Anda di halaman 1dari 21

BAB II PEMBAHASAN

A. Evaluasi Hasil Belajar


1. Pengertian Evaluasi Hasil Belajar
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan pengertian evaluasi hasil
belajar, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian
evaluasi. Adapun pengertian Evaluasi menurut beberapa ahli, yaitu:
a. Bloom et. al (1971) :
Evaluasi, adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk
menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri
siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi
siswa (Daryanto, 2008, hal. 1-2).
b. Stufflebeam et. al (1971) :
Evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan
menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan
(Daryanto, 2008, hal. 1-2).
c. Suchman (1975)
Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan.
d. Wang dan Brown (1957)
Evaluation refer to the act or process to determining the value of
something, artinya evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai daripada sesuatu.
e. Meherens dan Lelman (1978)
Evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif
alternatif keputusan.
f. Gronlund (1975)
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan tujuan
atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan tujuan pengajaran
telah dicapai oleh siswa.
g. Wrightstone dkk (1956)
Evaluasi ialah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke
arah tujuan tujuan atau nilai yang telah ditetapkan.
h. Sudijono (1996)
Evaluasi pada dasarnya merupakan penafsiran atau interpretasi yang
bersumber pada data kuantitatif, sedang data kuantitatif merupakan hasil
dari pengukuran.
Selain menurut beberapa ahli di atas, evaluasi secara bahasa adalah
terjemahan dari kata evaluation (B. Inggris). Kata Evaluation berasal dari
value yang berarti nilai. Kata evaluation, dengan demikian, diterjemahkan
juga dengan penilaian. Sehingga antara penilaian dan evaluasi dapat
dipandang sebagai semakna (semua ilmiah, 2012).
Secara istilah, evaluasi diartikan sebagai suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai dari suatu obyek. Istilah ini pada awalnya dikaitkan
dengan prestasi belajar siswa, akan tetapi seiring dengan perkembangan
waktu, istilah ini telah memasuki setiap aspek kehidupan manusia. Tokoh
yang mempopulerkan istilah ini pertama kali adalah Ralph Tyler, dengan
memaknai evaluasi sebagai proses pengumpulan data guna menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana dari tujuan pendidikan sudah
dicapai (semua ilmiah, 2012).
Ketika kata evaluasi ini dirangkai dengan kata hasil belajar (EHB)
maka dapat diartikan bahwa, suatu tindakan atau proses untuk menentukan
nilai keberhasilan siswa setelah melakukan proses pembelajaran pada waktu
tertentu (semua ilmiah, 2012).
Kegiatan evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan yang sangat
penting untuk dilakukan oleh para guru. Hal ini dikarenakan evaluasi hasil
belajar bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa, selain untuk
mengadakan perbaikan. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi hendaknya
memperhatikan konsep dasar evaluasi yang berguna untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2. Prinsip-Prinsip Evaluasi Hasil Belajar
Agar penilaian pendidikan dapat mencapai sasarannya dalam
mengevaluasi pola tingkah laku yang dimaksudkan, maka harus
memperhatikanprinsip-prinsip berikut:
a. Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu
Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu artinya evaluasi harus
dilaksanakan secara terus menerus pada masa-masa tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar penilai memperoleh kepastian atau kemantapan dalam
mengevaluasi.
b. Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkah laku
yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan adalah makna evaluasi
secara komprehensif. Untuk dapat melaksanakan evaluasi secara
komprehensif maka setiap tujuan pendidikan harus dijabarkan sejelas
mungkin sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan
pengukuran. Pengukuran di sini harus mampu mencerminkan butir-butir
soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan yang telah dijabarkan
secara tuntas.
c. Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
Pelaksanaan evaluasi harus obyektif artinya dalam proses penilaianhanya
menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan keadaan
yangsebenarnya. Jadi dalam menilai hasil pendidikan, penilai tidak boleh
memasukkanfaktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada
siswa. Dengan kata lain,evaluasi dikatakan obyektif apabila penilai
dalam memberikan penilaian terhadasuatu obyek hanya ada satu
interpretasi.
d. Dalam melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat pengukur yang
baik.
Agar evaluasi yang dilaksanakan itu obyektif, diperlukan informasi atau
bahan yang relevan. Untuk memperoleh informasi atau bahan yang
relevan diperlukan alat pengukur atau instrumen yang dapat
dipertanggung jawabkan atau memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik
adalah alat pengukur yang memenuhi persyaratan. Adapun syarat-syarat
alat pengukur yang baik adalah sebagai berikut:
Alat pengukur harus valid
Validitas alat pengukur ialah kadar ketelitian alat pengukur untuk
dapat memenuhi fungsinya dalam menggambarkan keadaan aspek
yang diukur dengan tepat dan teliti.
Alat pengukur halus reliabel
Pembicaraan reliabilitas alat pengukur berdasarkan pada seberapa jauh
suatu alat pengukur dapat menunjukkan kestabilan, kekonstanan, atau
keajegan hasil pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan reliabel bila
alat pengukur tersebut dikenakan terhadap subyek yang sama tetapi
pada saat yang berlainan atau kalau orang yang memberikan alat
pengukur itu berbeda hasilnya akan tetap sama.
Alat pengukur harus memiliki daya pembeda (diskriminatif)
Daya pembeda atau "discriminating power" soal adalah seberapa jauh
suatu butir soal mampu membedakan tentang keadaan aspek yang
diukur apabila keadaannya memang berbeda. Misalnya tes hasil
belajar dapat diketahui daya pembedanya bila tes tersebut mampu
membedakan antara dua orang atau lebih yang memang memiliki
kemampuan belajar yang berbeda. Dengan kata lain tes yang baik
harus dapat membedakan kemamapuan anak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka.

3. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Hasil Belajar


Ada beberapa hal fungsi evaluasi diantaranya:
a. Evaluasi berfungsi Formatif
Penilaian yang dilakukan selama dalam perkembangan dan proses
pelaksanaan pendidikan. Karena itu evaluasi formatif dikenal juga
dengan evaluasi proses. Tujuan evaluasi formatif ialah agar secara tepat
dan cepat dapat membetulkan setiap proses pelaksanaan yang tidak
sesuai dengan rencana.
b. Evaluasi berfungsi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan pada akhir pelaksanaan proses pendidikan.
Evaluasi ini disebut evaluasi terhadap hasil pendidikan yang telah
dilakukan oleh siswa atau evaluasi produk. Evaluasi ini bertujuan untuk
menentukan nilai (angka) kemajuan atau hasil belajar peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada
berbagai pihak, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya
peserta didik.
c. Evaluasi berfungsi selektif
Artinya dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi terhadap siswanya (Daryanto,1999, hal 14).
d. Evaluasi berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa. Disamping itu diketahui pula sebab musabab
kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan evaluasi, guru mengadakan
diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahan. Dengan
diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara
untuk mengatasinya (Daryanto, 1999, hal 15).
e. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan.
Setiap siswa sejak lahir telah membawa bakat masing-masing sehingga
pelajaran yang lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang
ada. Akan tetapi karena disebabkan dengan keterbatasan sarana dan
tenaga, pendidikan, yang bersifat individual kadang-kadang sangat sukar
dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan
kemampuan adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat
menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan digunakan suatu evaluasi. Sekelompok siswa yang
mempunyai hasil evaluasi yang sama, akan berada dalam kelompok yang
sama dalam belajar (Daryanto, 1999, hal 15).
f. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem
kurikulum (Daryanto, 1999, hal 16).
Adapaun evaluasi dalam proses pengembangan sistem pendidikan
bertujuan untuk:
a. Perbaikan sistem
Peranan evaluasi lebih bersifat kontruktif karena informasi hasil
penilaian dijadikan input bagi perbaikan-perbaikan yang diperlukan di
dalam sistem pendidikan yang sedang dikembangkan (Daryanto, 1999,
hal 16).
b. Pertanggung jawaban terhadap pemerintah dan masyarakat
Dalam pertanggung jawaban hasil yang telah dicapainya, pihak
pengembang perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari sistem
yang sedang dikembangkannya serta usaha lebih lanjut yang diperlukan
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut (Daryanto, 1999, hal
17).

4. Tahap-Tahap Evaluasi
Tahap-tahap evaluasi pembelajaran meliputi:
a. Tahap Persiapan
Menurut Damaianti (2007: 8) tahap ini disebut juga tahap perencanaan
dan perumusan kriterium. Langkahnya meliputi:
perumusan tujuan evaluasi;
penetapan aspek-aspek yang akan dievaluasi;
menetapkan metode dan bentuk evaluasi (tes/nontes);
merencanakan waktu evaluasi;
melakukan uji coba (untuk tes) agar dapat mengukur validitas dan
reliabilitasnya.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan atau disebut juga dengan tahap pengukuran dan
pengumpulan data adalah tahap untuk mengumpulkan informasi tentang
keadaan objek evaluasi (siswa) dengan menggunakan teknik tes atau
nontes. Bila menggunakan teknik tes, soal yang digunakan sebaiknya
sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Tes yang digunakan dapat
berbentuk tes tulis, lisan, atau praktik (seputar pendidikan, 2015).
c. Tahap Pengolahan Hasil
Tahap pengolahan hasil adalah tahap pemeriksaan hasil evaluasi dengan
memberikan skor. Skor yang diperoleh siswa selanjutnya diubah
menjadi nilai. Pada tes tulis pemeriksaan hasil dilakukan setelah tes
selesai, sedangkan pada tes lisan dan praktik, pemberian nilai dilakukan
bersamaan dengan waktu pelasanaan tes tersebut (seputar pendidikan,
2015).
d. Tahap Tindak Lanjut
Tahap tindak lanjut atau disebut juga tahap penafsiran adalah tahap untuk
mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dihasilkan pada tahap
pengolahan hasil, misalnya:
memperbaiki proses belajar mengajar
memperbaiki kesulitan belajar siswa
memperbaiki alat evaluasi
membuat laporan evaluasi (rapor) (seputar pendidikan, 2015).

5. Ruang Lingkup Evaluasi Hasil Belajar


Menurut Benyamin S.Bloom, hasil belajar dapat dikelompokkan ke
dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain
disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang
sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah
sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai
dengan hal yang abstrak (Arifin, 2016, hal. 21 ).
Adapun rincian domain tersebut adalah sebagai berikut :
a. Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang
kemampuan, yaitu :
Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep,
prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan
diantaranya : mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi,
memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan,
membuat garis besar, menyatakan, dan memilih (Arifin, 2016, hal.
21).
Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi
pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa
harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini
dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan
mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan
diantaranya : mengubah, mempertahankan, membedakan,
memprakirakan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh,
meramalkan, dan meningkatkan (Arifin, 2016, hal. 21).
Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan konkrit. Kata
kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah,
menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan
dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan (Arifin, 2016, hal. 21 ).
Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam
unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan,
dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan diantaranya : mengurai, membuat diagram,
memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis
besar, menghubungkan, merinci (Arifin, 2016, hal. 22 ).
Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara
menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa
tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan diantaranya : menggolongkan, menggabungkan,
memodifikasi, menghimpun, menciptakan, merencanakan,
merekonstruksikan, menyusun, membangkitkan, mengorganisir,
merevisi, menyimpulkan, menceritakan (Arifin, 2016, hal. 22 ).
Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan,
pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu. Hal penting
dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa,
sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan
untuk mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan diantaranya : menilai, membandingkan,
mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan,
mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan, menduga
(Arifin, 2016, hal. 22 ).
b. Domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang
menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik
menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap
sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan
menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang
kemampuan, yaitu :
Kemauan menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau
rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran
kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja
operasional yang dapat digunakan diantaranya : menanyakan,
memilih, menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh,
menjawab, menggunakan (Arifin, 2016, hal. 22 ).
Kemauan menanggapi/menjawab (responding), yaitu jenjang
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka
pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara.
Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara
sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan diantaranya : menjawab, membantu,
memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan,
mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu,
mendiskusikan (Arifin, 2016, hal. 23 ).
Menilai (valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu
secara konsisten. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya :
melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil
bagian, dan memilih (Arifin, 2016, hal. 23 ).
Organisasi (organization), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan
masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan diantaranya : mengubah, mengatur, menggabungkan,
membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan,
memodifikasi (Arifin, 2016, hal. 23 ).
c. Domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta
didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai
dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks.
Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit.
Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok
XCF keterampilan masing-masing, yaitu :
Muscular or motor skill, yang meliputi : mempertontonkan gerak,
menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, menampilkan.
Manipulations of materials or objects, yang meliputi : mereparasi,
menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
Neuromuscular coordination, yang meliputi : mengamati,
menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan,
memasang, memotong, menarik dan menggunakan (Arifin, 2016, hal.
23 ).
Berdasarkan taksonomi Bloom di atas, maka kemampuan peserta didik
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Kemampuan tingkat rendah terdiri atas pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi,
sedangkan kemampuan tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan
kreatifitas.
Dengan demikian, kegiatan peserta didik dalam menghafal termasuk
kemampuan tingkat rendah. Dilihat cara berpikir, maka kemampuan berpikir
tingkat tinggi dibagi menjadi dua, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Berpikir kreatif adalah kemampuan melakukan generalisasi dengan
menggabungkan, mengubah, atau mengulang kembali keberadaan ide-ide
tersebut. Sedangkan kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan
memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan penilaian
terhadap sesuatu tersebut.
Rendahnya kemampuan peserta didik dalam berpikir, bahkan hanya
dalam menghafal, tidak terlepas dari kebiasaan guru dalam melakukan evaluasi
atau penilaian yang hanya mengukur tingkat kemampuan yang rendah saja
melalui paper and pencil test. Peserta didik tidak akan mempunyai kemampuan
berpikir tingkat tinggi jika tidak diberikan kesempatan dan tidak diarahkan
untuk mengembangkannya (Arifin, 2016, hal. 23 ).
B. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar
1. Pengertian Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar
Pengukuran merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat
kuantitatif, bahkan merupakan instrument untuk melakukan penilaian.
Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran ini, antara lain adalah sebagai
berikut :
a. Tujuan pengukuran
b. Ada objek ukur
c. Alat ukur
d. Proses pengukuran
e. Hasil pengukuran kuantitatif
Beberapa pendapat ahli tentang Pengukuran:
a. Allen & Yen (1979: 2) pengukuran (measurement) adalah penetapan
angka bagi individu dengan cara sistematis yang mencerminkan sifat
(karakteristik) dari individu.
b. Miller (2008: 2) pengukuran adalah deskripsi kuantitatif prestasi individu
dari peserta didik pada tes tunggal atau beberapa tes penilaian.
c. Saifuddin Azwar (2010: 3) pengukuran adalah suatu prosedur pemberian
angka terhadap atribut atau variabel suatu kontinum.
d. Menurut William Shockley pengukuran adalah perbandingan dengan
standar.
e. Menurut Buana pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mengetahui
informasi atau data secara kuantitatif. Pengukuran tidak melibatkan
pertimbangan mengenai baik-buruknya, tidak menentukan siapa yang
lulus dan tidak lulus.
f. Menurut Rusli Lutan (2000:21) pengukuran ialah proses pengumpulan
informasi.
g. Menurut Gronlund yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran suatu
kegiatan atau proses untuk memperoleh deskripsi numerik dan tingkatan
atau derajat karakteristik khusus yang dimiliki individu.
h. Menurut Allen Philips (1979: 1-2) a measure is the score that has been
assigned on the basis of a test. ( Pengukuran adalah mencetak prestasi
yang telah ditugaskan atas dasar suatu perjanjian.Menurut Kerlinger yang
dikutip Sridadi (2007) pengukuran sebagai pemberian angka-angka pada
obyek atau kejadian-kejadian menurut suatu aturan tertentu
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pengertian pengukuran
hasil belajar yaitu kegiatan menentukan kuantitas hasil belajar siswa yang
bersifat numerik atau angka. Adapun pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui kuantitas hasil belajar siswa yaitu dengan menggunakan alat
ukur yang berupa instrument (tes ataupun nontes). Instrument tes digunakan
untuk mengukur kemampuan kognitif dan psikomotorik, sedangkan
instrument nontes digunakan untuk mengukur kemampuan afektif.
Penilaian adalah cara yang digunakan untuk menilai kerja individu
ataupun kelompok sesuai dengan kriteria tertentu guna memperoleh
informasi yang berguna sebagai alternatif dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, penilaian juga merupakan proses sistematis yang meliputi
pengumpulan informasi, analisis, interpretasi, informasi untuk membuat
keputusan.
Pengertian penilaian menurut beberapa ahli:
a. Djemari Mardapi (2008: 1) menjelaskan bahwa penilaian atau assesment
mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja
individu atau kelompok.
b. Groundlund (1971:6) mengungkapkan bahwa penilaian merupakan
deskripsi kualitatif dari tingkah laku siswa baik yang didasarkan pada
hasil pengukuran (tes) maupun bukan hasil pengukuran.
c. Reynolds, Livingston, & Willson (2010: 3) penilaian (Assesment) adalah
beberapa prosedur sistematis untuk mengumpulkan informasi yang dapat
digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik seseorang
atau objek.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
penilaian hasil belajar merupakan penentuan kualitas hasil belajar siswa atau
penafsiran dari hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar.
Tujuan penilaian hasil belajar itu sendiri yaitu untuk menginformasikan
keputusan tentang pengalaman belajar dan melaporkan apa yang sudah
diperoleh.
Selanjutnya penilaian dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Kriteria (PAK):
a. Pendekatan Acuan Norma (PAN) mengacu pada distribusi normal, yang
berarti bahwa penafsiran hasil pengukuran dibandingkan dengan
kelompoknya, dengan kata lain melakukan pengukuran terlebih dahulu,
baru ditetapkan kriteria penilaian.
b. Pendekatan Acuan Kriteria (PAK) yang berarti bahwa penafsiran hasil
pengukuran dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya. Dengan kata lain menentukan kriteria penilaian terlebih
dahulu, baru melakukan pengukuran.
Menurut Chittenden (Djemari, 2008:6) kegiatan penilaian dalam
proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal, yaitu :
a. Penelusuran, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah
proses pembelajaran telah berlangsung sesuai yang direncanakan atau
tidak.
b. Pengecekan, yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-
kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran.
c. Pencarian, yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan
yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.
d. Penyimpulan, yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian
yang diperoleh peserta didik.

2. Contoh Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar


Adapun contoh pengukuran yaitu ketika seorang pendidik
memberikan tes. Hasil tes tersebut akan menghasilkan nilai berdasarkan
kriteria penskoran. Kemudian si pendidik melakukan pengolahan skor
dengan pendekatan tertentu sehingga nilai-nilai itu memilki makna tidak
menguasai, mengusai, dan sangat menguasai. Untuk lebih memahaminya
perhatikan ilustrasi berikut ini:
Bu Tia ingin mengetahui peserta didiknya sudah menguasai
kompetensi dasar dalam mata pelajaran Kimia. Untuk itu, Bu Tia
memberikan tes tertulis dalam bentuk objektif pilihan ganda sebanyak 50
soal kepada peserta didiknya (Bu Tia disini melakukamn tes). Selanjutnya,
Bu Tia memeriksa lembar jawaban peserta didik sesuai dengan kunci
jawaban, kemudian sesuai dengan rumus tertentu dihitung skor mentahnya,
ternyata skor mentah peserta didik sangat bervariasi, ada yang memperoleh
skor 25, 36, 44, 47, dan seterusnya (sampai disini sudah terjadi
pengukuran). Angka atau skor-skor tersebut tentu belum mempunyai
nilai/makna dan arti apa-apa. Untuk memperoleh nilai dan arti dari tiap skor
tersebut, bu Tia melakukan pengolahan skor dengan pendekatan tertentu.
Hasil pengolahan dan penafsiran dalam skala 0-10 menunjukkan bahwa skor
25 memperoleh nilai 5 (berarti tidak menguasai), skor 36 memperoleh nilai
6 (berarti cukup menguasai), skor 44 memperoleh nilai 8 (berarti
menguasai), dan skor 4 (berarti sangat menguasai) (sampai disini sudah
terjadi proses penilaian).

C. Perbedaan Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar


Kegiatan pengukuran, penilaian dan evaluasi hasil belajar sering kita
jumpai dalam dunia pendidikan. Misalnya seorang guru ingin mengetahui atau
membuat keputusan mengenai peserta didiknya apakah siswa tersebut lulus
atau tidak. Dalam membuat keputusan tersebut, maka guru harus melakukan
pengukuran terlebih dahulu, selanjutnya diberikan penelian, setelah itu baru
dievaluasi. Setelah proses evaluasi, baru guru tersebut membuat keputusan
terhadap status peserta didiknya.
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi hasil belajar memiliki hubungan
yang sangat erat dalam sistem pembelajaran di sekolah. Meskipun begitu,
terdapat perbedaan pengaplikasian dari ketiga hal tersebut. Antara penilaian
dan evaluasi hasil belajar sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau
menentukan nilai hasil belajar. Di samping itu, alat yang digunakan untuk
mengumpulkan datanya juga sama, sedangkan perbedaannya terletak pada
ruang lingkup (scope) dan pelaksanaanya. Ruang lingkup penilaian lebih
sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja,
seperti hasil belajar peserta didik. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan
dalam konteks internal, yakni orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat
dalam proses pembelajaran yang bersangkutan. Misalnya guru menilai hasil
belajar peserta didik, supervisor menilai kinerja guru, dan sebagainya. Ruang
lingkup evaluasi lebih luas, mencakup semua komponen dalam suatu sistem
(sistem pendidikan, sistem kurikulum, sistem pembelajaran) dan dapat
dilakukan tidak hanya pihak internal (evaluasi internal) tetapi juga pihak
eksternal (evaluasi eksternal). Jika evaluasi ini dikaitkan dengan hasil belajar,
maka komponen yang dinilai bukan hanya berasal dari hasil tes akhir,
melainkan juga dengan evaluasi proses pembelajaran peserta didik secara
keseluruhan.
Evaluasi dan penilaian hasil belajar lebih bersifat komprehensif.
Sedangkan pengukuran hasil belajar lebih membatasi pada gambaran yang
bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik
(learning progress), sedangkan evaluasi dan penilaian hasil belajar pada
hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu
objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak hanya didasarkan pada
hasil pengukuran (quantitative description), tetapi dapat pula didasarkan pada
hasil pengamatan dan wawancara (qualitative description). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

Gambar 1. Hubungan Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar


Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa evaluasi memiliki cakupan
yang luas dalam pembelajaran. Gambar di atas dapat diuraikan bahwa dalam
evaluasi hasil belajar ada komponen-komponen untuk melakukan evaluasi
tersebut yaitu penilaian. Dalam penilaian kita melakukan suatu proses yang
dinamakan pengukuran. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara memberikan
tes kepada siswa, baik itu tertulis maupun tidak tertulis. Hal tersebut sejalan
dengan yang dikemukakan oleh S. Hamid Hasan (1988) yaitu tes adalah alat
pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat
dari konstruksi butir (pertanyaan) yang dipergunakan.
Gambar 2 di bawah ini menunjukkan arah pengukuran, penilaian dan
evaluasi hasil belajar dalam proses pembelajaran.

Gambar 2. Arah Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar


Gambar di atas menunjukkan bahwa istilah pengukuran, penilaian, dan
evaluasi hasil belajar mempunyai arti yang berbeda. Diharapkan semua pihak
tidak lagi keliru menggunakan keempat istilah tersebut dalam kegiatan
pembelajaran disekolah.
Rustaman (2003) mengungkapkan bahwa penilaian lebih ditekankan
pada penilaian proses. Sementara itu evaluasi lebih ditekankan pada hasil
belajar. Apabila dilihat dari keberpihakannya, menurut Stiggins (1993)
penilaian lebih berpihak kepada kepentingan siswa. Siswa dalam hal ini
menggunakan hasil penilaian untuk merefleksikan kekuatan, kelemahan, dan
perbaikan belajar. Sementara itu evaluasi menurut Rustaman (2003) lebih
berpihak kepada kepentingan evaluator.
Yulaelawati (2004) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara
evaluasi dengan penilaian. Evaluasi (evaluation) merupakan penilaian program
pendidikan secara menyeluruh. Evaluasi pendidikan lebih bersifat makro,
meluas, dan menyeluruh. Evaluasi program menelaah komponen-komponen
yang saling berkaitan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan.
Sementara itu penilaian merupakan penilaian dalam scope yang lebih sempit
(lebih mikro) bila dibandingkan dengan evaluasi. Seperti dikemukakan oleh
Kumano (2001) asesmen hanya menyangkut kompetensi siswa dan perbaikan
program pembelajaran.
Harlen (1982) mengungkapkan perbedaan antara penilaian dan evaluasi
dalam hal metode. Evaluasi dinyatakan menggunakan kriteria dan metode yang
bervariasi. penilaian dalam hal ini hanya merupakan salah satu dari metode
yang dipilih untuk evaluasi tersebut. Selain dari itu, subyek untuk asesmen
hanya siswa, sementara itu subyek evaluasi lebih luas dan beragam seperti
siswa, guru, materi, organisasi, dll.
Yulaelawati (2004) menekankan kembali bahwa scope penilaian hanya
mencakup kompetensi lulusan dan perbaikan cara belajar siswa. Jadi
hubungannya lebih pada peserta didik. Ruang lingkup evaluasi yang lebih luas
ditunjukkan dengan cakupannya yang meliputi isi atau substansi, proses
pelaksanaan program pendidikan, kompetensi lulusan, pengadaan dan
peningkatan tenaga kependidikan, manajemen pendidikan, sarana dan
prasarana, dan pembiayaan.
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi dalam pendidikan berperan dalam
seleksi, penempatan, diagnosa, remedial, umpan balik, memotivasi dan
membimbing. Baik penilaian maupun pengukuran keduanya terkait dan
menjadi bagian istilah evaluasi. Meski begitu, terdapat perbedaan makna antara
mengukur dan mengevaluasi. Mengukur adalah membandingkan sesuatu
dengan satu ukuran tertentu. Dengan demikian pengukuran bersifat kuantitatif.
Sementara itu evaluasi adalah pengambilan suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik-buruk Dengan demikian pengambilan keputusan tersebut
lebih bersifat kualitatif (Arikunto,2003; Zainul & Nasution, 2001).
Perbedaan antara pengukuran, penilaian dan evaluasi terletak pada waktu
dan fungsinya. evaluasi digunakan sebagai alat atau media untuk memperoleh
informasi tentang orang lain. Pengukuran digunakan untuk memberi angka
pada karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek yang
diambil dari sebuah evaluasi. Sedangkan penilaian digunakan untuk
mengambil keputusan berdasarkan data-data yang diperoleh berdasarkan
pengukuran sebelumnya.
Perbedaannya terletak pada ruang lingkup dan pelaksanaannya. Ruang
lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu
komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar. Pelaksanaan penilaian
biasanya dilakukan dalam konteks internal. Ruang lingkup evaluasi lebih luas,
mencangkup semua komponen dalam suatu sistem dan dapat dilakukan tidak
hanya pihak internal tetapi juga pihak eksternal. Evaluasi dan penilaian lebih
bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan
salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi pada
gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar
peserta didik, sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif.
Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran, tetapi
dapat pula didasarkan hasil pengamatan dan wawancara.
Untuk memahami pengertian evaluasi, pengukuran, dan penilaian kita
dapat memahaminya lewat contoh berikut :
1. Ani memberikan kepada Budi 2 buah pensil yang berbeda ukuran, satu
panjang sedangkan satu lebih pendek dan Budi diminta untuk memilih
diantara keduanya. Dengan otomatis Budi akan cenderung memilih pensil
yang panjang karena dapat lebih lama digunakan. Kecuali memang ada
kriteria lain sehingga Budi memilih sebaliknya.
2. Pada suatu hari Ani pergi ke sebuah toko buah untuk membeli durian.
Sebelum menentukan durian mana yang akan dibeli, Ani akan memilih
dahulu mana durian yang lebih baik menurut ukurannya dengan cara
membandingkan durian yang ada sebelum membelinya. Kemudian Ani akan
mencium, melihat bentuknya, jenisnya ataupun tampak tangkai yang ada
pada durian tersebut untuk mengetahui durian manakah yang baik dan layak
dibeli.
Dari kedua contoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa kita selalu
melakukan penilaian sebelum menentukan pilihan untuk memilih suatu
objek/benda. Pada contoh pertama kita akan memilih pensil yang lebih panjang
dari pada pensil yang pendek karena pensil yang lebih panjang dapat kita
gunakan lebih lama. Sedangkan pada contoh yang kedua kita akan menentukan
durian mana yang akan kita beli berdasarkan bau, bentuk, jenis, ataupun
tampak tangkai dari durian yang dijual tersebut. Sehingga kita dapat
memperkirakan mana durian yang manis.
Untuk mengadakan penilaian, kita harus melakukan pengukuran terlebih
dahulu. Dalam contoh 1 diatas, jika kita mempunyai penggaris, maka untuk
menentukan pensil mana yang lebih panjang, kita akan mengukur kedua pensil
tersebut dengan menggunakan penggaris kemudian akan melakukan penilaian
dengan membandingkan ukuran panjang dari masing-masing pensil sehingga
pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa Yang ini panjang dan Yang ini
pendek lalu pensil yang lebih panjanglah yang kita ambil. Adapun jika kita
menilai keseluruhan komponen dari pensil itu, seperti harga dan kualitasnya itu
berarti kita telah melakukan evaluasi.
Dalam contoh ke 2, pada awalnya kita memilih durian dengan melihat
ukuran dari durian tersebut. Selanjutnya kita memilih durian yang terbaik lewat
bau, tampak tangkai, maupun jenisnya. Hal itu juga diawali dengan proses
pengukuran dimana kita membanding-bandingkan beberapa durian yang ada.
Kemudian kita melakukan pengukuran kembali berdasarkan bau, tampak
tangkai, maupun jenisnya sekalipun tidak menggunakan alat ukur yang paten
tetapi berdasarkan pengalaman. Setelah kita melakukan pengukuran-
pengukuran tersebut, barulah kita melakukan penilaian mana durian yang
terbaik yang akan kita tetapkan untuk dibeli.
Dari contoh 2 di atas kita telah melakukan pengukuran buah durian
berdasarkan ukuran buah, bau, tampak tangkai, maupun jenisnya. Setelah itu
kita melakukan penilaian untuk menentukan durian mana yang akan dibeli.
Karena kita telah menilai keseluruhan komponen dari durian itu, maka itu
berarti kita telah melakukan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai