
masalahnya sendiri.
g. Menghindari istilah-istilah teknis.
h. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak
karena Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang
dewasa.
i. Menganjurkan para siswa berpikir dengan cara  mereka sendiri.
j. Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak.
k. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru
tetapi tidak asing.
l. Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya.
m. Didalam kelas, anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara  dan berdiskusi dengan teman-temannya.
6. Intisari Teori Belajar Piaget
a. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak
tidak sekedar pada produknya.
b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting
sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan
pembelajaran.
c. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam
pemikirannya.
7. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Piaget
Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-
prinsip umum teori Piaget bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya
berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika itu berubah
seiring dengan bertambahnya usia. Namum ada juga peneliti yang
meributkan detil-detil penemuan Piaget, terutama mengenai usia
ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
a. Pada sebuah studi klasik Mc.Garrigle dan Donalson menyatakan
bahwa anak sudah mampu memahami konservasi dalam usia
yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget
b. Studi lain yang mengkritik teori Piaget bahwa anak-anak baru
mencapai pemahaman tentang objek permanen pada usia di atas
6 bulan. Balillargeoan dan De Vos anak diamati sampai mereka
berusia 18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas operasional
formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk
pengujian hipotesis.mayoritas anak-anak itu memang belum
mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi
Mc. Garrigle dan Donalson dan Balillargeoan dan De Vos yang
menyatakan bahwa Piaget meremehkan kemampuan anak-anak
kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang
lebih tua dan belum lama ini, Bradmentz menguji pernyataan
Piaget bahwa mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa
kanak-kanak.25
Inilah yang menjadi pertentangan dan kritikan di antara para ahli
psikologi. Tetapi beberapa psikolog percaya bahwa kita tidak boleh
meninggalkan semua teori Piaget, mereka ini yang dinamakan aliran
neo-Piagetian.
Kelebihan teori belajar Piaget adalah:
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah (problem solving
d. Dapat meningkatkan motivasi

25
George Boeree. 2008. Dasar-Dasar Psikilogi. Yogyakarta : Prismasophie. Hal 368
Kekurangan teori belajar Piaget sebagai berikut:
a. Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
b. Sulit dipraktikkan, khususnya di tingkat lanjut.
c. Tidak dapat diukur hanya satu orang siswasaja, melainkan kita
harus melihat kemampuan mereka
B. Teori Belajar Ausubel
1. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua
dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi
dapat dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan
yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam
bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri sebagaian atau seluruh materi yang akan
diajarkan. Dalam tingkat ke dua siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya;
dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat
juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa
menghubungkan dengaan pengetahuan yang sudah ada dalam struktur
kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Menurut Ausubel (Burhanuddin, 1996 : 112) pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada
subsume-subsumer yang telah ada. Dalam belajar bermakna,
informasi baru a, b, c dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam
struktur kognitif (subsume A, B, C).
Teori makna (meaning theory) dari Ausubel (Brownell dan
Chazal) sebagaimana yang dikutip Saminanto, “mengemukakan
pentingnya pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan
pembelajaran akan membuat kegiatan belajar lebih menarik, lebih
bermanfaat, dan lebih menantang, sehingga konsep dan prosedur
materi yang disampaikan akan lebih mudah dipahami dan lebih tahan
lama diingat oleh peserta didik.”26
Menurut Ausubel dan juga Novak (1977), ada tiga kebaikan
dalam dari belajar bermakna, Yaitu: (1). Informasi yang dipelajari
secara bermakna lebih lama dapat diingat, (2). Informasi yang
tersubsumsi berakibatkan peningkatan deferensiasi dari subsume
subsume, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
belajar yang mirip, (3). Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi
akan mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi
lupa.
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep
konsep relevan atau subsume-susumer relevan, informasi baru
dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep konsep relevan yang
sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna
menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan
kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada
waktu tertentu. Sifat sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti arti yang timbul saat informasi baru masuk ke dalam
struktur kognitif, demikian pula proses interaksi yang terjadi.
Prasyarat belajar bermakna sebagai berikut: (1) materi yang akan
dipelajari harus bermakna secara potensial, (2) siswa yang akan

26
Saminanto, Ayo Praktek PTK, RaSAIL Media Group, Semarang, 2010, hal 16
belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna, tujuan siswa
merupakan factor utama dalam belajar bermakna. Pembelajaran
bermakna terjadi apabila seseorang belajar dengan mengasosiasikan
fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam proses
belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke
dalam struktur pengetahuan mereka.
2. Tahapan dalam Teori Belajar Ausubel
Empat proses belajar bermakna menurut Ausubel:27
a. Derivative Subsumption
Menggambarkan situasi dengan adanya informasi baru
yang dipelajari siswa adalah contoh dari suatu konsep yang telah
diketahuinya. Misalkan siswa telah mengetahui konsep “pohon”,
yaitu punya cabang, ranting, daunnya hijau, dan ada yang
mempunyai buah. Sekarang siswa belajar tentang jenis pohon
yang tidak pernah ia pelajari sebelumnya, contoh pohon maple.
Pengetahuan baru tentang pohon maple melekat di konsepnya
tentang pohon tanpa mengubah konsep tentang pohon itu
sendiri.
b. Correlative Subsumption
Lebih “bernilai” daripada Derivative Subsumption jika
mencapai konsep yang levelnya lebih tinggi. Misalnya siswa
menemukan bahwa pohon baru yang ia dapat, daunnya berwarna
merah. Jadi sekarang siswa mengubah/memperluas konsep
tentang pohon, yaitu daunnya bisa berwarna merah.
c. Superordinate Learning
Pada proses ini siswa telah tahu banyak contoh dari
konsep, tetapi belum mengetahui konsep sebelum diajarkan ke
siswa tersebut. Misalnya siswa telah tahu bermacam pohon

27
Teori Belajar Menurut Ausubel (https://inoerofik.files.wordpress.com/2014/11/teori-
ausubel.pdf) diakses pada 21 Oktober 2019
seperti pohon maple, pohon oak, tetapi ia belum tahu bahwa ini
adalah contoh pohon yang daunnya berubah warna.
d. Combinatorial Learning
Tiga proses sebelumnya melibatkan informasi baru yang
bisa disusun sebelum atau sesudah pengetahuan yang
sebelumnya. Ini adalah proses bahwa konsep baru muncul dari
konsep lain yang sudah ia dapat sebelumnya, tetapi tidak dengan
urutan sebelum atau sesudah pengetahuan sebelumnya. Tetapi
pada level yang sama. Siswa dapat belajar dengan analogi.
Misalnya sekarang siswa sedang mempelajari bagaimana telur
ikan dibuahi. Siswa akan menghubungkan dengan pengetahuan
sebelumnya tentang penyerbukan tanaman. Kedua konsep ini
berbeda, tetapi semua berhubungan dengan proses
perkembangbiakan.
Untuk menerapkan teori belajar Ausubel, Dadang Sulaiman
menyarankan agar menggunakan dua fase yaitu :
a. Fase Perencanaan
1) Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapan pertama dalam
kegiatan perencanaan adalah menetapkan tujuan
pembelajaran. Model Ausubel ini dapat digunakan untuk
mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi. Sebagaimana dikatakan
Sulaiman (1988: 199), bahwa model Ausubel tidak
dirancang untuk mengajarkan konsep atau generalisasi,
melainkan untuk mengajarkan “Organized bodies of
content” yang memuat bermacam konsep dan generalisasi.
2) Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, model
Ausubel ini meskipun dirancang untuk mengajarkan
hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi-
generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi
pengajaran itu sendiri, tetapi cukup fleksibel untuk dipakai
mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan syarat guru
harus menyadari latar belakang pengetahuan siswa,
Efektivitas penggunaan model ini akan sangat tergantung
pada sensitivitas guru terhadap latar belakang pengetahuan
siswa, pengalaman siswa dan struktur pengetahuan siswa.
Latar belakang pengetahuan siswa dapat diketahui melalui
pretes, diskusi atau pertanyaan.
3) Membuat struktur materi, membuat struktur materi secara
hierarkis merupakan salah satu pendukung untuk
melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel.
4) Memformulasikan Advance Organizer, menurut
Eggen(1979: 277), Advance organizer dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
a) mengkaitkan atau menghubungkan materi pelajaran
dengan struktur pengetahuan siswa.
b) mengorganisasikan materi yang dipelajari siswa
Terdapat tiga macam organizer
a) Definisi konsep dapat merupakan organizer materi
yang bermakna, bila materi tersebut merupakan
bahan pengajaran baru atau tidak dikenal oleh siswa.
Untuk kemudahan siswa, guru sebaiknya
mengusahakan agar definisi dibuat dalam
terminalogi yang dikenal siswa.
b) Generalisasi berguna untuk meringkas sejumlah
informasi
c) Analogi merupakan advance organizer yang paling
efektif karena seringkali sesuai dengan latar
belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance
organizer tergantung pada dua faktor yaitu:
 Penguasaan atau pengetahuan siswa terhadap
analogi itu
 Tingkat saling menunjang antara gagasan yang
diajarkan dengan analogi yang digunakan.
Dengan analogi, motif dan minat siswa lebih
baik dibandingkan dengan generalisasi dan
definisi konsep.
b. Fase pelaksanaan
Setelah fase perencanaan, guru menyiapkan pelaksanaan
dari model Ausubel ini. Untuk menjaga agar siswa tidak pasif
miaka guru harus dapat mempertahankan adanya interaksi
dengan siswa melalui tanya jawab, memberi contoh
perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang
disampaikan saat itu Guru hendaknya mulai dengan advance
organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai
pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran. Langkah
berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi
lebih terperinci melalui diferensiasi progresif.
Setelah guru yakin bahwa siswa mengerti akan konsep
yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:
1) Menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu
melalui rekonsiliasi integrative
2) Melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep
tersebut menjadi lebih luas
Langkah-langkah Belajar Bermakna Menurut Ausubel:
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan
awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik
siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4) Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam
bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan
menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Cara Pembelajaran Bermakna dengan Menggunakan Peta
Konsep :
1) Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran.
2) Tentukan konsep-konsep yang relevan.
3) Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang
paling tidak inklusif atau contoh-contoh.
4) Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari
konsep yang paling inklusif di puncak konsep ke konsep
yang tidak inklusif di bawah.
5) Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata
penghubung sehingga menjadi sebuah peta konsep.
6) Langkah-langkah yang dilakukan guru untuk menerapkan
belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut:
Advance organizer, Progressive differensial, integrative
reconciliation, dan consolidation. Advance organizer
merupakan pola interaksi siswa dengan guru di dalam
kelas yang menyengkut strategi, pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar di kelas.28 Model pembelajaran
disusun untuk mengarahkan belajar, dimana guru
membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide
keterampilan, nilai, cara berpikir dan mengekspresikan
dirinya (Joyce et.al dalam Budiningsih, 2003 : 11)
3. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Ausubel
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam belajar bermakna:29
28
Suherman. 2001. Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA. Hal 10
29
Joko Sulianto. Teori Belajar Kognitif David Ausubel”Belajar Bermakna”, Zoltan P Dienes ”Belajar
Permainan”, Van Heille”Pengajaran Geometri
(http://prosiding.upgris.ac.id/index.php/pgsd/pgsd/paper/viewFile/318/270) diakses pada 21
Oktober 2019.
1. Pengaturan awal (Advance Organizer)
Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan
mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali
informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan dalam
membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengaturan awal
dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan disajikan sebelum
materi baru.
2. Diferensiasi Progresif (Progresive differensiation principle)
Proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan konsep
yang paling inklusif, kemudian konsep kurang inklusif, dan terakhir
adalah hal hal yang paling khusus
3. Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang
mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan
informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif
tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat
ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-
konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari
suatu konsep yang lebih luas dan inklusif. Belajar superordinat terjadi,
bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif
4. Prinsip ekonsiliasi integratif (Integrative Reconciliation Principle)
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan
bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan
konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih
satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausuble juga
mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integrative. Caranya,
materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat
menggunakan hierarkihierarki konseptual ke atas dan ke bawah
selama informasi disajikan. Dalam mengajar, bukan hanya urutan
menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga
harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada
konsep-konsep superordinat. Kita harus memperlihatkan secara
eksplisit bagaimana arti-arti baru dihubungkan dan dipertentangkan
dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-
konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
e. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Ausubel
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:30
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang
dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia
pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang
dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan
yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang
telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk
akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan
pengetahuan yang ia miliki.
4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi
pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan
tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.
Berikut merupakan bentuk kegiatan kegiatan pembelajaran.31
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses
berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melaui tahap-
tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar
dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.

30
Ibid
31
Iwan Ridwan. 2014. Teori Belajar Ausubel
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan,
karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki si pelajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun
dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dan sederhana ke
kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal.
Agar bermakna, informasi harus disesuaikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah
menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa
yang telah diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan,
karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan
berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
Cara Pembelajaran Bermakna dengan Menggunakan Peta Konsep:
1. Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran.
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan.
3. Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif atau contoh-contoh.
4. Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari konsep yang
paling inklusif di puncak konsep ke konsep yang tidak inklusif di
bawah.
5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata penghubung sehingga
menjadi sebuah peta konsep.
Langkah-langkah yang dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna
Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive
differensial, integrative reconciliation, dan consolidation. Advance
organizer merupakan pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang
menyengkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang
diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas
(Suherman, 2001: 8). Model pembelajaran disusun untuk mengarahkan
belajar, dimana guru membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide
keterampilan, nilai, cara berpikir dan mengekspresikan dirinya (Joyce et.al
dalam Budiningsih, 2003 : 11).
f. Implementasi Teori Belajar Ausubel
Dari uraian tentang teori Ausubel di atas dapat diambil bebarapa
catatan penting terkait dengan pembelajaran, diantaranya adalah :
1. Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan
bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena
itu dalam proses pembelajaran guru harus mampun memberikan
sesuatu yang bermakna bagi siswa. Sesuatu yang bermakna itu bukan
hanya dapat diperoleh melalui belajar penemuan, tetapi dapat
diperoleh melalui banyak cara. Belajar dengan menghafal dan
ceramah pun dapat menemukan sesuatu yang bermakna, asal
dilakukan secara sistematis, menjelaskan dan menghubungkan antara
konsep yang satu dengan konsep lainnya, menguhubungkan konsep
yang baru dengan konsep yang telah dimiliki oleh siswa. Sebaliknya,
belajar penemuan akan menjadi kurang bermakna, apa bila dilakukan
dengan coba-coba dan tidak sistematis. Untuk mewujudkan
pembelajaran yang bermakna ini, guru sangat dituntut untuk mempu
menggali dan mengeksplorasi segala potensi yang dimiliki oleh siswa
dengan berbagai macam strategi, model, metode dan pendekatan
pembelajaran. Sehingga siswa terbantu dalam memperoleh informasi,
ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekspresikan dirinya guna
memendapatkan sesuatu yang bermakna dari proses pembelajaran.
2. Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari
dalam diri siswa. Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi
apabila siswa memiliki minat dan kesiapan untuk belajar. Minat dan
kesiapan erat kaitannya dengan motivasi. Motivasi menurut M.
Ngalim Purwanto merupakan dorongan yang menggerakkan individu
untuk bertingkahlaku.85 Motivasi yang terpenting adalah motivasi
intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu. Dengan
adanya motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan minat dalam diri
individu, dan menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk
belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis. Motivasi
intrinsik ini sesungguhnya dapat dibetuk melalui motivasi ekstrinsik,
yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu. Seperti dorongan
dari orang tua, guru, teman dan sebagainya. Oleh karena itu, guru dan
orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan
motivasi intrinsik dalam diri siswa. Dorongan, perhatian dan kasih
sayang orang tua dan guru merupakan salah satu faktor yang akan
menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri sisiwa terkait dengan
belajar.
Implementasi Teori belajar adalah
1. Guru menjelaskan tujuan pengajaran
2. Guru menyajikan organizer, yang meliputi identifikasi, atribut-atribut
tertentu dan lain sebagaunya.
3. Guru memberikan contoh materi
4. Guru menunjukkan hubungan dan mengulang
5. Guru membangkitkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa
yang relevan
6. Menyajikan bahan
7. Mempertahankan perhatian
8. Membuat organisasi secara eksplisit
9. Menyusun urutan belajar secara logis. Penyajian bahan belajar bisa
dilakukan dengan ceramah, diskusi, film, percobaan, atau membaca.
Selama presentasi bahan belajar kepada siswa perlu dibuat secara
eksplisit sehingga meraka memiliki suatu pengertian secara
keseluruhan tentang tujuan dan dapat melihat urutan logis tentang
bahan dan bagaimana organisasi bahan itu berkaitan dengan advance
organizers.
10. Meminta siswa untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara bahan
baru itu dengan organizers
11. Meminta siswa membuat contoh-contoh lain tentang konsep atau
proporsi dalam bahan belajar.
12. Meminta siswa mengemukakan secara verbal esensi bahan, dengan
menggunakan kalimat dan kerangka pikirannya sendiri.
13. Meminta siswa membahas bahan menurut sudut pandangnya sendiri.
g. Intisari Teori Belajar Ausubel
1. Belajar hanaya menerima saja (reseption learning)
2. Belajar melalui penemuan (discovery learning)
3. Belajar dengan menghafal (rote learning)
4. Belajar bermakna (meaningful learning)
h. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Ausubel
Kelebihan teori belajar Ausubel
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat. 
2.  Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi
dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif meninggalkan
efek residual pada subsumer sehingga mempermudah belajar hal-hal
yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
Kekurangan teori belajar Ausubel, yakni, pada teori belajar Ausubel
hanya menekankan pada belajar asosiasi/menghafal, dimana materi asosiasi
dihafal secara arbitrase. Padahal belajar seharusnya merupakan asimilasi
yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam struktur kognitifnya.
TEORI BELAJAR GAGNE
A. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Gagne
Gagne sebagai yang dikutip oleh Sagala memandang bahwa belajar
adalah per- ubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar
secara terus-menerus yang bukan hanya disebabkan oleh proses
pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama
dengan isi ingatan memengaruhi individu sedemikian rupa sehingga
perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
setelah ia mengalami situasi tadi.32
Gagne (1977) berpendapat bahwa Belajar merupakan seperangkat
proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi yang merupakan hasil
transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan
pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal menjadi lebih
bermakna maka sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa belajar
dalam bentuk metode/ perlakuan belajar. Kegiatan ini disebut
pembelajaran.33
Teori belajar yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan
perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitisme, yang
berpangkal pada teori pemrosesan informasi.34 Dalam pemrosesan informasi
terjadi interaksi antar kondisi internal dengan kondisi eksternal individu.
Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini
oleh Gagne disebut sebagai sembilan peristiwa pembelajaran.35

32
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika
Belajar dan Mengajar, cet. 8; Bandung: Alfabeta, 2010, h. 14.
33
Yusufhadi Miarso. (2009). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. Hal 245
34
Tanwey Gerson Ratumanan, Belajar dan Pembelajaran, (Surabaya: Unesa University Press,
2004) h. 70-71
35
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) h. 92
Gagne mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai serangkaian
aktifitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan
terjadinya proses belajar. Proses belajar sebaiknya diorganisasikan dalam
urutan peristiwa belajar. Urutan peristiwa belajar merupakan strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai
tujuan pembelajarannya. Peristiwa belajar menurut Gagne disebut sembilan
peristiwa pembelajaran (model nine instructional event Gagne), yaitu :36
1. Menarik perhatian siswa.
2. Memberi informasi kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang
perlu dicapai.
3. Menstimulasi daya ingat tentang prasyarat untuk belajar.
4. Menyajikan bahan pelajaran/presentasi.
5. Memberikan bimbingan dan bantuan belajar.
6. Memotivasi terjadinya kinerja atau prestasi.
7. Menyediakan umpan balik untuk memperbaiki kinerja.
8. Melakukan penilaian terhadap prestasi belajar.
9. Meningkatkan daya ingat siswa dan aplikasi pengetahuan yang telah
dipelajari.
Gagne membagi segala sesuatu yang dipelajari individu yang disebut
the doma- ins of learning itu menjadi lima kategori. Pertama, keterampilan
motoris (motor skill), yaitu koordinasi dari berbagai gerakan badan. Kesua,
informasi verbal, yaitu menje- laskan sesuatu dengan berbicara, menulis,
dan menggambar. Ketiga, kemampuan in- telektual, yaitu menggunakan
simbol-simbol dalam mengadakan interaksi dengan dunia luar. Keempat,
strategi kognitif, yaitu belajar mengingat dan berpikir memerluk- an
organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill). Kelima,
sikap, yaitu sikap belajar yang penting dalam proses belajar.37 Q[\
Teori belajar Gagne dapat disimpulkan suatu kegiatan kompleks
menghasilkan kapabilitas sebagai hasil belajar yang timbul disebabkan
36
Benny A. Pribadi. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT Dian Rakyat. Hal 46
37
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, cet. 3; Jakarta: PT Rineka Cipta,
1995, h.14
stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan
oleh siswa melalui pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru yaitu
keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Berdasarkan teori Gagne, maka pembelajaran menggunakan modul
adalah rangkaian kegiatan belajar yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Modul menarik perhatian siswa karena tampilan dan isinya sehingga
siswa siap menerima pelajaran.
2. isi modul menerangkan tujuan pembelajaran, materi pelajaran,
pedoman, soal-soal latihan dan langkah/ prosedur penyelesaian
sehingga memperkuat daya ingat siswa dan aplikasi pengetahuan yang
telah dipelajari.
B. Tahapan dalam Teori Belajar Gagne
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan
informasi, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar
(learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang
dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase
dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Dalam
gambar 2.2 menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase
diberi nama dan dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang
menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian belajar yang berlangsung
selama fase itu.38
Fase-fase belajar itu akan diuraikan di bawah ini:39
1. Fase motivasi (Motivation phase)
Fase motivasi adalah pemberian harapan kepada peserta didik
bahwa dengan belajar mereka akan mendapat “hadiah”. Hadiah disini
adalah bahwa pelajaran yang dipelajari dapat memenuhi
keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan. Pemberian
motivasi memungkinkan peserta didik berusaha mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pemberian motivasi ini dapat dilakukan secara
38
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),h. 124
39
Nahor Murani Hutapea, Pembelajaran Matemtika Melalui Penerapan Fase-fase Balajar Gagne,
tesis program strata dua, (Surabaya: Perpustakaan Unesa, 2004), h. 14-17
instrinsik/ekstrinsik. Motivasi instrinsik dapat membangkitkan
semangat belajar siswa. Misalnya seorang siswa belajar karena ingin
mendapatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, ia akan
melakukan aktivitas belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh tanpa
harus ditugaskan dan didorong oleh guru. Motivasi ekstrinsik dapat
mempengaruhi/membangkitkan semangat belajar yang timbul dari
luar diri siswa. Misalnya pemberian motivasi, pengajar menarik
perhatian siswa dengan menceritakan kegunaan materi ajar yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jika pengajar mampu
menarik perhatian siswa, maka hal itu merupakan pertanda bahwa
dalam diri siswa timbul motivasi atau rasa ingin tahu untuk
mempelajari suatu materi pelajaran yang disajikan oleh pengajar.
2. Fase pengenalan (Apprehending phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang
esensial suatu kejadian instruksional jika belajar akan terjadi.
Misalnya siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa
yang dikatakan guru atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku.
Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi yang penting
dengan berkata, misalnya: “Dengarkan kedua kata yang Ibu katakana,
apakah ada perbedaanya?” Bahan-bahan tertulis dapat juga diperlukan
demikian dengan menggarisbawahi kata atau kalimat tertentu atau
memberikan garis-garis besar untuk setiap bab.
Tahap berikutnya setelah perhatian adalah keluaran dari “daftar
sensori” Kegiatan mental (perhatian) yang diadopsi oleh peserta didik,
menentukan aspek stimulus eksternal yang diterima peserta didik. Ini
berarti serangkaian stimulus-stimulus yang diterima peserta didik,
merupakan tanggapan yang selektif. Supaya terjadinya tanggapan
selektif itu dimungkinkan, bentuk stimulus eksternal harus berbeda-
beda. Dengan stimulus eksternal yang berbeda-beda itu peserta didik
memperhatikan adanya unsur-unsur yang penting dan relevan
sehingga sangat membantu kegaiatan belajar selanjutnya.
3. Fase perolehan (Acquisition phase)
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap
menerima pelajaran. Informasi yang disajikan tidak langsung
disimpan dalam memori. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang
bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam
memori siswa. Suatu informasi dapat diubah oleh siswa menjadi
bermakna sehingga dapat dihubungkan dengan informasi yang telah
ada dalam ingatannya. Informasi yang tertinggal sementara dalam
“ingatan jangka pendek” akan mengalami transformasi ke dalam
bentuk yang sudah siap disimpan. Proses ini disebut pengkodean.
4. Fase retensi (Retention phase)
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka
pendek (short term memory) ke memori jangka panjang (long term
memory). Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik,
elaborasi, atau lain-lainnya.
5. Fase pemanggilan (Recall phase)
Fase ini merupakan kemampuan mengungkap/memanggil keluar
informasi yang telah dimiliki dan disimpan dalam ingatan. Proses
menggali ingatan dapat dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dalam
proses ini, mungkin siswa akan kehilangan kontak (hubungan) dengan
informasi yang ada dalam “ingatan jangka panjang” (long term
memory). Kalau keadaannya sudah demikian, maka pengajar harus
memberikan stimulus eksternal atau memberikan teknik khusus untuk
dapat mengeluarkan informasi yang tersimpan dalam ingatan.
Misalnya, memberikan informasi yang relevan kemudian meminta
siswa untuk mencari kaitannya.
6. Fase generalisasi (Generalization phase)
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di
luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau
transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis
dalam belajar. Transfer ini dapat ditolong dengan menyuruh siswa
menggunakan informasi yang telah didapat ke dalam situasi yang
berbeda dengan situasi waktu informasi itu didapat. Jadi dalam fase
generalisasi ini peserta didik dapat belajar untuk memanfaatkan
informasi yang telah didapat ke dalam permasalahan yang relevan
dalam kehidupan sehari-hari.
7. Fase penampilan (Performance phase)
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar
sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya setelah
mempelajari operasi bentuk aljabar, para siswa dapat menjumlahkan
atau mengurangkan suku-suku sejenis dalam aljabar
8. Fase umpan balik (Feedback phase)
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan
mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti
tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan
reinforcement (penguatan) pada mereka untuk penampilan yang
berhasil.

C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Gagne


Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan
sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, sebagai berikut:
Kejadian Instruksional Gagne nantinya akan berhubungan dengan
langkah-langkah pembelajaran berbasis fase-fase Gagne. Untuk itu dalam
hal ini perlu juga untuk diuraikan beberapa kejadian tertentu yang terjadi
dalam pembelajaran berbasis fase-fase Gagne yang dikenal dengan “Nine
instructional events”, diantaranya adalah:40
1. Memperoleh perhatian (Gain Attention)
Guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara
meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal
40
Fitria Puteri, dkk., 2010, “Teori Belajar The Conditions Of Learning Menurut Robert Mills
Gagne” Makalah (online), diakses pada Mei 2012 dari
http://www.slideshare.net/AdeRifaiKolot/makalah-robert-gagne
ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar
materi yang akan disajikan. Contoh: Mengenalkan hutan dengan cara
mengajak siswa TK seolah-olah kemping. Dengan mendekorasi
ruangan kelas seperti hutan (tanaman dengan pot yang ditutup kain
atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll). Hari sebelumnya, Guru
meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah
seperti makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter. Ketika kegiatan
ini dilaksanakan biarkan siswa memperlihatkan kemampuan
menolong dirinya sendiri serta bersosialisasi dengan temannya.
Kenalkan hutan melalui temuan-temuan anak atau yang dilihat siswa
di hutan (ruangan yang sudah disiapkan) dan cocokkan dengan buku
tentang hutan yang dibawa guru. Ajak siswa mendengarkan bunyi-
bunyian yang berkaitan, misalnya rekaman air dan suara binatang.
Lampu dapat dimatikan seolah-olah malam hari di hutan.
2. Memberikan informasi kepada Siswa tentang Tujuan Pembelajaran
(inform Learners og Objectiver)
Guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan
tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi
pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar
siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh: Kegiatan diawali dengan tanya jawab, untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, dilanjutkan
menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebelum kegiatan berkemah,
guru mengadakan tanya jawab dengan siswa. Seperti mengatakan
“Siapa yang pernah ke hutan?” “Seperti apa ya hutan itu?” “Apa saja
isinya?” “Siapa yang mau ke hutan?” “Nanti teman-teman akan
melihat hutan, juga mengetahui isi hutan!”
3. Merangsang Anak untuk Mengingat Kembali yang Telah Dipelajari
(Recall og Prior Lerning)
Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu
bisa dilakukan dengan cara bertanya tentang materi yang telah
diajarkan.
Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk mengingat kembali
pengetahuan tentang hutan, ajak siswa TK mengklasifikasikan
kepingan gambar yang disediakan. Menklasifikasikan gambar yang
berkaitan dengan hutan dengan yang bukan hutan.
4. Menyajikan Pembelajaran sebagai Stimulus/Rangsangan (Present
Material)
Guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan
menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Contoh: Guru menyampaikan materi “hutan” dengan bercerita
menggunakan wayang hutan (dibuat sendiri, berupa gambar-gambar
seperti : pohon, binatang, jamur, batu, matahari, air dll yang diberi
tongkat). Guru juga mengajak siswa ikut memainkan wayang yang
disediakan.
5. Memberikan bimbingan kepada anak (Provide Guided Learning)
Guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya.
Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya. Contoh:
Kegiatan berupa membuat peta pikiran di atas sebuah kertas besar atau
papan tulis dengan spidol warna warni. Guru menuliskan kata “hutan”
di tengah papan. Ajukan pertanyaan misalnya “Kalau mendengar kata
hutan, apa yang terlintas di pikiranmu?” Biarkan siswa menjawab dan
tuliskan /gambarkan jawaban siswa. Tidak ada jawaban salah.
Arahkan siswa ke pada tema kali ini. Misalnya ketika siswa menjawab
“Harimau.” Guru dapat balik bertanya “Kenapa harimau?” siswa
menjawab “Kan adanya di hutan.” dan seterusnya. Atau siswa lain
mengatakan pendapatnya tentang hutan, siswa tersebut mengatakan
“Takut” Guru dapat menayakan “Kenapa takut?” Misalnya siswa
menjawab “Gelap” Guru dapat menanyakan “Kenapa gelap? Misalnya
siswa menjawab “banyak pohon.” dan seterusnya. Dalam kegiatan ini,
dapat juga menggunakan potongan-potongan gambar Koran atau
majalah atau clip-art.
6. Memancing kinerja (Elicit Performance/Practice)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-
latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu. Contoh: Di
pertemuan berikutnya, untuk siswa TKA kegiatan berupa membuat
gambar hutan, dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang
hutan melalui gambar yang siswa buat
7. Memberikan Umpan Balik (Provide Feedback)
Memberikan feedback dengan memberitahukan kepada murid
apakah hasil belajarnya benar atau tidak. Contoh: Berkaitan dengan
poin sebelumnya yaitu memperoleh unjuk kerja siswa, guru dapat
memberikan balikan atas hasil karya yang siswa buat. Misalnya,
ketika siswa menunjukkan maket hutan buatannya, guru dapat
mengajukan pujian atau mengajukan beberapa pertanyaan yang
memancing siswa menceritakan hasil karyanya. Misalnya ketika siswa
membuat gajah berkaki dua guru dapat bertanya “Ini apa?”
“Menurutmu kaki gajah ada berapa?” jika siswa mengalami kesulitan,
ajak siswa melihat buku, gambar atau fotoh gajah hingga anak gambar
atau foto gajah hingga siwa memahami.
8. Menilai hasil belajar (Assess Performance)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada
murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan
pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
Minta siswa memilih sebuah kartu kata atau gambar berkaitan
dengan hutan (siapkan kata atau gambar yang berbeda sejumlah
siswa). Misalnya gambar pohon, batu, jamur dll. Ajak siswa bercerita
di depan kelas sekitar 1-2 menit mengenai kata atau gambar tersebut.
Guru dapat merekam cerita siswa tersebut dan memutarnya kembali
setelah siswa selesai bercerita. Ajak siswa mendengarkan suaranya
sendiri. Kegiatan ini juga mengajak siswa lainnya belajar menghargai
temannya yang seddang bercerita.
9. Meningkatkan Retensi/Ingatan dan Transfer Pengetahuan (Enhance
Retention and Transfer)
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh
tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu
sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
Contohnya Ajak siswa membaca/melihat gambar/mendengar guru
membacakan koran anak (misalnya dalam lembar anak Koran Kompas
edisi Minggu, Desember 2007 tentang pemanasan global). Ajak siswa
kembali mengingat tema hutan dengan mengajak siswa menanam biji
dari buah yang biasa mereka makan dan jadikan ini proyek
berkelanjutan (menanam dan merawat pohon yang nantinya tumbuh).
Secara skematis sembilan peristiwa pembelajaran oleh Gagne di atas
dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini:41

D. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Gagne


41
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.
93
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:42

No Tipe Belajar Hasil Belajar Contoh Prestasi


Guru sejarah yang
Memberikan reaksi
Belajar sinyal galak dikuti oleh
1 pada perangsang
(signal learning) siswa – Siswa tidak
(S-R)
suka sejarah
Belajar stimulus Memberikan Gurumemuji tindakan
2 respon (stimulus reaksipada siswa – Siswa
response learning) perangsang (S-R) cenderung mengulang
Membuka pintu mobil
– duduk – kotrol
Belajar merangkai
Menghubungkan persneling –
tingkah laku
3 gerakan yang satu menghidupkan mesin
(behaviour chaining
dengan yang lain – menekan kopling –
learning)
pesang persneling 1 –
menginjak gas
Memberikan reaksi
Belajar asosiasi
verbal pada Nomor teleponmu?
4 verbal (verbal
stimulus/perangsan (021) 617812
chaining learning)
g
Memberikan reaksi
Menyebutkan merek
Belajar diskriminasi yang berbeda pada
mobil-mobil yang
5 (discrimination stimulus-stimulus
lewat di jalan
learning) yang mempunyai
 
kesamaan
6 Belajar konsep Menempatkan Manusia, ikan paus,
(concept learning) obyek-obyek kera, anjing, adalah
dalam kelompok makhluk menyusui

42
Winkel, Psikologi Pengajaran,  Yogyakarta:Penerbit Media Abadi, 2005: hal 102-103
tertentu
Belajar kaidah (rule Menghubungkan Benda bulat berguling
7
learning) beberapa konsep pada alas yang miring
Mengembangkan Menemukan cara
Belajar memecahkan beberapa kaidah memperoleh energi
8 masalah (problem menjadi prinsip dari tenaga atom,
solving) pemecahan tanpa mencemarkan
masalah lingkungan hidup
E. Implementasi Teori Belajar Gagne
Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di
Indonesia. Ada beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa
menerapkan teori tersebut dalam proses pembelajaran. Berdasarkan konsep
Sembilan Kondisi Intruksional Gagne maka kita bisa menyusun rancangan
kegiatan belajar mengajar sebagai berikut; 1) Memperoleh Perhatian; 2)
Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran; 3) Merangsang siswa untuk
mengingat kembali apa yang telah dipelajari; 4) Menyajikan stimulus;
5) Memberikan bimbingan kepada siswa; 6) Memancing Kinerja; 7)
Memberikan feedback atau balikan; 8)  Menilai hasil belajar; 9)
Mengusahakan transfer.
Implikasi teori belajar Gagne sebagai berikut:43
1. Mengontrol perhatian siswa.
2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang
diharapkan guru.
3. Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-kemampuan
siswa.
4. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6. Memberikan umpan balik.

43
https://inoerofik.files.wordpress.com/2014/11/teori-gagne.pdf
7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar
yang telah dicapainya.
8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan
kemampuan yang baru diberikan.
F. Intisari Teori Belajar Gagne
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan
individu seseorang. Lingkungan individu seseorang meliputi lingkungan
rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai
lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh
seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Gagne
Kelebihan teori belajar Gagne yakni, dapat dikendalikan melalui cara
mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar
dirinya. Dapat dijabarkan menjadi:
1. Mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran.
2. Membantu meningkatkan keaktifan siswa untuk berfikir dalam
kegiatan pembelajaran.
4. Siswa akan berusaha mengaitkan suatu kejadian atau proses
pembelajaran yang menarik dengan materi yang disampaikan,
5. Cocok untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa.
6. Dapat dikendalikan guru sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Kekurangan teori belajar Gagne sebagai berikut:
1. Pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning),
dimana guru bersifat otoriter.
2. Komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid.
3. Hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif.

TEORI BELAJAR BRUNER


A. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Bruner
Jerome S. Bruner adalah ahli psikologi perkembangan yang memiliki
perhatian terhadap kemajuan pendidikan, terlihat dalam empat tema
pendidikan yang selalu ia sorot demi pengembangan peserta didik sebagai
berikut:
1. Struktur Pengetahuan
Struktur pengetahuan dipandang penting bagi peserta didik
karena akan memberi dorongan untuk melihat fakta-fakta yang
kelihatannya tidak ada hubungan dapat dihubungkan antara satu
dengan yang lainnya dan pada informasi yang telah dimilikinya.
2. Kesiapan (readiness) untuk belajar
Kesiapan belajar juga sangat urgen dalam pendidikan, kesiapan
belajar terdiri dari penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih
tinggi lagi.
3. Nilai Intuisi dalam Belajar
Nilai intuisi diharapkan akan dapat merumuskan teknik-teknik
intelektual (belajar) untuk sampai pada formulasi-formulasi tentative
tanpa melalui langkahlangkah analisis untuk mengetahui apakah
fomulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang
benar.
4. Motivasi atau keinginan untuk Belajar44
Dengan adanya motivasi belajar diharapkan akan tertanamkan
pada pengalaman-pengalaman pendidikan yang secara langsung mau
berpatisifasi secara aktif dalam menghadapai proses belajar mengajar.

44
Ibid. hal. 98
Bruner mengemukakan teorinya yangdisebut free discovery learning.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baikdan kreatif jika
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan
(termasuk konsep, teori, definisi, dansebagainya) melalui contoh-contoh
yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.45
Bruner dalam metode penemuannya mengungkapkan bahwa dalam
pembelajaran matematika siswa harus menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang diperlukannya.46
Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a)
hakikat seseorang sebagai pengenal (b) hakekat dari pengetahuan, dan (c)
hakekat dari proses mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk
yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan
yakni akal pikirannya dan kemampuan berbahasa. Dengan dua kemampuan
tersebut maka manusia dapat mengembangkan kemampuan yang ada
padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan
lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai kebudayaan dalam
bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-karyanya.
Kemampuan yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan
apa yang telah dimilikinya.
Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar
dalam mengembangkan proses pengajaran. Dengan demikian guru harus
memandang siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk
mengetahui lingkungan dan dunianya bukan semata- mata makhluk pasif
menerima apa adanya.
Selanjutnya bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus
mencakup lima aspek utama yakni:
1. Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah
praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk
45
Hamzah B. Uno,OrientasiBaru DalamPsikologiPembelajaran, (Jakarta: PT
BumiAksara,2006),hlm.11
46
Heruman,Model Pembelajaran…, hlm. 4
membentuk pola-pola pemikiran manusia. Kefektifan belajar tidak
hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar
berbagai cara bagaimana memperoleh informasi dan memecahkan
masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan
memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.
2. Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal
Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah
pemahaman terhadap struktur pengetahuan. Mengerti struktur
pengetahuan adalah memahami aspe-aspeknya dalam berbagai hal
dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah member siswa
pengertian tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara
sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang
tidak berarti.
3. Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari
siswa
Mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya
mempertimbangkan criteria sebagi berikut; kecepatan belajar, daya
tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada
situasi baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang
telah dipelajari, apa yang telah dipelajarinya mempunyai nilai
ekonomis, apa yang telah dipelajari memilii kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
4. Peranan sukses dan gagal serta hakekat ganjaran dan hukuman
Ada dua alternative yang mungkin dicapai siswa manakala
dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal.
Sedangkan dua alternative yang digunakan untuk mendorong
perbuatan belajar adalah ganjaran dan hukuman. Ganjaran
penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman
dikaitkan dengan kegagalan.
5. Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungn sekolah
Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan
dari data yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis kemudian
menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik
kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada
pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus
dikembangkan disekolah agar para siswa memiliki ketrampilan
bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melaui metode
pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian
luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi,
memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.
B. Tahapan dalam Teori Belajar Bruner
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah:
1. Memperoleh informasi baru
Pada fase informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah
informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki,
ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi
yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya.47
2. Transformasi informasi
Pada fase transformasi, informasi dianalisis, diubah atau
ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual
agar dapat digunakan untuk hal-hal yang yang lebih luas. 48 Dalam hal
ini bantuan guru sangat diperlukan.
3. Evaluasi atau menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan49
Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan
yang kita peroleh dan transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk
memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode selalu ada. Yang menjadi
masalah ialah berapa banyak informasi yang diperlukan agar dapat
ditransformasikan. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain
47
Nasution,Berbagai Pendekatan…, hlm. 9-10
48
1Ibid., hlm. 10
49
Ratna Wilis Dahar,Teori-teori belajar…, hlm.77
juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat,
keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.
Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang
terkenal, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu
pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam
lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa
tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa
yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi
tiga tahapan, yakni:
1. Tahap enaktif
Dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan
atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
2. Tahap ikonik
Pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek.
Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-
objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan
gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-
gambar yang mewakili suatu konsep.50
3. Tahap simbolik
Tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung
dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai
transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian
simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih
fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan
dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan
diproses untuk mencapai pemahaman.
Langkah-langkah discovery learning
1. Siswa dihadapkan pada problem-problem yang menimbulkan suatu
perasaan gagal di dalam dirinya lni dimulai proses inquiry

50
Ahmad Sugandi. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES. Hal. 37
2. Siswa mulai menyelidiki problem itu secara individual
3. Siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan
pengetahuan yang sebelumnya
4. Siswa menunjukkan pengertian dari generalisasi itu
5. Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip-prinsip dimana
generalilisasi itu didasarkan.
Dalam Literatur lain disebutkan pula langkah-langkah pembelajaran
menurut Bruner, yaikni:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat,
gaya belajar dan sebagainya)
3. Memilih materi pelajaran
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif
(dari contoh-contoh kegeneralisasi)
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang
kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap
enaktik, ikonik sampai kepada tahap simbolik melakukan penilaian
proses dan hasil belajar siswa.
Disamping itu ada beberapa saran-saran tambahan yang berdasarkan
pendekatan discovery learning terhadap pengajaran.
1. Mendorong memberikan “dugaan sementara” dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan
2. Menggunakan berbagai alat peraga dan permainan
3. Guru harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika
mereka ingin mengembangkan pikirannya atau ide-ide yang kadang-
kadang tidak langsung berhubungan dengan mata pelajaran
4. Gunakan sejumlah contoh yang belawanan dengan mata pelajaran
yang berhubungan dengan topik.
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Bruner
Sebagai psikolog Bruner lebih memperhatikan perkembangan
kemampuan mental. Berkaitan masalah pengajaran, ia mengemukakan dalil
tentang intruksi. Ada dua sifat dalam teori intruksi yaitu preskriptif dan
normative. Preskriptif berhubungan dengan mekanisme penguasaan
pengetahuan, keterampilan dan tekhnik pengukuran atau evaluasi hasil.
Sedangkan normative berhubungan dengan penguasaan penentuan dan
kondisi tujuan.
Untuk itu dalam proses belajar discovery memiliki prisnsip-psinsip
sebagai berikut:
1. Semakain tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang, makin
meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang
diberikan.
2. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan
internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data yang
diterima orang dari luar perlu diolah secara mental.
3. Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk
mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol.
4. Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang
sistematik antara pengajar dan yang peserta didik.
5. Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk
memikirkan beberapa alternative secara serentak, memberikan
perhatian kepada beberapa stimulus dan situasi serta melakukan
kegiatan-kegiatan.51
Prinsip-prinsip di atas dapat terlihat jelas bahwa teori discovery atau
belajar penemuan sangat memberi perhatian tinggi terhadap perkembangan
kognitif peserta didik. Baik secara teori mupun apilikasi yang hendak
dikerjakan di dalam kelas atau lingkungan.
D. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Bruner
Bruner menganjurkan penggunaan metode discovery learning, inquiry
learning, dan problem solving. Metode discovery learning yaitu dimana

51
Abdul halamid, Teori Belajar…,hal. 24
murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan expository teaching,
dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari
semua bahan atau informasi itu.
Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu, diantaranya
J. Dewey (1993) dengan Complete Art Of Reflective Activity atau terkenal
dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of
Education. Didalam buku ini ia melaporkan hasil dari suatu konferensi
diantara para ahli science, ahli sekolah atau pengajar dan pendidik tentang
pengajran science. Dalam hal ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa
mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang
sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan
pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna,
dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapatkan pertanyaan, bagaimana kita dapat
mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang
muda? Jawaban Bruner adalah dengan mengkoordinasikan metode
penyajian bahan dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu yang
sesuai dengan tingkat kemajuan anak.
Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat representasi sensori
(enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya ketingkat
representasi abstrak (symbolic). Demikian juga dalam penyusunan
kurikulum.
The act of discovery dari Bruner:
1. Adanya suatu kenaikan didalam potensi intelektual
2. Ganjaran instrinsik lebih ditekankan daripada ganjaran ekstrensik
3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu
menguasai metode discovery learning
4. Murid lebih senang mengingat-ingat informasi
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam
menurut fungsinya antara lain:
1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai pengganti
pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya
tidak dapat mereka peroleh secara langsung di sekolah. Hal ini dapat
dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya;
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau
prinsip suatu gejala misalnya model molekul, model bangun ruang
atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga
program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu
prinsip atau struktur pokok.
3. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa
atau tokoh, film tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang
suatu idea atau gejala;
4. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran
berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur dan
memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa.
Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang penting
adalah bagaimana menggunakan alat-alat itu sebagai suatu system yang
terintegrasi.
E. Implementasi Teori Belajar Bruner
Teori-teori Bruner tersebut dapat diaplikasikan dalam 10 cara sebagai
berikut:
1. Pembelajaran penemuan
2. Pembelajaran melalui metode induktif
3. Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan
konsep
4. Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
5. Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
6. Melibatkan siswa
7. Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
8. Menggunakan alat bantu mengajar
9. Pembelajaran melalui kajian luar
10. Mengajar mengikuti kemampuan siswa
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan:
Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda
ajarkan. Misal: untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar
segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga,
segi lima atau lingkaran.
Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-
konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ”
apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai
rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari
jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin
tersebut?
Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat
berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa,
kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk
berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam
Paulina panen, 2003 3.16)
Implementasi teori Belajar Bruner sebagai berikut:
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya
beriring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan
saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan
dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa
dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan
mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan
melalui belajar penemuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil
dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner
mengatakan:
We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject,
but rather to get a student to think mathematically for him self, to
consider matters as an historian does, to take part in the process of
knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct.
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan
menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains,
melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir secara
matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan
pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar
penemuan adalah:
1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu
terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan
sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukakan
sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan
pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang
ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang
merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun
hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip
yang mendasari masalah itu.
3. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik.
Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil
melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran
internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang
mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau
bahasa-bahasa.
4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis,
guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau
aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran
bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan
umpan balik pada waktu yang tepat.
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajari
generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep
itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi
pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan
konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata sehari-hari
pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses
pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan
pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar
dan penerapannya pada situasi yang baru.
F. Intisari Teori Belajar Bruner
Teori pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui
penemuan bebas (Free discovery learning) atau penemuan yang dibimbing,
atau latihan penemuan. Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam
teori pembelajarannya yaitu; cara manusia berinteraksi dengan lingkungan
sekitar dan pengalamannya,  perkembangan mental manusia dan pemikiran
semasa proses pembelajaran, pemikiran secara logika, penggunaan istilah
untuk memahami susunan struktur pengetahuan, pemikiran analisis dan
intuitif, pembelajaran induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan
pemikiran metakognitif.
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Bruner
Kelebihan teori belajar Bruner :
1. Pengetahuan itu akan bertahan lebih lama atau lama dapat diingat,
mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari
dengan caracara yang lain.
2. Sebagian itu belajar penemuan memiliki hasil belajar yang
mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya.
Artinya konsep-konsep yang ditemukan menjadi milik kognitif
seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru atau pada saat
dibutuhkan.
3. Disisi lainnya secara menyeluruh belajar penemuan dapat
meningkatkan penalaran belajar suatu topik, meningkatkan
kemampuan untuk berpikir secara bebas dan sistimatis. Khususnya
lagi belajar penemuan mampu melatih keterampilan kognitif pelajar
untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang
lain.52
Pendapat lain juga dikemukan bahwa belajar penemuan akan
memberikan keleluasaan siswa dalam memecahkan masalah di bidangnya.
Membiarkan siswa memecahkan masalah dan menentukan makna
memungkinkan mereka belajar konsep dengan bahasa yang diketahui dan
melalui modus representasi yang dimiliki keuntungan belajar penemuan
menurut Bruner adalah: Ada nilai tambah dalam potensi intelektual, tekanan
terletak pada hadiah instrinsik, siswa belajar menemukan sesuatu,
memungkinkan siswa mengingat informasi.53
Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan
waktu. Karena itu, dalam bukunya The Relevance Of Education (1971) ia
menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan
sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkan pada struktur bidang
studi. Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep
dasar dan prinsip-prinsip dari bidang studi. Bila seorang siswa telah
menguasasi struktur atas dasar maka tidak sulit baginya untuk mempelajari
bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan ia akan lebih
mudah ingat akan bahan baru itu, hal ini disebabkan karena ia telah

52
Ibid. hal. 25
53
Nurhalayati, Teori Belajar…,hal. 33
memperoleh kerangka pengetahuan yang esensial dalam bidang studi ini dan
dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.54
Ini menunjukkan bahwa selain teori ini memiliki sisi keunggulan
tersendiri ia juga memiliki kekurangan dari analisis penulis dari paparan di
atas sebagai berikut:
1. Dari sekian bidang studi yang ada tidak semua bidang studi atau sub
judul bidang studi dapat dilakukan dengan teori belajar penemuan.
2. Tidak semua peserta didik mampu diajak kerja sama melakukan
proses berpikir sebagaimana yang diharapkan. - Sulitnya teori ini
diterapan pada budaya masyarakat yang berlainan antara satu daerah
dengan daerah yang lain.
3. Teori ini relative sulit karena akan memakan waktu yang relative
lama, dikarenakan siswa kurang terbiasa untuk melakukan proses
berpikir individu juga kelompok.
Kekurangan teori belajar Bruner :
1. Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena
kondisi dan sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri,
sementara secara realistis murid didominasi hanya menerima dari guru
2. Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk
menerapkannya
3. Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab
pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang
sempurna tapi baru sebatas coba-coba.

TEORI BELAJAR DIENES


A. Konsep dan Karakteristik Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar
teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada
siswa-siswa, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu

54
Adbul HALamid, Teori Belajar…,hal. 26
menarik bagi siswa yang mempelajarinya. Dienes (dalam Ruseffendi, 1992)
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-
struktur dan mengategorikan hubungan hubungan di antara struktur-
struktur.55
Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap
konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang
konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika
benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat
berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981)
dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian
kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik.56
Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara yang satu
segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui
media matematika yang disain secara khusus. Menurut Dienes, permainan
matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan
tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan
menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan
bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan
sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan
baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992), konsep-konsep matematika
akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu.57
B. Teori Belajar Tahapan dalam Teori Belajar Dienes
Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu
1. Permainan Bebas (Free Play)

55
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG,
Bandung : Tarsito.
56
Resnick (1981), L.B. The Psychologi of Mathematic for Instruction. Hillsdale
Lawrence Elrbaum Associates, Inc.
57
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG,
Bandung : Tarsito. Hal. 125-127
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari
pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan
bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk
mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam
tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap
dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang
dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik
mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal
tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang
dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai
meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep
tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi
tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah
memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan
siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana
struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang
diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang
dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis
dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes,
untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu
kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan
kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh
dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk
kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian
membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan
sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau
yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah,
serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak
merah (biru), hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam
kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang
sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini,
guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan
struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh
mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak
dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal,
anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda
dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa
situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-
konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan
sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian
telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh
kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal
segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini
(gambar 2).
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep
dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal
dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan
rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari
pola yang didapat anak.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)


Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.
Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut,
sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema
dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik
telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999:1.20)
menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu
merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi
mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku
dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. 58
Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-
sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada
permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini
menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-
cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya.
Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik
untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar
yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol simbol
dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk
memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses
penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika.
Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada
kegiatan belajar secara aktif darinpada hanya sekedar menghapal.
Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke
satu bidang baru. Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah
untuk mengatur belajar anak didik dalam memahami bentuk aturan-aturan
susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada masa ini
bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan
mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan
Anak harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu
waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman kongkretnya.
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Dienes

58
Karso, 1999, Pengembangan Matematika SD, Depdiknas, Jakarta.
Dienes memandang bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat
dipahami dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik.
Dienes menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur
matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada
definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika
yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep matematis murni  berhubungan dengan klasifikasi bilangan-
bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya
bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai
contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya
merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-masing
menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan
genap.
2. Konsep notasi  adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat
langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis
sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan
merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-
bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan
sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah
faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika
selanjutnya.
3. Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan
notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam
bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah
konsep matematika terapan. Konsep-konsep terapan hendaknya
diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep
matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni
hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi,
jika dibalik para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana
memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep matematika
murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan manipulasi
simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3,  = x, a2 x a3 =
a6  berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak
cukup mereka kuasai.
D. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Dienes
Dienes (dalam Resnick, 1981) menyatakan bahwa proses pemahaman
(abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep
matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara
kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes
berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian
(multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan
bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik.
Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah
proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu
dan lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual
variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai
pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap
setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple
embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang
variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat
lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi
terhada konteks yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-
bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakinjelas bagi
anak dalam memahami konsep tersebut.
E. Implementasi Teori Belajar Dienes
Dalam menerapkan enam tahap belajar konsep dari Dienes untuk
merancang pembelajaran matematika, mungkin suatu tahap (bisa tahap
bermain bebas) tidak cocok bagi para siswa atau kegiatan-kegiatan untuk
dua atau tiga tahap dapat digabung menjadi satu kegiatan. Mungkin perlu
dirancang kegiatan-kegiatan belajar khusus untuk setiap tahap jika kita
mengajar siswa-siswa SD kelas rendah; tetapi untuk siswa-siswa SMP
dimungkinkan menghilangkan tahap-tahap tertentu dalam mempelajari
beberapa konsep. Model mengajar matematika dari Dienes hendaknya
diperlakukan sebagai pedoman, dan bukan sekumpulan aturan yang harus
diikuti secara ketat.
Konsep perkalian bilangan bulat negatif akan dibahas di sini sebagai
contoh bagaimana tahap-tahap Dienes dapat digunakan sebagai pedoman
dalam merancang kegiatan mengajar/belajar. Karena hampir semua siswa
belajar menambah, mengurang, mengalikan dan membagi bilangan-bilangan
asli, dan menambah dan mengurang bilangan-bilangan bulat sebelum belajar
mengalikan bilangan bulat, kita berasumsi bahwa konsep-konsep dan
keterampilan-keterampilan itu telah dikuasai oleh para siswa.
Bagi para siswa kelas 6 atau 7, dapat mulai sesi permainan bebas
dengan secara informal mendiskusikan pengerjaan hitung pada bilangan asli
dan sifat-sifat aljabar dari bilangan asli. Guru mungkin juga mendiskusikan
penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dan sifat pertukaran dan
pengelompokan penjumlahan. Guru bisa juga mengganti permainan bebas
dengan tinjauan informal. Atau tahap bermain bebas dan game bisa
digabung menjadi beberapa permainan seperti permainan kartu sederhana
berikut:
Guru hendaknya menyiapkan meja panjang secukupnya untuk
permainan kartu standar sedemikian hingga terdapat satu meja panjang
untuk setiap lima siswa dalam kelas. Para siswa yang bermain dalam
kelompok lima orang dan setiap anak memegang empat kartu. Setiap siswa
mengelompokkan kartu-kartunya menjadi berpasang-pasangan, kemudian
mengalikan kedua bilangan yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu, dan
kemudian menjumlahkan kedua hasilkali itu. Siswa yang dapat
memasangkan kartu-kartunya sehingga memperoleh jumlah hasilkali
terbesar adalah pemenang dalam kelompoknya. Bilangan-bilangan pada
kartu hitam dianggap sebagai bilangan positif, dan bilangan-bilangan pada
kartu merah (hati dan belah ketupat) sebagai bilangan negatif.
Konsekuensinya para siswa langsung dihadapkan pada masalah bagaimana
mengelompokkan kartu-kartu negatif untuk mendapatkan hasil kali dan
jumlah positif yang besar. Beberapa kelompok mungkin menyepakati
aturan-aturan yang berbeda untuk menangani hasilkali dua bilangan negatif.
Sebagai contoh, kartu hitam 2 dan 4 dan kartu merah 7 dan 5 dapat
digunakan untuk membuat 2 x 4 + (-7 x -5) = 43, jika aturan yang benar
bahwa hasilkali dua bilangan bulat negatif adalah suatu bilangan bulat
positif telah dirumuskan. Jika tidak, maka bilangan-bilangan negatif tidak
akan menolong dalam mengorganisasi seorang pemenang. Beberapa siswa
tentunya akan saling bertanya atau bertanya kepada guru tentang bagaimana
menyekor bilangan bulat negatif.
Untuk memutuskan bagaimana menyelesaikan perkalian dua bilangan
negatif, guru hendaknya menyajikan sekumpulan soal yang
melibatkan mencari pola (sifat yang sama). Sebagai contoh, soal-soal ini
dapat didiskusikan di kelas:
1. Selesaikan daftar berikut:
-3 x 3 = -9
-3 x 2 = -6
-3 x 1 = -3
-3 x 0 = 0
-3 x -1 = ?
-3 x -2 = ?
-3 x -3 = ?
-3 x (7 + -2) = (-3 x 7) + (-3 x -2) = -21 +  ?
tetapi -3 x (7 + -2) = -3 x 5 = -15.
Jadi bilangan berapakah    ?    ?
Sebagai guru matematika, kamu dapat menyusun contoh-contoh lain yang
menunjukkan bahwa hasilkali dua bilangan bulat negatif adalah bilangan
bulat positif.
Tahap representasi untuk membentuk konsep perkalian dua bilangan
bulat negatif, para siswa dapat mengamati diagram yang menyajikan konsep
itu dan mendeskripsikan sifat umum perkalian dua bilangan bulat negatif.
Dalam tahap simbolisasi, kelas hendaknya menggunakan sistem
simbol bahwa untuk sebarang bilangan asli a dan b, (-a)(-b) = +ab; dan
untuk sebarang bilangan bulat x, y, z, x(y + z) = xy + xz.
Konsep itu dapat diformalkan dengan mengetahui bahwa pernyataan,
”hasilkali dua bilangan bulat negatif adalah bilangan bulat positif,”
merupakan suatu aksioma.Teorema seperti y x z = z x y dan x(y + z) = xy +
xz dapat diwujudkan dan dibuktikan.
F. Intisari Teori Belajar Dienes
Pengajaran matematika dari Dienes lebih mengutamakan kepada
pengertian dan pemahaman sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari
dan lebih menarik. Dengan pembelajaran matematika yang diawali dengan
penggunaan benda-benda konkrit untuk mengarah kepada konsep yang
abstrak. Dengan menggunakan berbagai benda-benda belajar yang khusus
dibuat untuk pembelajaran matematika dan memperhatikan berbagai
prinsip-prinsip pembelajaran matematika menurut Dienes maka diharapkan
siswa dapat memahami suatu konsep yang diajarkan dengan cermat dan
teliti. Penanaman konsep yang benar tentu sangatlah diperlukan untuk
mempelajari konsep lain yang berkaitan.
Untuk mencapai hal di atas, Dienes mengembangkan tahap-tahap
belajar yang terurut agar pembelajaran tentang suatu konsep lebih sistematis
dan dapat dipahami lebih mudah. Namun begitu, tahapan tersebut tidaklah
harus sama bila diterapkan pada tingkatan usia yang berbeda.
Penggunaan perangkat belajar dan tahapan Dienes haruslah
memperhatikan jenis materi, tingkat kesulitan, dan usia siswa (tingkat
perkembangan kognitif siswa).Dengan adanya teori pembelajaran seperti
yang dikemukakan Dienes maka diharapkan pemahaman suatu konsep
matematika oleh siswa menjadi utuh sehingga dapat mengatasi
permasalahan pembelajaran matematika yang selama ini menjadi hal yang
tidak menyenangkan bagi sebagian besar siswa.
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Dienes
Kelebihan teori belajar Dienes:
1. Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih
memahami konsep dengan benar,
2. Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak
membosankan,
3. Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif,
4. Konsep yang lebih baik dipahami dapat lebih mengakar karena siswa
membuktikannya sendiri,
5. Dengan banyaknya contoh dengan melakukan permainan siswa dapat
menerapkan ke dalam situasi yang lain.
Kelemahan teori belajar Dienes
1. Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena
teori ini lebih mengarah kepermainan,
2. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama
3. Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarah siswa maka siswa
cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.

TEORI KONTRUKTIVISME
A. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Kontruktivisme
Pembelajaran model konstruktivisme menurut Karli dan Margaretha
(2002 : 16) adalah proses pembelajaran yang diawali konflik kognitif, yang
pada akhirnya pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa melalui
pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungannya.59
Model pembelajaran konstruktivisme menekankan pada
pengembangan kemampuan, keterampilan (hand-on), dan pemikiran siswa
(mind-on) Horleys, et al. (Isjoni, 2007 : 22) Tobin dan Timmons (Isjoni,
2007 : 22) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan
konstruktivisme harus memperhatikan empat hal, yaitu:60
1. Berkaitan dengan pengetahuan awal siswa (prior knowledge)

59
Karli, H dan S.Y. Margaretha. 2002. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Model-Model
Pembelajaran 2. Bina media informasi. Bandung. hal 16
60
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Hlm
22
2. Belajar melalui pengalaman (experiences)
3. Melibatkan interaksi sosial (social iriteraction)
4. Kepahaman (sense making).
Menurut Samsul Hadi (2010) Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.61 Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-
konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
B. Tahapan dalam Teori Belajar Kontruktivisme
Adapun implikasi dari pembelajaran model konstruktivisme meliputi
empat tahapan, yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep
serta pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut penjelasan tahap-tahap
model konstruktivisme.
1. Apersepsi, pada tahap ini siswa didorong untuk
mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang
dibahas. Bila perlu guru memancing dan memberikan
pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang
akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya
tentang konsep.
2. Eksplorasi, pada tahap ini siswa diberi kesempatan
untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui
pengumpulan data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang
oleh guru kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan
kelompok lain.
61
Samsulhadi (2010). Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivis. Tersedia:
https://unipajbr.files.wordpress.com/2011/02/100618-degeng-teori konstruktive. (diakses pada
5 November 2019)
3. Diskusi dan penjelasan konsep. Pada tahap ini saat
siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan
pada hasil observasinya ditambah dengan penjelasan guru,
sehingga siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.
4. Pengembangan dan aplikasi. Pada tahap ini guru
berusaha menciptakan iklim pembelajaran. Yang
memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan
pemecahan masalah-masalah yang berkaiatan dengan isu-isu
di lingkungan (Karli H. dan Margaretha, 2004 : 17).62
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kontruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali
hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu
terjadi perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan
siswa. (Samsulhadi, 2010).
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
62
Karli, H dan S.Y. Margaretha. (2004). Model-Model Pembelajaran Implementasi KBK. Bandung:
Bina Media Informasi. Hlm 17
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan
tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu
mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar
siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan
berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (Hamzah, 2008: 18) mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut: 63 Pertama adalah peran
aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah
pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (Hamzah, 2008 : 18) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan
dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama,
pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif
siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana
pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan
pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik
Hudoyo (Hamzah, 2008 : 19) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah
mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. 64
Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu
dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
D. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Kontruktivisme
1. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika
dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri
siswakepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan
belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan
pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.

63
B. Uno, Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta : Bumi Aksara. Hlm 18
64
B. Uno, Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta : Bumi Aksara. Hlm 19
2. Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,
menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk
menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3. Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan
membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri
4. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media,
peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut.
Pendekatan belajar konstruktivistik memiliki beberapa strategi dalam
proses belajar. Strategi-strategi belajar (Slavin, 1994) tersebut adalah:
1. Top-down processing.
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa belajar dimulai dari
masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan
atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya, siswa
diminta menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk
membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut dan
kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
2. Cooperative learning
Yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar, dimana
siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensip konsep-
konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang
lain tentang problem yang dihadapi. Dalam strategi ini, siswa belajar
dalam pasangan-pasangan atau kelompok untuk saling membantu
memecahkan problem yang dihadapi.
3. Generative learning.
Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara
materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata.
Sehingga dengan menggunakan pendekatan generative
learning diharapkan siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi
ketika menghadapi stimulus baru. Selain itu, pendekatan ini
mengajarkan sebuah metode yang untuk melakukan kegiatan mental
saat belajar, seperti membuat pertanyaan, kesimpulan, atau analogi-
analogi terhadap apa yang sedang dipelajari.
E. Implementasi Teori Belajar Kontruktivisme
Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam proses belajar
pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode belajar, seperti
penjelasan/ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, bermain peran. Pada
teknik penjelasan/ceramah, guru menjelaskan tentang suatu materi pelajaran
kepada siswa agar siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya. Pada
teknik tanya jawab, sebelum kegiatan inti dalam suatu pembelajaran
berlangsung, guru dan siswa dapat melakukan tanya jawab yang
berhubungan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini berguna untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi tersebut dengan
memanfaatkan pengetahuan awal (dasar) yang dimilikinya. Pada teknik
diskusi, siswa mendiskusikan dengan siswa lainnya dan guru mengenai
materi pelajaran tersebut. Metode penugasan merupakan suatu cara dalam
proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa.
Penggunaan metode ini memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik
ruang lingkup maupun bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara
individual maupun kelompok. Metode pemberian tugas ini juga dapat
dipergunakan untuk mendukung metode pembelajaran yang lainnya.
F. Intisari Teori Belajar Kontruktivisme
Berdasarkan pembahasan diatas tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
model konstruktivisme dalam suatu belajar-mengajar di mana siswa sendiri aktif secara
mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah
dimilikinya. Pendidik lebih berperan sebagai fasilitator dan menyediakan pembelajaran.
Penekanan tentang belajar mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi
pengalaman siswa.
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivisme
Kelebihan teori belajar Kontruktivisme:
1. Berfikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir
untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.
2. Pemahaman: Murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh
mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Mengingat: Murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. melalui pendekatan ini siswa
membina sendiri pemahaman mereka. Justru mereka lebih yakin
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial: Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi
dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5. Motivasi : Siswa terlibat langsung, memahami, ingat, yakin dan saling
berinteraksi, mereka akan merasa termotivasi belajar dalam
memperoleh pengetahuan baru. (Surianto, 2009).65
Kelemahan teori belajar Kontruktivisme
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai
dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi,
2. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda- beda,
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan

65
Rustan, Surianto. (2009). Mendesain Logo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
dan kreatifitas siswa.
4. Meskipun guru hanya menjadi motivator dan memediasi jalannya
proses belajar, tetapi guru harus memiliki perilaku yang elegan dan
arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.
5.
TEORI PEMROSESAN INFORMASI
A. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Pemrosesan Informasi
Menurut Robert S. Siegler ada tiga karakteristik utama pendekatan
pemrosesan informasi, yaitu :66
1. Proses Berpikir (Thinking)
Menurut pendapat Siegler (2002), berpikir (thinking) adalah
pemrosesan informasi. Dalam hal ini Siegler memberikan perspektif
luas tentang apa itu penyandian (encoding), merepre-sentasikan, dan
menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka sedang
melakukan proses berpikir. Siegler percaya bahwa pikiran adalah
sesuatu yang sangat fleksibel, yang menyebabkan individu bisa
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam
lingkungan, tugas, dan tujuan. Tetapi, ada batas kemampuan berpikir
manusia ini. Individu hanya dapat memerhatikan sejumlah informasi
yang terbatas pada satu waktu, dan kecepatan untuk memproses
informasi juga terbatas.
2. Mekanisme Pengubah (Change Mechanism)
Siegler (2002) berpendapat  bahwa dalam pemrosesan informasi
fokus utamanya adalah pada peran mekanisme pengubah dan
perkembangan. Dia percaya bahwa ada empat mekanisme yang
bekerja sama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif
anak: encoding (penyandian), otomatisasi, konstruksi strategi, dan
generalisasi.
a. Encoding (penyandian)

66
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam
memori . Seperti halnya teori Gagne yang menyatakan informasi
dipilih secara selektif, maka dalam encoding menyandikan
informasi yang relevan dengan mengabaikan informasi yang
tidak relevan adalah aspek utama dalam problem solving.
Namun, anak membutuhkan waktu dan usaha untuk
melatih encoding ini, agar dapat menyandi secara otomatis.
Ada enam konsep yang dikenal dalam encoding, yaitu :
1) Atensi
Atensi adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan
sumber daya mental. Salah satu keahlian penting dalam
memerhatikan adalah seleksi. Atensi bersifat selektif
karena sumber daya otak terbatas (Mangels, Piction, &
Craik, 2001).
2) Pengulangan (rehearsal)
Pengulangan (rehearsal) adalah repitisi informasi
dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama berada di
dalam memori. Pengulangan akan bekerja dengan baik
apabila murid perlu menyandikan dan mengingat daftar
item untuk periode waktu yang singkat.
3) Pemrosesan mendalam
Setelah diketahui bahwa.
pengulangan  (rehearsal) bukan cara yang efisien untuk
menye-diakan informasi untuk memori jangka panjang
(Fergus Craik dan Robert Lockhart 1972) menyatakan
bahwa kita dapat memproses informasi pada berbagai
level.
4) Elaborasi
Elaborasi adalah ekstensivitas pemrosesan memori
dalam penyandian. Jadi saat anda menyajikan konsep
demokrasi kepada murid, mereka kemungkinan
mengingatnya dengan lebih baik jika mereka diberi contoh
lebih bagus dari demokrasi. Mencari contoh adalah cara
yang bagus utuk mengelaborasi informasi. Misalnya,
referensi diri (self-reference) adalah cara yang efektif
untuk mngelaborasi informasi.
5) Mengkonstruksi citra (imaji)
Ketika kita mengkonstruksi citra dari sesuatu, kita
sedang mengelaborasi informasi. Allan Paivio (1971,
1986) percaya bahwa memori disimpan melalui satu atau
dua cara: sebagai kode verbal atau sebagi kode citra/imaji.
Paivio mengatakan bahwa semakin detail dan unik dari
suatu kode citra, maka semakin baik memori anda dalam
mengigat informasi itu. Para peneliti telah menemukan
bahwa mengajak anak untuk menggunakan imaji guna
mengingat informasi verbal adalah cara yang baik bagi
anak yang lebih tua ketimbang anak yang lebih muda
(Schneider & pressley, 1997).
6) Penataan
Apabila murid menata (mengorganisasikan)
informasi ketika mereka menyediakanya, maka memori
mereka akan banyak terbantu. Semakin tertata imformasi
yang disampaikan, semakin mudah untuk mengingatnya.
Ini terutama berlaku jika menata imformasi secara hirarkis
atau menjelaskannya. Chunking (“pengemasan”) adalah
strategi penataan memori yang baik, yakni dapat
mengelompokan atau “mengepak” informasi menjadi unit-
unit “higherorder” yang dapat diingat sebagai satu
tunggal. Chunking dilakukan dengan membuat sejumlah
besar informasi menjadi lebih mudah dikelola dan lebih
bermakna.
b. Otomatisasi
Otomatisasi adalah kemampuan untuk memproses
informasi dengan sedikit atau tanpa usaha . Peristiwa ini terjadi
karena pertambahan usia dan pengalaman  individu sehingga
otomatis dalam memproses informasi, yaitu cepat dalam
mendeteksi kaitan atau hubungan dari peristiwa-peristiwa yang
baru dengan peristiwa yang sudah tersimpan pada memori dan
akhirnya akan menemukan ide atau pengetahuan baru dari setiap
kejadian.
c. Konstruksi Strategi
Konstruksi strategi adalah penemuan prosedur baru untuk
memproses informasi. Dalam hal ini Siegler menyatakan bahwa
anak perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu problem
dan mengkoordinasikan informasi tersebut dengan pengetahuan
sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah. 
d. Generalisasi
Untuk melengkapi mekanisme pengubah, maka manfaat
dari langkah ketiga yaitu konstruksi strategi akan terlihat pada
proses generalisasi, yaitu kemampuan anak dalam
mengaplikasikan konstruksi strategi pada permasalahan lain.
Pengaplikasian itu melalui proses transfer, yaitu suatu proses
pada saat anak mengaplikasikan pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya untuk mempelajari atau memecahkan problem
dalam situasi yang baru.
3. Modifikasi Diri
Modifikasi diri dalam pemrosesan informasi secara mendalam
tertuang dalam metakognisi, yang berarti kognisi atau kognisi atau
mengetahui tentang mengetahui, yang  di dalamnya terdapat dua hal yaitu
pengetahuan kognitif dengan aktivitas kognitif.
Pengetahuan kognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada
pemikiran seseorang pada saat sekarang, sedangkan aktivitas kognitif terjadi
saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran
mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan suatu tujuan.
Berkaitan dengan modifikasi diri Deanna Kuhn mengatakan
metakognisi harus lebih difokuskan pada usaha untuk membantu anak
menjadi pemikir yang lebih kritis, terutama di sekolah menengah. Baginya
ketrampilan kognitif   terbagi dua, yaitu mengutamakan kemampuan murid
untuk mengenali dunia, dan ketrampilan untuk mengetahui pengetahuannya
sendiri. 
Michael Pressly  dan rekan - rekannya seperti  yang  telah dikutip
Santrock, mereka telah mengembangkan model metakognitf yang disebut
model pemrosesan informasi yang baik. Model ini menyatakan bahwa
kognisi yang kompeten adalah hasil dari sejumlah faktor yang saling
berinteraksi.
B. Tahapan dalam Teori Belajar Pemrosesan Informasi
Menurut Robert M gagne dalam Rusman (2014: 139-140) dalam
proses pembelajaran model pemrosesan informasi terdiri dari delapan fase,
yakni sebagai berikut:
1. Motivasi, fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan
untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu
(motivasi instrinsik dan ekstrinsik)
2. Pemahaman, fase ini individu menerima dan memahami informasi
yang diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui
perhatian
3. Pemerolehan, individu memberikan makna/mempersepsikan segala
informasi yang pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan
dalam memori peserta didik
4. Penahanan, menahan informasi yang sampai pada dirinya sehingga
terjadi proses penyimpanan dalam memori siswa
5. Ingatan kembali, mengeluarkan kembali informasi yang telah
disimpan, bila ada rangsangan
6. Generalisasi, menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan
tertentu
7. Perlakuan, perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil
pembelajaran
8. Umpan balik, individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya.
Menurut Rusman (2014:140) pembelajaran pemrosesan informasi ada
Sembilan langkah yang harus diperhatikan oleh seorang pendidikan, yakni
sebagai berikut.
1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa;
2. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topic yang
akan dibahas;
3. Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran;
4. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topic yang telah
direncanakan;
5. Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran;
6. Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran;
7. Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa;
8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil;
9. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya.
Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan informasi
didasarkan pada teoribelajar kognitif. Model pembelajaran tersebut
berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang
dapat memperbaiki kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi
menunjuk kepada cara-cara mengumpulkan atau menerima stimulusdari
lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan
konsep-konsep dan pemecahan masalah serta menggunakan simbol-simbol
verbal dan non-verbal.
Teori belajar pemerosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar
merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
1. Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori.
Sistem syarafmenggunakan kode internal yang merepresentasikan
stimulus eksternal. Dengan cara ini representasi objek/kejadian
eksternal dikodekan menjadi informasi internal dan siapdisimpan.
2. Stroge adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek
kemudian diteruskanuntuk diproses dan digabungkan ke dalam
memori jangka panjang. Namun tidak semuainformasi dari memori
jangka pendek dapat disimpan. Kunci penting dalam penyimpanan
dimemori jangka panjang adalah adanya motivasi yang cukup untuk
mendorong adanya latihanberulang hal-hal dari memori jangka
pendek.
3. Retrieval adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada
pemanfaatan informasi yangdisimpan. Agar dapat diambil kembali,
informasi yang disimpan tidak hanya tersedia tetapi juga dapat
diperoleh karena meskipun secara teoritis informasi yang disimpan
tersedia tetapitidak selalu mudah untuk menggunakan dan
menempatkannya
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Pemrosesan Informasi
Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model
kognitif information processing, karena dalam proses belajar ini tersedia
tiga taraf struktural sistem informasi, yaitu:
1. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui
sensory register, tetapi hanya disimpan untuk periode waktu terbatas.
Agar tetap dalam sistem, informasi masuk ke working memory yang
digabungkan dengan informasi di long-term memory.
2. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di
working memory, di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan
working memory sangat terbatas kapasitas isinya dan memperhatikan
sejumlah kecil informasi secara serempak.
3. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas
isinya sehingga mampu menampung seluruh informasi yang sudah
dimiliki siswa. Kelemahan- nya adalah betapa sulit mengakses
informasi yang tersimpan di dalamnya.

D. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Pemrosesan Informasi


Macam-macam model pemrosesan informasi di atas akan dibahas
secara lengkap sebagai berikut.
1. Berpikir induktif
Model ini merupakan karya besar Hilda taba. Ia juga termasuk
salah satu pencetus model pengembangan kurikulum yang bernama
model pengembangan kurikulum Hilda taba. Model berpikir induktif
ini beranggapan bahwa kemampuan berpikir seseorang itu tidak
dengan sendirinya berkembang dengan baik jika proses pembelajaran
dikembangkan tanpa memperhatikan kesesuaian dengan kebutuhan
berpikir seseorang. Kemampuan berpikir harus diajarkan melalui
pendekatan khusus yang memungkin peserta didik terampil dalam
berpikir.
Model berpikir induktif ini merupakan suatu strategi mengajar
yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
mengubah informasi. Kemudian model ini dikembangkan atas dasar,
(1) kemampuan berpikir dapat diajarkan, (2) berpikir merupakan suatu
transaksi aktif antara individu dengan data, dan (3) proses berpikir
merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan.
Model berpikir induktif dilaksanakan dalam lima langkah, yaitu:
a. Membuat unit-unit percobaan (producing pilot units);
b. Menguji unit-unit eksperimen (testing experimental units)
menguji ulang unit-unit yang telah digunakan oleh guru dikelas
itu sendiri, kelas lain atau kelas yang berbeda;
c. Merevisi dan mengkonsolidasi yaitu mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan pada unit yang dicobakan;
d. Mengebangkan jaringan kerja untuk lebih meyakinkah apakah
unit-unit yang telah direvisi dan konsolidasi dapat digunakan
lebih luas atau tidak;
e. Memasang dan mendesiminasi unit-unit baru yang dihasilkan.
2. Latihan inkuiri (inkuiri training)
Model latihan inkuiri dicetuskan oleh richard suchman.
Menurutnya bahwa model ini digunakan untuk melatih peserta didik
agar bisa melakukan penelitian, menjelaskan fenomena, dan
memecahkan masalah secara alamiah (Saiful Sagalas, 2014: 76). 67
Tujuan utama model ini adalah bagaimana agar peserta didik agar bisa
memformulasikan masalah yang menarik, misterius, serta menantang
agar peserta didik bisa berpikir ilmiah.
Kemudian menurut Suchman dalam Uno (2009: 14) bahwa
peserta didik:68 (1) secara alamiah manusia memiliki kecendrungan
untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik
perhatiannya; (2) manusia akan menyadari rasa keingintahuan segala
sesuatu tersebut dan akan belajar untuk mengalisis strategi
berpikirnya; (3) srtategi baru dapat diajarkan secara langsung dan
ditambahkan atau digabungkan dengan strategi lama yang telah
dimiliki oleh peserta didik; (4) penelitian kooperatif dapat
memperkaya kemampuan berpikir dan membantu peserta didik belajar
tentang suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentative dan belajar
menghargai penjelasan atau solusi alternative.
Kemudian menurut Anurrahman (2012: 162) menjelaskan
bahwa model ini dikembangkan melalui beberapa langkah, yakni
sebagai berikut:69
a. Mempertentangkan suatu masalah (dalam hal ini guru
menjelaskan prosedur inquiri dan menjelaskan peristiwa-
peristiwa yang bertentangan);
67
Sagala, Syaiful., (2011), Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Hlm 76
68
Uno. (2009). Mengelola Kecerdasan dan Pembelajaran. Hlm 14
69
Aunurrahman, 2012, Belajar dan Pembelajaran, Bandung:Alfabeta. Hlm 162
b. Siswa melakukan pengumpulan data serta melakukan
klarifikasi;
c. Siswa melakukan pengujian hipotesis;
d. Siswa mengorganisasikan data memberikan penjelasan;
e. Siswa melakukan analisis strategi inquiri dan mengembangkan
secara lebih efektif.
3. Inkuri ilmiah
Model inkuri ilmiah ini dipelopori oleh Josep J. Schwab. Model
Inkuiri Ilmiah bertujuan agar peserta didik agar bisa meneliti,
menjelaskan fenomena dan memecahkan masalah secara ilmiah serta
mengajarkan bagaimana cara melakukan pencarian dan perenungan
tentang pilihan-pilihan dan alternative-alternatif yang harus dihadapi
manakala memmikirkan makna pendidikan, hakikat sains, dan
karakter pemikiran pendidikan.
Menurut Aunurrahaman (2012: 161) penggunaan model ini
dalam proses pembelajaran dilakukan dalam beberapa tahap, yakni
sebagai berikut:70
a. Menyajikan area dalam penelitian kepada siswa;
b. Siswa merumuskan masalah;
c. Siswa mengidentifikasi masalah di dalam kegiatan penelitian;
d. Siswa menentukan cara-cara untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapinya.
Dalam penerapan model ini dalam pembelajaran dituntut agar
terciptanya iklim kelas yang kooperatif. Dalam hal ini guru agar bisa
membimbing terlaksananya proses inquiry dan mendorong siswa agar
berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Model penemuan konsep
Model penemuan konsep ini dipelopori oleh Jerome Bruner.
Model ini berangkat dari suatu pandangan bahwa lingkungan memiliki
manusia yang beragam. Peserta didik harus bisa membedakan,

70
Aunurrahman, 2012, Belajar dan Pembelajaran, Bandung:Alfabeta. Hlm 161.
mengkatagorikan, dan menamakan semua itu sehingga menemukan
suatu konsep. Jadi model penemuan konsep adalah suatu pendekatan
yang bertujuan membantu siswa memahami konsep tertentu. Model
ini bisa diterapkan pada semua umur, mulai dari anak-anak sampai
pada dewasa
Menurutnya bahwa belajar memiliki tiga proses, yaitu: (1)
memperoleh informasi baru; (2) mentransformasi pengetahuan; (3)
menguji relevansi dan ketepatan ilmu pengetahuan. Menurut
Aunurrahman (2012: 158) bahwa model penemuan konsep merupakan
model pembelajaran yang dirancang untuk menata dan menyusun data
sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan
efisien.71 Dalam penerapan model ini dalam pembelajaran meliputi
dalam tiga tahap, yakni sebagai berikut:
a. Presentasi data dan identifikasi konsep, meliputi:
1) Guru mempresentasikan conto-contoh nama;
2) Siswa membandingkan ciri positif dan negative dari contoh
yang dikemukakan;
3) Siswa menyimpulkan dan menguji hipotesis;
4) Siswa memberikan arti sesuai dengan ciri-ciri esensial;
b. Menguji pencapaian konsep yang meliputi beberapa kegiatan,
meliputi:
1) Siswa mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak memiliki
nama;
2) Guru mengonfirmasikan hipotesis, konsep nama dan definisi
sesuai dengan ciri-ciri esensial.
c. Menganalisis kemampuan berpikir strategis, meliputi:
1) Siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mereka;
2) Siswa mendiskusikan hipotesis dan atribut-atribut;
3) Siswa mendiskusikan bentuk dan jumlah hipotesis.
5. Pertumbuhan kognitif

71
Aunurrahman, 2012, Belajar dan Pembelajaran, Bandung:Alfabeta. Hlm 158
Model ini dipelopori oleh jean piaget dkk. Model ini
menegaskan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar
dipengaruhi oleh manipulasi dan interaktif aktif peserta didik dengan
lingkungannya dimana pengetahuan datang dari tindakannya. Melalui
interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan selalu
berkembangan pengalaman dan berubah terus menerus selama
interaksi itu belangsung. Cara ini akan membantu peserta didik agar
meninmgkatkan pertumbuhan intelektualnya yang dimulai dari proses
reflektif sampai pada peserta didik mampu memikirkan kejadian
potensial dan secara mental mampu mengeksplorasi kemungkinan
akibatnya.
Pada dasarnya model ini dirancang untuk meningkatkan
perkembangan intelektual, penalaran logis, tetapi dapat diterapkan
pada perkembangan social, karena pengalaman-pengalaman penting
bagi terjadinya perkembangan.
Meurut Wina Sanjaya (2007 : 234 - 236) ada enam tahapan yang
harus dilakukan dalam model pembelajaran pertumbuhan kognitif
yaitu:72
a. Tahap orientasi
Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi
siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan
dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik
tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran
yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan
proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus
dimiliki siswa. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang
harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus
dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.
b. Tahap pelacakan

72
Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group. Hlm 234-236
Tahap pelacakan adalah tahap penjajakan untuk
memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai
dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan.
Melalui tahapan ini guru mengembangkan dialog dan tanya
jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah
dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan
dikaji.
c. Tahap konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan
yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan
siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-
persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan
keluar. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog
agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus
dipecahkan.
d. Tahap inkuiri
Pada tahap ini siswa belajar berpikir yang sesungguhnya.
Melalui tahapan inkuri, siswa diajak untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi. Pada tahapan ini guru harus
memberikan ruang dan kesempatan untuk mengembangkan
gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai
tehnik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian
siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai
dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang
meyakinkan, mengembangkan gagasan dan lain sebagainya.
e. Tahap akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahap pembentukan pengetahuan
baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut
untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik
atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru
membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka
temukan dan mereka pahami sekitar topik yang
dipermasalahkan.
f. Tahap transfer
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru
yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer
dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer
kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-
masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-
tugas yang sesuai dengan topik pembahasan
6. Advanced Organizer
Model ini dipelopori oleh david ausubel, yang dimana untuk
menerapkan konsepsi tentang struktur kognitif dalam merancang
pembelajaran sehingga bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam
mempelajari informasi yang baru.
Menurut Aunurrahman (2012: 160) Advanced organizer dalam
proses pembelajaran memiliki tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Tahap pertama
1) Menjelaskan tujuan pembelajaran;
2) Menjelaskan panduan pembelajaran;
3) Menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman
siswa yang relevan;
Pada tahap ini dilakukan agar menarik minat peserta didik
dan agar pemikiran dan aktivitas yang mereka lakukan
berorientasi pada tujuan pembelajaran.
b. Tahap kedua
1) Menjelaskan materi pembelajaran;
2) Menbangkitkan perhatian siswa;
3) Mengatur secara eksplisit tugas-tugas;
Pada tahap ini, bagaimana guru mempertahankan
perhatian siswa yang sudah tumbuh melalui kegiatan tahap
pertama agar mereka dapat memahami arah kegiatan secara
jelas.
c. Tahap ketiga
1) Menggunakan prinsip-prinsip secara terintegrasi;
2) Meningkatkan keaktivitas pembelajaran;
3) Mengembangkan pendekatan-pendekatan kritis guna
memperjelas materi pembelajaran.
7. Memorisasi
Model ini digunakan agar peserta didik mampu
mengembangkan kemampuannya dalam menyerap dan
megintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat
informasi yang telah diterima dan dapat me-recall kembali pada saat
yang diperlukan.
Menurut Aunurrahman (2012: 159) model pembelajaran jenis
ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap berikut ini:
a. Mencermati materi, yakni materi yang telah diberikan
digarisbawahi bagian yang penting, memberi tanda pada bagian
yang diperlukan;
b. Mengembangkan hubungan, yakni materi yang telah diberikan
dicari hubungan antar materi yang saling terkait, dengan
menggunakan kata kunci, kata yang bergaris atau dengan
melingkarkan kata tertentu;
c. Mengembangkan sensori image, dengan menggunakan teknik
yang lucu atau mungkin dengan kata-kata yang berlebihan
sehingga lebih mudah diingat;
d. Melatih re-call dengan memperhatikan tahapan sebelumnya dan
hal ini harus dipelajari secara terus menerus.
E. Implementasi Teori Belajar Pemrosesan Informasi
Dalam aplikasi teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran, kita
dapat mengambilteori yang disampaikan oleh Gagne tentang tahapan belajar
dari fakta sampai pemecahanmasalah, serta tahapan tujuan dari yang rendah
sampai ke tinggi, dapat kita lihat padaketerangan yang dituliskan Harjanto
tentang pelajaran melukis, seperti berikut ini :
1. Siswa dapat menyebutkan beberapa alat yang dipergunakan untuk
mengambar berwarna (fakta).
2. Siswa dapat mengidentifikasi warna panas dan warna dingin (konsep).
3. Siswa dapat menyatakan bahwa penempatan atau pemakaian kedua
jenis warnatersebut akan saling berpengaruh (prinsip)
4. Siswa dapat melukis dengan komposisi warna yang harmonis
(pemecahanmasalah)
F. Intisari Teori Belajar Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesaninformasi lebih menekankan pada bagaimana
individu memproses informasi tentang duniamereka, bagaimana informasi
masuk ke dalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dandisebarkan, dan
bagaimana informasi diambil kembali untuk melaksanakan aktivitas-
aktivitasyang kompleks, seperti memecahkan masalah dan berpikir. Jadi inti
dari pendekatan pemrosesan infomasi ini adalah proses memori dan proses
berpikir.(Hakim, 2012)
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi
pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya
6. Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama masing-masing
individu
7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan
Kekurangan teori pemrosesan informasi antara lain:
1. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
2. Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
3. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informasi yang
telah disimpan dalam ingatan
4. Tidak menyediakan deskripsi yang memadai mengenai perubahan
perkembangan dalam kognisi
5. Kemampuan otak tiap individu tidak sama
6. Kemampuan berpikir/ daya otak manusia terbatas. Individu hanya
dapat memerhatikan sejumlah informasi yang terbatas pada satu
waktu, dan kecepatan untuk memproses informasi juga terbatas.
7. Anak membutuhkan waktu dan usaha untuk melatih encoding
(penyandian), agar dapat menyandi secara otomatis.

TEORI BELAJAR VYGOTSKY


A. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Vygotsky
Studi Vygotsky fokus pada hubungan antara manusia dan konteks
sosial budaya di mana mereka berperan dan saling berinteraksi dalam
berbagi pengalaman atau pengetahuan. Oleh karena itu, teori Vygotsky yang
dikenal dengan teori perkembangan sosiokultural menekankan pada
interaksi sosial dan budaya dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif.
Perkembangan pemikiran anak dipengaruhi oleh interaksi sosial dalam
konteks budaya di mana ia dibesarkan. Menurut Vygotsky setiap fungsi
dalam perkembangan budaya anak akan muncul dua kali yaitu pada
mulanya di tingkat sosial dalam hubungan antarmanusia atau interpsikologi,
kemudian muncul di tingkat personal dalam diri anak atau intrapsikologi. 73

73
Salkind, N. J. 2006. Encyclopedia of Human Development. London: SAGE Publications, Inc. hal
278
Hal ini berarti, perlu mengetahui proses sosial dan budaya yang membentuk
anak untuk memahami perkembangan kognitifnya.
Kemajuan perkembangan kognitif anak diperoleh sebagai hasil
interaksi sosial dengan orang lain. Orang lain di sini tidak selalu orangtua,
melainkan bisa orang dewasa lain atau bahkan teman sebaya yang lebih
memahami tentang sesuatu hal. Dalam kaitannya dengan pemikiran
matematika, maka anak akan berkembang kemampuan berpikir
matematisnya melalui interaksinya dengan orang lain yang menguasai
matematika dengan lebih baik. Jika masyarakat atau setidaknya orangtua
dalam keluarga telah membudayakan pemikiran matematika dalam kegiatan
sehari-hari, maka kondisi ini akan menyuburkan perkembangan pemikiran
matematika anak.
Aplikasi ide-ide matematika melalui berpikir logis, memperhitungkan
dengan cermat, mampu menganalisis permasalahan dalam kehidupan sehari-
hari merupakan gambaran aktivitas keseharian yang menjadi budaya. Dalam
konteks budaya semacam ini maka menurut teori Vygotsky, kemampuan
berpikir matematis anak akan berkembang.
Terdapat beberapa pendapat Vygotsky yang berimplikasi terhadap
pembelajaran matematika, yaitu pandangan Vygotsky tentang perlu adanya
sumber belajar lain untuk memudahkan siswa belajar matematika serta
materi matematika yang sesuai dengan kapasitas siswa. Vygotsky
memberinya istilah More Knowledgable Other (MKO) atau orang lain yang
lebih tahu dan Zone of Proximal Development (ZPD) atau zona
perkembangan terdekat.
MKO mengacu kepada siapa saja yang memiliki pemahaman yang
lebih baik atau tingkat kemampuan lebih tinggi dari siswa, pemahaman yang
lebih baik ini sehubungan dengan tugas tertentu, proses, atau konsep yang
sedang dipelajari oleh siswa. MKO biasanya dianggap sebagai seorang guru,
pelatih, atau orang dewasa yang lebih tua, tetapi MKO juga bisa menjadi
teman sebaya, orang yang lebih muda, atau bahkan komputer atau media
belajar lainnya.
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara kemampuan
siswa untuk melakukan tugas di bawah bimbingan orang dewasa dan atau
dengan kolaborasi teman sebaya dan pemecahan masalah secara mandiri
sesuai kemampuan siswa. Menurut Vygotsky, pembelajaran terjadi di zona
ini. Implikasinya dalam pembelajaran matematika adalah ZPD dapat
berguna dalam menjembatani antara berpikir konkrit dan berpikir abstrak.
Pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami matematika
yang abstrak, kemampuan tersebut dapat didorong melalui interaksi sosial
melalui ZPD. Teori Vygotsky tidak hanya potensial bagi terbangunnya
pengetahuan matematika pada diri anak, tetapi teori ini dipandang potensial
dalam membangun kemampuan berpikir matematis dan membentuk sikap
positif terhadap matematika (Taylor, 1992:9). Sikap positif terhadap
matematika terkait dengan self-esteem siswa dalam mempelajari
matematika, hal ini mungkin terbangun melalui interaksi sosial. Selanjutnya
Taylor (1992:15) mengajukan model perkembangan sikap (attitude)
terhadap matematika yang dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk di
dalamnya terkait dengan ZPD dari Vygotsky, teori belajar sosial dari
Bandura dan kecerdasan ganda dari Howard Gardner.
B. Tahapan dalam Teori Belajar Vygotsky
Perkembangan kognitif dalam pandangan Vygotsky diperoleh melalui
dua jalur, yaitu proses dasar secara biologis dan proses psikologi yang
bersifat sosiobudaya.74
C. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky (dalam Triyanto, 2011:39) mengemukakan ada empat prinsip
kunci dalam pembelajaran, yaitu:75
1. Penekanan pada hakikat sosiokultural pada pembelajaran (the
sosiocultural of learning)

74
Elliot et al. 2000. Educational Psychology: Efective Teaching, Effective Learning, 3rd edition.
United States of America: Mc Graw Hill Companies. Hal 52
75
Triyanto. 2011.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:Konsep
Landasan,Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp). Jakarta:Kencana.. hlm
39
Menurut Vygotsky siswa belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu, Vygotsky menekankan
pentingya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses
pembelajaran.
2. Zona perkembangan terdekat (zona of proximal development)
Menurut Vygotsky dalam proses perkembangan kemampuan
kognitif setiap anak memiliki apa yang disebut zona perkembangan
proximal (zona of proximal development) yang didefinisikan sebagai
jarak atau selisih antara tingkat perkembangan anak yang actual
dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bias
dicapai sang anak jika ia mendapat bimbingan atau bantuan dari
seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten.
3. Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship)
Menurut Vigotsky adalah pemagangan kognitif, yaitu suatu
proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan
memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang ahli, seorang
ahli bias seorang yang lebih dewasa atau orang yang lebih tua atau
teman sebaya yang menguasai permasalahannya.
4. Perancahan (scaffolding).
Menurut Vigotsky adalah perancahan atau scaffolding,
merupakan suatu ide kunci yang Vygotsky. Perancahan berarti
pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-
tahap awal pembelajaran dan kemudian secara berlahan bantuan
tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengambil alih tanggungjawab setelah ia mampu mengerjakan
sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka implikasi utama dari teori Vygotsky
terhadap pembelajaran adalah kemampuan untuk mewujudkan tatanan
pembelajaran berbasis masalah dengan dibentuk kelompok-kelompok
belajar supaya siswa mempunyai tanggungjawab terhadap belajarnya.
D. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Vygotsky
Jean Schmittau (Salkind, 2004: 287-288) melakukan penelitian
mengenai penerapan pendekatan Vygotsky pada pembelajaran matematika.76
Pendekatan ini diadaptasinya dari penerapan teori Vygotsky di sekolah
Rusia pada pembelajaran matematika di mana anak tidak sekedar diajarkan
pengetahuan matematika melainkan belajar bagaimana caranya belajar
matematika. Hal ini kemudian diterapkan dalam program sekolah di
Susquehanna, New York. Hasilnya menunjukkan bahwa anak dapat
menguasai matematika dengan baik meskipun sebelumnya ia lemah pada
mata pelajaran tersebut. Belajar mengenai bagaimana caranya belajar
merupakan kemampuan penting untuk dikuasai anak. Melalui hal ini anak
akan memiliki daya untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. Terkait
dengan pemikiran matematika, maka matematika bukanlah diajarkan
sebagai produk melainkan sebagai proses berpikir yang dapat
direkonstruksi.

Pada model Mathematical


Attitude (Gambar 1), Taylor
menempatkan attitude sebagai
pusat yang dipengaruhi oleh
pemikiran, tindakan dan perasaan.
Dalam hal ini, attitude atau sikap
diartikan sebagai wujud dari
pemikiran, tindakan dan perasaan
individu yang di antara ketiganya
juga saling mempengaruhi.
Selanjutnya, terkait dengan teori Vygotsky maka attitude dipengaruhi
oleh lingkungan sosial budaya di mana hal itu terjadi dalam dua tahap yaitu
pada tahap sosial atau antara pribadi dan tahap individual atau saat
internalisasi dalam diri. Dalam kaitannya dengan ZPD, interaksi yang

76
Salkind, N. J. 2006. Encyclopedia of Human Development. London: SAGE Publications, Inc. hlm
287-288
signifikan tersebut berfungsi untuk menjembatani pengalaman, selanjutnya
terdapat meta-awareness yang melibatkan kesadaran individu dalam
merefleksikan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan. Proses ini
berlangsung terus menerus. Oleh karena itu, seorang individu dapat
berulang kali menjembatani ZPD-nya ke keadaan meta-awareness dan
kemudian memiliki sikap yang dikembangkan lebih lanjut.
E. Implementasi Teori Belajar Vygotsky
Penerapan teori belajar Vygotsky dalam interaksi belajar mengajar
mungkin dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.   Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus
secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah
teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam Zone of proximal
developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama
melalui  ZPD.
2.   Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman
sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak,
kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat
perkembangan anak.
3.   Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi
pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang
anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD
karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa
dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain
dan menyediakan scaffolding yang sesuai
F. Intisari Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran
sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan
social pembelajaran. Karena menurutnya, funsi kognitif manusia berasal
dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya.
Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut
masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam
zona of proximal development mereka. Zona of proximal development
adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebihn
mampu.
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Vygotsky
Berdasarkan teori Vygostsy di atas, maka diperoleh keuntungan jika:
1. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona
perkembangan proksimalnya atau patensinya melalui belajar dan
berkembang.
2. Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan
potensialnya dari pada tingkat perkembangan aktualnya.
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk
mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan
intramentalnya.
4. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintregrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
procedural yang dapata digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan
memecahkan masalah.
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi
lebih merupakan kkonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi
pengetahuan atau makna baru secara brsama-sama antar semua pihak
yang terlibat di dalamnya.
Kelemahan dari teori sosial-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang
tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan
konseo, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah, dan
kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung. Oleh karena itu, diteliti
oleh para teoriwan perilaku.
TEORI BELAJAR BANDURA
H. Konsep dan Karakteristik Teori Belajar Bandura
Penjelasan Bandura tentang teorinya seperti yang dikutip oleh Hall
dan Lindzey (1981: 617), yaitu :77
Social learning theory approaches the explanation of human behavior
in terms of a continuous reciprocal interaction between cognitive, behavior
and environmental determinants. Within the process of reciprocal
determinism lies the opportunity for people to influence their destiny as well
as the limits of selfdirection. this conception of human functioning then
neither casts people into the role of powerless objects controlled by
environmental forces nor free agents who can become whatever they
choose. Both people and their environments are reciprocal determinants of
each other.
Manusia dapat dipahami melalui interaksi timbal balik antara perilaku,
kognitif, dan lingkungan. Hubungan ketiganya dapat digambarkan sebagai
berikut :

Pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir dan


mengatur atau mengarahkan diri sehingga ia dapat pula mengontrol
lingkungan, disamping manusia juga dibentuk oleh lingkungannya. dengan
demikian, prilaku dipelajari individu melalui interaksi dengan lingkungan,
dan perkembangan kepribadiannya tergantung pada interaksi tersebut.
Teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang
77
Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey, 1981. Theories of Personality 3rd Ed., Singapore: Wiley &
Sons Inc. hlm 617
tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini
menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan
lebih banyak penekanan pada efek efek isyarat pada perilaku dan proses
mental internal. Jadi dalam teori belajar sosial kita akan menggunakan
penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana kita belajar dari orang lain.
Menurut Ratna Wilis Dahar (2011:22) Melalui observasi tentang
dunia sosial kita, melalui interpretasi kognitif, banyak sekali informasi dan
penampilan atau keahlian kompleks yang dapat dipelajari. 78 Menurut Abu
Ahmadi (2009: 126) Belajar merupakan proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan pengalaman.79 Teori belajar sosial
beranggapan bahwa hubungan antar pribadi antara anak dengan orang
dewasa menyebabkan anak meniru atau menyerap perilaku perlaku sosial,
melalui interaksi sosial anak melakukan identifikasi dengan orang dewasa,
dengan kekuasaan, dengan perasaan iri dan sebagainya. Menurut teori
belajar sosial, yang terpenting adalah kemampuan seseorang untuk
mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil keputusan
mengenai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian melakukan perilaku
perilaku yang terpilih.
Teori belajar sosial Bandura (1965a, 1965b, 1971, 1977) menguraikan
kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori
ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara
perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati (observational learning).
Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku
yang ditentukan, ketekunan, belajar loncatan ski, dan reaksi psikologis yang
datar pada emosi.
Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif
dalam menguraikan belajar dan perilaku. Melalui kognitif kita berarti
Bandura berasumsi tentang pikiran manusia dan menafsirkan pengalaman

78
Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
79
Abu, Ahmadi. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rieka Cipta. Hlm 126
mereka. Contoh, Bandura (1977) membantah bahwa belajar kompleks
hanya dapat terjadi ketika orang sadar dari apa yang dikuatkan. Rangkaian
kejadian itu merupakan perilaku ingin yang diikuti oleh penguatan tetapi
Bandura akan membantah bahwa penguatan seperti itu tidak akan
memberikan pengaruh yang kuat pada perilaku. Anak-anak pertama- tama
harus mengerti hubungan antara perilaku yang benar dan peristiwa
penguatan.
Dalam perbedaan kedudukan Bandura, teori belajar tradisional (seperti
Skinner dan Hull) berasumsi tidak menerima proses kognitif manusia.
Agaknya masalah utama untuk mendapatkan perilaku dari manusia supaya
dapat dikuatkan . menurut kedudukan tradisional, penguatan “menguatkan”
perilaku, membantu perilaku lebih terjadi seterusnya.
I. Tahapan dalam Teori Belajar Bandura
Hal utama dari pendekatan tradisional ini, untuk terjadinya belajar,
manusia harus melakukan performa/tampilan utama dan kemudian diberi
hadiah. Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan
gambaran kognitif dari tindakan , secara rinci dasar kognisi dalam proses
belajar dapat diringkas dalam 4 tahap yaitu : atensi/perhatian,
retensi/mengingat, reproduksi gerak, dan motivasi.
1. Atensi / Perhatian
Jika reaksi baru yang dipelajari dari melihat/mendengar lainnya,
maka hal itu jelas bahwa tingkat memberi perhatian yang lain akan
menjadi yang terpenting. Lebih mendalam lagi berikut faktor-faktor
untuk mendapatkan perhatian :
a. Penekanan penting dari perilaku menoonjol
b. Memperoleh perhatian dari ucapan /teguran
c. Membagi aktivitas umum dalam bagian –bagian yang wajar jadi
komponen keterampilan dapat menonjol.
2. Retensi
Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori atau tidak,
dan dasar untuk penyimpanan merupakan metode yang digunakan
untuk penyandian atau memasukkan respon. Penyandian dalam
symbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif orang atau ringkasan
secara verbal tindakan yang mereka amati. Waktu respon yang diamati
disandikan, ingatan kesan visual atau symbol verbal dapat
berlanjutdengan melatih kembali secara mental. Dengan begitu,
penyandian akan mencoba untuk berpikir giat mengenai tindakan dan
memikirkan kembali penyandian verbal.
3. Reproduksi
Umpan balik yang bersifat memperbaiki memiliki peran penting
untuk membentuk perilaku yang diinginkan. umpan balik ini bukan
hanya ditujukan pada aspek aspek yang benar pada penampilan, tapi
yang lebih penting ialah ditujukan pada aspek aspek yang salah pada
penampilan. Menurut Ratna Wilis Dahar ( 2006:43) Secara cepat
memberi tahu siswa tentang respon yang tidak tepat sebelum
berkembang menjadi kebiasaan yang tidak diinginkan merupakan
pengajaran yang baik.80
Gerak Waktu fakta-fakta dari tindakan baru disandikan dalam
memori, mereka harus dirubah kembali dalam tindakan yang tepat.
Rangkaian tindakan baru merupakan symbol pertama pengaturan dan
berlatih, semua waktu dibandiungkan dengan ingatan/memori dari
perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam rangkaian tindakan baru,
dan rangkaian perilaku awal. Perilaku sebenarnya dicatat oleh orang
dan mungkin juga oleh pengamat yang memberikan timbal balik yang
benar dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian dari timbal balik
membuat pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan rangkaian
perilaku dimulai lagi.
Teori belajar social memperkenalkan tiga prasyarat utama untuk
berhasil dalam proses ini. Pertama, orang harus memiliki komponen
keterampilan. Biasanya rangkaian perilaku model dalam penelitian
Bandura buatan dari komponen perilaku yang sudah diketahui orang.

80
Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Hlm 43
Kedua, orang harus memiliki kapasitas fisik untuk membawa
komponen keterampilan dalam mengkoordinasikan gerakan. Terakhir,
hasil yang dicapai dalam koordinasi penampilan/ pertuntukan
memerlukan pergerakan individu yang dengan mudah tampak.
4. Penguatan dan Motivasi
Pokok persoalan dari atensi, retensi, dan reproduksi gerak
sebagian besar berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru
perilaku penguatan menjadi relevan. Ketika kita mencoba
menstimulus orang untuk menunjukkan pengetahuan pada perilaku
yang benar. Walaupun teori belajar social mengandung penguatan
untuk tidak menambah pengetahuan guna “mengecap dalam perilaku”,
itu peran utama memberi penguatan (hadiah & hukuman) seperti
seorang motivator.
Secara ringkas, teori belajar social Bandura memiliki 2 implikasi
penting :
a. Respon baru mungkin dipelajari tanpa having to perform them
(learning by observation)
b. Hadiah dan hukuman terutama mempengaruhi pertunjukan
(performance) dari perilaku yang dipelajari: bagaimanapun
ketika memberikan kemajuan, mereka memiliki pengaruh
tambahan / kedua dalam pengetahuan / belajar dari perilaku baru
yang terus pengaruhnya pada atensi dan latihan.
J. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Bandura
Teori belajar sosial dari Bandura didasarkan pada tiga prinsip, yaitu:
1. Determinis resiprokal
Menurut F.J.Monks,A.P. Bila anak hidup dalam suatu
lingkungan tertentu maka anak tadi akan memperlihatkan pola tingkah
laku yang khas lingkungannya tadi. Determinis resiprokal adalah
konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi
pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial
memakai saling determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis
fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari
perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta
fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
2. Tanpa Reinforsemen
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung
kepada reinforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks
harus dipilah-pilah untuk direinforsemen satu persatu, bisa jadi orang
malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam
menentukan apakah suatu tingkahlaku akan terus terjadi atau tidak,
tetapi itu bukan satu satunya pembentuk tingkahlaku. Orang dapat
belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian
mengulang apa yang dilihatnya.
3. Kognisi dan Regulasi diri
Konsep penting dalam belajar observasional adalah pengaturan
sendiri. Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya
sendiri, mempertimbangkan itu terhadap kriteria yang disusunnya
sendiri dan kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada
dirinya sendiri. Menurut Suryobroto (1988:76-78) Teori belajar
tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau
ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep
Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur
diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan
konsekuensi bagi tingkahlakunya sendiri. Model Bandura tentang
pengaruh timbal balik antara faktor faktor pribadi, lingkungan dan
tingkah laku
K. Metode dan Pendekatan dalam Teori Belajar Bandura
Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan
pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran terpadu. Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan,
yaitu:
1. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang
dialami orang lain. Contohnya: seorang pelajar melihat temannya
dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia
kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama
ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari
penguatan melalui pujian yang dialami orang lain.
2. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun
model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif
saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu,
mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat
tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus
diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga
menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai
model (Nur, 1998.a: 4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori
pembelajaran sosial berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh
Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah
diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk
menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori-teori
sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks sosial di mana tingkah
laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa
pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu
melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku
tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi
dirinya.
Pada dasarnya perilaku seseorang bersandar pada ukuran-ukuran
moral yang dia yakini (Albert Bandura, 2003). Menurut Bandura, seseorang
tidak merasa nyaman jika perbuatan yang dilakukannya menyalahi atau
melanggar nilai-nilai kebaikan yang diyakininya. Perasaan tidak nyaman
tersebut mencegah seseorang dari perbuatan yang diyakininya tidak baik.81
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan
moral. Menurut Bandura seperti yang dikutip Barlow (1985), sebagian besar
dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini seorang siswa yang
belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau
sekelompok orang mereaksi atau merespon sebuah stimulus tertentu. Siswa
ini juga dapat mempelajari respon-respon baru dengan cara pengamatan
terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guru atau orang tuanya.82

Prosedur –prosedur belajar sosial dan moral menurut teori belajar


sosial ini ada dua yaitu:
1. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral
pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran/memberi
hadiah atau mengganjar) dan punishment (hukuman/memberi
hukuman) untuk senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial
mana yang perlu ia perbuat. Sehubungan dengan hal di atas,
komentar-komentar yang disampaikan orang tua atau guru ketika
mengganjar atau menghukum siswa merupakan faktor yang penting
untuk proses internalisasi atau penghayatan siswa tersebut terhadap
moral standars (patokan-patokan moral). Orang tua dan guru dalam
hal ini sangat diharapkan memberi penjelasan agar siswa tersebut
benar-benar paham mengenai jenis perilaku mana yang menghasilkan
ganjaran dan jenis perilaku mana yang menghasilkan sanksi. Reaksi-
reaksi seorang siswa terhadap stimulus yang ia pelajari adalah hasil
dari adanya pembiasaan merespons sesuai dengan kebutuhan. Melalui
proses pembiasaan merespons (conditioning) ini, ia juga menemukan

81

82
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 36-37
pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon
maaf yang sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari sanksi.
2. Imitation
Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau
tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa.
Sebagai contoh, seorang siswa mengamati gurunya sendiri menerima
seorang tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan, beramah tamah,
dan seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori
siswa. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi
pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut. Sebagai
contoh, mula-mula seorang siswa mengamati model gurunya sendiri
yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpamanya menerima
seorang tamu. Lalu, perbuatan menjawab salam, berjabat tangan,
beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh
memori siswa tersebut. Diharapkan, cepat atau lambat siswa tersebut
mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan
oleh modelnya itu. Kualitas kemampuan siswa dalam melakukan
perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain
bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia
tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga
bergantung pada persepsi siswa terhadap “siapa” yang menjadi model.
Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin
tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut
Mengimitasi model merupakan elemen paling penting dalam hal
bagaimana si anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi,
mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku yang sesuai
dengan gendernya. Analisis perilaku terapan (applied behavior
analysis) merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling,
yang dapat membantu menghilangkan perilaku yang tidak di inginkan
dan memotivasi perilaku yang diinginkan secara sosial. Definisi
belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang
relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar dapat diartikan
sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor
yang terjadi dalam diri siswa.
L. Implementasi Teori Belajar Bandura
Implikasi Teori Social Learning dalam Konseling:
1. Pemahaman Individu
Salah satu upaya untuk memahami individu adalah dengan
memahami perilakunya. Berdasarkan teori Bandura untuk memahami
perilaku individu maka perlu memahami interaksi individu tersebut
dengan lingkungannya. Konselor perlu memahami bahwa lingkungan
dapat membentuk perilaku individu dan lingkungan tersebut juga
menggambarkan individu-individu yang ada di dalamnya. konselor
perlu juga memahami bahwa munculnya motif-motif,
dorongandorongan dan kebutuhan-kebutuhan klien merupakan
pengaruh interaksi klien dengan lingkungannya (Hansen: 1982).
Dengan demikian untuk memahami klien dalam rangka proses
konseling, konselor perlu mencari data pendukung dari lingkungan
dimana klien berada. Lingkungan klien meliputi lingkungan keluarga,
teman-teman atau lingkungan masyarakat lain. Yang perlu
diperhatikan juga adalah kebiasaan-kebiasaan klien, misalnya acara
TV atau film yang sering dilihatnya, buku-buku yang sering dibaca,
lagu-lagu yang disukai, artis atau tokoh yang diidolakan. Hal-hal
tersebut memungkinkan klien untuk meniru dan membentuk
perilakunya.
Menurut Crain (1992:178) teori sosial learning menunjukkan bahwa
perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh personal atau model hidup, tetapi juga
apa yang ditunjukkan oleh media massa. Media massa tersebut dapat
berbentuk film, televisi, radio, buku, majalah, tabloid atau surat kabar.
Penerapan teori belajar sosial dalam menumbuhkan akhlak anak dapat
dilihat dari proses belajar, dimana proses belajar menurut teori belajar sosial
ini menekankan pada konsep modelling.
Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu:
1. Fase Perhatian. Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran
karena tingkah laku yang baru tidak akan diperoleh tanpa adanya
perhatian siswa.
2. Fase Retensi. Adapun fungsi dari proses retensi adalah agar
pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal
dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik.
3. Fase Motivasi
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa implikasi
teori belajar sosial dalam menumbuhkan akhlak siswa dapat dilihat dari
proses pembelajaran dikelas. Pendidikan agama yang ada dalam diri siswa
juga mempengaruhi proses menumbuhkan akhlak.
M. Intisari Teori Belajar Bandura
Teori pembelajaran ini disebut teori pembelajaran social-kognitif atau
teori pembelajaran melalui peniruan. Teori ini berdasarkan pada tiga asumsi,
yaitu:
1. Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di
lingkungan sekitarnya, terutama perilaku-perilaku orang lain.
2. Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya.
Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu
lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.
3. Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal
yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Secara garis besar, ada tiga hal yang menjadi pemikiran Albert
Bandura berkenaan dengan pendidikan moral, yaitu:
1. Albert Bandura memandang pendidik sebagai model atau teladan yang
baik sebab anak selalu meniru apa yang dilakukan oleh model.
Sedangkan peserta didik merupakan subyek pendidikan yang selalu
memperhatikan model (lebih cenderung sebagai pengamat).
2. Tentang lingkungan, bahwa lingkungan (keluarga, sekolah dan
masyarakat) mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
moral siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Terdapat dua metode dalam pendidikan moral, yaitu conditioning
(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Hal ini berarti
membiasakan suatu perilaku dengan menunjukkan mana perilaku
yang mendapat rewards (hadiah) dan mana yang mendapatkan
punishment (hukuman) sehingga nantinya perilaku tersebut akan
ditirunya. Dengan kata lain, seorang anak itu meniru suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang yang ada di sekitarnya apakah perilaku
itu mendapat hadiah atau mendapat hukuman
N. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Bandura
Kelebihan Teori Albert Bandura yakni Teori Albert Bandura lebih
lengkap dibandingkan teori belajar lainnya , karena itu menekankan bahwa
lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata –
mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu
sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya
conditioning (pembiasan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu
pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam
mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses
yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.
Kelemahan Teori Albert Bandura yaitu Teori pembelajaran Sosial
Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini
karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan
tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya
dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah
laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam
masyarakat.

LATIHAN SOAL BAB III

1. Jelaskan konsep dan karakteristik teori belajar piaget menurut para ahli!
Munurut Ajfiansyah, M., Amir, N. F., Akbar, A. (2017), ada
beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami
teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu:
g. Intelegensi.
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga
tidak mendefinisikannya secara ketat. Ia memberikan definisi
umum yang lebih mengungkap orientasi biologis.
Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium
ke arah di mana semua struktur yang menghasilkan persepsi,
kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan.
h. Organisasi.
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua
bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang
psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
i. Skema.
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia
secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan
kognitif seseorang.
j. Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru
kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
k. Akomodasi.
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau
mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang
baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan yang ada.
l. Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi
dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamnya.
Karakteristik teori perkembangan piaget adalah:
i. Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Perkembangan
intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehhingga
perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan untuk
memahami belajar.
j. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang
terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap.
Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep
dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan.
Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu
tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif
menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap
lingkungan.
k. Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan
menggunakan gambar berikut :
Gambar 1. Perkembangan Kognitif Piaget
(Sumber: Ormrod, 2012)

l. Orang tua dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki


pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki
sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang
sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda,
peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan
melalalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2
kemungkinan yang dapat terjadi yaitu: terdapat kesesuaian
sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam
pikiran anak atau terdapat kecocokan yang tidak sempurna,
antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.

2. Jelaskan tiga tahapan teori belajar Piaget!


a. Tahap Sensorimotor
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia
dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan
dunia mereka melalui indera mereka yang sedang
berkembang dan melalui aktivitas motor. Aktivitas
kognitif terpusat pada aspek alat dria (sensori) dan
gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya
mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan
melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini
merupakan dasar bagi perkembangan kognitif
selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui
proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan.
b. Tahap pra-operasional
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas
kognitif dalam menghadapi berbagai hal diluar dirinya.
Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang
teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas
di lingkungan dengan menggunakan tanda –tanda dan
simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat
tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini
ditandai dengan ciri-ciri:
9) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang
bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis
10) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak
mengenal hubungan sebab- akibat secara tidak logis
11) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu
hidup seperti dirinya
12) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala
sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti
manusia
13) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu
berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar
14) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan
sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan
yang dihadapinya
15) Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya
kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan
mengabaikan ciri yang lainnya.
16) Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya.
c. Tahap Operasional Konkrit
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk
menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi
hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap
ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism
dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan
kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi
lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan
mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit
masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan
tugas-tugas logika. Sebagai contoh anak-anak yang
diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan
(edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasikan boneka yang berambut paling
gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith
lebih terang dari rambut susan. Rambut edith lebih
gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah yang
paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional
kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum
mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-
lambang.
d. Tahap Operasional Formal
Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi
baru. Periode ini anak dapat menggunakan operasi-
operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih
kompleks. Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia
tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau
peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk
berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami
bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen
dan karena itu disebut operasional formal.
Pada masa ini individu mulai memasuki dunia
“kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu
mengalami perkembangan penalaran abstrak. Individu dapat
berpikir secara abstrak, lebih logis dan idealis. Kecepatan
perkembangan setiap individu melalui urutan, dan setiap tahap
tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah
satu dari tahap tersebut. Setiap tahap ditandai dengan munculnya
kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan
orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.
Hal ini berarti bahwa semakin bertambah umur seseorang, maka
semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin
meningkat pula kemampuan kognitifnya.

3. Bagaimana prinsip prinsip teori belajar Piaget?


Prinsip belajar piaget adalah kontruktivis yaitu pengajaran
efektif yang menghendaki guru agar mengetahui bagaimana para
siswa memandang fenomena yang menjadi subjeks pengajaran.
Pengajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada,
melalui langkah-langkah intermediet dan berakhir degan gagasan yang
telah mengalami modifikasi.

4. Sebutkan strategi yang digunakan dalam teori belajar Piaget?


a. Fase deskriptif
b. Fase empiris deduktif
c. Fase hipotesis deduktif

5. Sebutkan implementasi teori belajar Piaget dikelas!


n. Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak
yang beradaptasi dengan guru.
o. Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung
efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri,
tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk
membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan
masalah sendiri.
p. Tidak menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang salah.
q. Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan
pertanyaa-pertanyaan  dari permasalahan yang ada serta
pemecahan permasalahannya.
r. Tidak meninggalkan anak pada saat di beri tugas.
s. Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan
masalahnya sendiri.
t. Menghindari istilah-istilah teknis.
u. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak
karena Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang
dewasa.
v. Menganjurkan para siswa berpikir dengan cara  mereka sendiri.
w. Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak.
x. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru
tetapi tidak asing.
y. Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya.
z. Didalam kelas, anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara  dan berdiskusi dengan teman-temannya.

6. Sebutkan inti sari dari teori belajar Piaget!


c. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak
tidak sekedar pada produknya.
d. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting
sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan
pembelajaran.
e. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam
pemikirannya.

7. Sebutkan kelebihan dan kekurangan teori belajar Piaget


Kelebihan teori belajar Piaget adalah:
e. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
f. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
g. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah (problem solving
h. Dapat meningkatkan motivasi
Kekurangan teori belajar Piaget sebagai berikut:
d. Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
e. Sulit dipraktikkan, khususnya di tingkat lanjut.
f. Tidak dapat diukur hanya satu orang siswasaja, melainkan kita
harus melihat kemampuan mereka

8. Bagaimana konsep dan karakteristik dari teori belajar menurut


Ausubel?
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua
dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat oleh siswa.

9. Sebutkan 4 proses belajar bermakna menurut Ausubel!


a. Derivative Subsumption
b. Correlative Subsumption
c. Superordinate Learning
d. Combinatorial Learning

10. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip teori Ausubel!


Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam belajar bermakna:83
a. Pengaturan awal (Advance Organizer)
Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang
akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat
kembali informasi yang berhubungan yang dapat dipergunakan
dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu
pengaturan awal dapat dianggap sebagai pertolongan mental dan
disajikan sebelum materi baru.
b. Diferensiasi Progresif (Progresive differensiation principle)
Proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan
konsep yang paling inklusif, kemudian konsep kurang inklusif,
dan terakhir adalah hal hal yang paling khusus
c. Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang
mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak
perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam
struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus
berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar
superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah
dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu
konsep yang lebih luas dan inklusif. Belajar superordinat
terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya

83
Joko Sulianto. Teori Belajar Kognitif David Ausubel”Belajar Bermakna”, Zoltan P Dienes ”Belajar
Permainan”, Van Heille”Pengajaran Geometri
(http://prosiding.upgris.ac.id/index.php/pgsd/pgsd/paper/viewFile/318/270) diakses pada 21
Oktober 2019.
dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas,
lebih inklusif
d. Prinsip ekonsiliasi integratif (Integrative Reconciliation
Principle)
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi
kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk
menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama
diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi
pertentangan kognitif itu, Ausuble juga mengajukan konsep
pembelajaran penyesuaian integrative. Caranya, materi pelajaran
disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan
hierarkihierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama
informasi disajikan. Dalam mengajar, bukan hanya urutan
menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan
juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru
dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus
memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru
dihubungkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya
yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang
tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.
11. Jelaskan 4 tipe belajar bermakna menurut Ausubel!
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:84
a. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran
yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari
apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan
dengan pengetahuan yang sudah ada.
b. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran
yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.

84
Ibid
c. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran
yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa
sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu
dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
d. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu
materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan
kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang
baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan
yang ia miliki.

12. Sebutkan implementasi teori belajar Ausubel!


a. Guru menjelaskan tujuan pengajaran
b. Guru menyajikan organizer, yang meliputi identifikasi, atribut-
atribut tertentu dan lain sebagaunya.
c. Guru memberikan contoh materi
d. Guru menunjukkan hubungan dan mengulang
e. Guru membangkitkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman
siswa yang relevan
f. Menyajikan bahan
g. Mempertahankan perhatian
h. Membuat organisasi secara eksplisit
i. Menyusun urutan belajar secara logis. Penyajian bahan belajar
bisa dilakukan dengan ceramah, diskusi, film, percobaan, atau
membaca. Selama presentasi bahan belajar kepada siswa perlu
dibuat secara eksplisit sehingga meraka memiliki suatu
pengertian secara keseluruhan tentang tujuan dan dapat melihat
urutan logis tentang bahan dan bagaimana organisasi bahan itu
berkaitan dengan advance organizers.
j. Meminta siswa untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara
bahan baru itu dengan organizers
k. Meminta siswa membuat contoh-contoh lain tentang konsep
atau proporsi dalam bahan belajar.
l. Meminta siswa mengemukakan secara verbal esensi bahan,
dengan menggunakan kalimat dan kerangka pikirannya sendiri.
m. Meminta siswa membahas bahan menurut sudut pandangnya
sendiri.

13. Jelaskan intisari dari teori belajar Ausubel!


a. Belajar hanaya menerima saja (reseption learning)
b. Belajar melalui penemuan (discovery learning)
c. Belajar dengan menghafal (rote learning)
d. Belajar bermakna (meaningful learning)

14. Sebutkan kelebihan dan kekurangan teori belajar Ausubel!


Kelebihan teori belajar Ausubel
7. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat. 
8.  Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi
dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip.
9. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif meninggalkan
efek residual pada subsumer sehingga mempermudah belajar hal-hal
yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
Kekurangan teori belajar Ausubel, yakni, pada teori belajar Ausubel
hanya menekankan pada belajar asosiasi/menghafal, dimana materi asosiasi
dihafal secara arbitrase. Padahal belajar seharusnya merupakan asimilasi
yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam struktur kognitifnya.

15. Jelaskan konsep dari teori belajar Gagne!


Teori belajar yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan
perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitisme, yang
berpangkal pada teori pemrosesan informasi. Dalam pemrosesan informasi
terjadi interaksi antar kondisi internal dengan kondisi eksternal individu.
Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini
oleh Gagne disebut sebagai sembilan peristiwa pembelajaran.

16. Sebutkan fase-fase belajar dalam teori belajar Gagne!


a. Fase motivasi (Motivation phase)
b. Fase pengenalan (Apprehending phase)
c. Fase perolehan (Acquisition phase)
d. Fase retensi (Retention phase)
e. Fase pemanggilan (Recall phase)
f. Fase generalisasi (Generalization phase)
g. Fase penampilan (Performance phase)
h. Fase umpan balik (Feedback phase)

17. Sebutkan 9 prinsip yang dikemukakan Gagne dalan bukunya yang


berjudul Condition of Learning!
a. Merangsang Anak untuk Mengingat Kembali yang Telah
Dipelajari (Recall og Prior Lerning)
b. Memberikan informasi kepada Siswa tentang Tujuan
Pembelajaran (inform Learners og Objectiver)
c. Memperoleh perhatian (Gain Attention)
d. Menyajikan Pembelajaran sebagai Stimulus/Rangsangan
(Present Material)
e. Memberikan bimbingan kepada anak (Provide Guided
Learning)
f. Memancing kinerja (Elicit Performance/Practice)
g. Memberikan Umpan Balik (Provide Feedback)
h. Menilai hasil belajar (Assess Performance)
i. Meningkatkan Retensi/Ingatan dan Transfer Pengetahuan
(Enhance Retention and Transfer)

18. Sebutkan tipe belajar menurut teori belajar Gagne!

No Tipe Belajar Hasil Belajar Contoh Prestasi


Guru sejarah yang
Memberikan reaksi
Belajar sinyal galak dikuti oleh
1 pada perangsang
(signal learning) siswa – Siswa tidak
(S-R)
suka sejarah
Belajar stimulus Memberikan Gurumemuji tindakan
2 respon (stimulus reaksipada siswa – Siswa
response learning) perangsang (S-R) cenderung mengulang
Membuka pintu mobil
– duduk – kotrol
Belajar merangkai
Menghubungkan persneling –
tingkah laku
3 gerakan yang satu menghidupkan mesin
(behaviour chaining
dengan yang lain – menekan kopling –
learning)
pesang persneling 1 –
menginjak gas
Memberikan reaksi
Belajar asosiasi
verbal pada Nomor teleponmu?
4 verbal (verbal
stimulus/perangsan (021) 617812
chaining learning)
g
Memberikan reaksi
Menyebutkan merek
Belajar diskriminasi yang berbeda pada
mobil-mobil yang
5 (discrimination stimulus-stimulus
lewat di jalan
learning) yang mempunyai
 
kesamaan
6 Belajar konsep Menempatkan Manusia, ikan paus,
(concept learning) obyek-obyek kera, anjing, adalah
dalam kelompok
makhluk menyusui
tertentu
Belajar kaidah (rule Menghubungkan Benda bulat berguling
7
learning) beberapa konsep pada alas yang miring
Mengembangkan Menemukan cara
Belajar memecahkan beberapa kaidah memperoleh energi
8 masalah (problem menjadi prinsip dari tenaga atom,
solving) pemecahan tanpa mencemarkan
masalah lingkungan hidup

19. Sebutkan implementasi teori belajar Gagne!


a. Mengontrol perhatian siswa.
b. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar
yang diharapkan guru.
c. Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-
kemampuan siswa.
d. Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas
belajar.
e. Memberikan bimbingan belajar.
f. Memberikan umpan balik.
g. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil
belajar yang telah dicapainya.
h. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of
learning.
i. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan
penggunaan kemampuan yang baru diberikan.
20. Sebutkan intisari teori belajar gagne!
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya
adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang
meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai
lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan
apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan
menentukan akan menjadi apa ia nantinya.

21. Sebutkan kelebihan teori belajar Gagne!


Kelebihan teori belajar Gagne yakni, dapat dikendalikan melalui cara
mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar
dirinya. Dapat dijabarkan menjadi:
1. Mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran.
2. Membantu meningkatkan keaktifan siswa untuk berfikir dalam
kegiatan pembelajaran.
10. Siswa akan berusaha mengaitkan suatu kejadian atau proses
pembelajaran yang menarik dengan materi yang disampaikan,
11. Cocok untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa.
12. Dapat dikendalikan guru sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Kekurangan teori belajar Gagne sebagai berikut:
5. Pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning),
dimana guru bersifat otoriter.
6. Komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid.
7. Hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur
8. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif.

22. Jelaskan 4 tema pendidikan yang selelu disorot oleh Bruner!


a. Struktur Pengetahuan
b. Kesiapan (readiness) untuk belajar
c. Nilai Intuisi dalam Belajar
d. Motivasi atau keinginan untuk Belajar

23. Jelasakan tiga tahapan dalam teori belajar Bruner!


a. Tahap enaktif
Dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan
atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
b. Tahap ikonik
Pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek.
Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-
objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan
gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-
gambar yang mewakili suatu konsep.
c. Tahap simbolik
Tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung
dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai
transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian
simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih
fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan
dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan
diproses untuk mencapai pemahaman.

24. Sebutkan prinsip prinsip proses belajar discoveri menurut bruner!


a. Semakain tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang,
makin meningkat pula ketidak tergantungan individu terhadap
stimulus yang diberikan.
b. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan
kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses
informasi. Data yang diterima orang dari luar perlu diolah secara
mental.
c. Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan
untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol.
d. Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi
yang sistematik antara pengajar dan yang peserta didik.
e. Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang
untuk memikirkan beberapa alternative secara serentak,
memberikan perhatian kepada beberapa stimulus dan situasi
serta melakukan kegiatan-kegiatan.

25. Jelaskan alat intruksional menurut jerome bruner!


a. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai
pengganti pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan
yang sedianya tidak dapat mereka peroleh secara langsung di
sekolah. Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara
dan sebagainya;
b. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur
atau prinsip suatu gejala misalnya model molekul, model bangun
ruang atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau
demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah
untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
c. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa
atau tokoh, film tentang alam, untuk memberikan pengertian
tentang suatu idea atau gejala;
d. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran
berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur
dan memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa.

26. Sebutkan implementasi teori belajar bruner!


a. Pembelajaran penemuan
b. Pembelajaran melalui metode induktif
c. Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan
dengan konsep
d. Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
e. Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
f. Melibatkan siswa
g. Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
h. Menggunakan alat bantu mengajar
i. Pembelajaran melalui kajian luar
j. Mengajar mengikuti kemampuan siswa

27. Sebutkan inti sari teori belajar bruner


Teori pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui
penemuan bebas (Free discovery learning) atau penemuan yang
dibimbing, atau latihan penemuan. Bruner mementingkan aspek-aspek
berikut dalam teori pembelajarannya yaitu; cara manusia berinteraksi
dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya,  perkembangan
mental manusia dan pemikiran semasa proses pembelajaran,
pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami susunan
struktur pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran
induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan pemikiran
metakognitif.

28. Sebutkan kelebihan dan kekorangan teori belajar bruner!


Kelebihan teori belajar Bruner :
a. Pengetahuan itu akan bertahan lebih lama atau lama dapat
diingat, mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan
yang dipelajari dengan caracara yang lain.
b. Sebagian itu belajar penemuan memiliki hasil belajar yang
mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar
lainnya. Artinya konsep-konsep yang ditemukan menjadi milik
kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru atau
pada saat dibutuhkan.
c. Disisi lainnya secara menyeluruh belajar penemuan dapat
meningkatkan penalaran belajar suatu topik, meningkatkan
kemampuan untuk berpikir secara bebas dan sistimatis.
Khususnya lagi belajar penemuan mampu melatih keterampilan
kognitif pelajar untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain.
Ini menunjukkan bahwa selain teori ini memiliki sisi keunggulan
tersendiri ia juga memiliki kekurangan dari analisis penulis dari paparan di
atas sebagai berikut:
Kekurangan teori belajar Bruner :
a. Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena
kondisi dan sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri,
sementara secara realistis murid didominasi hanya menerima
dari guru
b. Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk
menerapkannya
c. Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir,
sebab pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah
pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas coba-coba.

29. Jelaskan konsep dan karakteristik teori belajar Dienes!


Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar
teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan
pada siswa-siswa, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya.
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya
matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-
misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan
mengategorikan hubungan hubungan di antara struktur-struktur.

30. Sebutkan tahapan belajar menurut Dienes!


a. Permainan Bebas (Free Play)
b. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
c. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
d. Permainan Representasi (Representation)
e. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
f. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

31. Jelaskan prinsip teori belajar Dienes!


Dienes memandang bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat
dipahami dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik.
Dienes menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur
matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada
definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika
yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
4. Konsep matematis murni  berhubungan dengan klasifikasi bilangan-
bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya
bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai
contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya
merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-masing
menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan
genap.
5. Konsep notasi  adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat
langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis
sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan
merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-
bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan
sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah
faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika
selanjutnya.
6. Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan
notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam
bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah
konsep matematika terapan. Konsep-konsep terapan hendaknya
diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep
matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni
hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi,
jika dibalik para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana
memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep matematika
murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan manipulasi
simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3,  = x, a2 x a3 =
a6  berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak
cukup mereka kuasai.

32. Jelaskan metode dan pendekatan dalam teori belajar Dienes


Dienes (dalam Resnick, 1981) menyatakan bahwa proses pemahaman
(abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep
matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika
secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat.
Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai
penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain
dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat
anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat
mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu
dan lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual
variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai
pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap
setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple
embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang
variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk
membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat
digeneralisasi terhada konteks yang lain. Dengan demikian, semakin
banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep
tertentu, semakinjelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.

33. Bagaimana implementasi dari teori belajar Dienes


Dalam menerapkan enam tahap belajar konsep dari Dienes
untuk merancang pembelajaran matematika, mungkin suatu tahap
(bisa tahap bermain bebas) tidak cocok bagi para siswa atau kegiatan-
kegiatan untuk dua atau tiga tahap dapat digabung menjadi satu
kegiatan. Mungkin perlu dirancang kegiatan-kegiatan belajar khusus
untuk setiap tahap jika kita mengajar siswa-siswa SD kelas rendah;
tetapi untuk siswa-siswa SMP dimungkinkan menghilangkan tahap-
tahap tertentu dalam mempelajari beberapa konsep. Model mengajar
matematika dari Dienes hendaknya diperlakukan sebagai pedoman,
dan bukan sekumpulan aturan yang harus diikuti secara ketat.
34. Jelaskan inti sari dari teori belajar dienes!
Pengajaran matematika dari Dienes lebih mengutamakan kepada
pengertian dan pemahaman sehingga matematika itu lebih mudah
dipelajari dan lebih menarik. Dengan pembelajaran matematika yang
diawali dengan penggunaan benda-benda konkrit untuk mengarah
kepada konsep yang abstrak. Dengan menggunakan berbagai benda-
benda belajar yang khusus dibuat untuk pembelajaran matematika dan
memperhatikan berbagai prinsip-prinsip pembelajaran matematika
menurut Dienes maka diharapkan siswa dapat memahami suatu
konsep yang diajarkan dengan cermat dan teliti. Penanaman konsep
yang benar tentu sangatlah diperlukan untuk mempelajari konsep lain
yang berkaitan.
Untuk mencapai hal di atas, Dienes mengembangkan tahap-
tahap belajar yang terurut agar pembelajaran tentang suatu konsep
lebih sistematis dan dapat dipahami lebih mudah. Namun begitu,
tahapan tersebut tidaklah harus sama bila diterapkan pada tingkatan
usia yang berbeda.
Penggunaan perangkat belajar dan tahapan Dienes haruslah
memperhatikan jenis materi, tingkat kesulitan, dan usia siswa (tingkat
perkembangan kognitif siswa).Dengan adanya teori pembelajaran
seperti yang dikemukakan Dienes maka diharapkan pemahaman suatu
konsep matematika oleh siswa menjadi utuh sehingga dapat mengatasi
permasalahan pembelajaran matematika yang selama ini menjadi hal
yang tidak menyenangkan bagi sebagian besar siswa.

35. Sebutkan kelebihan teori belajar dienes!


Kelebihan teori belajar Dienes:
6. Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih
memahami konsep dengan benar,
7. Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak
membosankan,
8. Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif,
9. Konsep yang lebih baik dipahami dapat lebih mengakar karena siswa
membuktikannya sendiri,
10. Dengan banyaknya contoh dengan melakukan permainan siswa dapat
menerapkan ke dalam situasi yang lain.
Kelemahan teori belajar Dienes
4. Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena
teori ini lebih mengarah kepermainan,
5. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama
6. Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarah siswa maka siswa
cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.
36. Sebutkan hal hal yang harus diperhatikan dalam teori belajar
kontruktivisme!
Model pembelajaran konstruktivisme menekankan pada
pengembangan kemampuan, keterampilan (hand-on), dan pemikiran siswa
(mind-on) Horleys, et al. (Isjoni, 2007 : 22) Tobin dan Timmons (Isjoni,
2007 : 22) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan
konstruktivisme harus memperhatikan empat hal, yaitu:85
5. Berkaitan dengan pengetahuan awal siswa (prior knowledge)
6. Belajar melalui pengalaman (experiences)
7. Melibatkan interaksi sosial (social iriteraction)
8. Kepahaman (sense making).

37. Sebutkan tahap tahap model kontruktivisme!


a. Apersepsi
b. Eksplorasi
c. Diskusi
d. Pengembangan dan aplikasi
38. Sebutkan prinsip prinsip teori belajar kontruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan
dalam belajar mengajar adalah:
9. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
10. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali
hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
11. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu
terjadi perubahan konsep ilmiah
12. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar
13. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
14. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah

85
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Hlm
22
pertanyaan
15. Mencari dan menilai pendapat siswa
16. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan
siswa. (Samsulhadi, 2010).
39. Jelaskan metode dalam teori belajar kontruktivisme!
a. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika
dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri
siswakepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan
belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan
pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
b. Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,
menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk
menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
c. Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan
membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri
d. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media,
peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut.
40. Jelaskan implementasi teori belajar kontruktivisme!
Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam proses belajar
pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode belajar, seperti
penjelasan/ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, bermain peran. Pada
teknik penjelasan/ceramah, guru menjelaskan tentang suatu materi pelajaran
kepada siswa agar siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya. Pada teknik
tanya jawab, sebelum kegiatan inti dalam suatu pembelajaran berlangsung,
guru dan siswa dapat melakukan tanya jawab yang berhubungan dengan
materi yang akan diajarkan. Hal ini berguna untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa terhadap materi tersebut dengan memanfaatkan
pengetahuan awal (dasar) yang dimilikinya. Pada teknik diskusi, siswa
mendiskusikan dengan siswa lainnya dan guru mengenai materi pelajaran
tersebut. Metode penugasan merupakan suatu cara dalam proses belajar
mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Penggunaan metode ini
memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang lingkup maupun
bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun
kelompok. Metode pemberian tugas ini juga dapat dipergunakan untuk
mendukung metode pembelajaran yang lainnya.

41. Jelaskan inti sari dari teori belajar kontruktivisme!


Berdasarkan pembahasan diatas tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam suatu belajar-mengajar di
mana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya yang
dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Pendidik lebih
berperan sebagai fasilitator dan menyediakan pembelajaran. Penekanan
tentang belajar mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa
mengorganisasi pengalaman siswa.

42. Sebutkan kelebihan dan kelamahan teori belajar kontruktivisme!


Kelebihan teori belajar Kontruktivisme:
6. Berfikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir
untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan.
7. Pemahaman: Murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh
mengapliksikannya dalam semua situasi.
8. Mengingat: Murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. melalui pendekatan ini siswa
membina sendiri pemahaman mereka. Justru mereka lebih yakin
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
9. Kemahiran sosial: Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi
dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
10. Motivasi : Siswa terlibat langsung, memahami, ingat, yakin dan saling
berinteraksi, mereka akan merasa termotivasi belajar dalam
memperoleh pengetahuan baru. (Surianto, 2009).86
Kelemahan teori belajar Kontruktivisme
6. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai
dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi,
7. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda- beda,
8. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan
dan kreatifitas siswa.
9. Meskipun guru hanya menjadi motivator dan memediasi jalannya
proses belajar, tetapi guru harus memiliki perilaku yang elegan dan
arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan.

43. Jelaskan 3 karakteritik utama pendekatan pemrosesan informasi!

86
Rustan, Surianto. (2009). Mendesain Logo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Menurut Robert S. Siegler ada tiga karakteristik utama pendekatan
pemrosesan informasi, yaitu :87
4. Proses Berpikir (Thinking)
Menurut pendapat Siegler (2002), berpikir (thinking) adalah
pemrosesan informasi. Dalam hal ini Siegler memberikan perspektif
luas tentang apa itu penyandian (encoding), merepre-sentasikan, dan
menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka sedang
melakukan proses berpikir. Siegler percaya bahwa pikiran adalah
sesuatu yang sangat fleksibel, yang menyebabkan individu bisa
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam
lingkungan, tugas, dan tujuan. Tetapi, ada batas kemampuan berpikir
manusia ini. Individu hanya dapat memerhatikan sejumlah informasi
yang terbatas pada satu waktu, dan kecepatan untuk memproses
informasi juga terbatas.
5. Mekanisme Pengubah (Change Mechanism)
Siegler (2002) berpendapat  bahwa dalam pemrosesan informasi
fokus utamanya adalah pada peran mekanisme pengubah dan
perkembangan. Dia percaya bahwa ada empat mekanisme yang
bekerja sama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif
anak: encoding (penyandian), otomatisasi, konstruksi strategi, dan
generalisasi.
e. Encoding (penyandian)
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam
memori . Seperti halnya teori Gagne yang menyatakan informasi
dipilih secara selektif, maka dalam encoding menyandikan
informasi yang relevan dengan mengabaikan informasi yang
tidak relevan adalah aspek utama dalam problem solving.
Namun, anak membutuhkan waktu dan usaha untuk
melatih encoding ini, agar dapat menyandi secara otomatis.
Ada enam konsep yang dikenal dalam encoding, yaitu :

87
7) Atensi
Atensi adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan
sumber daya mental. Salah satu keahlian penting dalam
memerhatikan adalah seleksi. Atensi bersifat selektif
karena sumber daya otak terbatas (Mangels, Piction, &
Craik, 2001).
8) Pengulangan (rehearsal)
Pengulangan (rehearsal) adalah repitisi informasi
dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama berada di
dalam memori. Pengulangan akan bekerja dengan baik
apabila murid perlu menyandikan dan mengingat daftar
item untuk periode waktu yang singkat.
9) Pemrosesan mendalam
Setelah diketahui bahwa.
pengulangan  (rehearsal) bukan cara yang efisien untuk
menye-diakan informasi untuk memori jangka panjang
(Fergus Craik dan Robert Lockhart 1972) menyatakan
bahwa kita dapat memproses informasi pada berbagai
level.
10) Elaborasi
Elaborasi adalah ekstensivitas pemrosesan memori
dalam penyandian. Jadi saat anda menyajikan konsep
demokrasi kepada murid, mereka kemungkinan
mengingatnya dengan lebih baik jika mereka diberi contoh
lebih bagus dari demokrasi. Mencari contoh adalah cara
yang bagus utuk mengelaborasi informasi. Misalnya,
referensi diri (self-reference) adalah cara yang efektif
untuk mngelaborasi informasi.
11) Mengkonstruksi citra (imaji)
Ketika kita mengkonstruksi citra dari sesuatu, kita
sedang mengelaborasi informasi. Allan Paivio (1971,
1986) percaya bahwa memori disimpan melalui satu atau
dua cara: sebagai kode verbal atau sebagi kode citra/imaji.
Paivio mengatakan bahwa semakin detail dan unik dari
suatu kode citra, maka semakin baik memori anda dalam
mengigat informasi itu. Para peneliti telah menemukan
bahwa mengajak anak untuk menggunakan imaji guna
mengingat informasi verbal adalah cara yang baik bagi
anak yang lebih tua ketimbang anak yang lebih muda
(Schneider & pressley, 1997).
12) Penataan
Apabila murid menata (mengorganisasikan)
informasi ketika mereka menyediakanya, maka memori
mereka akan banyak terbantu. Semakin tertata imformasi
yang disampaikan, semakin mudah untuk mengingatnya.
Ini terutama berlaku jika menata imformasi secara hirarkis
atau menjelaskannya. Chunking (“pengemasan”) adalah
strategi penataan memori yang baik, yakni dapat
mengelompokan atau “mengepak” informasi menjadi unit-
unit “higherorder” yang dapat diingat sebagai satu
tunggal. Chunking dilakukan dengan membuat sejumlah
besar informasi menjadi lebih mudah dikelola dan lebih
bermakna.
f. Otomatisasi
Otomatisasi adalah kemampuan untuk memproses
informasi dengan sedikit atau tanpa usaha . Peristiwa ini terjadi
karena pertambahan usia dan pengalaman  individu sehingga
otomatis dalam memproses informasi, yaitu cepat dalam
mendeteksi kaitan atau hubungan dari peristiwa-peristiwa yang
baru dengan peristiwa yang sudah tersimpan pada memori dan
akhirnya akan menemukan ide atau pengetahuan baru dari setiap
kejadian.
g. Konstruksi Strategi
Konstruksi strategi adalah penemuan prosedur baru untuk
memproses informasi. Dalam hal ini Siegler menyatakan bahwa
anak perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu problem
dan mengkoordinasikan informasi tersebut dengan pengetahuan
sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah. 
h. Generalisasi
Untuk melengkapi mekanisme pengubah, maka manfaat
dari langkah ketiga yaitu konstruksi strategi akan terlihat pada
proses generalisasi, yaitu kemampuan anak dalam
mengaplikasikan konstruksi strategi pada permasalahan lain.
Pengaplikasian itu melalui proses transfer, yaitu suatu proses
pada saat anak mengaplikasikan pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya untuk mempelajari atau memecahkan problem
dalam situasi yang baru.
6. Modifikasi Diri
Modifikasi diri dalam pemrosesan informasi secara mendalam
tertuang dalam metakognisi, yang berarti kognisi atau kognisi atau
mengetahui tentang mengetahui, yang  di dalamnya terdapat dua hal yaitu
pengetahuan kognitif dengan aktivitas kognitif.
Pengetahuan kognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada
pemikiran seseorang pada saat sekarang, sedangkan aktivitas kognitif terjadi
saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran
mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan suatu tujuan.
Berkaitan dengan modifikasi diri Deanna Kuhn mengatakan
metakognisi harus lebih difokuskan pada usaha untuk membantu anak
menjadi pemikir yang lebih kritis, terutama di sekolah menengah. Baginya
ketrampilan kognitif   terbagi dua, yaitu mengutamakan kemampuan murid
untuk mengenali dunia, dan ketrampilan untuk mengetahui pengetahuannya
sendiri. 
Michael Pressly  dan rekan - rekannya seperti  yang  telah dikutip
Santrock, mereka telah mengembangkan model metakognitf yang disebut
model pemrosesan informasi yang baik. Model ini menyatakan bahwa
kognisi yang kompeten adalah hasil dari sejumlah faktor yang saling
berinteraksi.

44. Jelaskan 8 fase dalam teori belajar pemrosesan informasi!


9. Motivasi, fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan
untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu
(motivasi instrinsik dan ekstrinsik)
10. Pemahaman, fase ini individu menerima dan memahami informasi
yang diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui
perhatian
11. Pemerolehan, individu memberikan makna/mempersepsikan segala
informasi yang pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan
dalam memori peserta didik
12. Penahanan, menahan informasi yang sampai pada dirinya sehingga
terjadi proses penyimpanan dalam memori siswa
13. Ingatan kembali, mengeluarkan kembali informasi yang telah
disimpan, bila ada rangsangan
14. Generalisasi, menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan
tertentu
15. Perlakuan, perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil
pembelajaran
16. Umpan balik, individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya.

45. Jelaskan 3 tahap struktural pemrosesan informasi!


4. Sensory atau intake register: informasi masuk ke sistem melalui
sensory register, tetapi hanya disimpan untuk periode waktu terbatas.
Agar tetap dalam sistem, informasi masuk ke working memory yang
digabungkan dengan informasi di long-term memory.
5. Working memory: pengerjaan atau operasi informasi berlangsung di
working memory, di sini berlangsung berpikir yang sadar. Kelemahan
working memory sangat terbatas kapasitas isinya dan memperhatikan
sejumlah kecil informasi secara serempak.
6. Long-term memory, yang secara potensial tidak terbatas kapasitas
isinya sehingga mampu menampung seluruh informasi yang sudah
dimiliki siswa. Kelemahan- nya adalah betapa sulit mengakses
informasi yang tersimpan di dalamnya.
46. Sebutkan metode dan pendekatan teori belajar pemrosesan informasi!
1. Berpikir induktif
3. Latihan inkuiri (inkuiri training)
3. Inkuri ilmiah
4. Model penemuan konsep
5. Pertumbuhan kognitif
6. Advanced Organizer
7. Memorisasi

47. Jelaskan implementasi teori belajar pemrosesan informasi!


Dalam aplikasi teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran, kita
dapat mengambilteori yang disampaikan oleh Gagne tentang tahapan belajar
dari fakta sampai pemecahanmasalah, serta tahapan tujuan dari yang rendah
sampai ke tinggi, dapat kita lihat padaketerangan yang dituliskan Harjanto
tentang pelajaran melukis, seperti berikut ini :
5. Siswa dapat menyebutkan beberapa alat yang dipergunakan untuk
mengambar berwarna (fakta).
6. Siswa dapat mengidentifikasi warna panas dan warna dingin (konsep).
7. Siswa dapat menyatakan bahwa penempatan atau pemakaian kedua
jenis warnatersebut akan saling berpengaruh (prinsip)
8. Siswa dapat melukis dengan komposisi warna yang harmonis
(pemecahanmasalah)
48. Sebutkan intisari dari teori belajar pemrosesan informsi!
Teori pemrosesaninformasi lebih menekankan pada bagaimana
individu memproses informasi tentang duniamereka, bagaimana informasi
masuk ke dalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dandisebarkan, dan
bagaimana informasi diambil kembali untuk melaksanakan aktivitas-
aktivitasyang kompleks, seperti memecahkan masalah dan berpikir. Jadi inti
dari pendekatan pemrosesan infomasi ini adalah proses memori dan proses
berpikir.(Hakim, 2012)

49. Sebutkan kelebihan dan kekurangan teori belajar pemrosesan informasi!


Teori pemrosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi
pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
8. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
9. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
10. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
11. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai
12. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya
13. Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama masing-masing
individu
14. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan
Kekurangan teori pemrosesan informasi antara lain:
8. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
9. Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
10. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informasi yang
telah disimpan dalam ingatan
11. Tidak menyediakan deskripsi yang memadai mengenai perubahan
perkembangan dalam kognisi
12. Kemampuan otak tiap individu tidak sama
13. Kemampuan berpikir/ daya otak manusia terbatas. Individu hanya
dapat memerhatikan sejumlah informasi yang terbatas pada satu
waktu, dan kecepatan untuk memproses informasi juga terbatas.
14. Anak membutuhkan waktu dan usaha untuk melatih encoding
(penyandian), agar dapat menyandi secara otomatis.

50. Jelaskan secara singkat konsep dari teori belajar vygotsky!


Studi Vygotsky fokus pada hubungan antara manusia dan konteks sosial
budaya di mana mereka berperan dan saling berinteraksi dalam berbagi
pengalaman atau pengetahuan. Oleh karena itu, teori Vygotsky yang dikenal
dengan teori perkembangan sosiokultural menekankan pada interaksi sosial
dan budaya dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif.

51. Sebutkan tahapan dalam teori belajar vygotsky!


a. Proses dasar secara biologi
b. Proses psikologi yang bersifat sosiobudaya

52. Jelaskan prinsip prinsip dalam teori belajar vygotsky


a. Penekanan pada hakikat sosiokultural pada pembelajaran (the
sosiocultural of learning)
Menurut Vygotsky siswa belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu, Vygotsky menekankan
pentingya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses
pembelajaran.
b. Zona perkembangan terdekat (zona of proximal development)
Menurut Vygotsky dalam proses perkembangan kemampuan
kognitif setiap anak memiliki apa yang disebut zona perkembangan
proximal (zona of proximal development) yang didefinisikan sebagai
jarak atau selisih antara tingkat perkembangan anak yang actual
dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bias
dicapai sang anak jika ia mendapat bimbingan atau bantuan dari
seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten.
c. Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship)
Menurut Vigotsky adalah pemagangan kognitif, yaitu suatu
proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan
memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang ahli, seorang
ahli bias seorang yang lebih dewasa atau orang yang lebih tua atau
teman sebaya yang menguasai permasalahannya.
d. Perancahan (scaffolding).
Menurut Vigotsky adalah perancahan atau scaffolding,
merupakan suatu ide kunci yang Vygotsky. Perancahan berarti
pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-
tahap awal pembelajaran dan kemudian secara berlahan bantuan
tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengambil alih tanggungjawab setelah ia mampu mengerjakan
sendiri.

53. Jelaskan metode belajar menurut vygotsky!


Jean Schmittau (Salkind, 2004: 287-288) melakukan penelitian
mengenai penerapan pendekatan Vygotsky pada pembelajaran
matematika.88 Pendekatan ini diadaptasinya dari penerapan teori
Vygotsky di sekolah Rusia pada pembelajaran matematika di mana
anak tidak sekedar diajarkan pengetahuan matematika melainkan
belajar bagaimana caranya belajar matematika. Hal ini kemudian
diterapkan dalam program sekolah di Susquehanna, New York.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak dapat menguasai matematika
dengan baik meskipun sebelumnya ia lemah pada mata pelajaran

88
Salkind, N. J. 2006. Encyclopedia of Human Development. London: SAGE Publications, Inc. hlm
287-288
tersebut. Belajar mengenai bagaimana caranya belajar merupakan
kemampuan penting untuk dikuasai anak. Melalui hal ini anak akan
memiliki daya untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Terkait dengan pemikiran matematika, maka matematika bukanlah
diajarkan sebagai produk melainkan sebagai proses berpikir yang
dapat direkonstruksi.
Pada model Mathematical
Attitude (Gambar 1), Taylor
menempatkan attitude sebagai
pusat yang dipengaruhi oleh
pemikiran, tindakan dan
perasaan. Dalam hal ini, attitude
atau sikap diartikan sebagai
wujud dari pemikiran, tindakan
dan perasaan individu yang di
antara ketiganya juga saling mempengaruhi.
Selanjutnya, terkait dengan teori Vygotsky maka attitude
dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya di mana hal itu terjadi
dalam dua tahap yaitu pada tahap sosial atau antara pribadi dan tahap
individual atau saat internalisasi dalam diri. Dalam kaitannya dengan
ZPD, interaksi yang signifikan tersebut berfungsi untuk menjembatani
pengalaman, selanjutnya terdapat meta-awareness yang melibatkan
kesadaran individu dalam merefleksikan apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan. Proses ini berlangsung terus menerus. Oleh
karena itu, seorang individu dapat berulang kali menjembatani ZPD-
nya ke keadaan meta-awareness dan kemudian memiliki sikap yang
dikembangkan lebih lanjut.

54. Sebutkan penerapan teori belajar vygotsky dalam pembelajaran!


Penerapan teori belajar Vygotsky dalam interaksi belajar mengajar
mungkin dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.   Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus
secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah
teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam Zone of proximal
developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama
melalui  ZPD.
2.   Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman
sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak,
kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat
perkembangan anak.
3.   Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi
pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang
anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD
karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa
dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain
dan menyediakan scaffolding yang sesuai

55. Jelaskan intisari teori belajar vygotsky!


Teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran
sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan
social pembelajaran. Karena menurutnya, funsi kognitif manusia berasal
dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya.
Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut
masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam
zona of proximal development mereka. Zona of proximal development
adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebihn
mampu.

56. Sebutkan kelebihan dan kekurangan teori vygotsky!


Berdasarkan teori Vygostsy di atas, maka diperoleh keuntungan jika:
6. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona
perkembangan proksimalnya atau patensinya melalui belajar dan
berkembang.
7. Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan
potensialnya dari pada tingkat perkembangan aktualnya.
8. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk
mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan
intramentalnya.
9. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintregrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
procedural yang dapata digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan
memecahkan masalah.

57. Jelaskan konsep dan karakteristik teori belajar Bandura!


Teori belajar sosial Bandura (1965a, 1965b, 1971, 1977) menguraikan
kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori
ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara
perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati (observational learning).
Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku
yang ditentukan, ketekunan, belajar loncatan ski, dan reaksi psikologis yang
datar pada emosi.
Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif
dalam menguraikan belajar dan perilaku. Melalui kognitif kita berarti
Bandura berasumsi tentang pikiran manusia dan menafsirkan pengalaman
mereka. Contoh, Bandura (1977) membantah bahwa belajar kompleks
hanya dapat terjadi ketika orang sadar dari apa yang dikuatkan. Rangkaian
kejadian itu merupakan perilaku ingin yang diikuti oleh penguatan tetapi
Bandura akan membantah bahwa penguatan seperti itu tidak akan
memberikan pengaruh yang kuat pada perilaku. Anak-anak pertama- tama
harus mengerti hubungan antara perilaku yang benar dan peristiwa
penguatan.

58. Sebutkan tahapan dalam teori belajar bandura!


a. Atensi
b. Retensi
c. Reproduksi
d. Penguatan dan motivasi

59. Sebutkan prinsip prinsip teori belajar bandura


a. Determinis resiprokal
b. Tanpa Reinforsemen
c. Kognisi dan Regulasi diri

60. Jelaskan prosedur prosedur belajar sosial dan moral menurut teori belajar
sosial
Prosedur –prosedur belajar sosial dan moral menurut teori belajar
sosial ini ada dua yaitu:
3. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral
pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran/memberi
hadiah atau mengganjar) dan punishment (hukuman/memberi
hukuman) untuk senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial
mana yang perlu ia perbuat. Sehubungan dengan hal di atas,
komentar-komentar yang disampaikan orang tua atau guru ketika
mengganjar atau menghukum siswa merupakan faktor yang penting
untuk proses internalisasi atau penghayatan siswa tersebut terhadap
moral standars (patokan-patokan moral). Orang tua dan guru dalam
hal ini sangat diharapkan memberi penjelasan agar siswa tersebut
benar-benar paham mengenai jenis perilaku mana yang menghasilkan
ganjaran dan jenis perilaku mana yang menghasilkan sanksi. Reaksi-
reaksi seorang siswa terhadap stimulus yang ia pelajari adalah hasil
dari adanya pembiasaan merespons sesuai dengan kebutuhan. Melalui
proses pembiasaan merespons (conditioning) ini, ia juga menemukan
pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon
maaf yang sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari sanksi.
4. Imitation
Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau
tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa.
Sebagai contoh, seorang siswa mengamati gurunya sendiri menerima
seorang tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan, beramah tamah,
dan seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori
siswa. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi
pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut. Sebagai
contoh, mula-mula seorang siswa mengamati model gurunya sendiri
yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpamanya menerima
seorang tamu. Lalu, perbuatan menjawab salam, berjabat tangan,
beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh
memori siswa tersebut. Diharapkan, cepat atau lambat siswa tersebut
mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan
oleh modelnya itu. Kualitas kemampuan siswa dalam melakukan
perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain
bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia
tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga
bergantung pada persepsi siswa terhadap “siapa” yang menjadi model.
Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin
tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut
Mengimitasi model merupakan elemen paling penting dalam hal
bagaimana si anak belajar bahasa, berhadapan dengan agresi,
mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku yang sesuai
dengan gendernya. Analisis perilaku terapan (applied behavior
analysis) merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling,
yang dapat membantu menghilangkan perilaku yang tidak di inginkan
dan memotivasi perilaku yang diinginkan secara sosial. Definisi
belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang
relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar dapat diartikan
sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor
yang terjadi dalam diri siswa.

61. Jelaskan implementasi teori belajar bandura!


2. Pemahaman Individu
Salah satu upaya untuk memahami individu adalah dengan
memahami perilakunya. Berdasarkan teori Bandura untuk memahami
perilaku individu maka perlu memahami interaksi individu tersebut
dengan lingkungannya. Konselor perlu memahami bahwa lingkungan
dapat membentuk perilaku individu dan lingkungan tersebut juga
menggambarkan individu-individu yang ada di dalamnya. konselor
perlu juga memahami bahwa munculnya motif-motif,
dorongandorongan dan kebutuhan-kebutuhan klien merupakan
pengaruh interaksi klien dengan lingkungannya (Hansen: 1982).
Dengan demikian untuk memahami klien dalam rangka proses
konseling, konselor perlu mencari data pendukung dari lingkungan
dimana klien berada. Lingkungan klien meliputi lingkungan keluarga,
teman-teman atau lingkungan masyarakat lain. Yang perlu
diperhatikan juga adalah kebiasaan-kebiasaan klien, misalnya acara
TV atau film yang sering dilihatnya, buku-buku yang sering dibaca,
lagu-lagu yang disukai, artis atau tokoh yang diidolakan. Hal-hal
tersebut memungkinkan klien untuk meniru dan membentuk
perilakunya.
Menurut Crain (1992:178) teori sosial learning menunjukkan bahwa
perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh personal atau model hidup, tetapi juga
apa yang ditunjukkan oleh media massa. Media massa tersebut dapat
berbentuk film, televisi, radio, buku, majalah, tabloid atau surat kabar.
Penerapan teori belajar sosial dalam menumbuhkan akhlak anak dapat
dilihat dari proses belajar, dimana proses belajar menurut teori belajar sosial
ini menekankan pada konsep modelling.
Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu:
4. Fase Perhatian. Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran
karena tingkah laku yang baru tidak akan diperoleh tanpa adanya
perhatian siswa.
5. Fase Retensi. Adapun fungsi dari proses retensi adalah agar
pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal
dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik.
6. Fase Motivasi
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa implikasi
teori belajar sosial dalam menumbuhkan akhlak siswa dapat dilihat dari
proses pembelajaran dikelas. Pendidikan agama yang ada dalam diri siswa
juga mempengaruhi proses menumbuhkan akhlak.

62. Jelaskan inti sari dari teori belajar bandura!


Teori pembelajaran ini disebut teori pembelajaran social-kognitif atau
teori pembelajaran melalui peniruan. Teori ini berdasarkan pada tiga asumsi,
yaitu:
4. Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di
lingkungan sekitarnya, terutama perilaku-perilaku orang lain.
5. Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya.
Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu
lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.
6. Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal
yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Secara garis besar, ada tiga hal yang menjadi pemikiran Albert
Bandura berkenaan dengan pendidikan moral, yaitu:
4. Albert Bandura memandang pendidik sebagai model atau teladan yang
baik sebab anak selalu meniru apa yang dilakukan oleh model.
Sedangkan peserta didik merupakan subyek pendidikan yang selalu
memperhatikan model (lebih cenderung sebagai pengamat).
5. Tentang lingkungan, bahwa lingkungan (keluarga, sekolah dan
masyarakat) mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
moral siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Terdapat dua metode dalam pendidikan moral, yaitu conditioning
(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Hal ini berarti
membiasakan suatu perilaku dengan menunjukkan mana perilaku
yang mendapat rewards (hadiah) dan mana yang mendapatkan
punishment (hukuman) sehingga nantinya perilaku tersebut akan
ditirunya. Dengan kata lain, seorang anak itu meniru suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang yang ada di sekitarnya apakah perilaku
itu mendapat hadiah atau mendapat hukuman

63. Jelaskan kelebihan dan kekurangan teori belajar bandura!


Kelebihan Teori Albert Bandura yakni Teori Albert Bandura lebih
lengkap dibandingkan teori belajar lainnya , karena itu menekankan bahwa
lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata –
mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu
sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya
conditioning (pembiasan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu
pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam
mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses
yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.
Kelemahan Teori Albert Bandura yaitu Teori pembelajaran Sosial
Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini
karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan
tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya
dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah
laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai